Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hidayat Syah
"ABSTRAK
Konsekuensi diberlakukannya Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan UU. No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah setiap daerah termasuk Kabupaten Tangerang harus dapat mandiri dalam memenuhi dan mengelola sumber daya yang dimiliki.
Ekspor non migas adalah salah satu kegiatan perdagangan luar negeri Kabupaten Tangerang yang dapat digali dan dikembangkan guna menghadapi keadaan tersebut diatas. Namun masalah yang dihadapi adalah pada saat otonomi daerah dijalankan Kabupaten Tangerang bukan saja berhadapan dengan daerah-daerah lain di Indonesia, tetapi juga dengan daerah-daerah lain di dunia. Selain itu waktunya sangat dekat dengan diberlakukannya sistem perdagangan bebas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keunggulan komparatif komoditas ekspor non migas Kabupaten Tangerang dan strategi apa yang harus dijalankan guna mempertahankan dan meningkatkan keunggulan komparatif komoditas ekspor non migas Kabupaten Tangerang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA), untuk menghitung keunggulan komparatif komoditas ekspor non migas Kabupaten Tangerang. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa Kabupaten Tangerang memiliki keunggulan komparatif yang kuat yaitu lebih dari 1 (>1) dalam beberapa komoditas ekspornya, diantaranya Perabot Rumah dan Barang dari kayu, selanjutnya disimpulkan bahwa keunggulan yang dimaksud lebih kepada keunggulan produktivitasnya, karena Kabupaten Tangerang tidak memiliki sumber bahan mentah untuk komoditas dimaksud.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Bayangkara
"Akuntabilitas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir selalu menjadi sorotan publik setiap tahunnya, sehubungan dengan semakin meningkatnya luas daerah yang terkena banjir, lama surutnya banjir, dan meningkatnya kerugian yang diakibatkan banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengevaluasi kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir dan menjelaskan kendala Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta, dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi dan wawancara dengan informan yang mungkin di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai dari hierarki terendah sampai dengan yang tertinggi.
Basis teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan publik. Salah satu pilihan kebijakan publik adalah kebijakan perkotaan yang terkait dengan kebijakan pelayanan lingkungan dalam hal proteksi publik dan lingkungan, seperti kebijakan pengendalian banjir. Upaya untuk pengendalian banjir telah banyak dilakukan, tetapi kejadian banjir tetap terulang dan cenderung semakin meningkat. Nampaknya masalah pengendalian banjir tidak cukup hanya diatasi dengan pendekatan teknologi, tetapi diperlukan juga pendekatan pendekatan kelembagaan.
Pendekatan kelembagaan merupakan pendekatan yang sangat terkait dengan organisasi publik di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, serta tanggungjawabnya atas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu mengukur kinerja organisasi publik sangat diperlukan, agar dapat diketahui sampai dimana tingkat kinerjanya. Dengan demikian, mengetahui informasi mengenai kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, menjadi hal yang sangat penting untuk dilihat tingkat akuntabilitasnya.
Dalam penelitian ini, akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir yang akan diukur, adalah : 1) akuntabilitas aturan main; 2) akuntabilitas struktur dan proses; 3) akuntabilitas prasarana dan sarana; dan 4) akuntabilitas anggaran. Berdasarkan hal tersebut, akan diklasifikasikan kinerja akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir, apakah termasuk dalam klasifikasi : sangat baik; baik; cukup; atau kurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas melaksanakan aturan main cenderung kurang, karena 13 sungai yang melintasi dan dominan menyebabkan banjir di Jakarta, menurut Pemprov DKI Jakarta bukan merupakan tanggungjawabnya, sehingga persepsi Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan kebijakan pengendalian banjir, cenderung hanya sebatas membantu Pemerintah Pusat.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas stuktur dan proses cenderung baik, karena sudah memiliki : 1) aturan dan prosedur yang jelas dalam bentuk tertulis; 2) tingkatan yang diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan dalam pengendalian banjir; dan 3) bagian yang secara khusus diandalkan untuk melaksanakan pengendalian dan penanggulangan banjir.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas prasarana dan sarana pengendali banjir cenderung kurang, karena prasarana dan sarana dalarn pengendalian banjir yang ada, sudah tidak sesuai lagi dengan debit banjir rencana periode ulang 25 tahunan yang ditetapkan. Sementara, bencana banjir pada tahun 2002, termasuk dalam kategori kejadian banjir yang hanya dapat diantisipasi dengan debit banjir rencana untuk periode ulang 50 tahunan. Di samping itu, prasarana dan sarana penunjang untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya juga sudah banyak yang tua/lama.
Kinerja Pemprov DKI Jakarta dari akuntabilitas anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatan pengendalian banjir cenderung kurang, karena alokasi anggaran yang disediakan setiap tahunnya belum mencerminkan outcome yang dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Sementara, kejadian banjir di masa mendatang diperkirakan akan cenderung terjadi dalam waktu yang lebih rapat dan lebih besar lagi.
Dengan demikian, rekomendasi dan saran yang dapat penulis sampaikan adalah kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan pengendalian banjir perlu dipertajam lagi, mengingat akuntabilitas Pemprov DKI Jakarta cenderung baik hanya dari aspek memiliki struktur dan proses untuk melaksanakan kebijakan pengendalian banjir dan penanggulangannya. Sementara di dalam pelaksanaan aturan main, penyediaan prasarana dan sarana, serta besarnya alokasi anggaran untuk pengendalian banjir dan penanggulangannya, cenderung kurang. Hal itu berarti Pemprov DKI Jakarta hares : 1) memperbaiki aturan main yang ada, khususnya di dalam menegaskan batas kewenangan wilayah 13 sungai yang melintasi Jakarta; 2) meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana pengendali banjir dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu, berbagai program dan kegiatan yang selama ini cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat teknis, maka harus dikombinasikan dengan pendekatan non-teknis di dalam pengendalian banjir dan penanggulangannya; 3) memiliki alokasi anggaran yang lebih mencerminkan outcome untuk mengurangi/membatasi banjir dan akibat yang ditimbulkannya, sehingga menjadi lebih proporsional, dan sesuai dengan nilai aset yang akan dilindungi dari ancaman bahaya banjir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Susilih
"The Implementation of Rice Subsidy PolicyThe economic crisis, which has debilitated Indonesia in 1997 that was followed by rice crisis has brought the impact of more descend of public purchasing power in fulfilling the basic food need. This problem threatened the food security of the people or caused the food insecurity.
In relation with this Act Number 7/1996 about Food in article 1 clause 17, mentioned that food security is the condition of food fulfillment for household that is reflected by availability of food that is sufficient both in quantity and in quality, secure, spread evenly and affordably by the people.
Next in the Rice Policy that was regulated in the President Instruction Number 9/2002, in article 5 is mandated that government had to guaranty the supply, implementation of the distribution of rice for the poor and food vulnerability. Based on that regulation then Bulog as food authority which has wide experience on supply and rice distribution, is given assignment to increase food security for all inhabitants in Republic of Indonesia region. For this purpose, the policy of subsidized rice which manifest by OPK/Raskin program was released, so rice as the basic need food can be reached by poor families.
Although, there are some deviances in the implementation of OPK/Raskin (Special Market Operation/Rice for the Poor), especially in the targeting. There are also some cases of moral hazard in the implementation of the policy. But, it has been acknowledged that the implementation of the program supposed to be the most successful programs within any Social Safety Net Programs.
From this success, this study revealed the true description of the OPK/Raskin that had been going on since 1998. The analysis of the content and the context of the policy was done to the implementation of the program. The content of the policy was the factor that influenced the outcomes of the policy when it was implemented. The context of the policy was also the factor that influenced certain social, political, and economic environment, so the implementation of the policy needed to consider the context of policy; that is the environment where the policy was to be implemented. Outcome was the final result of the policy expected to achieve. The analysis of the outcomes of the policy was done simply by comparing the output realized with the goals to be achieved from the policy.
Based on the content of the policy, the rice subsidy policy was quite easy to implement But in the context of policy, the program did not yield impact that were expected in the objective of the program. The problem come from the authority of Bulog in the determining the allocation ceiling of rice nationally which was based on the data of four families from BKKBN (National Family Planning Board).
Then, the study recommended that Bulog had to try optimally in exacerbating the targeted household, so the beneficiaries would be the true targeted individuals or groups that need the cheap rice. Moreover, the upgrading of purchasing power of the poor society would be more prioritized through some working and opportunity enhancement programs; so that in the long run, the charity-based subsidy would be less significant.
Bibliography: 31 books (1983-2003); 34 newspapers/magazines/journals (1998-2004); 4 working papers/module (1988-200X); 5 research reports (1999-2004); 3 website articles ; 5 documentations (2001-2004) ; 2 guidelines (2003&2004); 2 regulations (1996&2002)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daeli, Sorni Paskah
"Since the issuance and effective application of decentralization policy, the irrigation management authority, which is previously handled by the central government is handed over to local governments and community, in accordance with the Presidential Instruction Number 3 of 1999 concerning Irrigation Management Policy Reform (IMPR). IMPR is substantially aimed at community empowerment and participatory in irrigation management to achieve the objectives, task and responsibility redefinition of the farmers in irrigation management, as well as Water User Association and Federation (WUA/WUAF) is substantially required. Action program of IMPR consists of WUA empowerment facilitation and counterpart service. Concrete action of the program is mobilization of a number of farmer counterparts (TPPI Facilitators) to correspond members of WUA/WUAF for institutional independence and self-sufficiency in irrigation management Short-term objective of the program is to ensure farmers' independency and self-determination in irrigation management, no more dependence to government, starting out from planning, activity implementation, maintenance and operational funding, to utilization of irrigation benefits. This study is aimed at analyzing performance of program implementation and influencing factors. Research is conducted in Daerah Istimewa Yogyakarta Province, one of national rice production centers. There have been 53 Water Users Association Federation (WUAF) spreading over Sleman, Bantul, Kulon Progo and Gunung Kidul Districts which are considered analysis units.
According to field research, performance of program implementation for four years (2001 to 2004) is satisfactory, but not optimal, showing that: (a) water-using farmers registered as members in the WUA and WUAF are not self-sufficient in irrigation management, from financing to scheme maintenance; (b) management of water users' contribution fee (WUCF) which should become a potential source of fund is not completely applied; and (c) many tertiary schemes are not functional for being damaged or plugged. Program activities conducted just include establishment of WUA organization, member registration, and merging WUAs to several WUAFs, while some of them have prepared organization statutes (AD/ART). In brief, WUA empowerment facilitation and counterpart service Di. Yogyakarta Province covering 35 irrigation areas with 20,450 hectares width, has not provided significant impact on farmers' income-generating.
There are two variables significantly influence the implementation performance, namely: (1) insufficiency of human resources, especially field facilitators; and (2) insufficiency of financial support, especially for facilitators to cover all activities as they are just provided with limited fund to settle transportation cost. Fund limitation influences time for counterpart. Field counterpart service is just provided for 2 to 3 months. Responsive actions to be taken to improve implementation performance in the future consists of, among others: (1) allocation of proportional facilitators by taking work volume and target accessibility into account; (2) adequate budget allocation by considering money value to goods and services required for field implementation; and (3) communication consistency and intensity should be significantly improved to ensure that policy and action program is completely informed to target groups."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Kurnianingsih
"Awal abad dua puluh satu merupakan era menuju perbaikan kehidupan terutama bangkit dari krisis ekonomi. Organisasi pemerintah khususnya di bidang jasa pengembangan sumberdaya manusia menghadapi tantangan global yaitu perubahan lingkungan yang berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi serta pelayanan yang cepat. Organisasi pemerintah juga menghadapi masalah bagaimana mengembangkan kemampuannya agar pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga tercipta good governance. Permasalahan yang dihadapi Balai Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (BPPEI) adalah bagaimana mentransformasi organisasi agar mampu memberi pelayanan yang bermutu tinggi.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan kinerja BPPEI yaitu pertama untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, kedua mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen internal dan ketiga penerapan pembelajaran dan pengembangan organisasi. Kemampuan kinerja organisasi dapat diketahui dengan pendekatan model Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. Pendekatan Balanced Scorecard digunakan untuk menganalisis dan mengukur kinerja operasional organisasi antara lain kepuasan pelanggan/ tingkat pelayanan, proses internal bisnis, dan penerapan pembelajaran dan pengembangan untuk perbaikan mutu dan nilai tambah organisasi (menurut Marquardt).
Hasil analisis persepsi kepuasan pelanggan dari 106 responden menyatakan baik untuk aspek responsiveness (pelayanan petugas yang cepat) 73%, emphaty (administrasi dan manajemen) 69% dan aspek reliability (kesesuaian) dan assurance (materi dan pengajar) 68% sedang tangibility (sarana fisik dan pelengkapan) 60%. Perkembangan internal bisnis ditentukan oleh perbaikan kurikulum pelatihan, inovasi pelatihan baru masih terbatas dan pelayanan jasa purna jual meningkat secara bertahap. Manajemen internal bisnis dengan sistem dan panduan kerja membantu pelaksanaan sesuai dengan rencana. Penerapan pembelajaran dan pengembangan organisasi dalam taraf pengembangan dan belum diterapkan secara menyeluruh (total). Faktor yang paling menentukan adalah aspek transformasi /pembaruan yaitu 44% atau secara keseluruhan tingkat skor yang dapat dicapai 73.5%. Pembaruan organisasi mencakup misi yang jelas, strategi, struktur, dan budaya organisasi yang mengutamakan pembelajaran untuk perbaikan mutu.
Agar transformasi organisasi berhasil pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan pelanggan, pemberdayaan sumberdaya manusia melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan, manajemen dengan teknologi informasi serta kerjasama strategis untuk peningkatan mutu dan efisiensi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
T3594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purnomo
"AJIAN KINERJA EKSPOR KOPI INDONESIA : STUDI PENDEKATAN
KONSTANTA PANGSA PASAR
x + 128 halaman, 17 tabel, 5 Iampiran
Daftar Pustaka : 9 buku + 3 jumal + 10 majalah + 8 makalah (1994-2000)
Kopi merupakan komoditas yang cukup berperan sebagai penghasil
devisa bagi negara. Selain sebagai pemasok devisa, kopi juga berperan
dalam menghidupi Iebih kurang 7 juta petani perkebunan yang terlibat dalam
proses produksinya. Tunmnya pertumbuhan ekspor komoditas ini,
herdampak kepada menurunnya perolehan devisa dan pendapatan para
petani perkebunan kopi. Analisis dengan menggunakan Konstanta Pangsa
Pasar (Constant Market Share-ICMS) dapat memperiihatkan kinerja ekspor
komoditas kopi Indonesia. Dari hasil analisis dapat diketahui pengamh impor
dunia, komposisi komoditas dan daya saing terhadap pertumbuhan ekspor
kopi Indonesia. Berdasarkan pengaruh ketiga fakior tersebut dapat
dipergunakan sebagai masukan untuk menentukan kebijakan selanjutnya. erdasarkan analisis dari hasil perhitungan CMS, diketahui bahwa di
pasar Polandia_ kinelia ekspor extract. etc. of coffee Indonesia Iebih baik
dibandingkan dengan co#ee, not. roasted. Di pasar Jepang, kineria ekspor
coffee, roasted dan extract. etc. of coffee Indonesia, juga Iebih baik
dibandingkan dengan coffee, not roasted. Seperti halnya di Polandia, kurang
baiknya kinelja coffee, not roasted Indonesia di Jepang, juga diakibatkan
karena Indonesia mengkonsentrasikan ekspor komoditas ini ke .Jepang yang
rata-rata pertumbuhan pennintaanya berada dibawah rata-rata permintaan
keseluruhan komoditas yang diimpor Jepang.
Berdasarkan hal-hal tersebut, untuk ekspor coffee, not roasted
Indonesia baik ke Polandia maupun ke Jepang, disarankan untuk
mengkonsentrasikan ekspornya ke pasar yang pertumbuhan kcmoditasnya
relatif Iebih cepat. Disamping itu, diharapkan Indonesia dapat Iebih
mendorong peningkatkan ekspor extract. etc. ofcoffee dengan pertimbangan
bahwa selain Indonesia memiliki daya saing, komoditas ini memiliki nilai
tambah yang tinggi. Hal Iain adalah perlu dilakukannya studi Iebih Ianjut
untuk mengidentitikasikan pengaruh daya saing pada industii kopi Indonesia
untuk membantu pengembangan kebqakan yang tepat sebagai upaya
meningkatkan daya saing komoditas kopi indonesia.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T 5705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deden Muhammad Haris
"Penelitian tentang Analisis Penerimaan dan Administrasi Pajak Daerah di Kabupaten Bogor ini bertujuan untuk menggali-lebih mendalam mengenai penerimaan pajak-pajak daerah yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Bogor selama periode 1998/1999-2004 serta untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan dalam mengelola pajak daerah yang diselenggatakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. Pajak-pajak daerah yang dianalisis terdiri dari Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan., Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Analisis terhadap penerimaan pajak dilakukan dengan cara : pertama menganalisis perkembangan setiap jenis pajak daerah dan total penerimaan pajak daerah Serta kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah. Kedua, menganalisis kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah, laju perkembangannya dan varians penerimaan pajak daerah. Ketiga, menganalisis kinerja pajak daerah, dan trend perkembangannya serta yang keempat adalah pengukuran efektivitas pajak daerah (Tax Effectiveness) dengan menggunakan Tax Performance Index, Sedangkan untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan daerah dengan mengkaji secara kualitatif terhadap unsur-unsur administrasi pajak yaitu lembaga (institution), pegawai (person) dan kegiatan (activities).
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan pejabat terkait mengenai pelaksanaan administrasi perpajakan daerah di dinas pendapatan daerah kabupaten Bogor. Sedangkan data sekunder penulis dapatkan dari Biro Pusat Statistik dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dengan cara studi kepustakaan dan Studi lapangan. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan perkembangan rata-rata total penerimaan pajak daerah sebesar 23,17%. Sedangkan kontribusi masing-masing jenjs pajak daerah adalah sebagai berikut : Pajak Penerangan Jalan sebesar 49,3 5%, Paiak Penggalian Bahan Galian Golongan C sebesar 29,56%, Pajak Hotel dan Restoran sebesar 15,34%, Pajak Reklame sebesar 2,94%, dan Pajak Hiburan sebesar 2,81%. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah selama periode 1998/1999 - 2004 secara rata-rata adalah sebesar 49.35%. Sedangkan varians penerimaan pajak daerah memperoleh angka sebesar 33,24%. Kemudian, analisis kinerja pajak yaitu Tax Effort yang terdiri dari Elastisitas pajak daerah (tax elasticity) sebesar sebesar 0.10% sedangkan Tax Ratio yang diperoleh selama periode tahun 1998/1999-2004 berkisar antara 0.14% hingga 41%, kinerja pajak yang lainnya yaitu Tax Effectiveness berkisar antara 1.01 hingga 1.16 dan Tax Efficiency 20.36% sampai dengan 22.49%. Adapun hasil analisis atas pelaksanaan administrasi pajak daerah adalah sebagai berikut: pertama, tidak adanya penjabaran tugas pada masing-masing seksi dan subseksi, kurangnya koordinasi antar seksi, serta masih ada unit yang pengaturannya belum jelas; kedua., kuantitas dan kualitas pegawai masih dirasakan kurang. Secara kuantitas dan kualitas adalah kurangnya pegawai yang berlatar belakang pendidikan perpajakan atau akuntansi sebanyak 57 orang; ketiga kurangnya koordinasi dengan instansi lain dalam pendataan dan pendaftaran.
Rekomendasi yang diberikan : Dinas Pendapatan Daerah agar lebih menggali lagi penerimaan pajak daerah dengan cara rnelaksanakan intensifikasi pajak daerah dengan cara : memperluas basis- penerimaan, memperkuat proses pemungutan, meningkatkan pengawasan, menlngkatkan efektivitas administrasi. selain itu, disarankan: pertama, membuat penjabaran tugas secara lebih terperinci untuk masing-masing seksi dan subseksi serta membuat pengaturan yang jelas kewenangan dan tugas unit penyuluhan. Kedua, meningkatkan kualitas pegawai yang ada dengan pendidikan formal maupun non formal yang berlatar belakang pendidikan perpajakan atau akuntansi. Ketiga, meningkatkan koodinasi dengan instansi lain yang datanya berkaitan dengan pajak daerah.

The research regarding revenue analysis and local tax administration in Bogor Regency has purpose to gain more tax revenue obtained by Bogor Regency during 1998/1999-2004 periods and to know the implementation of tax administration in managing local tax performed by The Income Service of Bogor Regency. The Local taxes analyzed are Hotel and Restaurant Tax, Entertainment Tax, Advertising Tax, Street Lighting Tax, and Mineral Removal and Processing Tax. Analysis of tax revenue was carried out by : first, analyzing thr development of every local tax and total local revenue tax and contribution of every local tax toward local revenue tax. Second, analyzing contribution of local tax toward original local revenue; its development and variants of local tax revenue. Third, analyzing local tax performance. Fourth, to know the implementation of local tax administration is by studying tax administratively namely institution, employees and activities.
Data used are primary and secondary data. Primary data were gained by interviewing high officials related concerning the implementationof local tax administration at local income service office of Bogor Regency. Whereas secondary data that the writer gained were from central statistical bureau and local income service offices of Bogor regency by conducting library research and field study. Analytical technique used is descriptive qualitative and quantitative methods.
The result of the research shows that the development of average total tax revenue is 23.17%. Whereas the contribution of each kind local tax is as follows: Street ligthing tax is 49.35%, Mineral Removal and Processing Tax is 29.56%, hotel and restaurant tax is 15.34%, advertising tax is 2.94% and entertainment tax is 2.81%. The contribution of local tax toward local original revenue during 1998/ 1999-2004 periods is on average 49.35% whereas variant of local tax revenue is 33.24%. Then, the analytical result of local tax performance that consist of Tax Effort, Tax Effectiveness and Tax Efficiency. Tax Effort consist of Tax Elasticity which its value is 0.1% and Tax Ratio that its range value from 0.14% untill 41%. Another peforrnance local tax is Tax Effectiveness that its range value from 1.01 untill 1.16 and Tax Efficiency that its range value is from 20.36% untill 22.49%. The analytical result of the implemntation of local tax administration is as follows : first, there is no job description at each section and subsection. Second, lack of quantity and quality of employees. It lacks of coordination of education and training that are tax and accounting base. Third, lack of coordination with other institution in collecting data and registration.
The writer suggest that the local income service office explore more tax revenue by carrying out local tax intensification by enlarging revenur basis, strengthening levy process, improving supervison, improving administrative effectiveness. Futhermore, it is suggested that : first, making more specific hob description for each section and subsection and making clear rules of authority and duties for guidance unit. Second, improving the quality employee at formal and non formal education with taxation and accounting education base. Third, improving coordination with other institutions which have data related to local tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sundayani
"Perkembangan industri perdagangan berjangka dewasa ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat dengan bertambahnya perusahaan pialang berjangka yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Begitu pula dengan masih banyaknya perusahaan calon pialang berjangka yang mengajukan permohonan izin pialang berjangkanya kepada Bappebti. Namun demikian, temyata sampai saat ini pun masih banyak praktik perdagangan berjangka yang dapat merugikan nasabah baik yang dilakukan oleh perusahaan pialang berjangka yang telah mendapat izin dari Bappebti maupun perusahaan pialang berjangka ilegal.
Bappebti sebagai Badan Pengawas bertugas melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari sebagaimana tercatat daiam pasat 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 1997 tanggal 5 Desember 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Undang-undang nomor 32 ini didukung oleh Surat Keputusan Kepala Bappebti nomor 07/Bappebti/Kp/X/1999 tentang Perizinan Pialang Berjangka. Surat Keputusan Kepala Bappebti ini sudah berjalan dalam kurun waktu 5 tahun, dan belum pernah dilakukan evaluasi bagaimana pelaksanaannya di lapangan.
Bertitik tolak dari hal-hal tersbut di atas. peneliti mencoba menggali implementasi kebijakan pemerintah tersebut, untuk kemudian dapat diketahui pula bagaimana persepsi masyarakat khususnya pialang berjangka temadap Bappebti, dan bagaimana peran Bappebti sebagai suatu instansi pemerintah dalam industri perdagangan berjangka komoditi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei dengan populasi terhadap perusahaan pialang berjangka yang telah memiliki izin usaha dari Bappebti. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling terhadap perusahaan pialang berjangka yang telah mengajukan permohonan izin ke Bappebti muiai periode 2000 sampai dengan 2005. Untuk mengetahui persepsi perusahaan pialang berjangka terhadap implementasi kebEakan ini, dilakukan evaluasl berdasarkan Kriteria implementasi kebiakan berdasarkan teori Wiliam Dunn. Juga evaluasi terhadap prosedur yang telah dirancang, sumber daya manusialpelaksananya, komunikasi perdagangan berjangka, kepatuhan pialang berjangka, dan efektiviias kebijakan berdasarkan teori "4 tepat" Dwidjowijoto.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kuesioner, hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan peneiiti diketahui bahwa pada dasarnya impiementasi kebijakan perizinan pialang berjangka telah dilaksanakan cukup baik, namun belum optimal. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat, kurangnya kepatuhan pelaku pasar terhadap peraturan yang ditetapkan, serta kurangnya penegakan peraturan perundang-undangan tentang perdagangan berjangka komoditi serta penegakan hukum kepada para pelanggarnya. Prosedur yang dilerapkan dalam proses perizinan pialang berjangka bukan hal yang menentukan berhasil atau tidaknya implemeniasi kebijakan tersebut.
Selanjutnya, untuk penyempurnaan implementasi kebijakan di masa yang akan datang, perlu peningkatan pengawasan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam hal perdagangan berjangka komoditi.

The development of futures trade industry showed quick progress through the increase in futures trade companies registered in The Supervisory Agency of Commodity Futures Trade (or known as Bappebti). It was also the case for a great number of potential futures trade cooporations that propose futures trade broker licenses to Bappebti_ However, it was found out that there was a great number of practices of both licensed and illegal futures trade brokers that deceived the investors.
Bappebti as the Supervisory Agency that conducts day-to-day supervision, regulating and monitoring as stipulated in article 4 Law Number 32 Year 1997 regarding Comodity Futures Trade. The Law Number 32 is supported by Bappebti Chairman?s Decree Number 07/Bappebti/Kp/XH999 concerning Future Brokers License which had been implemented within five (5) years period, and yet it had never been evaluated as to how it was implemented in reality.
Based on the above mentioned facts, the researcher attempted to explore such government policy implementation, which was then able to find out the society perceptions particularly those of futures trade brokers towards Bappebti and what were the roles of Bappebti as a government institution in the commodity futures trade industry. The method used in this research was survey method with the population of futures trade corporations that possessed licenses from Bappebti. As for the technique of sampling data Collection the researcher used purposive sampling towards the futures trade corporations that possessed licenses from Bappebti from years 2000 until 2005. To find out the corporate perceptions towards the implemention ot the policy, it was necessary to conduct an evaluation based on the policy implementation criteria of William Dunn theory. The evaluation was also conducted towards the designed procedures, human resource performance, futures trade communication, obedient level of futures trade brokers, and policy effectiveness based on the four accurate theory of Dwidjowijoto.
Based on the results of the analysis of the questionnaires, of the interviews and of documents analysis done by the researcher, it showed that generally the policy implementation of futures trade brokers licensing had been done relatively well but not yet done optimumly. This occurred due to the less intensive socialization program to the society, lack of submission of market actors towards stipulated regulations, and lack of upholding the rules of Laws regarding commodity futures trade as well as lack of law enforcement to the violators. Stipulated procedures applied in the process of licensing the futures trade brokers did not guarantee the success or the unsuccess of the implemented policy.
Next, to improve the policy implementation in the future, it was necessary to increase monitoring towards the submission of the prevailing rules of the commodity futures trade.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhana Isworo
"
ABSTRAK
Pemanfaatan besi tuang sebagai material teknik saat ini telah berkembang dengan pesat. Penelitian tentang besi tuang terus dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanis yang lebih baik. Salah satu jenis besi tuang yang banyak digunakan, termasuk sebagai material otomotif, adalah besi tuang nodular.
Material ini banyak dipilih karena mempunyai sifat mekanis dan sifat fisik (Mechanical and Physical Properties) yang sangat baik, serta dapat menggantikan komponen baja. Salah satu pemanfaatan besi tuang nodular dalam bidang otomotif adalah sebagai material Crank Shaft.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan sifat ketahanan fisik yang dimiliki material besi tuang nodular tanpa penambahan unsur Cu yang dilakukan proses nomlalisasi dan material besi tuang nodular dengan penambahan unsus Cu sekitar 1% tanpa dilakukan proses nonnalisasi sebagai material Crank Shalt.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian fatik untuk (1) material besi tuang nodular tanpa penambahan unsur Cu yang dinormalisasi ; (2) material besi tuang nodular dengan penambahan sekltar 1% unsur Cu tanpa dilakukan proses normalisasi- Pengujian dilakukan dengan mesin uji Rotating Bending Fatigue Compiitely Reversed Stress (R = -1) pada kodisi STP. Metode pengujian dilakukan sesuai standar JIS 2273 dan ukuran sampel uji sesuai standar JIS 2274.
Hasil yang didapat dari pengujian kedua material tersebut temyata menunjukkan sifat ketahanan lelah yang berbeda, dimana batas kekuatan fatik (Fatigue Limit) lebih tinggi sekitar 59% dari pada material tanpa penambahan unsur Cu yang dinormalisasi Sedangkan dari gralik S - log N terlihat bahwa umur fatik (Fatigue Liife) material dengan penambahan unsur Cu tanpa dilakukan proses nomlalisasi lebih lama dari pada material tanpa penambahan unsur Cu yang dlnormalisasi serta material besi tuang nodular dengan penambahan Cu sekitar 1% layak sebagai material Crank Shaft.
"
1997
S36205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steve Handoyo Gunawan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>