Studi ini meneliti 59 kejadian stock split di pasar modal negara berkembang, Indonesia, pada periode 2010-2017. Ditemukan bahwa, pada perusahaan dengan karakter rentan potensi insider trading (diproksikan dengan kepemilikan individu rendah, kepemilikan insititusi rendah, dan ukuran kapitalisasi pasar rendah) menghasilkan imbal hasil abnormal yang lebih tinggi. Potensi insider trading juga diindikasikan dengan adanya imbal hasil abnormal yang lebih besar di periode sebelum pengumuman stock split dibanding setelah pengumuman, yang ditemukan pada perusahaan dengan kepemilikan asing yang rendah. Lebih lanjut, volume perdagangan saham cenderung meningkat di periode sebelum pengumuman stock split. Pola ini menjadi indikasi kebocoran informasi dan aktivitas orang dalam, terutama pada perusahaan yang rentan.
This research examined abnormal returns that coming shortly prior split’s announcement date. This indication leads to suspicious insider trading, especially in emerging country capital market with lax regulatory structure. This study examined 59 split events in Indonesia stock market during 2010 to 2017 period. In the vulnerable firms (firm with lower foreign ownership, lower institutional ownership, lower individual ownership, and lower financial institution ownership) stock did split, they significantly provided higher abnormal returns around split announcement. Illegal insider trading also implied by higher abnormal return prior to split announcements, which found in firm with lower foreign ownership. Furthermore, the increasing trend of stock trading activity before the split announcement date is suspected as leakage information and indication of insider activity, especially in more vulnerable firm.
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan arah kausalitas nilai tukar dan indeks saham negara Emerging Market (EM) saat periode kebijakanQuantitative Easing(QE) dan Tapering Off(TO) oleh The Fed. Negara EMdalam penelitian ini dipilih berdasarkan hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat, yaitu China, India, Korea Selatan, Taiwan, Indonesia, Argentina, Brazil, Meksiko, Rusia dan Turki. Adapun dari hubungan perdagangan ini dapat dilihat apakah suatu negara memiliki ketergantungan ekonomi dengan negara lainnya (Park, 2018). Penelitian ini sendiri dilakukan dengan membandingkan arah kausalitas masing-masing variabel (indeks S&P 500, indeks saham dan nilai tukar negara EM) sebelum dan sesudah implementasi kebijakan QE dan TO (1 Januari 2008 - 31 Desember 2017). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji kausalitas Granger dan Vector Auto Regression(VAR). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa hubungan kausal sebagian besar negara cenderung mengalami perubahan arah saat periode QE ke TO.
This study was conducted to know the causality change of Emerging Market (EM) capital market and United States (US) capital market in the periods of the Quantitative Easing (QE) and Tapering Off (TO) policies by the Fed. The EM countries in this study were selected based on trade relations with the US, those are China, India, South Korea, Taiwan, Indonesia, Argentina, Brazil, Mexico, Russia and Turkey. From this trade relationship, it can be seen whether a country has an economic interdependence with other countries (Park, 2018). The study itself was conducted by comparing the causal direction of each variable (S & P 500 index, EM’s stock index and exchange rate) before and after the implementation of QE and TO policy (January 1st, 2008 - December 31st, 2017). The method used in this study is by using Granger causality test and Vector Auto Regression (VAR) model. The results of this study found that the causal relationships of most countries was changed during the period of QE to TO.
"