Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zaenal Munthoha
"Dalam membuat pipa baja lasan untuk aplikasi sour gas dibutuhkan bahan plat baja yang selain harus memiliki persyaratan sifat mekanis juga harus memiliki ketahanan terhadap Hydrogen Induced Cracking (HIC) yang tinggi. Ketahanan terhadap HIC diketahui setelah dilakukan uji HIC sesuai standart NACE TM0284-96, diukur panjang dan lebar retak yang terjadi dan kemudian dihitung parameter HIC ; Crack Length Ratio (CLR), Crack Thickness Ratio (CTR) dan Crack Sensibility Ratio (CSR). Pada pembuatan plat baja hasil Proses Pengerolan Panas untuk bahan pipa aplikasi sour gas, contoh: grade APl5L-X52, kadang kala dihasilkan produk yang tidak memenuhi persyaratan HIC, yaitu CLR lebih besar dari 10% dan/atau CTR lebih besar dari 1,5%.
HIC merupakan suatu bentuk kerusakan internal yang disebabkab oleh menjalarnya retak paralel dengan permukaan baja walaupun tanpa diberi tegangan eksternal. Atom hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi korosi Fe dengan H2S masuk kedalam baja dan terakumulasi pada tempat awal HIC; void-void, non metallic inclusion (paling sering inklusi MnS), slag particle, dislokasi, dan retak mikro. Atom hidrogen membentuk gas hidrogen yang menimbulkan tekanan yang cukup tinggi untuk memulai terjadinya penjafaran retak. Salah satu sumber penyebab terjadinya HIC pada lingkungan sour gas adalah karena terbentuknya mikro void pada batas antarmuka inklusi-matrix selama proses pengerolan panas (Hot Rolling). Dalam penelitian disini akan diteliti Pengaruh lnklusi nonmetal terhadap Ketahanan Hydrogen Induced Cracking Plat Baja Bahan Pipa Aplikasi Sour Gas dengan menggunakan bahan uji Plat Baja hasif produksi Pabrik Pengerolan Panas PT. Krakatau Steel dengan Internal Grade 1K0811AN atau spesifikasi APl5L-X52.
Uji HIC dilakukan pada 35 buah sample ukuran 25 cm x 100 cm dengan tebal plat 6,35 mm dan 7,92mm. Setelah 96 jam dilakukan pengamatan metallography pada 3 buah permukaan transversal masing-masing sample untuk mengetahui dan mengukur panjang dan lebar retak yang terjadi, sedang untuk mengetahui kebersihan baja dilakukan pemeriksaan inklusi dengan menggunakan mikroskup optik dan juga dilakukan pengamatan dengan SEM/EDS untuk mengetahui komposisi mikro dari inklusi tersebut. Dari hasil penelitian ditunjukan bahwa CLR mempunyai korelasi eksponensial dengan lebar retak Y = 1, 175 Exp (0,0024 x) dimana Y = CLR (%) dan x = Lebar retak (μm), ditemukan lebar retak minimal 5μm yang mengindikasikan bahwa untuk ukuran inklusi dibawah 5 μm tahan terhadap HIC; efek penyebaran inklusi kearah garis sumbu maupun kearah tebal plat menurunkan ketahanan plat terhadap HIC ; efek reduksi plat juga menurunkan ketahanan plat terhadap HIC, semakin besar reduksi plat semakin rentan terhadap HIC; jenis inklusi paling banyak ditemukan adalah inklusi oksida, dan sedikit inklusi slag dan inklusi (Ti,Nb)xCy, dan inklusi oksida juga merupakan inklusi yang berbahaya dalam menurunkan ketahanan plat terhadap HIC.

Producing pipe weld steel for sour gas application is required plate steel not only must meet with mechanical properties required but also meet with Hydrogen Induced Cracking (HIC) resistance. HIC resistance is known after testing HIC with reference to NACE standard TM0284-96, measured crack length and crack width caused Hydrogen Induced, then calculated HIC parameters; Crack Length Ratio (CLR), Crack Thickness Ratio (CTR) and Crack Sensibility Ratio (CSR). In producing steel plate as hot rolling product used as pipe material for sour gas application, example : grade APl5L-X52, after HIC test some time is still founded CLR and CTR higher than customer needed, namely CLR higher than 10% and CTR higher than 1.5%.
HIC is a form of internal defect caused by crack propagated in parallel with steel surface without external stress. Hydrogen atom as a result from Fe corrosion reaction wit H2S adsorbed into the steel structure and accumulated at initial site of HIC; voids, non metallic inclusions (often MnS inclusion), slag particles, dislocations, and micro cracks. At the site, atom Hydrogen combines to produ9e Hydrogen Gas, which have strong enough to start crack propagation. One of the s initial sites of HIC because of micro voids formed at the matrix-inclusion interface as long as Hot Rolled Process. In the experiment here will be observed The Influent of nonmetallic inclusion to Hydrogen Induced Crackling Resistance of steel plate as pipe Material for sour Gas Application which material steel test use plate product of PT. Krakatau Steel Hot Rolling Plant with internal 1 K0811AN or external grade APl5L-X52.
HIC test is done to thirty fife of sample with dimension of 25 cm x 100 cm and plate thickness 6,35 mm and 7,92mm. After 96 hours sample is observed used microscope optic on three transversal surface section of each sample to find out and measure crack length and crack width. In the longitudinal section of sample is observed used microscope optic to found out and to measure length of inclusion to determine steel cleanness, and than used SEM/EDS to observe inclusion more closer to find out micro composition.
The conclusion based on this observation and discussion are CLR correlated to crack width Y = 1, 175 Exp. (0,0024x) where Y is CLR and x is Crack width, minimum crack width is found 5 μm which indicate that inclusion smaller than 5 μm resist to HIC; effect inclusions distribution either around center line of plate or around to plat thickness can cause reducing in HIC resistance; effect plat reduction can cause decreasing HIC resistance, more higher plat reduction more higher HIC sensibility of plate; ; Inclusions found out are most oxide, and little bit slag and (Ti,Nb)xCy inclusion, and oxide inclusion became nonmetallic inclusion whose most influent in reducing HIC resistance of Plate came from Hot Rolling Products.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utomo Nugroho
"Work roll Finishing, di pabrik Pengerolan baja lembaran panas merupakan barang habis pakai yang sangat penting, baik ditinjau dari kontribusinya dalam menentukan biaya variabel maupun perannya dalam mempengaruhi dihasilkannya kualitas permukaan produk strip yang baik. Untuk itu peran pemilihan kualitas roll yang baik, yang menjamin umur pakai (life time) yang lebih lama sangat diperlukan. Kualitas roll yang baik berarti dia memiliki kinerja keausan yang baik. Sifat ketahanan aus yang baik dari roll tipe krom tinggi dipengaruhi struktur mikro dan kekerasan. Struktur mikro yang baik adalah yang memiliki sinergi antara karbida dan matriks. Fraksi karbida serta matriks keras dalam jumlah yang lebih banyak memiliki kinerja keausan vang lebih baik, karena ketahanan aus material yang memiliki fasa lebih dari s2tu merupakan penjumlahan dari ketahanan aus masing-masing fasa. Penelitian ini hanya difokuskan pada work roll tipe krom tinggi dimana nilai kinerja keausan terbaik diperoleh jika fasa karbida dan matriks martensit ada dengan fraksi masing-masing sekitar 40%. Sedangkan nilai kekerasan makro optimum dicapai antara 50 hingga 54 HRC."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endyas Pratitajati
"Pertumbuhan butir pada temperatur 1100oC, 1200oC, dan 1300oCkristal LaxBa(1-x)Fe0.25Mn0.5Ti0.25O3 dipelajari. Material sampel dipreparasi menggunakan teknik pengaloyan mekanik (mechanical alloying) dengan waktu penggilingan (high ball energy milling) selama 30 jam. Sintering dilakukan selama 0, 1, 3 dan 6 jam. Material dianalisa menggunakan sinar X. Besar ukuran butir dihitung menggunakan persamaan Debye-Scherrer berdasarkan profil difraksi sinar X-nya. Sifat magnetik diukur menggunakan pemagraf. Sedangkan serapan gelombang mikro diukur menggunakan alat Network Analyzer (VNA) dengan metode Transmission/Reflection Line (TRL). Semua pengukuran dilakukan pada temperatur kamar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan pertumbuhan butir kristal La0.25Ba0.75Fe0.25Mn0.5Ti0.25O3 mengikuti model persamaan laju difusi. Hasil serapan gelombang mikro menunjukkan adanya serapan pada frekuensi 11-15 GHz. Serapan ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan serapan material basisnya yakni LaFe0.25Mn0.5Ti0.25O3. Namun daerah serapannya relatif lebih luas daripada material basis tersebut.

Growth of La0.25Ba0.75Fe0.25Mn0.5Ti0.25O3 in the temperatur e1100oC, 1200oC, dan 1300oC during 0, 1, 3 and 6 hours sinteringwas investigated. Sampels was prepared by mechanical alloying techique with high ball energy milling. Milling time is 30 hours. Sample was analized using x-ray diffraction.Grain size was calculated using Debye-Scherrer equation based on their x-ray diffraction profiles. Material absorbance properties was measured using Network Analyzer (VNA) with Transmission/ Reflection Line (TRL) measurement technique. All analysis was conducted in room temperature.
Data showed that grain growth of La0.25Ba0.75Fe0.25Mn0.5Ti0.25O3 has followed diffusion rate equation model of. Whilst it microwave absorbance measurement data performed its wide absorbance in the fequency range 11-15 GHz. Despite its relatively small absorbance intensity, La0.25Ba0.75Fe0.25Mn0.5Ti0.25O3 has broader bandwith comparing to its base material LaFe0.25Mn0.5Ti0.25O3.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31934
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syahbuddin
"ABSTRAK
Pengerasan aging dilakukan pada gagalan A1MgSi1 tuang hasil pembuatan kerangka elemen bahan bakar nuklir tipe plat UA1x.
Proses pengerasan meliputi pemanasan larutan padat aluminium-a pada temperatur 5300C selama 1 dan 2 jam, pendinginan cepat ke dalam air dan pemanasan aging pada temperatur 1600C, 1800C dan 2000C masing-masing selama 0, 2, 4, 6 dan 8 jam.
Kekerasan AlMgSi1 tuang meningkat selama proses pemanasan aging sejalan dengan bertambahnya waktu pemanasan. Struktur mikro AlMgSi1 tuang sebelum pengerasan aging berupa dendrit--dendrit kasar dan menjadi dendrit-dendrit halus pada pemanasan aging 160 C dengan 5300C selama 1 jam. Pemanasan aging 1800C, 2000C dengan pemanasan 5300C selama 1 jam dan pemanasan aging 1600 C, 1800C dan 2000C dengan pemanasan 5300C selama 2 jam pada A1MgSi1 tuang mempunyai strukturmikro dengan dendrit-dendrit halus dan kasar.
Zona-zona G.P.( Guinier Preston ) dalam AlMgSi1 tuang pada awal pemanasan berbentuk batang kecil dan tersebar dalam jumlah cukup banyak. Meningkatnya waktu pemanasan larutan padat ,serta meningkatnya temperatur dan waktu pemanasan aging menyebabkan zona G.P. memanjang dan membesar serta penyebarannya menurun pada luas yang sama. Partikel yang terbentuk dari zona-zona G.P. adalah Mg2Si dengan parameter kisi antara 6,30 ± 0,04 dan 6,41 ± 0,20 Å.
Hasil penelitian lainnya dalam penelitian ini adalah dapat diamati fasa intermetalik Mg2Si dalam bentuk lain dan pitting akibat penuangan dengan pendinginan cepat dan pencelupan.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Sundari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melihat effek perlakuan Bentonit terhadap kualitas pasir cetak. Proses perlakuan Bentonit berupa pemurnian senyawa Montmorilonit dari Bentonit dengan campuran alkohol - bromoform pada B.J. 2,1 gr/ml dan kecepatan pemutaran 4000 rpm. Secara statistik ditunjukkan bahwa perlakuan terhadap B.Boyolali memberikan hasil paling baik ( 85,76%) karena paling mendekati garis sentral yaitu 82,73 %.
Analisa pemurnian Montmorilonit dari ke 4 Jenis Bentonit (Boyolali, Karang Nunggal, Bogor, Wyoming) dilakukan dengan XRD dan hasilnya menunjukkan bahwa B.Bogor memberikan tingkat kemurnian paling tinggi dengan pengotor paling sedikit yaitu kuarsa dibawah 2%.
Analisa unsur dari ke 4 jenis Bentonit yang sama (tanpa perlakuan) dilakukan dengan XRF dan hasilnya menunjukkan bahwa B.Wyoming mempunyai ratio Na/Ca
paling tinggi yaitu 1,75. Pemurnian Montmorilonit dari Bentonit memberikan simpangan baku 3,44%. Pada penyiapan Bentonit Boyolali untuk pasir cetak dilakukan 18 kali percobaan pemurnian dengan kondisi teknis dimana digunakan campuran alkohol- bromoform murni dan bekas.
Pada pengujian pasir cetak digunakan 4 variabel Bentonit yaitu Montmorilonit hasil perlakuan B.Boyolali, B.Boyolali 270 mesh, B.Boyolali 140 mesh dan Bentonit UI. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Montmorilonit (2%)memberikan kekuatan tekan basah, geser basah dan tarik kerinq masing-masing 1,1 N/cm2,
0,8 N/cm` dan 5,0 N/cm. Ke 4 variabel Bentonit diatas digunakan untuk uji cor spesimen Al dan hasilnya menunjukkan bahwa Montmorilonit (2%) memberikan effek paling baik pada permukaan benda tuang.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Komariyah
"Pada tesis ini dipelajari pengaruh spatter terhadap degradasi material yaitu pengaruhnya terhadap laju korosi serta terhadap kegagalan struktur yang diawali dengan timbulnya retak akibat beban bending fatigue. Beberapa pengujian dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan yang selanjutnya dianalisa.
Uji Vickers dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai kekerasan akibat adanya spatter. Untuk mendapatkan data tentang awal terjadinya retak dilakukan uji bending fatigue. Pengaruh spatter terhadap laju korosi diteliti dengan melakukan pengujian Cyclic Potentiodynamic Polarization.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan akibat adanya spatter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa spatter. Awal retak akibat beban fatigue tidak terjadi pada daerah spatter, tetapi terjadi pada mikro notch pada daerah HAZ. Laju korosi pada daerah spatter lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tanpa spatter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T40833
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Renaningsih Setjo A
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang sifat korosi dari empat macam "Ni base" aloi yaitu Incoloy 800 H, Hastelloy XR, Inconel 617 dan Ni-CR-W pada temperatur 950° C selama 300 jam di dalam lingkungan udara dan helium.
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap laju korosi dan ketebalan lapisan film yang terbentuk pada permukaan spesimen, terjadinya korosi dalam butir dan batas butir, ternyata bahwa Hastelloy XR dan aloi Ni-Cr-W mempunyai ketahanan yang cukup tinggi terhadap korosi khususnya dalam lingkungan helium.
temperatur 950° C selama 300 jam di dalam lingkungan udara dan helium.
Percobaan "creep" dilakukan terhadap Hastelloy XR, Incoloy 800 H dan aloi Ni-CR-W, pada temperatur 900°C, dalam udara, dengan variasi tegangan. Diperoleh bahwa Ni-CR-W mempunyai ketahanan yang baik terhadap "Creep" karena presipitasi α -W yang homogen di dalam butir.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Zabidi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suhu terhadap kuat tekan semen, kuat ikatan semen terhadap pipa selubung ( kuat ikatan geser semen ) dan permeabilitas semen dengan Cara membandingkan hasil pengujian dari semen sumur minyak kelas G sedangkan sebagai bahan aditifnya dipakai tepung silika yang berukuran 200 mesh. Eengamatan yang dilakukan pada semen sumur minyak kelas G tanpa penambahan tepung silika ( neat cement ), menunjukkan bahwa pada suhu diatas 120°C akan terjadi penurunan kuat tekan, penurunan kuat ikatan geser dan kenaikan permeabilitas. Semen sumur minyak tanpa dan dengan penambahan tepung silika pada suhu antara 130°C sampai 150°C, akan terjadi penurunan kuat tekan, penurunan kuat ikatan geser dan kenaikan permeabilitas semen. Sedangkan penambahan tepung silika pada semen sumur minyak pada suhu yang tinggi ( diatas 150°C ) akan mengakibatkan kenaikan kuat tekan, kenaikan kuat ikatan geser dan menurunkan permeabilitas sehingga akan memperbaiki kualitas penyemenan. Makin besar penambahan tepung silika pada semen sumur minyak pada suhu yang tinggi ( diatas 150°C ), akan mengakibatkan kenaikan kuat tekan yang besar, kenaikan kuat ikatan geser yang besar, dan penurunan permeabilitas semen sanpai mendekati harga nol."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caing
"Penelitian ini bertujuan mencari material yang c°Cok untuk digunakan pada proses produksi kemasan kaleng dua bagian berkarbonasi dengan ketebalan yang diturunkan dari 0,280 mm menjadi 0,270 mm, dalam rangka penghematan biaya produksi. Paduan aluminium AA3104 telah lama digunakan sebagai bahan baku kemasan kaleng minuman bertekanan dengan proses penarikan dalam (deep drawing) yang dilanjutkan dengan penipisan dinding (wall ironing) agar dapat mencapai ketinggian yang diinginkan. Dengan adanya tekanan dari produk minuman, maka kekuatan kaleng mutlak diperlukan agar tidak terjadi deformasi, terutama pada bagian bawahnya (dome). Kekuatan kaleng menahan tekanan dari dalam akan melemah apabila ketebalan material diturunkan, sehingga perlu dilakukan pengembangan material untuk mencari paduan aluminium yang kuat tetapi tetap mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Pada penelitian ini dilakukan percobaan terhadap 3 macam material paduan aluminium AA3104 dengan komposisi titanium berbeda, yaitu 0,00%, 0,010% dan 0,013%. Pengujian yang dilakukan adalah analisis komposisi kimia, kekasaran permukaan, struktur mikro, senyawa yang terbentuk, dan analisis statistik. Di samping itu juga dilakukan uji mekanik yaitu uji tarik, LDR, dan mampu bentuk. Setelah kaleng dibentuk dilakukan pula uji kekutan dome, kekuatan badan kaleng, dan pengukuran dimensi kaleng. Selanjutnya data hasil pengujian badan kaleng diolah untuk mendapatkan grafik rata-rata, grafik R, dan indeks Cpk. Sebagai simulasi dalam proses produksi badan kaleng, pengujian tarik dan kekuatan badan kaleng dilakukan sebelum dan setelah pemanasan 210°C selama 10 menit. Hasil analisis kekasaran permukaan menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase titanium dalam paduan aluminium AA3104 semakin halus tingkat kekasaran permukaannya. Hasil analisis struktur mikro menunjukkan bahwa titanium meningkatkan presipitasi sehingga juga akan meningkatkan kekuatan bahan. Hasil analisis dengan XRD menunjukkan bahwa pada sampel yang mengandung titanium terbentuk senyawa Ti3Al yang tersebar lebih merata pada sampel dengan kandungan titanium 0,013%. Hasil uji tarik menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase titanium akan semakin meningkatkan kekuatan luluh (yield strentgh), kekuatan tarik (tensile strength) dan regangan (elongation) dari paduan aluminium AA3104. Dengan bertambahnya yield strength dan tensile strength akan menambah kekuatan badan kaleng dan bertambahnya regangan mengindikasikan sifat mampu bentuk yang lebih baik. Percobaan pembentukan kaleng dengan proses penarikan dalam dan penipisan pada bagian dinding (drawn wall ironing) menunjukan bahwa tingkat kegagalan pembentukan (tear off rate) turun dari 60 kaleng/sejuta menjadi 23 kaleng/sejuta, kekuatan kaleng menahan tekanan dari dalam (dome reversal pressure ? DRP) naik 4,3% dan kekuatan kaleng menahan gaya vertikal (axial load) naik 6,74%. Setelah pemanasan 210°C selama 10 menit terjadi penurunan kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan penambahan regangan. Hal yang sama, terjadi penurunan terhadap kekuatan kaleng baik dome reversal pressure maupun axial load. Selanjutnya, dalam analisis kelayakan penggunaan material paduan aluminium AA3104 dengan kandungan titanium 0,013% secara komersial, terutama kaitannya dengan parameter yang berhubungan dengan material tersebut, menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria standar yang diinginkan pelanggan. Dengan demikian, maka paduan aluminium AA3104 yang mengadung titanium 0,013% dengan tebal 0,270 mm layak untuk digunakan sebagai bahan baku badan kaleng minuman bertekanan.

The purpose of this research is to find a suitable aluminum alloy for two-piece carbonated soft drink can body material in order to reduce the material thickness from 0.280 to 0.270 mm and thus a production cost. Aluminum alloy AA3104 has been used for many years as a carbonated soft drink can material through deep drawing pr°Cess followed by wall ironing pr°Cess until a specific desired can height is obtained. Due to inside pressure on the filled can, the can need to have enough strength to prevent deformation, especially on the bottom area of the can (dome). By reducing material thickness, the strength of the can will also reduce dramatically. For this reason, the material needs to be developed to get a suitable strength, while at the same time retains its good formability. In this research, aluminum alloy AA3104 containing 3 variations of titanium composition were prepared, i.e. Ti 0.00%, Ti 0.010% and Ti 0.013%. The analysis including chemical composition, surface roughness, microstructure, and precipitate resulted from the addition of titanium were carried out. Mechanical properties including tensile, LDR, and formability also have been done. Analyses on the final cans including dome reversal pressure, axial load, and can dimension were also included. The can body measuring data to find the average chart, range chart and Cpk index were done by using a commercial software. As a production pr°Cess simulation, the strength test also has been done after heating the material at 210°C for 10 minutes. Surface roughness analysis shows that the addition of titanium results in better sheet surface of aluminum alloy AA3104. Microstructure analysis shows that the addition of titanium promotes precipitation on aluminum alloy AA3104. XRD analysis shows that the addition of titanium forms Ti3Al precipitate while the sample containing 0.013% of titanium has better distribution of Ti3Al precipitate. Mechanical properties test results show that the addition of titanium increases yield strength, tensile strength and elongation of aluminum alloy AA3104. By increasing the yield strength and tensile strength will also increase the strength while increasing of elongation will increase formability of aluminum alloy AA3104. On the deep drawing and wall ironing pr°Cesses simulation by using aluminum alloy AA3104 containing 0.013% titanium with 0.270 mm thickness, the results show that the tear off rate reduces from 60 ppm to 23 ppm, dome reversal pressure increases 4.3% and axial load increases 6.74%. Heating the material at 210°C for 10 minutes reduces the yield strength, tensile strength, increases the elongation, and reduces the dome reversal pressure and axial load. Stability and capability study case with 0.270 mm thickness indicates that the material confirms customer requirements. It then can be concluded that the aluminum alloy AA3104 containing 0.013% of titanium with the thickness of 0.270 mm can be used in commercial production for two-piece carbonated soft drink cans."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D990
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Muda
"ABSTRAK
Baja Al killed telah digunakan untuk proses penarikan dan penarikan dalam komponen plat yang mempunyai deformasi yang ringan (kompor gas, listrik) dan penarikan dalam untuk panci dan bak cuci piring yang mempersyaratkan deformasi. Baja Al killed mempunyai keterbatasan dalam deformasi, sehingga dari waktu ke waktu terjadi kegagalan yang disebabkan retak selama penarikan dalam. Untuk memenuhi permintaan pelanggan dibuat kualitas yang baik untuk penggunaan enamel, yaitu menggabungkan kelebihan dari baja bebas larut intertisi yang mempunyai kemampuan ektra penarikan dalam dan ketahanan terhadap cacat sisik ikan dan sifat enamel yang mirip dengan baja Al killed.
Baja bebas larut intertisi, karena mempunyai nilai anisotropi normal yang tinggi, dapat menghasilkan mampu bentuk yang sangat baik, dan digunakan untuk peregangan dan penarikan dalam. Mampu bentuk dikembangkan menggunakan baja karbon sangat rendah (0,002 % Aberat kaibon j. Dengan ditambahkan unsur paduan seperti titanium yang berfungsi untuk mengikat karbon dan nitrogen terlarut. Baja enamel digunakan untuk peralatan masak, peralaian dapur dan peralatan mesin cuci. Khusus untuk cacat sisik ikan dapat terbentuk setelah proses enameling pada baja karbon rendah jika ada tekanan tinggi dari hidrogen pada permukaan dari lapisan enamel dan tidak terdapat rongga rongga halus untuk mengakomodasi hidrogen didalam baja. Jadi perlu mengontrol ukuran dan distrlbusi clari rongga rongga halus didalam baja untuk khususnya untuk baja enamel. Rongga rongga halus terbentuk pada baja enamel setelah reduksi berat di tandem cold mill, di pabrik pengerolan panas menggunakan temperatur penggulungan diatas 700°C, yang berfungsi untuk menampung hidrogen dan mencegah caoat sisik ikan. Tetapi dengan temperatur penggulungan yang tinggi terbentuk presipitat Fe3C yang besar dan pada saat dilakukan penarikan dalam pada panci akan terjadi robek pada panci.
Pada disertasi ini dipelajari tentang sifat mekanik dan struktur mikro dari tiga kelas baja AI killed (A: 0,05 % C ; B : 0,009 % C, 0,57 % Ti ; dan C 1 0,006 % C, 0,053 % Ti ) setelah dilakukan pengerolan dingin dan aniling pada 600°C - 900°C dalam waktu 6 - 12 jam pada laju pemanasan cepat dan lambat. Secara umum nilai anisotropi normal dan tekstur dari baja bebas larut intertisi lebih tinggi dari baja karbon rendah, dengan baja B (o,oo9 %C, o,s7% Ti) yang nilainya paling tinggi dengan pengecua|ian pada baja B (0,009%C, 0,57 % Ti) setelah aniling pada temperatur 900°C yang telah di aniling pada daerah dua fasa austenit dan ferit.
Hubungan yang sangat kuat dicapai antara nilai anisotropi normal dengan tingkat tekstur dan keduaraya meningkat dengan meningkatnya temperatur, dengan pengecualian pada baja B (0,009 %C, 0,57 %Ti) setelah aniling pada temperatur 9oo°c. Semua baja mempunyai kekuatan tarik yang same, tetapi, kekuatan luluh baja bebas larut intertisi lebih rendah dibandingkan dengan baja karbon rendah. Presipitat sementit yang terbentuk didalam baja karbon biasa lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan presipitat Ti(C, N) pada baja bebas larut intertisi. Rongga rongga halus yang terbentuk relatif sama besar pada ketiga baja tersebut. Tidak terdapat cacat sisik ikan pada Iapisan pada baja karbon rendah mengindikasikén bahwa rongga rongga halus yang ada dapat menampung hidrogen."
2003
D1255
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>