Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laras P.S.
"Kebebasan Pers di Indonesia telah membawa angin segar bagi tumbuhnya industri pers.Berbagai jenis media cetak bermunculan seiring dengan dicabutnya Permenpen tentang pencabutan SIUPP. Media yang menarik perhatian adalah majalah Islam Sabili. Sebagai majalah yang mempunyai segmen khusus, Sabili berhasil mencapai oplah yang luar biasa. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Objektivitas Majalah Islam lewat kasus Pemberitaan Majalah Sabili dalam konflik SARA. Untuk itu, digunakan kerangka analisis Norman Fairclough yang mempunyai tiga jenjang analisis, yaitu analisis teks, analisis praktik wacana dan analisis sosiokultural. Pada jenjang analisis teks digunakan metode Qualitative Content Analysis yang didasarkan pada teori komponen utama objektivitas Westerstahl. Untuk jenjang analisis praktik wacana digunakan metode wawancara mendalam. Sedangkan untuk praktik sosiokultural digunakan pendekatan politik ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa majalah Sabili belum sepenuhnya objektif dalam memberitakan konflik SARA karena masih terpaku pada ideologi yang diembannya. Namun usaha perbaikan telah dilakukan untuk meningkatkan kredibilitasnya dan memenuhi permintaa pasar. Kebebasan pers juga telah memberikan kontribusi terhadap pola berita majalah Sabili. Sebelumnya Majalah Sabili merasa terkekang sehingga ketika reformasi pers terjadi, Sabili sempat terjebak dalam euphoria tersebut dengan mengesampingkan objektivitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Ariany Sabidi
"Usaha film impor di Indonesia yang mulai berkembang pada tahun 1950an mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Pembangunan infrastruktur perfilman yang terpusat menyebabkan terjadinya dominasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang terjadi silih berganti. Dalam penelitian ini kelompok yang dimaksud dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok pemerintah, kelompok pemodal, kelompok pemerintah asing, dan kelompok pemodal asing. Selama 54 tahun (1950-2004), dominasi di bidang film impor bergeser dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaiman agen-agen dalam usaha perfilman impor di Indonesia berusaha untuk menempatkan dominasi dan posisi dalam struktur perfilman impor di Indonesia. Untuk melihat tarik-menarik kepentingan yang dikaitkan dengan pengakomodasian kepentingan asing dalam kebijakan film impor, penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah komunikasi (Historical Method of Communication) dengan pendekatan kritis. Oleh karena itu, keterkaitan dan hubungan antara kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat Indonesia selama 40 tahun menjadi penting. Hubungan antara Indonesia dan Amerika pun menjadi penting untuk dijadikan latar belakang. Dan untuk menganalisa basil temuan yang ada, penelitian ini menggunakan konsep ekonomi politik komunikasi, khususnya konsep ekonomi politik Mosco, konsep strukturasi Giddens serta konsep imperialisme budaya Schiller. Penelitian yang menjadikan sumber pustaka dan wawancara sebagai basis terbesarnya ini menemukan bahwa selama 54 tahun (1950-2004), dominasi kebijakan impor film bergeser dari dominasi pemerintah (1950-1978), dominasi pemodal (1978-1989), dominasi pemodal dan pihak asing (1989- 1998), dan penguatan dominasi masyarakat di tengah dominasi pemodal (1998-2004). Akhirnya bisa dikatakan bahwa penelitian ini berhasil menjelaskan bagaimana agen-agen dalam industri film impor membentuk struktur industri film impor di Indonesia. Penelitian ini juga berhasil menunjukkan bahwa latar belakang sosial, ekonomi dan politik sangat kuat pengaruhnya dalam pengambilan kebijakan film impor di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan kepentingan negara asing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Puja Suarsana Arya
"Kegagalan yang dialami bidang pertanian pada saat krisis melanda bangsa kita merupakan sejarah terburuk bagi bangsa kita. Kita tidak hanya mengalami krisis ekonomi, keadaan krisis pangan semakin memperburuk kondisi perekonomian bangsa. Padahal sejak tahun 1982, Indonsia merupakan salah satu negara penghasil beras terbanyak di dunia Swasembada Beras ). Ha ini sudah tentu merupakan
pukula yang hebat bagi pertanian kita. Kein inan pemerin untuk mengangkat citra pertanian kita yang sempat terpiiruk akibat krisis yang melanda bangsa ini, dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang sedang dilaksanakan adalah dengan mengeluarkan Ikan Layanan Masyarakat mel;dui media televisi Kegiatan beriklan di televisi merup~an kegiatan yang sudah dilakukan bangsa kita sejak masa Orde Baru lalu. Tetapi bila kita lihat secara sekilas, tampak
ada perbedaan gaya tayang antara iklan masa Orde Baru dengan masa Reformasi.
Pada masa Orde Baru, kita akan melihat bagaimana kesuksesan-kesuksesan yang diraih oleh pertanian kita masa lalu. Sedangkan pada iklan masa Reformasi yang dapat k.ita lihat adalah penggambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh petani-petani kecil di negara kita.
Dari perbedaan kedua iklan ini, yang ingin dilihat adalah fenomena apa yang sebenarnya ingin diangkat pada masing-masing iklan tersebut. Jika ada perbedaan pada fenomena yang diangkat, penelitian ini juga ingin melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengangkatan fenomena-fenomena yang ada pada masingmasing iklan tersebut.
Untuk menganalisa masing-masing fenomena pada kedua iklan ini,
digunakan meteode semiotik Pierce. Melalui tanda-tanda yang ada baik itu icon, indeks maupun simbol yang ada pada masing-masing frame, akan dianalisa dan dicari maknanya dengan mempergunakan segitiga makna Pierce. Realitas basil dati analisa merupakan realias yang masih semu. Kemudian dengan paradigma kritis penelitian ini dilanjutkan dengan melakikan interpretasi pada basil analisis, untuk
mencari realitas yang sebenarnya dengan berdasarkan pada Historical Situatedness.
Dari hasil analisa dan interpretasi peneliti, dapat disimpulkan bahwa memang teijadi perbedaan gaya tayang antara iklan masa Orde Baru dengan masa Reformasi.
Masa Orde bani pertanian di negara kita dilandasi oleh paham Kapitalis semu (Crony Capitalism) . Kesuksesan yang diraih sebenarnya adalah kesuksesan yang didapat oleh sebagian kecil petani " Besar ". Hanya petani dengan modal yang besarlah yang dapat berproduksi secara maksimal. Sedangkan untuk iklan masa Reformasi kapitalis
yang berkembang adalah kapitalis liberal, dimana · lebih dipengaruhi oleh paham PEGEL ( Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah ).Yang menjadi fokus utama adalah petani " Kecil " dengan segala permasalahan yang ada disekelilingnya.
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mampu menumbuhkan sikap kritis masyarakat terutama mahasiswa terhadap iklan yang beredar di media. Sedangkan bagi pengiklan sendiri, dengan basil penelitian ini diharapkan memikirkan lebih jauh lagi terna yang ingin diangkat dalam iklan-iklan selanjutnuya. Pengambilan tema yang sesuai dengan realitas tanpa ada manipulasi akan lebih bermanfaat, apalagi itu
adalah !klan Layanan Masyarakat yang fokus utamanya adalah informasi"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dyah Prastuti
"Kelompok gay adalah bagian dari masyarakat. Orientasi seksual mereka yang berbeda Clengan kebanyakan orang menyebabkan mereka harus dilekatkan dengan berbagai anggapan serta stigma negatif Stigma negatif ini melekat begitu kuat ditambah lagi dengan adanya tekanan norma, baik norma budaya maupun norma agama.
Kehadiran buku seri GAYa NUSAN'IlARA (GN), sebagai produk dari organisasi gay dengan nama yang sama, dimanfaatkan kalangan gay sebagai sarana komunikasi untuk mengetahui keberadaan 'kawan sehati' -nya. Selain itu, media ini juga dimanfaatkan sebagai media' edukasi dan informasi aemi memberikan gambaran seluas-luasnya mengenai kelompok gay.
Penelitian ini dilakukan d.en gan tujuan mengungkapkan representasi kelompok gay yang muncul dalam buku seri GN ini. Di tengah gempuran pandangan negatif masyarakat terhadap gay, buku seri ini seolah menjadi angin segar bagi kehidupan kalangan gay sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis framing dari
Pan & Kosicki dan Van Dijk. Supaya persoalan ini dapat dilihat dalam kemngka yang lebih utuh, digunakan kerangka analisis Critical Discourse Analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Dalam buku seri GN ini ditemukan bahwa sebagian kelompok gay masih merasa bersalah dan berdosa akan identitas mereka, sementara sebagian yang lain sudah bisa menerima identitas mereka sebagai takdir Tuhan. Mereka juga merasa bahwa selama ini dipandang secara keliru oleh masyarakat walaupun mereka merasa sama normalnya dengan anggota masyarakat lainnya. Karena itulah mereka menganggap kondisi mereka sebagai suatu kondisi yang masih memprihatinkan dan butuh perbaikan. Kondisi ideal
yang ingin dicapai adalah penerimaan yang lebih baik serta wacana yang lebih positif terhadap mereka.
Dari representasi ini, terungkap bahwa buku s ri GN telah melakukan proses counter-hegemony terhadap mitos-mitos negatif tentang gay yang telah menghegemoni pemikiran sebagian besar masyarakat. Sebagai k kuatan counter-hegemony, buku seri ini melakukan dekonstruksi terhadap. penggambaran kehidupan mereka sebagat gay sekaligus
medelegitimasi mitos yang menimpa mereka. Buku seri GN telah menjadi site of struggle dari pertarungan ideologi antara yang diyakini masyarakat umum {heteroseksrlal) dengan kelompok gay. Dalam wacana buku seri GN, kelompok gay telah.menjadi 'pemenang'
dalam pertarungan ideologi tersebut.
Gambaran tenta g representasi gay yang mu cui dalam buku seri GN serta proses komunikasi hegemonik dan counter-hegemonic yang terjadi di baliknya memperlihatkan satu hal ya·tu pentingnya melakufcan representasi secara tepat. Jika representasi tidak dilakukan secara tepat, bisa-bisa hal tersebut menimbulkan salah kaprah atau salah paham."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Chontina
"Penelitian tentang Media Massa Sebagai Medium Perubahan dalam Era Reformasi ini berangkat dari perubahan-perubahan yang terjadi di era reformasi antara lain perubahan di bidang media televisi. Perubahan ini diaplikasikan dalam kebebasan media untuk menyampaikan informasi, antara lain, kebebasan untuk memberi informasi tentang pengusutan harta mantan kekayaan presiden Suharto, penculikan para aktivis dan penembakan mahasiswa. Dalam era orde baru, penyampaian informasi seperti itu, mustahil dilakukan karena pemerintah dapat menentukan isi media.
Kerangka pemikiran yang dipakai adalah perspektif struktural fungsional. Perspektif ini menyajikan bagaimana suatu sistem organisasi bekerja untuk mempertahankan dirinya. Literatur yang mendukung kerangka pemikiran ini adalah pemikiran MCQuail mengenai Teori atau Sistem Media yang menjelaskan berbagai sistem media yang berlaku di berbagai negara sesuai dengan kondisi sosial negara yang bersangkutan. Selain pemikiran tentang teori atau sistem media digunakan juga pemikiran McQuail tentang Kebebasan Media. Kebebasan media akan terwujud, antara lain jika tidak ada sensor, izin atau pengawasan oleh pemerintah, bebas untuk memperoleh informasi dan adanya tanggung jawab dan hak-hak yang sama dalam masyarakat serta independensi editorial. Pemikiran Domminick tentang pengawasan dan kepemilikan media turut menjadi acuan untuk mengetahui keberadaan pemilik dan pengawasan media televisi di berbagai negara.
Hasil dari penelitian ini menyajikan bahwa dalam era reformasi terjadi perubahan dalam melaksananakan fungsi media televisi yaitu ada kebebasan dalam mengungkap berbagai kasus yang menyangkut pemerintah. Hal ini disebabkan terjadi perubahan pada pihak pemerintah. Media massa yang merupakan subsistem dari sistem sosial yang lebih besar, terikat dengan sistem yang berada di atasnya. Perubahan yang terjadi di bidang media massa, belum secara mendasar. Jika menginginkan perubahan yang mendasar, maka harus melakukan perombakan struktur kekuasaan secara mendasar pula. Masih ditemukan intervensi pemerintah, pemilik, pemodal dan pasar terhadap media meskipun Menteri Penerangan sudah menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mendikte media massa dan media massa bukan merupakan corong pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarkadi
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana hubungan keakraban yang terjadi pada mantan pasangan kawin muda dan cerai dini. Serta mengungkap berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya kawin muda dan cerai dini.
Penelitian ini dilakukan di daerah Indramayu selama satu tahun lebih. Diambilnya daerah Indramayu karena kasus kawin muda dan cerai dini banyak terjadi di daerah ini. Informan meliputi empat mantan pasangan suami istri, orang tua dari masing-masing pasangan, penghulu desa, dan tokoh masyarakat. Tipe penelitian yang di pergunakan adalah deskriptif dan ekspalanatif dengan pendekatan kualitatif.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua macam teori. Teori penetrasi sosial dipergunakan untuk menganalisis awal hubungan dan masa pacaran, dan teori pertukaran sosial dipergunakan untuk menganalisis hubungan selama masa perkawinan. Sedangkan analisis terhadap kawin muda dan cerai dini disesuaikan dengan kajian teori (literatur) yang relevan.
Hasil analisis data pada awal hubungan menunjukkan bahwa hubungan romantis yang dibuktikan dengan akad nikah, ternyata dalam perkembangan hubungannya tidak sepenuhnya sesuai dengan teori penetrasi sosial. Hal ini terbukti dengan banyak munculnya perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diatasi pada masa perkawinan, yang justru tidak dimunculkan saat mereka pacaran. Sedangkan hasil analisis data pada masa perkawinan ternyata dari empat mantan pasangan tidak ada yang masuk dalam hubungan pertama dan kedua (perkawinan yang memuaskan dan stabil). Demikian pula tidak ada yang masuk ke dalam hubungan keenam (perkawinan yang memuaskan dan tidak stabil). Mereka lebih banyak masuk ke dalam hubungan ketiga, keempat, dan kelima (perkawinan yang tidak memuaskan dan tidak stabil). Semua itu terjadi karena kurangnya komunikasi diantara mereka, baik pada saat mereka pacaran maupun setelah mereka menikah. Pada saat mereka pacaran hal-hal yang dibicarakan selalu yang baik-baik saja demi menjaga kelangsungan hubungan. Dan pada saat mereka sudah menikah ketika muncul konflik, mereka lebih baik memperturutkan hawa nafsu, sehingga berakhir dengan perceraian.
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor yang banyak menyebabkan terjadinya kawin muda dan cerai dini di daerah ini adalah kondisi alam dengan musim panen dan masa paceklik, pemahaman yang keliru dari orang tua tentang konsep kedewasaan yang hanya diukur dari sisi pisik semata, sebagai batu loncatan untuk tujuan lain, tingkat pendidikan yang rendah, pemahaman ajaran agama yang kurang, dan kebiasaan tiru-meniru yang kuat.
Dan hasil penelitian yang dilakukan, maka saran yang diajukan perlu adanya penelitian lain sejenis yang menggunakan method of difference untuk mengkaji masalah hubungan keakraban suami istri bukan hanya dari kasus pasangan yang sudah bercerai, namun perlu juga dikaji pasangan yang belum bercerai dengan karakteristik yang sama. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kartini Djojo
"Para ilmuwan dari pelbagai disiplin ilmu membahas fenomena komunikasi. Usaha para ilmuwan di atas sudah menghasilkan pendekatan, definisi, teori, paradigma tentang komunikasi. Studi yang sistematis atas fenomena komuniksi dilakukan dengan cara memfokuskan penelitian pada salah satu dari enam (6) komponen dalam proses komunikasi. Dalam penelitian ini, penulis memusatkan perhatiannya pada komponen komunikator yang terlibat dalam komunikasi massa. Charles Wright mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang ditujukan pada masyarakat yang heterogen dan anonim.
Membina komunikasi dengan masyarakat yang heterogen dan anonim cukup sulit mengingat masyarakat yang heterogen cenderung memberikan makna yang beragam atas penyajian realitas yang disalurkan lewat interaksi simbolik. Keadaan ini mudah menimbulkan salah paham dan konflik. Untuk mencegah salah paham itu, komunikator harus mempertimbangkan cara-cara yang tepat dalam menyajikan pesan kepada masyarakat yang heterogen dan anonim.
Penelitian ini berupaya mengungkapkan cara komunikator media massa menyajikan pesan kepada kelompok pembaca. Kalau cara penyajian peristiwa lewat media massa bisa terungkap lewat studi ilmiah ini maka hal ini bisa menjadi pegangan bagi studi berikutnya yang juga membahas komunikasi dari sudut pandang komunikator.
Studi ilmiah ini harus dapat menghasilkan mekanisme mengenai cara menyajikan pesan kepada masyarakat yang heterogen. Mekanisme itu didasarkan pada pengamatan empiris yang sistematis dan obyektif sehingga dapat dijadikan pegangan untuk studi yang lain. Dalam upaya menghasilkan mekanisme tentang cara penyajian pesan lewat media massa, penulis melakukan studi komparatif atas tiga (3) media massa yang ada di Jakarta. Studi ilmiah inn didasarkan atas data empiris yang diperoleh melalui metode analisis isi. Studi analisis isi ini difokuskan pada sampel sebanyak 69 berita yang diambil dari populasi 276 berita. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Analisis isi terhadap 69 sampel berita mengungkapkan bahwa ketiga surat kabar itu menggunakan cara yang bervariasi dalam menyajikan pesan kepada kelompok pembaca. Ketiga variasi dalam penyajian pesan diungkapkan lewat studi komparatif yang didasarkan pada konsep High Context (HC) dan Low Context (LC) yang dikemukakan oleh Edward T. Hall. Studi komparatif itu menghasilkan variasi High Context-Medium Context-Low Context dalam penyajian realitas. Analisis isi atas sampel itu juga mengungkapkan bahwa komunikator media massa mempunyai kecenderungan untuk menggabungkan dua variasi penyajian peristiwa. Sebagaimana dikemukakan oleh Edward T. Hill bahwa gejala inkonsisten yang diajukan oleh komunikator dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengatasi krisis dalam penyajian pesan.
Dengan demikian konsep HC dan LC yang dirumuskan oleh Edward T. Hall untuk komunikasi interpersonal ternyata sangat relevan untuk diterapkan dalam komunikasi massa. Dalam mempelajari komunikasi interpersonal, Edward T. Hall mengkaitkan konsepnya dengan sistem organisasi dalam masyarakat yang membina HC atau LC. Studi komparatif atas tiga surat kabar mengungkapkan bahwa sistem organisasi tersebut dapat diterapkan pula pada sistem organisasi media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hamad
"Dalam situasi transisi politik tahun 1999, munculnya kebebasan berpolitik yang ditandai dengan berdirinya banyak partai, di satu sisi, memicu munculnya kembali aliran-aliran ideologi partai seperti ketika Indonesia menganut sistem liberal 1955-1959. Kebebasan pers yang hampir tanpa batas pasca reformasi, di sisi lain, menghidupkan lagi "panggilan sejarah" media massa Indonesia yang telah memasuki era industri.
Pertautan antara keduanya --pers dan partai politik--dalam situasi transisional itu tentu menjadi sangat khas. Bagi pers, berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam meliput partai partai politik : lebih berorientasi pada semangat ideologis, idealis, politik ataukah lebih mementingkan ekonomi ---hal-hal mana yang ingin ditemukan dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan analisis wacana kritis sebagai metode pembacaan terhadap berita-berita sembilan parpol selama kampanye Pemilu 1999, ternyata 10 koran yang diteliti menunjukkan pencitraan dan orientasi pemberitaan yang berbedabeda di antara mereka. Mereka memanfaatkan tanda-tanda Bahasa (membangun wacana) dalam mengembangkan pencitraan tersebut tempat dimana motif yang mereka miliki bersembunyi : motif ideologis, idealis, politis dan ekonomi tadi.
Untuk pengembangan politik yang sehat (demokratis) pola pengkosntruksian parpol yang terlalu berorientasi pada kepentingan kelompok sealiran saja maupun yang sangat mengutamakan nilai jual berita, jelas bukan isyarat yang balk Hal ini seyogyanya menjadi bahan pertimbangan bagi pers Indonesia untuk peliputan-peliputan parpol di masa yang akan datang. Untuk para pengkritisi pers, penelitian seperti ini dapat diperkaya untuk memastikan dijalankannya tanggung-jawab sosial oleh pers atau pelaku komunikasi lainnya (pangiklan, humas, politisi, dan sebagainya).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D516
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraya
"ABSTRAK
Pokok permasalahan tesis ini dititik beratkan pada media yang diwakili oleh para pekerja medianya mengkonstruksi realitas sosial terutama mengenai kasus Aceh dilatarbelakangi oleh ideologi profesionalnya, yaitu menyajikan beritanya dengan tujuan untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan. Namun kita belum mengetahui bagaimana sebenarnya cara pandang yang dimiiiki oleh institusi medianya (KOMPAS, Republika dan Suara Karya) terutama para individu pengelolanya terhadap kasus Aceh itu sendiri dan citra ABRI yang diangkat ?
Aspek yang ditelaah dalam kerangka teori adalah seputar isi berita (teks) dengan teori ekonomi politik, yang diintertekstualitaskan dengan produksi dan konsumsi teksnya serta sosial budaya pers di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai (Ideologi) apa yang disebarkan oleh ketiga media tersebut melalui beritaberita kasus Aceh.
Hasil penelitian yang didapat, Republika dan Suara, Karya cenderung lebih banyak mengemukakan framing pelanggaran HAM. ABRI di citrakan sebagai pelariggar HAM. Pada Suara Karya eksemplar yang dikemukakan adalah kekejaman Polpot di Kamboja, Hitler dan Nazi-nya di Jerman dan kekejaman Serbia terhadap Bosnia.
Sedangkan KOMPAS mengemukakan ketiga framing secara merata, yaitu Stabilitas Keamanan, Jasa Rakyat Aceh dan Pelanggar HAM.
Namun pada elemen framing yang dikemukakan terdapat eksemplar, yaitu pemboman terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, Kenya dan Dar es Salaam, Tanzania oleh aksi teroris. Depiction yang muncul adalah Terorisme pada aksi-aksi kerusuhan sedangkan pelakunya adalah teroris. Hal ini_ biasanya dikemukakan oleh media non Islam dengan menyebarkan nilai-nilai (Katolik) yang dianutnya. Ideologi dominan pada ketiga media tersebut adalah ideologi kapitalis. KOMPAS memiliki oplah yang besar sehingga lebih banyak dibaca dibandingkan dengan Suara Karya yang hanya lebih banyak dibaca oleh pegawai negeri (afiliasi ke Golkar) dan Republika yang segmen pembacanya kebanyakan muslim. Dengan adanya pemberitaan kasus Aceh tersebut. ketiga suratkabar mengharapkan lebihbanyak dibaca pembacanya sehingga oplahnya menjadi naik dan para pengiklan lebih banyak masuk.
Pemberitaan dalam media pada masa orde baru sangat dibatasi terutama yang menyangkut masalah Pancasila, UUD 1945, Dwi Fungsi ABRI dan kegiatannya serta Keluarga Suharto beserta kroninya. Karena itu pemberitaan mengenai ABRI sangat jarang terekspos. Sedangkan pada
masa reformasi, katup-katup pembatas tersebut mulai terbuka. Semua media menikmati ephoria kebebasan tersebut, sehingga kasus Aceh yang banyak menyangkut kegiatan ABRI mulai terekspos. Para pekerja media mengkonstruksi berita Kasus Aceh dipengaruhi oleh perekonomian media yang bersangkutan. Sehingga saat berita tersebut terjadi dikaitkan dengan krisis moneter yang melanda media massa serta peta politik yang sedang berubah ke arah era reformasi. Berita Kasus Aceh dikonstruksikan dengan tujuan agar oplah media tersebut menjadi naik sehingga tetap bertahan dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Furqon I. Hanief
"ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan liberalisasi yang berjalan pada dekade 1983 sampai dengan 1993 di Indonesia, dimana pada masa yang sama teijadi indikasi pemusatan kekuasaan dari rezim otoriter. Untuk melihat pengaruh liberalisasi yang dijalankan melalui proses penyesuaian struktural dalam konteks politik Indonesia, diperlukan pandangan mengenai konfigurasi elit, jaringan elit serta bagaimana elit-elit tersebut berinteraksi dalam memberi respons terhadap tekanan eksternal seperti menjalankan kebijaksanaan deregulasi. Oleh karenanya, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu politik khususnya dalam memberikan wacana liberalisasi dalam bentuk proses penyesuaian structural yang teijadi pada negara dengan rezim yang otoriter dan sistem kekuasaan yang terpusat, khususnya pada kasus Indonesia. Lebih jauh penelitian ini merupakan studi kasus yang melihat dimensi politik proses penyesuaian structural di Indonesia, dengan antara lain memperhatikan faktor eksternal terhadap penyusunan kebijaksanaan deregulasi, serta kepentingan yang terkandung di balik rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh lembaga keuangan Internasional kepada pemerintah Indonesia. Selanjutnya, dianalisa tekanan liberalisasi tersebut yang berhadapan dengan nisi dan kepentingan kekuatan-kekuatan politik domestik, dan cara kekuatan-kekuatan politik domestik tersebut menyelesaikannya.
Dalam pandangan pimpinan negara pada saat itu, pembangunan untuk menciptakan Indonesia yang mandiri memperoleh tantangan yang kuat dari dunia internasional. Penyesuaian struktural dalam beberapa segi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk tekanan internasional terhadap upaya Indonesia dalam melepaskan diri dari ketergantungan pada negara maju. Oleh karenanya, pelaksanaan penyesuaian struktural dijalankan secara pragmatis, dalam arti bahwa tahap pelaksanaannya disesuaikan dengan misi kemandirian dan kepentingan elit, tanpa mengurangi kesan positif yang diterima oleh para pemrakarsa penyesuaian struktural seperti lembaga keuangan internasional dan negara-negara Barat pemberi donor.
Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan penyesuaian struktural yang dilakukan secara pragmatis dan heterogen, timbul kebutuhan akan suatu mekanisme pengendalian yang terpusat, khususnya untuk mengatur kelompok-kelompok elit yang signifikan. Dalam hal ini kelompok teknokrat menjadi mesin berjalannya deregulasi, kelompok birokrat militer mengakomodasi strategi mandiri, serta kelompok pengusaha rente menghidupi kekuatan politik. Pengendalian ini dijalankan secara langsung dan solid di bawah pengaruh Presiden Soeharto yang menjadi pusat kekuasaan. Hubungan langsung dan terpusat dari setiap elit tersebut memunculkan perubahan fenomena, yaitu kapitalisme birokrat pada tahun 1970an bertransforrnasi menjadi kapitalisme kroni pada dasawarsa deregulasi."
2001
D42
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>