Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufiqurrahman
"Clinical Pathway (CP) Apendisititis Akut (AA) memberikan gambaran secara rinci tahap-tahap pelayanan yang akan diberikan kepada pasien. Implementasi CP AA di RSI Ibnu Sina Pekanbaru diharapkan dapat mengendalikan variasi proses perawatan dalam upaya meningkatkan kendali mutu dan kendali biaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peran implementasi CP AA dalam meningkatkan efisiensi biya apendiktomi pasien JKN di RSI Ibnu Sina Pekanbaru. Desain penelitian ini adalah cross sectional menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menghitung tagihan biaya pasien yang menjalani apnediktomi sebelum dan sesudah implementasi CP AA dan diolah dengan uji statistik. Pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan informan yang terkait dalam implementasi CP AA. Hasil penelitian terjadi pemendekan Length of Stay (LOS) secara bermakna (P<0.001) pada kelompok pasien sesudah implementasi CP dibandingkan sebelumnya. Terjadi penurunan rata-rata total biaya apendiktomi sebelum dan sesudah implementasi CP (Rp. 5.214.188.02 vs Rp. 4.436.438.37) yang bermakna (P<0.001) dengan persentase selisih 17,5%. Penurunan varian pelayanan berupa utilisasi alat kesehatan (Alkes), obat dan pemeriksaan laboratorium mempengaruhi peningkatan efisiensi biaya apendiktomi. Adanya varian dalam implementasi CP AA menjadi masukan untuk mencapai implementasi CP yang ideal. Varian berupa pengurangan pelayanan yang seharusnya diberikan kepada pasien harus ditinjaklanjuti dengan melakukan penilaian outcome pasien seperti tingakat kejadian readmission dan kondisi pasien ketika melakukan kontrol setelah pulang dari Rumah Sakit (RS).

Clinical pathway for acute appendicitis provides a detailed description of the steps of healthcare to be given to patients. Implementation of clinical pathway for acute appendicitis at Ibnu Sina Islamic Hospital Pekanbaru is expected to be able to control variations in the treatment process in an effort to improve quality and cost control.The purpose of this study aimed to see the role of implementation of clinical pathway for acute appendicitis in improving appendectomy cost efficiency in The Indonesian National Health Insurance patients at Ibnu Sina Islamic Hospital Pekanbaru. The study design was cross sectional with a quantitative approach through calculating the cost bills of patients who underwent appendectomy before and after the implementation of clinical pathway and processed with statistical tests. Qualitative approach through indepth interviews with informants who were involved in the implementation of CP. The results of the study showed shortening length of stay statistically significant as (P <0.001) in the patient group after the implementation of the clinical pathway compared to before. There was a decrease in average total costs of appendectomy before and after the implementation of clinical pathways (IDR.5.214.188.02 vs IDR.4.436.438.37) statistically significant as (P <0.001) with a percentage difference of 17.5%. Decreasing service variants in the form of the utilization of medical equipment, drug, and laboratory test affected the increase in appendectomy cost efficiency. The existence of variants in the implementation of CP can be used as input to achieve the ideal CP. Variants in the form of reducing services that should be given to patients must be followed up by evaluating patient outcomes such as readmission rates and the patient's condition when controlling after returning from the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Widjaja
"Mutu pelayanan Rumah Sakit adalah identik dengan derajat kepuasan. Pelayanan Rumah Sakit dimulai dari sejak pasien masuk ke halaman Rumah Sakit sampai ke Iuar halaman. Sering pasien menganggap bahwa pelayanan Rumah Sakit kurang bermutu dan merasa tidak puas olch hal-hal kecil.
Salah satu tantangan utama para Profcsional Pelayanan Medis, para manajcr dan administrator untuk eflisiensi penggunaan sumbcr-sumber daya yang terbatas, mcnycdiakan kualitas tinggi, tepat waktu, berdasarkan bukti, praktek terbaik. Perangkat Integrated Care Pathway menawarkan hal tersebut. Orang dan proscs yang sempurna membuat satu Iayanan kesehatan yang berkualitas. Bagaimana Integrated Care Pathway menginformasikan dengan memperkenalkan pengetahuan, peralatan dan kerangka konseptual.
Pada penelitian diambil kasus Demam Berdarah Dengue karena dari data yang ada bahwa kasus Demam Berdarah Dengue adalah kasus yang paling terbanyak sampai dinyatakan olch Dinkes DKI sebagai Wabah sehingga setiap pasien yang didiagnosa Demam Berdaxah Dengue dan dirawat di kclas III di Rumah Sakit Umum Daerah maka biaya pengobatannya akan ditanggung olch Pemda DKI melalui Dinkes DKI.
Tujuan Penelitian disini adalah untuk mengetahui tetjadinya Integrasi dengan implementasi Integrated Care Pathway pada kasus Demam Berdarah Dengue diruangan rawat inap kclas III di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng.
Subjek penelitian adalah pasien yang dirawat di kelas I II dengan diagnosa masuk dan diagnose pulang yang ditulis oleh Doktcr Spcsialis Anak atatt Dokter Spesialis Penyakti Dalam adalah Demam Berdarah Dengue ( DBD ). Karena pasien yang dirawat di kelas 3 dcngan diagnose Demam Berdarah Dengue dijamin oleh Pemda DKI2 Pcnelitian mcnggunakan metode kualitatif secara retrospektif dengan melihat status di bagian rekam medis yang ditulis oleh Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Pcnyakit Dalam. Pasien dengan diagnose Demam Berdarah Dengue yang dirawat dikelas III yang diambil sebztgai penelitian adalah pasien yang dirawat dari bulan I Januari 2008 sampai 3| Oktober 2008.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi tingkat Koordinasi 98 %, Komunikasi 93 %, Kontinuity 54 %, Kolaborasi 93 %. Dengan data tersebut diatas maka dapat disimpulkan Implementasi Integrated Care Pathway pada kasus Demam Berdarah Dengue di RSUD Cengkareng pada dasarnya sudah beljalan cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa hal seperti tindakan menjadi lebih terstandar, pelayanan menjadi Iebih standar sesuai dengan SOP dan tcrintegrasi, jenis:obat obatan dan jumlahnya yang digunakan menjadi tcrstandar, jenis pemeriksaan menjadi terstandar, Iama rawat dirumah sakit menjadi jelas, biaya yang dikeluarkan pasien menjadi Iebih murah.
Saran pada penelitian ini masih perlu dicvaluasi mengenai format Integrated Care Pathway sendiri. Dcngan pcnelitian ini dapat diusulkan masih perlu revisi mengcnai format template Integrated Care Pathway, perlu adanya sosialisasi rutin kcpada setiap pegawai misalnya Dokter dan perawat karena sering terjadi pergantian atau pegawai baru seperti Dokter dan Perawat, dan hal terscbut membuat pelaksanaan Integrated Care Pathway tidak bisa benjalan dengan baik karena mercka bclum memahami pcnggunaan formulir terscbut. bila mungkin untuk kcdepannya template Integrated Care Pathway dapat melibatkan pasicn sehingga pasien _bisa mandiri, menambah pengetahuan pasicn dan mengetahui dengan benar tahapan penanganannya.
Saran untuk Dinkes DKI, perlu dikembangkan pola pclayanan penanganan pasien Dcmam Berdarah Dengue yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah secara scrcmpak mengingat pasien yang ditangani dcngan kasus tcrsebul setiap hari jumlahnya banyak dan hampir dapat dikatakan tidak berhenti dari tahun kc tahun. Dengan data seperti itu maka perlu disikapi untuk pencegahan kasus pcnanggulangan Dcmam Berdarah Dengue dilingkungan dan untuk pasicn yang dirawat di Rumah Sakit dibuat kesepakatan bersama dcngan menggunakan Integrated Care Pathway sehingga biaya yang digunakan dapnt terkontroi dan pztsien yang dapat ditangani menjadi lebih banyak dan jiwa jiwa yang tcrsclamatkan menjadi lebih banyak lagi dan mudah diaudit.
Saran untuk Asuransi, dengan menggunakan Integrated Care Pathway pada kasus ini dapat dibuktikan bahwa pelayanan yang dilakukan seperti pada kasus Dcmam Berdarah Dengue dapat etisiensi sehingga biaya yang digunakan dapat minimal dan asuransi dcngan mudahnya melihat dan melakukan konlrol. Sehingga tidak ada lagi kecurigaan over utilisasi atau Over treatment. Kedepanya dengan bertambahnya kasus yang ada scmoga dapat dibuatkan template ICP untuk kasus kasus yang lain sehingga kepercayaan Asuransi terhadap pelayanan Rumah Sakit dapat meninggakat.
Saran untuk Pasicn, dengan adanya Integrated Care pathway maka pasien dari hari kc hari dapat belajar dan lebih kooperatif scrta mengerti terttang pcnanganan penyaldtnya. Diharapkan dengan pelaksanaan pelayanan menggunakan Integrated Care Pathway pasien bisa Iebih melibatkan diri dan memahami tentang reneana tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan untuk dirinya sehingga kcluhan mengenai malpraktek dnpat diperkccil.

The quality of I-lospital service is same with satisfication degree. The hospital services are started from the patient came into yard of hospital until outside ofthe yard. Usually the patient estimated that the hospital?s services under grade and feel unsatislied by small things.
One of the main challenger of Prol`I`essionaI Medical Services, managers and administrator for ellicient useful of limited resources, supply the high quality, on~time, based on evidence, best practice. Tool of Integrated Care Pathway provided those things. People and perfect process make one quality medical How the Integrated cate Pathway infonnea with introducing the knowledge, eqttipntent and conceptual design.
On research, we took Dengue Hemoragic Fever case because it was the majority data until was declared by DKl?s Health District as epidemic, so that every patient which is diagnosed by Dengue l-lcmoragic Fever and treated at third class in Regional General Hospital so the Regional Govemment will be responsible for the cost through DKl?s Health District.
The purpose of research here is knowing how has become the integration with Implementation of Integrated Care Pathway on Dengue Hcmoragic Fever case at III-rd class of treatment room at Ccngkarcng Regional General llospital. Subject of research is patient which is treated at ill-rd class with in diagnose and out diagnose written by Pediatrician or lnternist is Dengue Hemoragic Fever( DHI* ). Because the patient which is treated at III-rd class with Dengue Hemoragic Fever guaranteed by DKI's Regional Government. The research used Qualitative method retrospectively by looking at file in medical record, written by Pediatrician and lnternist. Patient with Dengue Ilemoragic Fever's Diagnose which is treated at 3? class, taken as research is patient were treated from January lst, 2008 until October 31, 2008. The research?s result indicates that there?s Coordination degree 98%, Communication 93 %, Continuity 54 %, Collaboration 93 %. With those data so the implementation of Integrated Care Pathway on Dengue Hemoragie Fever case at Cengkareng Regional General Hospital had already good enough, it can he proved by some things like action to be more standardization, services be more standard agree with SOP and integrated, kind of medicines and the total which is used become standardization, kind of investigation become standardization, length stay at hospital become clear, the cost must be paid by patient become cheaper.
The suggestion on this research still need be evaluated about the format of Integrated Care Pathway itseI£. With this research could be sugecsted that it still need revition about the format template Integrated Care Pathway, it still need routine socialization to every employee such as Doctor and nurse because it often changes or new employee such as Doctor and nurse, and it could make the implementation of Integrated Care Pathway could not work good because they had not understood how to use the form, if possible for the future, the template of Integrated Care Pathway could involved patient so patient could be autonomous., add patient knowledge and know rightly the handling phase.
Suggestion for DKI's Health District, it need to be expanded the pattem of handling service of Dengue Hemoragic Fever patient which is treated at Regional General Hospitaialtogether, considering the total of patient with that case every day more and more and almost can not stop from year to year. With that data so it need to be attention for prevention of Dengue Hemoragic Fever at the area and for patient which is treated at Hospital, made an agreement to go together used by Integrated Care Pathway so the using cost could be controlled and patient that could be take cane could be more and more savely spirit too and easy to be audited.
Suggestion for Insurance, by using Integrated Care Pathway at this case could be proven that the service such as at Dengue Hemoragic Fever case could be efficient so the using cost could be minimal and insurance could be easier see and do the control. So there is not any suspicion over utilization or over treatment. With the additional of case ahead, hopefully it could be made the template of ICP for other cases so that the insurance realiable on l-Iospital`s Services could be increasing.
Suggestion for the patient, with Integrated Care pathway so patient from day to day could leam and more cooperative and understand about the handling of the sickness. Hopefitlly with the implementation service using the integrated Care Pathway, the patient can be more participate and understand about the action planning and medical treatment which will be done to themselves until complaint about malpractice could be smaller.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32087
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayun Sari
"Tantangan bagi pengelola rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta dewasa ini semakin kompleks, tuntutan rnasyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu juga semakin menigkat. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus berorientasi kepada pelanggan, baik pelanggan ekstemal maupun internal. Pelanggan intemal adalah tenaga kerja/SDM yang bcrada di rumah sakit. Untuk dapat melaksanakan pelayanan prima ini dibutuhkan sumber daya manusia yang prima pula.
Peran SDM rumah sakit sangat penting dalam menentukan mutu jasa pelayanan maka kualitas dan kuantitas SDM merupakan faktor kdtis dalam organisasi rumah sakit. Teori Sumbcr Daya Manusia juga menyebutkan yang perlu diperhatikan dalam pcmeliharaan hubungan keria adalah mengenai kepuasan kerja yang merupakan bagian dari banyak faktor yang mempengaruhi kineqia seseorang.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai kincrja karyawan, kepuasan kerja karyawan dan hubungan antara kepuasan kelja dan kinerja karyawan di RSIJ. Ada lima faset kepuasan kelja yang diteliti yaitu pckerjaan, gaji/kompensasi, promosi, rekan kerja dan pengawasan/supervisi.
Metode penelitian ini adalah cross seciional dengan pendekatan kuantitatif dimana data yang dipakai adalah data primer dengan menggunakan alat banlu berupa kuesioner. Kuesioner kinerja karyawan disadur dad lembar penilaian karyawan RSIJ dan kuesioner kepuasan kelja diadaptasi dari A/Hrmesola Sarisfaction Questionairre, yang diuji cobakan terlebih dahulu dengan nilai Crombach-alpha 0,9. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan tetap RSIJ berjumlah 132 orang.
Hasil penelitian menunjukkan penilaian kinerja karyawan RSIJ karyawan yang memiliki kinezja baik sebesar 53,8% dan yang kurang baik 46,2%.. Karyawan dengan kinerja baik kebanyakan adalah tenaga perawat dan karyawan dengan kinerja kurang baik kebanyakan adalah tenaga penunjang medis. Kinerja karyawan RSIJ terendah adalah pada aspek inovatif sementara aspek tertinggi adalah pada aspek ketaatan beragama. Kinerja karyawan mulai menurun pada karyawan menjelang usia 40 tahun dengan masa kerja sekitar IO tahun dengan pendidikan setingkat nkademi. Kepuasan kezja karyawan RSIJ terhadap keseluruhan faset adalah 82%, dimana terdapat 61 ,4% karyawan yang puas sementara yang tidak puas 38,6%. Kepuasan kerja terendah ada pada variabel gaji/kompensasi sementara kepuasan kerja tertinggi ada pada variabel rekan kerja.
Bonus merupakan penyebub terbesar ketidakpuasan terhadap gaji/kompensasi, suasana kckeluargaan di lingkungan RSIJ merupakan faktor terbesar yang menimbulkan kepuasan terhadap rekan kerja. Karyawan yang berada pada unit pelayanan yaitu dokter dan perawat menunjukkan jumlah yang relatif sama antara yang puas dengan tidak puas, scmentara pada km-yawan penunjang medis dan non medisjumlah kzu-yawan yang puas relatif lebih bcsar dari yang tidak puas. Ada hubungan antara kepuasan kerja dengan kineqa pada seluruh faset yaitu pekerjaan, gaji/kompensasi, promosi, rekan kenja dan pengawasarl/supervise. Kepuasan terhadap promosi memiliki kemungkinan terbesar untuk menjadikan seorang karyawan berkinelja baik.
Berdasarkan uraian di atas Peneliti menyarankan kepada manajemen RSIJ untuk melakukan kriteria penilaian kinerja yang baku dan bersifat umum untuk semua jenis tenaga, mcngembangkan program pelatihan, pemberian penghargaan dan sanksi, serta mengefektifkzm peran atasan langsung atau para manajer, meningkatkan motivasi karyawan melalui kekuatan spiritual yaitu ikatan terhadap nilai-nilai agama islam,
mempcrbaiki sistem penggajian dimana kinerja karyawan menjadi fokus utama, meningkatkan alokasi penerimaan untuk porsi pcmbayaran gaji/kompensasi karyawan, mengkomunikasikan kemampuan manajemen dalam membayar gaji/kompensasi di
lingkungan intemal rumah sakit, suasana kekeluargazm di lingkungan rumah sakit dijadikan kekuatan untuk menghasilkan kexja yang berkualitas dengan cara membentuk tim kerja yang solid dan menumbuhkan suasana persaingan yang sehat diantara
karyawan, mcningkatkan perhatian terhadap perawat dengan melakukan perhitungan beban kerja perawat melalui metode yang tepat, menganalisis jalgatan bagian keperawatan sesuai dengan kompetensi Serta me'npe1jelas jenjang karir kepada tenaga perawat, meningkatkan pengenalan terhadap karakteristik karyawan seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan sebagainya sehingga manajemen dapat mengetahui sampai dimana kemampuan karyawar; dalam bekerja dan tingkat kebutuhannya melakukan survey kepuasan kerja secara rutin sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen dalam menilai produk-produk kebijakan.

Nowadays, the challenge for hospital management both in the state-run hospital and private hospital have become more complex. Public ask for more high-quality health ser/ice. High-quality health services are a priority issue for external and intemal customers. Intemal customers are people who work in the hospital. High-quality service needs high-quality human resources. The role of human resources is the key in delivering high-quality service. Human resources theory always said job satisfaction is among main factor which influence job performance. The workers deliver the best service when they are happy in theirjobs.
The purpose of this study is to examine the relation between job satisfaction and job pcrfomance among the employees of Jakarta Islamic Hospital (RSIJ) with five facets of job satisfaction are reviewed namely job criteria, salary/compensation, promotion, coworker and supervisory.
This research was based on cross sectional method with quantitative approach which primary data is obtained by surveing permanent-employee of RSIJ. In this study, the questionnaire of employees performance was adopted &orn the RSI] employee's performance appraisal, while the qustionnaifc of job satisfaction was adopted from Minnesota Satisfaction Questionairre. These instruments had been tested with Crombach»alpha 0,9. We have 132 respondents from RSI.l's permanent employee.
The study revealed 53.8 percent of respondents have a good job performance and 46.2 percent less good. The respondents have assumed the innovative aspect was the lowest point of their job performance, while the religious obedience is on the top rating. Nurses comprises the largest group of good job performance while medical supporting staff are the lowest performance. The performance is slightly decrease when employee reach 4O's years old, 10 years services work and diploma education level. Total job satisfaction in the hospital reached 82 percent in which 61.4 percent of the respondents have demonstrated their satisfaction, while 38.6 percent on the opposite.
The study disclosed salary/compensation issue have created the greatest dissatisfaction, while relationship with co worker bring the highest happiness. On the variable of compensation, the system of bonus awarding is a major cause of conflict creating dissatisfaction, while lack of formality with warm intra-personal relationship is the largest contribution of job satisfaction.
The number of workers from medical unit service, either physicians or nurses, have expressed their dissatisfaction and satisfaction equally, while on medical supporting staff and non-medical unit staff more employee saying they are satisfied compare to those who are not.
The study indicated there are a link between job satisfaction and job performance on all facets of job satisfaction, there are job criteria, salary/compensation, promotion, co worker and supervisory. Job satisfaction on promotion achievement is likely be the major cause to maximize their job performance.
Based on the study, the researcher recommended to RSIJ management to formulate working standard that is more applicable to all level of employee so it will lead to a fair and open evaluation, to improve training and educational program, implement reward and punishment program, improve the role of supervisor in motivating the workers to be more creative, improve salary/compensation awarding based on employee job performance, maximize intemal communication particularly on the issue of the hospital?s capacity in providing compensation and other benefits to the employees, motivate the employee to be a motivator for eo worker as well as providing a healthy competition for them, finally a routine job satisfaction survey can be used as a mean to collect input for the management in assessing their policies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Sudarsana
"ABSTRAK
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHANDOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGANFORMULARIUM DI RUMAH SAKIT UMUM BULELENG TAHUN 2017AbstrakKepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalamkesehatan lanjutan dan kesejahteraan pasien, kepatuhan dan ketaatan jugaprasyarat untuk keefektifan pengobatan berdasarkan formularium yang telahditentukan. Pengetahuan dokter pada formularium Rumah Sakit diperoleh daribuku maupun dari orang lain. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap keputusanseorang dokter dalam menuliskan resep.Penelitian ini merupakan penelitian korelatif yang bertujuan untukmengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan keyakinan terhadap kepatuhandalam menulis resep sesuai formularium dengan jumlah sampel 62 responden danteknik pengambilan sampel total sampling. Kuesioner yang digunakan untukmendapatkan data sudah dilakukan uji reliabilitas dan validitasHasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antarapengetahuan, sikap dan keyakinan dengan kepatuhan dalam penulisan resep sesuaidengan formularium dengan p-value < 0,05. Hasil uji multivariat dengan regresilogistik menunjukkan keyakinan merupakan variabel yang paling dominan denganp-value 0,004 < 0,05 dengan OR 7, 227 lebih tinggi dibandingkan variabelpengetahuan OR:4,446 dan sikap OR: 4,244 . Hal ini berarti keyakinansebanyak 7,227 meningkatkan kepatuhan dalam penulisan resep sesuaiformularium.Pendidikan seorang dokter yang diperoleh pada tingkat tertentu akanmempengaruhi tindakan yang berdasar pada kemampuan intelektual. Sikapseorang dokter yang menggambarkan suka atau tidak suka terhadap formulariumrumah sakit. Sikap ini diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalamandokter lain. Keyakinan merupakan suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusiasaat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapaikebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorangtidak selalu benar atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran.Keyakinan seorang dokter terhadap obat yang diperoleh dari orang yangdapatdipercaya, hal ini merupakan bagian yang sulit dirubah.Key word: Pengetahuan, sikap, keyakinan dan kepatuhan dalam menulis resepsesuaiFormularium

ABSTRACT
FACTORS RELATED TO DOCTOR rsquo S COMPLIANCE IN PRESCRIBINGRECIPES ACCORDING TO HOSPITAL FORMULARIUM ATBULELENG GENERAL HOSPITAL IN 2017AbstractAdherence to treatment is an important factor in continued health andpatient wellbeing, adherence are also prerequisites for the effectiveness oftreatment based on established formularies. The doctor 39 s knowledge on hospitalformulary is obtained from books as well as from others. This action will affectthe decision of a doctor in prescribing.This research is a correlative research that aims to determine therelationship of knowledge, attitudes and beliefs to compliance in prescribingrecipes according to formulary with a total sample of 62 respondents and totalsampling technique. Questionnaires used to obtain the data have been testedreliability and validityThe results showed that there was a significant correlation betweenknowledge, attitude and belief with compliance in prescribing writing inaccordance with formulary with p value "
2018
T51402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Diah Widya
"Latar belakang: Insiden keselamatan pasien didefinisikan sebagai bentuk kejadian yang berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah ketika sistem pemberian asuhan yang aman tidak dikelola dengan baik oleh suatu rumah sakit. Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien yang digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Patient Safety Curriculum Guide merupakan suatu standar pedoman baru yang di buat oleh World Health Organization. Hal ini meberikan adanya suatu kurikulum yang baru terkait dengan penerapa kaidajh keselamatan pasien.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penerapan WHO PSCG pada Rumah Sakit Bali Royal dan menilai kaitan penerapan tersebut pada kejadian salah identifikasi dan perubahan kompetensi perawat yang dinilai melalui metode OSCE.
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan one group pre-test and post-test design. Akan dinilai berupa efek pemberian pedoman WHO PSGC melalui suatu work shop dan hands on pada perawat di RS Bali Royal. Evaluasi akan dilakukan terhadap perubahan kompetensi perawat melalui metode OSCE dengan kasus pemasanan infus yang berorientasi pada kaidah patient safety yang dinilai sebelum dan sesudah intervensi oleh penguji idependen. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap penurunan kejadian salah identifikasi di RS Bali Royal. Analisis statistik menggunakan uji normalitas, dan paired sample t-test untuk membandingkan adanya perubahan nilai OSCE dan kejadian salah identifikasi saat sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil: Karakteristik subjek penelitian menunjukkan rerata usia adalah 28 tahun, perempuan lebih banyak dari pada laki-laki 72,3, perawat dari unit kerja rawatviiiUniversitas Indonesiainap merupakan unit kerja yang terbanyak 34, pendidikan sampel lebih banya pada tingkatan sarjana keprawatan 57,4, pelatihan keselamatn pasien paling banyak pernah diikuti sebanyak satu kali 59,6, rerata lama kerja sampel adalah dua tahun. Penelitian ini menemukan bahwa pemberian intervensi berbasis WHO PSCG mampu meningkatkan kompetensi perawat dalam melakukan identifikasi skor OSCE pre: 57,29 13,81; skor OSCE post: 84,58 7,37; p = 0,000 serta mampu menurunkan kejadian salah identifikasi yang diukur dalam periode satu bulan sebelum dan sesudah intervensi insiden pre: 12,50 2,38; insiden post: 7,25 0,95; p=0,006.
Simpulan: Penerapan intervensi berbasis WHO PSCG mampu meningkatkan kompetensi perawat dalam melakuka identifikasi yang dinilai melalui metode OSCE dan mampu menurunkan kejadian salah identifikasi di RS Bali Royal.Kata kunci: WHO PSCG, salah identifikasi, kompetensi perawat.

Introduction: Patient safety incidents are defined as a form of occurrence that has the potential to result in preventable injuries when a safe care delivery system is not properly managed by a hospital. Since patient safety issues are an important issue in a hospital, a patient safety standard is used as a reference for hospitals in Indonesia. The Patient Safety Curriculum Guide is a new guideline standard developed by the World Health Organization. This gives the existence of a new curriculum related to the application of patient safety.
Aim: This study aims to apply the WHO PSCG at Bali Royal Hospital and assess the association of the application to the incidence of misidentification and alteration of nursing competence assessed through OSCE method.
Method: This research uses one group pre test and post test design. Will be assessed in the form of WHO PSGC guideline effects through a work shop and hands on nurses at Bali Royal Hospital. Evaluation will be conducted to the nurse competence change through OSCE method with infusion intensive case oriented to patient safety norm which is evaluated before and after intervention by independent testers. Then evaluated the decrease of misidentification at Bali Royal Hospital. Statistical analysis using the normality test, and paired sample t test to compare the changes in OSCE values and the incidence of misidentification before and after intervention.
Result: Characteristics of the study subjects showed that mean age was 28 years, women more than men 72.3, nurses from inpatient unit were the largest work unit 34, sample education was higher at the level of bachelor degree of nursing 57.4, the most patient safety training was followed once 59.6, the averagexUniversitas Indonesialength of sample work was two years. This study found that the provision of WHO based interventions PSCG was able to increase the competence of nurses in identifying pre OSCE score 57.29 13.81 post OSCE score 84.58 7.37, p 0,000 and able to decrease incidence identification measured in the period of one month before and after the intervention pre incident 12.50 2.38 post incident 7.25 0.95 p 0.006.
Conclusion: Implementation of WHO based interventions PSCG able to increase nurse 39 s competence in performing identification assessed through OSCE method and able to decrease the incidence of misidentification at Bali Royal Hospital. Keywords WHO PSCG, misidentification, nurse competence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cokorda Bagus Jaya Lesmana
"Kepatuhan Dokter Spesialis Terhadap Implementasi Clinical pathway Pada Lima Area Prioritas di RSUP SanglahPembimbing: Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhDTesis ini membahas implementasi clinical pathway pada lima area prioritas yang telah ditetapkan oleh RSUP Sanglah. Rumah sakit ditantang untuk terus meningkatkan pelayanan dengan penekanan pada kendali mutu dan kendali biaya agar dapat tetap menjaga keberlangsungan pelayanan sebagai industri kesehatan di wilayahnya. Dengan perbaikan mutu layanan dan efisiensi, rumah sakit dapat memberi pelayanan terbaik untuk masyarakat sekaligus meningkatkan pendapatan rumah sakit, terutama dalam pelaksanaan skema Sistem Jaminan Sosial Nasional.Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang dengan pendekatan mixed method kuantitatif dan kualitatif . Data dikumpulkan secara concurrent embedded.
Hasil penelitian mengungkap adanya kepatuhan dokter spesialis dalam implementasi clinical pathway pada lima area prioritas di RSUP Sanglah yang dipengaruhi oleh faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan SOP. Faktor-faktor tersebut mampu membuat para dokter spesialis merasa memiliki dan menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi serta sosialisasi yang berkelanjutan guna mempertahankan dan memperbaiki hasil terbaik yang telah dicapai.

Specialist Doctors rsquo Compliancy in the Implementation of the Clinical Pathway in Five Priority Areas at Sanglah HospitalAdvisor Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhDThis thesis discusses the implementation of the clinical pathway in five priority areas established by Sanglah General Hospital. Hospitals are challenged to continue improving its services while emphasizing quality and cost control in order to ensure the continuity of the health industry in the region. Improvement in service quality and efficiency will assist hospitals in providing the most effective health services for the community while increasing hospital rsquo s income, especially essential in the era of the national social security system.This research used a cross sectional design with mixed method approach quantitative and qualitative . Data were collected with the concurrent embedded method.
The results suggest the compliance of specialist doctor in the implementation of clinical pathway of five priority areas in Sanglah General Hospital were influenced by factors of communication, resources, disposition and SOP. These factors provided the specialists with a sense of belonging and ownership of the policy. Continuous monitoring and evaluation, as well as ongoing socialization needs to be continued and expanded to maintain and improve the satisfactory results that have been achieved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ngakan Gde Wahyu Mahatma Putra
"ABSTRAK
Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya waktu tunggu antrian pasien OK yang cukup lama hingga 21 hari dan angka utilisasi beberapa ruangan OK yang masih di bawah standar utilisasi. Waktu tunggu antrian OK yang lama dan angka utilisasi yang belum optimal salah satunya disebabkan oleh metode penjadwalan operasi yang belum akurat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui utilisasi ruangan OK IBS dan mengetahui hubungannya dengan akurasi waktu mulai operasi, jumlah operasi, dan jenis operasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode telaah dokumen. Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan metode Spearman. Berdasarkan 320 data sampel yang diteliti diperoleh rata-rata utilisasi ruangan OK IBS pada bulan Januari-Maret 2018 adalah 53,36%. Total pemakaian ruangan OK adalah 555 jam 24 menit. Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan utilisasi kamar operasi yaitu akurasi waktu mulai operasi (p-value=0,012) dan jumlah operasi (p-value=0,015) dengan hubungan positif. Sedangkan jenis operasi (p-value = 0.373) tidak memiliki hubungan dengan utilisasi kamar operasi. Faktor lain yang mempengaruhi utilisasi kamar operasi adalah hari efektif jam buka ruangan OK setiap bulannya.

ABSTRACT
The background of this research is the high number of OK patients queue and delayed operation schedule due to the high utilization rate in the OK room in Central Surgery Installation Sanglah General Hospital. The study aims to find out the utilization of OK IBS room and to know its relation to the accuracy of the starting time of operation, the number of operation, and the type of operation. This research uses quantitative approach with document review method. The correlation test is done by using Spearman method. Based on the 320 sampled data obtained, the average utilization of OK IBS room in January-March 2018 is 53.36%. The total usage of OK room is 555 hours 24 minutes. There are two factors related to operating room utilization that is accuracy of starting time of operation (p-value = 0,012) and number of operation (p-value = 0,015) with positive relation. While the type of operation (p-value = 0.373) has no relationship with operating room utilization. Another factor affecting operating room utilization is the effective day open room hours OK in every month."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Rusdhy Hariawan Hamid
"ABSTRAK
Analisis Penerimaan Profesional Pemberi Asuhan TerhadapKebijakan Pemeriksaan Serologis HIV Ibu Hamil Di Rumah Sakit Umum DaerahProvinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2018Salah satu metode untuk mencegah penularan HIV/AIDS adalah ProgramPencegahan Penularan dari Ibu ke Anak PPIA dengan skrining universal untukkehamilan. Telah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan NomorGK/MENKES/001/I/2013 sebagai dasar bagi Direktur RSUD Prov. NTB untukmengeluarkan surat edaran Nomor: 824/15/RSUDP/2017 Tentang Layanan PPIA.Penelitian ini bertujuan menganalisis penerimaan profesional pemberi asuhanterhadap kebijakan pemeriksaan serologis HIV ibu hamil di RSUD Prov. NTB,yang dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif-eksploratif. Pengambilan datadilakukan melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi lapanganserta triangulasi sebagai upaya untuk menjaga validitas data. Analisis dipertajamdengan kerangka Five Stages of Grief dan Second Victim. Para pemberi asuhansecara umum mendukung kebijakan surat edaran, meskipun ada pula yang beradadalam posisi netral. Kegiatan PPIA sudah berlangsung dan proses pelaksanaannyaamat ditentukan oleh pelayanan pada poli VCT . Posisi para pemberi asuhanberada dalam situasi atau fase yang berbeda-beda, mulai dari fase depresi sampaikesiapan berdamai dalam penerimaan penugasan pelayanan PPIA. Perlupenanganan khusus berupa konsultasi psikologis pada profesional pemberi asuhanyang cenderung berada dalam fase depresi. Optimalisaasi pengelolaan sumber dayamanusia melalui pelatihan khusus merupakan rekomendasi yang dapatditindaklanjutiKata kunci:HIV/AIDS, PPIA, profesional pemberi asuhan.

ABSTRACT
Analysis of Professional Health Worker Acceptance on Policy ofSerologic HIV Screening on Expectant Mother in West Nusa Tenggara ProvincePublic Hospital in 2018Prevention from Mother to Child Transmission PMTCT is one of the program toreduce the transmission of HIV AIDS, including universal screening for pregnantwomen. Based on circular letter from The Minister of Health No.GK MENKES 001 I 2013 , the director of West Nusa Tenggara Province Hospitalhas signed a circular that regulates the PMTCT in the Hospital surat edaranNomor 824 15 RSUDP 2017 Tentang Layanan PPIA . The aim of this study is toanalyze the acceptance of professional health worker to the Regulation of universalscreening of HIV on expectant mother in the hospital, using a descriptiveexplorative analysis with in depth interview, document survey and observation,including triangulation in order to have a valid data. Five stages of grief and secondvictim theory was used to make a precise analysis. The professional health workersupports the regulation of PMTCT in the hospital generally, few of them stands inneutral position. PMTCT program is running on condition the dependency on VCTclinic support in counseling. The health workers are in the different depressionstage of grief, including bargaining and depression stage in order to accept theobligation on PMTCT. Particular recommendation of psychology consultation fordepression stage. Need more effort to optimalyze the management of humanresources with special training as a strong recommendation.Keywords HIV AIDS, PMTCT, professional health worker"
2018
T50773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmulyadi
"ABSTRAK
Kebijakan pemerintah Republik Indonesia mengenai Keselamatan Pasien dituangkan dalam Undang-UndangInomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, khususnyaIpasal 43. Kemudian udijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Kebijakan ini menjadi dasar kewajiban pelaksanaan Keselamatan Pasien bagi rumah sakit. Rumah sakit jiwa mempunyai keunikannya sendiri dibandingkan dengan rumah sakit umum, termasuk dalam ranah Keselamatan Pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berperan dalam kurang standarnya Keselamatan Pasien ditinjau dari perspektif implementasi kebijakan. Penelitianiini adalahipenelitian kualitatifidengan desainideskriptif yangidilaksanakan di RSJDeSungai BangkongeProvinsi KalimantaneBarat. 9 orangeinforman terlibatedalam penelitianfini. Pengumpulanfdata dilakukanfdenganfobservasi, telaahfdokumen, diikuti wawancaraimendalam danikemudian dilakukanianalisis dataikualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan 3 kelompok besar dalam kinerja penyelenggaraan keselamatan pasien belum terlaksana optimal. Telah ada produk kebijakan keselamatan pasien berupa keputusan direktur untuk pembentukan Sub Komite Keselamatan Pasien sebagai bagian dari Komite PMKP, namun hanya 1 dari 7 tugas Sub Komite Keselamatan Pasien yang telah dilaksanakan. Untuk ketersediaan sumber daya, terdapat kekurangan SDM keperawatan dan keamanan, serta belum adanya SOP dan panduan lainnya yang mengatur penyelenggaraan keselamatan pasien. Telah ada struktur organisasi yang relatif baik dalam bentuk Sub Komite Keselamatan Pasien. Kekurangan yang ditemukan dalam komponen kewenangan adalah belum adanya petugas Penggerak Keselamatan Pasien, serta adanya sikap menyalahkan individu dalam penerapan pelaporan IKP. Pada komponen fasilitas masih terdapat banyak kekurangan pada sumber daya penunjang, antara lain belum lengkapnya fasilitas fisik penunjang keselamatan dasar, tidak terdapat ruangan khusus dan fasilitas pendukung untuk administrasi, kurangnya pemanfaatan kemajuan teknologi, khususnya pada alat physical restraint dan sistem informasi untuk pendataan IKP yang baik. Dari komponen komunikasi terdapat kekurangan terutama pada jalur transmisi yang digunakan, yaitu kurangnya koordinasi dan sosialisasi yang terencana kepada para pelaksana pelayanan. Pada komponen pelatihan ditemukan standar pendidikan belum dipenuhi oleh RSJDSB untuk seluruh petugasnya. Tidak ada kebijakan insentif untuk petugas pelaksana dalam Penyelenggaraan Keselamatan Pasien. Secara keseluruhan implementasi kebijakan keselamatan pasien di RSJDSB tahun 2019 disimpulkan belum optimal sehingga diperlukan upaya perbaikan dan peningkatan pada ketersediaan sumber daya dan pelaksanaan program penyelenggaraan keselamatan pasien.

ABSTRACT
Law number 44 of 2009 concerning Hospitals and Health Minister Regulation number 11 of 2017 concerning Patient Safety are the policy basis of the obligation to implement Patient Safety for hospitals. Mental hospitals have their own uniqueness, including in the area of Patient Safety. Implementation of Patient Safety in accordance with the standards should have been in the services provided to patients in RSJDSB. This study aims touexamine theIfactors thatuplayoa roleoin the lack of standard patient safety in terms of policy implementation perspective.
This research design is qualitative descriptive carried out in RSJD Sungai Bangkong, West Kalimantan Province. 9 informants were involved in this study. Data collection was carried out by observation, document review, followed by in-depth interviews and qualitative data analysis.
The results of this study indicate that 3 major groups in the performance of patient safety management have not been optimally implemented. Thereuhas beenua patient safetyupolicy productuin theuform of a director's decision for the establishment of the Patient Safety Sub-Committee as part of the PMKP Committee, but only 1 of the 7 tasks of the Patient Safety Sub-Committee haveubeen carrieduout. For resources, there is a shortage of nursing and security staffs, asuwell asuthe absenceuof SOP and other guidelines that regulate patient safety. There has been a relatively good organizational structure inuthe formuof theuPatient Safety Sub-Committee. Theulacks thatucan beufound inuthe authority are the absence of a Patient Safety Officer, asuwell asuthe presenceuof blame for individuals in the application of IKP reporting. In the facility, there are still many shortcomings in supporting resources, including incomplete basic safety physical facilities, there are no special rooms and supporting facilities for administration, lack of utilization of technological advances, especially in physical restraint and information systems for good IKP data collection. There are deficiencies in the communication, especially in the transmission, namely lack of coordination and planned socialization to service providers. In the training, found that the education standard had not been fulfilled by RSJDSB for all its officers. There is no incentive policy for officers in the Implementation of Patient Safety. Overall, the implementation of the patient safety policy in RSJDSB in 2019 was concluded to be not optimal, so that efforts were needed to improve and increase the availability of resources and the implementation of patient safety management programs."
2019
T53612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Qosimah Batubara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dapat digunakan sebagai masukan optimalisasi pelayan program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari. Metode penelitian. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan metode case study. Informan dari 22 orang pasien hipertensi yang telah dirujuk balik dan 6 orang petugas RS Mitra Medika Batanghari, sumber data dari wawancara mendalam, observasi telah dokumen. Hasil. Sebagian besar pasien hipertensi yang telah dirujuk balik tidak patuh mengunjungi FKTP. Pengetahuan pasien terhadap PRB kurang. Akses menuju fasyankes mudah. Penghambat tidak optimalnya pelayanan PRB adalah kurangnya sosialisasi monitoring dan evaluasi kebijakan PRB di lingkungan rumah sakit, tidak ada SOP terkait PRB, PIC PRB bertugas melayani PRB dan non PRB, tidak ada pelatihan terkait PRB, Pojok PRB tidak tersedia, tidak ada insentif petugas pelaksana PRB, pasien tidak patuh terhadap instruksi DPJP, tidak ada SRB rekomendasi dokter dan lembar resep khusus PRB, SRB tidak diisi lengkap, edukasi pasien singkat. Faktor pendukung pelayanan PRB yaitu petugas pelaksana berkomitmen aktif terhadap PRB, DPJP patuh merujuk balik pasien PRB, komunikasi dan koordinasi antar petugas pelaksana PRB baik, petugas pelaksanan mengetahui formularium nasional obat PRB. Kesimpulan. Program rujuk balik di instalasi rawat jalan RS Mitra Medika Batanghari belum terimplementasi dengan baik karena tidak ada panduan yang jelas terkait PRB dan masih ada pasien hipertensi yang telah direkomendasikan untuk dirujuk balik tidak melanjutkan hingga terdaftar sebagai pasien PRB. Saran. Pelayanan PRB akan terimplementasi dengan baik apabila rumah sakit memiliki panduan pelayanan PRB yang jelas yang mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan PRB serta dilakukannya monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. Penelitian lebih lanjut terkait PRB diharapkan dapat meneliti secara holistik dengan melibatkan seluruh stakeholder.

The aim of this study is to determine the supporting and inhibiting factors that can be used as input for optimizing the staff of the Referral Program in the outpatient installation of the Mitra Medika Batanghari hospital. Method. The study used a qualitative design with a case study method. Informants from 22 hypertensive patients who have been referred back and 6 from Mitra Medika Batanghari hospital staff, data sources from in-depth interviews, observations have been documented. Results. Most hypertensive patients who have been referred back do not comply with primary health care. The patients knowledge of the referral program is lacking. Access to health care facilities is easy. Inhibition of suboptimal service of the referral program is the lack of socialization of monitoring and evaluation of referral program policies in the hospital environment, there are no SOP related to the referral program, the PIC referral program is responsible for operating the referral program and non-referral program, there is no training related to the Referrals program, Referral program corner is not available, there is no incentive to implement referral program, patients are not in adherence with the instructions of the specialist, no recommendations from referral doctors and special referral program sheets, referral returns are not fully completed, short patient training. Supporting factors for the referral program services are that the executive officer is actively engaged in the referral program, obedient specialist doctors refer patients back to the referral program, communication and coordination between the referral program performers well, the implementation officer knows the national formulary of the referral program medication from the referral program. Conclusion. The referral program in outpatient facilities at Mitra Medika Batanghari Hospital has not been correctly implemented because there are no clear guidelines and hypertensive patients are still being advised to be referred back to continue until they are registered as referral program patients. Suggestion. The referral program service is well implemented if the hospital has a clear referral program service guide that controls all activities related to the referral program and performs continuous monitoring and evaluation. It is expected that further research on the referral program can be holistically examined by involving all stakeho."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>