Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aria Sabarria
"Perkembangan kota dan sulitnya kehidupan ekonomi di desa yang mendorong mengalirnya pencari kerja dari desa ke kota, pada gilirannya membentuk pasar tenaga kerja sektor informal perkotaan. Dinamika dan mekanisme pasar tenaga kerja tersebut ditentukan oleh dua komponen utama yaitu komponen internal (kondisi ekonomi sosial di desa asal, alasan dan tujuan bermigrasi, kondisi ekonomi dan sosial di tempat kerja, karakteristik pasar tenaga kerja sektor informal) dan komponen eksternal (pertumbuhan kota yang pesat, peluang kerja sektor informal yang luas, proses migrasi urbanisasi).
Pembantu rumah tangga adalah tenaga kerja sektor informal yang utama dibutuhkan di sektor rumah tangga di perkotaan (permukiman). Permintaan akan pembantu pada rumah tangga mampu di pemukiman perkotaan cukup tinggi karena volume pekerjaan rumah tangga di lingkungan tersebut cukup besar, dan tak mampu diselesaikan sendiri oleh penanggung jawabnya, yaitu majikan wanita. Penawaran akan tenaga pembantu rumah tangga di pemukiman perkotaan cukup tinggi pula, karena di desa asal sulit diperoleh pekerjaan dengan upah memadai
Mudahnya pembantu memperoleh pekerjaan serta majikan mendapat tenaga pembantu berkat adanya perantara, yang umumnya adalah para pembantu jugs. Perantara merupakan orang penting (berjasa) yang turut menjaga tetap terpenuhinya permintaan serta penawaran tenaga pembantu di dalam pasar tenaga kerja di sektor rumah tangga di pemukiman perkotaan. Hal tersebut dimungkinkan berkat adanya ikatan kekerabatan semu (pseudo kinship) serta hubungan kekerabatan yang selalu terjalin diantara pars pembantu dengan sanak saudara dan teman sekampung asal.
Pekerjaan rumah tangga merupakan jenis pekerjaan yang sudah pasti dapat dikerjakan oleh pembantu rumah tangga. Ciri informal melandasi kegiatan pekerjaan dan penggunaan tenaga kerja pembantu rumah tangga. Bermacam persepsi tak menguntungkan bagi pembantu tak menyusutkan anus penawaran akan pembantu karena tetap tingginya permintaan. Dinamika dan mekanisme pasar tenaga kerja pembantu rumah tangga terus berjalan.
Desa Cinere, sebagai wilayah pinggiran kota yang berkembang pesat menjadi- kawasan pemukiman baru, merupakan daerah sasaran tempat bekerja pembantu. Hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan RW 14 desa Cinere adalah:
- Penggunaan 291 orang pembantu pada 183 KK/rumah tangga menunjukkan ketergantungan pada pembantu akan penanganan pekerjaan rumah tangga majikan di kota cukup besar dan selalu terpenuhi.
- Jumlah wanita dari desa yang menggantungkan hidup di sektor rumah tangga di perkotaan cukup besar pula.
- Faktor-faktor non ekonomi ikut mendorong (mempengaruhi) perginya para wanita pencari kerja dari desa ke kota.
- Penggunaan tenaga pembantu pada rumah tangga mampu di kota merupakan cara terbaik yang saling menguntungkan untuk dapat keluar dari kesulitan masing-masing.
- Peluang kerja yang disukai pembantu adalah tempat dan suasana kerja yang membuat betah pembantu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Amir Syamsu
"Dimanapun suatu kelompok masyarakat berdiam pada seat itu akan terdapat sistem medis khas setempat yang dikembangkan (mungkin) setua komunitas itu sendiri. Salah satu unsur sistem medis itu adalah obat-obatan yang digunakan menanggulangi berbagai kesakitan (illness) seperti yang mereka pahami. Karakteristik sifat dan penggunaan obat-obatan khas lokal atau farmakopea tradisionall senantiasa berbeda menurut perbedaan satuan masyarakat pemiliknya. Secara umum terdapat dua anasir penting dari etnofarmakopea, yakni tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai bahan racikan obat. Dominasi material obatobatan itu lebih ditentukan oleh ciri--ciri lingkungan alam setempat atau ketersediaan sumberdaya di sekitar masyarakat itu sendiri.
Desa yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di sekitar hutan, tepatnya di pinggir kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dimana pada gilirannya kondisi objektif itu mengarahkan penduduk lokal untuk secara leluasa mendayagunakan sumberdaya."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sainal
"Perilaku kesehatan yang dijalankan oleh seseorang atau PUS dalam siklus reproduksi, merupakan tema perhatian dalam tulisan ini. Kondisi itu muncul karena didasarkan oleh adanya kenyataan, bahwa berbagai masalah gangguan kesehatan reproduksi yang dialami oleh masyarakat dewasa ini banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor perilaku yang mereka wujudkan dalam menjalankan kegiatan dan proses reproduksi mereka.
Perilaku atau perilaku kesehatan yang ditunjukkan atau ditampilkan oleh seseorang atau suatu kelompok masyarakat tidak bersifat tunggal (berdiri sendiri), tetapi "ia" terlahir atau terwujud dari adanya gagasan-gagasan, harapan-harapan, keinginan-keinginan, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan dan kepercayaan dengan kata lain kebudayaan yang dianut oleh individu atau kelompok masyarakat yang bersangkutan. Kebudayaan inilah yang mendasari sikap dan perilaku pendukungnya dalam menata kehidupan kesehatan reproduksinya.
Namun masalahnya, kebudayaan yang berkenaan dengan kesehatan reproduksi yang dianut oleh suatu komunitas pendukungnya, tidak selamanya berpengaruh baik (positif) terhadap kehidupan kesehatan reproduksi mereka. Bahkan sebaliknya, justru ada yang berpengaruh buruk (negatif). Demikian pula, bahwa tidak selamanya individu-individu bertindak atau berperilaku berdasarkan pada pola-pola kebudayaan ideal (normatif) yang ada dalam masyarakatnya. Implikasinya, bahwa penyimpangan perilaku, dalam hal ini adalah perilaku yang merugikan kesehatan adalah kenyataa-kenyataan empirik yang terdapat dalam suatu komunitas dan kebudayaan, sebagai akibat dan pengaruh dari proses sosialisasi dan enkulturasi nilai-nilai kebudayaan kesehatan modern yang berkenaan dengan kesehatan reproduksi tidak terpahami secara baik. Konsepsi kebudayaan yang mendasari munculnya perilaku kesehatan yang mereka jalankan dalam siklus reproduksi, tersebut, apakah itu dalam bentuk yang menguntungkan ataupun dalam bentuk yang merugikan, mereka sadari atau tidak, dan masalah kesehatan reproduksi yang diakibatkannya merupakan fenomena yang ditelusuri dalam tesis ini, dengan mengambil setting penelitian pada Komunitas Bugis Alitta di Sulawesi selatan.
Melalui studi ini ditemukan, bahwa masalah-masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh warga atau PUS dalam komunitas Bugis Alitta banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh perilaku kesehatan yang mereka jalankan dalam siklus reproduksinya sebagai wujud dari kebudayaannya, baik yang mereka sadari/ketahui maupun yang mereka tidak sadari/tidak ketahui merugikan ataupun menguntungkan kondisi kesehatan reproduksi mereka."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akin Duli
"Penelitian ini berjudul "Peninggalan Megalitik di Sillanan, Kabupaten Tana Toraja, Propinsi Sulawesi Selatan, Suatu Rekonstruksi Masyarakat atas Dasar Kajian Etnoarkeologi". Pemiihan topik tersebut, dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu pertimbangan keilmuan, daerah tersebut belum pernah diteliti secara arkeologis, potensi data arkeologis dan data etnografi, data arkeologis yang kompleks dibanding situs lainnya di Tana Toraja, adanya kepercayaan masyarakat bahwa daerah tersebut sebagai kampung tertua, penyelamatan data arkeologi, dan keterjangkauan dalam mengumpulkan data, waktu dan biaya.
Temuan yang didapatkan, adalah : menhir (bentuk, tata letak, komposisi berbeda), lumpang batu, lesung batu, altar batu, tahta batu, temu gelang, umpak, batu angsa, teras berundak, pagar batu, karopik, batu batu monolit, dan hang. Temuan-temuan tersebut, tersebar pada enam situs, yaitu situs Tongkonan Layuk, situs Pakpuangan, situs Rante Simbuang, situs Bubun, situs 'Rante Sarapuk, dan situs Liang. Berdasarkan variabilitas temuan tersebut, maka permasalahan yang sangat mendasar adalah fungsi masing-masing temuan dan situs, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pola keletakan temuan dan situs.
Tujuan penelitian ini secara umum, adalah untuk merekonstruksi kehidupan komunitas di daerah Sillanan pada masa lampau. Secara khusus tujuan penelitian ini, adalah untuk merekonstruksi sebahagian kecil dari sistem religi komunitas di daerah Sillanan pada masa lampau, terutama sistem religi yang erat kaitannya dengan unsur-unsur peninggalan budaya fisik. Dalam hal ini, adalah merekonstruksi tentang fungsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena peninggalan budaya tersebut.
Metode penelitian yang dipergunakan, adalah dengan pendekatan konsep religi dengan interpretasi berdasarkan metode etnoarkeologi. Langkah-langkah penelitian, adalah pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi data.
Hasil dari penelitian ini, adalah :
1. Inventarisasi data :
a. Situs Tongkonan Layuk : menhir (basso, tumpuang, pesungan banek), lumpang, lesung, umpak, temu gelang, tahta batu, pagar batu, teras berundak, dan fragmen gerabah. Situs ini secara umum berbentuk terasan berundak, terdiri dari tiga teras, yaitu teras I, teras II sembilan petak, teras III tiga petak.
b. Situs Pakpuangan : lumpang batu, menhir pesungan banek, dan batu angsa. Secara umum situs ini berbentuk terasan berundak, yang terdiri dari tiga teras.
c. Situs Rante Simbuang : menhir ,smbuang, karapik, batu-batu monolit. Situs ini berbentuk tanah lapang.
d. Situs Bubun : tiga buah menhir jenis pesungan banek, bentuk situs adalah empat persegi panjang.
e. Situs Rante Sarapuk : menhir jenis pesungan banek dan altar batu. Bentuk situs adalah lapangan memanjang timur-barat.
f. Situs Liang : Jiang sillik, Jiang erong, Jiang tokek, Jiang pak, patane, dan kandean dulang, wadah erong berbentuk kerbau, perahu, dan persegi. Situs ini berada di tebing perbukitan batu gamping.
2. Hasil Pembahasan
Hasil interpretasi, dapat diketahui fungsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola keletakan masing-masing temuan dan situs, sebagai berikut :
a. Temuan yang menjadi fokus utama pada situs Tongkonan Layuk, situs Pakpuangan, situs Rante Simbuang, situs Bubun, situs Rante Sarapuk, adalah menhir, sedangkan temuan-temuan lainnya seperti lumpang, lesung, altar, batu angsa, temu gelang, hanyalah sebagai sarana pundukung dalam pelaksanaan upacara.
b. Fungsi menhir, erat kaitannya dengan bentuk, tata letak, komposisi, dan konteks.
c. Fungsi temuan dapat dikelompokkan atas :
- Sarana upacara pemujaan, seperti : menhir pesungan banek, menhir basse, menhir tumpuang, altar batu, batu angsa, lumpang batu, dan kandean dulang.
- Sarana upacara intekrasi dan pengukuhan sosial, seperti menhir basse, menhir simbuang, dan tahta batu.
- Batas antara daerah sakral dan profan, seperti : menhir turnpuang, susunan batu terrmu gelang, dan pagar batu. Sarana upacara kematian, seperti menhir simbuang dan karopik
- Aktivitas keseharian (profan), seperti : lumpang no. 1, lesung batu, umpak batu, dan fragmen gerabah.
- Sarana penguburan, seperti karopik, hang, dan wadah kubur erong.
d. Fungsi masing-masing situs, adalah :
- Situs Tongkonan Layuk, sebagai situs pemukiman dan upacara
- Situs Pakpuangan sebagai situs pemujaan kepada Puang Matua
- Situs Rante Simbuang sebagai situs upacara kematian Situs Bubun sebagai - - - Situs upacara pemujaan kepada Puang Matua
- Situs Rante Sarapuk sebagai situs upacara pemujaan kepada Deata
- Situs Liang sebagai situs penguburan.
e. Dalam kepercayaan otang Toraja, antara alam fana dan alam baka tidak jelas batas dan perbedaannya secara tegas dapat dilihat pada pola pemukiman dan pola tata letak kubur, stratifikasi sosial dan stratifikasi dewa (arwah leluhur).
f. Refleksi stratifikasi sosial, secara simbolis tampak pada menhir, tahta batu, bentuk-bentuk //wig, bentuk dan tats letak wadah kubur (erong), fungsi ruang tertentu seperti teras-teras dan petak-petak.
g. Pola keletakan temuan dan situs, sangat dipengaruhi oleh fungsi dan peranan yang diatur oleh konsep kosmologi yang dipahami oleh masyarakat pendukungnya sebagai sistem gagasan. Kosmos dibagi atas : timur - barat, utara - selatan, atas -- bawah. Kehidupan manusia adalah alam antara, sebagai keseimbangan dan keselarasan yang berpusat pada Tongkonan sebagai simbol kosmos (mikrokosmos).
h. Tongkonan sebagai simbol dari tokoh adat, dengan demikian yang menjadi pusat dari mikrokosmos adalah tokoh adat itu sendiri."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T1608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Setiawati
"Ada banyak, kajian tentang Kebudayaan .Korporat yang ditinjau dari sudut pandang ekonomi yang memperlihatkan betapa pentingnya peran Kebudayaan Korporat di dalam menunjang keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. Sementara Kebudayaan Korporat pada suatu perusahaan atau organisasi yang ditinjau secara antropologi masih sangat jarang diteliti terutama dari kalangan antropolog sendiri.
Sementara di masyarakat luas ada semacam 'salah kaprah' dalam memahami makna kebudayaan. Kebudayaan sering dianggap sebagai suatu yang konkrit, yang jelas Batas-batasnya.. Dengan demikian kebudayaan sering dibayangkan sebagai sesuatu yang utuh, mandek dan sebagai suatu warisan harus diturunkan secara-turun temurun untuk dilestarikan. Menurut Umar Kayam (1996), kebudayaan sebagai suatu proses dialektika yang dinamis. la bergerak berproses lewat dialog -atau 'konflik atau tawar-menawar antara berbagai tesa dan anti tesa untuk kemudian mencapai suatu penyesuaian yang disebut sintesa, Tetapi begitu sintesa tersebut mendapatkan sosok yang mantap dan berubah menjadi suatu tesa baru akan segera ditawar, dikritik oleh antitesa baru, hingga proses dialektika tersebut akan terus bergulir mencapai sintesa menuju status sosok kemapanan sementara.
Begitu halnya dengan Kebudayaan Korporat pada perusahaan, tidak begitu saja dapat direkayasa oleh pengusaha apapun. Hal ini karena perusahaan adalah, bagian dari sistem ekonomi dan sistem perdagangan. Dari sistem-sistem tersebut akan terlihat dalam berbagai polemik dan tarik tambang antara berbagai tesa dan anti tesa.
Dengan demikian Kebudayaan Korporat telah didayagunakan sebagai salah satu perangkat. Manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan. Bukan hanya sebagai pembentuk identitas perusahaan dan berfungsi sebagai pengukuhan jati diri organisasi Agar semakin mantap. Tetapi lebih dari itu, Kebudayaan Korporat dapat di manfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing perusahaan, Kebudayaan Korporat bukan lagi sejarah perusahaan dalam meraih sukses, tetapi sebuah rekayasa manajemen untuk berkompetisi di arena global."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Basir Said
"Dukun sebagai bagian struktur sosial dalam kehidupan sosial sekarang ini, tetap fungsional sebagai pengobat dan penyembuh penyakit. pada orang Bugle Makassar di Kota Madya Ujung Pandang. Walaupun secara fungsional, dukun bukanlah satu-satunya sistem media yang ada di kota tersebut, yakni ada sistem media modern (kedokteran).
Dalam kenyataan sosial sistem media Modern (kedokteran) lebih formal dan lebih ilmiah, lebih lengkap sarana dan prasarananya, serta keberadaannya ditunjang oleh dukungan penentu kebijakan. Bahkan tujuan dari keberadaan sistem media modern (kedokteran) adalah diharapkan agar dapat menggeser dan menggantikan kedudukan sistem media Kedukunan.
Secara teoritis, kanyataan seperti di atas dapat dikatakan akan menggeser dan mendesak kedudukan dan fungsi sistem media kedukunan, namun kenyataannya tidaklah demikian, karena keberadaan dukun secara fungsional sebagai pengobat dan panyembuh penyakit masih tetap dibutuhkan: Dalam kehidupan sosial di kota Madya Ujung Pandang, fungsi sistem media kedukunan masih tetap dibutuhkan, walaupun sistem media modern (kedokteran) di kota tersebut audah semakin maju dan lengkap.
Kenyataan seperti tersebut di atas itulah yang mendasari penelitian tesis ini, dengan mengarahkan objek penelitian pada latar balakang yang mendasari para pelaku sistem media kedukunan Bugle Makassar, sehingga tetap bertahan menjalankan fungsinya dan faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi keberadaan sistem tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Artining Anggorodi
"ABSTRAK
Pada masa kini, para wanita yang bekerja di luar rumah semakin meningkat jumlahnya. Untuk kondisi di Indonesia hal tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (1) karena semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sehingga mereka tentu saja ingin memasuki lapangan pekerjaan yang tersedia di masyarakat untuk memanfaatkan jerih payah pendidikan yang ditempuhnya; (2) karena kebutuhan dalam keluarga, sehingga para wanita pun harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.
Faktor kedua inilah rupanya yang menjadi penyebab mengapa banyak para wanita bekerja diluar rumah, dan ini terjadi di desa Cimandala. Umumnya mereka bekerja di sektor industri, yaitu menjadi buruh pabrik dengan penghasilan per bulan Rp. 250.000,- yang dibayarkan secara dua mingguan. Dengan bekerjanya wanita di luar rumah, maka tidak ada yang menyediakan dan memasak makanan di rumah.
Jalan yang ditempuh para wanita tersebut dengan membeli makanan jadi yang tersedia di warung-warung makan, baik yang dekat rumah maupun warung yang berada di dekat pabrik, tempat para wanita tersebut bekerja. Sehingga menimbulkan hubungan ketergantungan antara para wanita pekerja pabrik dengan warung makan. Para wanita pekerja pabrik membutuhkan jenis makanan yang tersedia di warung makan untuk makan.keluarganya, dan warung makan pun mempunyai keuntungan dengan adanya langganan yang sering membeli makanan yang tersedia di warungnya.
Hal tersebut nemungkinkan menimbulkan resiko
kesehatan, yaitu: (1) kbersihan dan makanan yang
dijual di warung makan; (2) komposisi makanan yang
tersedia di warung makan, apakah sudah mencukupi
Dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari, peranan ibu biasanya paling berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan keluarga, mengingat ibulah yang mempersiapkan makanan mulai dari mengatur menu, berbelanja, memasak dan menyiapkan serta menghidangkan jenis makanan tertentu sangat mempengaruhi jenis hidangan yang disajikan setiap hari.
Demikian pula halnya seperti yang dialami oleh kedelapan informan di desa Cimandala, kampong Mandalasari. Kedelapan informan tersebut mempersiapkan makanan bagi keluarganya dengan cara membeli makanan yang sudah jadi di warung makan di dekat tempat tinggal mereka.
Pemilihan makanan dilakukan atas dasar selera para anggota keluarga (anak, suami dan diri ibu itu sendiri); harga makanan yang disesuaikan dengan kemampuan; keterbiasaan sewaktu masing tinggal bersama sedikit banyak akan mempengaruhi pemilihan makanan tersebut; rasa makanan pun mempengaruhi seseorang dalam memilih makanannya, serta apakah makanan tersebut cukup mengenyangkan atau tidak
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didiek Supriyadi
"ABSTRAK
Asuransi Kesehatan ialah suatu sistem dalam pembiayaan kesehatan dimana dilakukan pengelolaan dana yang berasal dari iuran teratur peserta untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan peserta.
Dalam pelaksanaannya Asuransi Kesehatan Pemerintah yang dikelola oleh PT (Persero) Askes dikenal ketentuan paket tarif perawatan untuk rawat jalan maupun rawat nginap di rumah sakit yang ditunjuk.
Rumah Sakit Kepolisian Pusat adalah fasilitas kesehatan ABRI yang mengikuti program pelayanan Askes. Sebagai Rumah Sakit ABRI maka pelayanan Askes disini juga dimanfaatkan oleh peserta Askes yang berasal dari mantan pejabat ABRI yaitu para Purnawirawan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya selisih tarif untuk rawat nginap purnawirawan sehubungan dengan adanya perbedaan-perbedaan ketentuan antara lain tarif rumah sakit dibandingkan ketentuan tarif Askes.
Dengan dilakukan penelitian ini maka diketahuilah faktor-faktor yang berhubungan dengan selisih tarif tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang merupakan Cross-Sectional Study pada periode satu tahun (1992).
Dengan bantuan Analisis Statistik Parametrik dan Non Parametrik maka 3 variabel karakteristik pasien rawat nginap (purnawirawan) yang diduga secara teoritis berhubungan dengan terjadinya selisih tarif perawatan terbukti mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa selisih tarif rawat nginap Purnawirawan berhubungan dengan golongan Kepangkatan yang menentukan kelas perawatan, Kelengkapan Administrasi Tagihan Askes dan Jenis Pelayanan Medik.
Disarankan agar Rumah Sakit Kepolisian Pusat dapat mengambil langkah kebijaksanaan melalui instansi terkait secara berjenjang untuk mengusulkan kenaikan tarif Paket Askes, mengupayakan pengakuan PT. Askes terhadap ketentuan akomodasi kelas perawatan Purnawirawan seperti di Rumah Sakit Pemerintah lainnya, menetapkan petugas khusus dalam pelayanan administrasi Askes untuk menjamin kelengkapan berkas tagihan dan tetap menjaga mutu pelayanan medik paket Askes walaupun tarifnya jauh di bawah tarif rumah sakit.

ABSTRACT
The health insurance is the system of funding health where performed fund management which come from regular premium of participants for funding health care that needed the participants.
In its realization, government health insurance that performed by Health Insurance Ltd. (PT. Askes) known certainty set of health services rate for ambulatory services and inpatient services in hospital which indicated.
The Central Indonesian National Police Hospital (Rumah Sakit Kepolisian Pusat) is health care facility of Indonesian Armed Forces which follows health insurance program. As Indonesian Armed Force Hospital, so health insurance treatment here, it is also made use of participants who come from ex position of Indonesian Armed Forces Officers (Purnawirawan). This research is aimed to know how big the difference of rate for inpatient services of Purnawirawan relating to any difference of certainty like hospital rate compared with certainty of health insurance rate.
By making this research, so we know the factors that related to that the difference of rate.
A kind of this research is analytical survey research that forms Cross-Sectional Study in one period (1992).
By helping statistic parametric analyze and non parametric, so any 3 variables characteristic of inpatient services (Purnawirawan) who expected theoritically that related to any difference of treatment rate have signify relation statistically.
This research summarizes that the difference rate of inpatient services of Purnawirawan related to the group of rank that determine the treatment class accommodation, administration supplements of health insurance claim and a kind of medical care.
Suggested that the Rumah Sakit Kepolisian Pusat can take wisdom step through connected instance gradually for suggestion of set of rate increase of health insurance, strive for acknowledgement PT. Askes about certainty of treatment class accommodation of Purnawirawan like another government hospital, determine specific official in health insurance administration for guarantee a file of claim supplement and firmly to keep the quality assurance of medical care of set of health insurance although its rate is cheaper than hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Victor
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kaleb Edward Wanane
"Karya tulisan ini membicarakan keseimbangan dari pertambahan penduduk yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah anak (bayi) yang lahir hidup atau pertambahan tingkat fertilitas dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk melalui upaya penurunan tingkat fertilitas (kelahiran bayi yang nyata) oleh pemerintah lewat pelayanan program keluarga berencana (KB) dan pelayanan kesehatan.
Dalam konteks upaya pengurangan jumlah penduduk itu dilaporkan tingkat fertilitas sudah turun, tetapi dalam kenyataan penduduk bertambah terus secara alami karena tingkat kelahiran yang masih tinggi. Hal ini mengartikan upaya penurunan fertilitas yang dilakukan itu lebih banyak gagal ketimbang berhasil.
Kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas, umumnya lebih banyak didominasi oleh model-model sosiologi dan ekonomi. Masing-masing model itu di satu sisi berjalan sendiri-sendiri, bahkan terdapat perbedaan yang mendasar dalam model-model tersebut. Di lain sisi juga terdapat upaya penggabungan dari model-model tersebut sehingga terwujud sebagai pendekatan antarbidang. Seperti, misalnya, yang ditunjukan Terence Hull (1976), atau Singarimbun, dkk (1976) yang memfokuskan unit analisis-nya pada preferensi yang memperhitungkan variabel sosial dan ekonomi sebagaimana diduga akan mempengaruhi proses pembuatan keputusan keluarga (individu) sebagai sebuah model pendekatan untuk kajian fertilitas. Dalam model-model pendekatan itu, penekanan sasaran analisisnya terletak pada selera keluarga sebagai individu dalam hal pengambilan keputusan, disamping memperhitungkan variabel harga (price) dan pendapatan (income).
Kebudayaan asal dan sistem kekerabatan sebagai variabel babas yang mengikat keluarga itu tidak diperhitungkan secara sungguh-sungguh, dan atau kalau juga diperhitungkan, hanya diperlakukan sebagai kembangan saja dari model-model kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat Barat [Eropa-Amerika].
Karya tulisan ini bertujuan untuk mau memperlihatkan penting inkorporasi analisis kebudayaan (asal), sistem kekerabatan, dan peranan laki-laki dalam fertilitas patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh (utuh) dalam model-model teoritikal fertilitas yang selama ini dilakukan. Perhitungannya, harus dimasukkan sebagai bagian yang integral dari model kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas.
Siatem kekerabatan yang mengikat dan mengatur keluarga itu sebagai suatu model pengetahuan saling berhubungan kait-mengkait dan mempengaruhi model-model pengetahuan lainnya yang terdapat dalam kebudayaannya. Seperti, model-model pengetahuan normatif dan ideal yang ditekankan dalam kebudayaan (asal) dan diterapkan melalui kekerabatan sebagai pedoman (petunjuk) tentang apakah peranan laki-laki, dan atau perempuan dalam fertilitas.
Di dalam kasus keluarga orang Meybrat di daerah Kepala Burung-Irian Jaya yang dideskripsikan ditemukan ditemukan sejumlah premis-premis budaya yang memperlihatkan betapa besarnya peranan laki-laki dalam fertilitas sebagaimana dipengaruhi oleh kebudayaan dan sistem kekerabatan yang mewarnainya. Premis-premis budaya itu,antara lain:
pertama, kebudayaan asal orang Meybrat amat menekankan pentingnya berkembang-biak, memperbanyak keturunan, dan meningkatkan kualitas keturunan untuk meningkatkan martabat nenek moyang. Penekanan itu dioperasionalkan melalui sistem kekerabatan yang menekankan keharusan memperoleh keturunan melalui berbagai petunjuk yang ada dalam kebudayaannya. Petunjuk-petunjuk itu mencakup persetubuhan, perkawinan dan pembayaran harta maskawin, peranan laki-laki dan peranan perempuan, pria atau wanita yang cocok dijadikan pasangan hidup untuk kebahagiaan secara biologis, sosial dan kebudayaan;
kedua, kehamilan dan kelahiran anak (hasil reproduksi) yang nyata dari seorang wanita (isteri) yang disebut fertilitas dalam pengertian demografi itu, dalam konteks kebudayaan orang Meybrat ditanggapi sebagai "regenerasi kosmos" yang terjadi dengan memadukan "tenaga pria (semen atau kejantanan laki-laki)" dan "kesuburan wanita" . Mereka mengatakan bahwa hubungan seksuil (persetubuhan) wanita dengan seorang pria memang merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kehamilan dan kelahiran anak, tetapi animasi dari potensi si calon ku-mes(anak bayi) yang dibentuk oleh sintesa dari tenaga pria (semen) dan kesuburan wanita (cairan) merupakan suatu yang jauh lebih luas bersifat "spirituil", dan bukan bersifat "fisik yang nyata". Bandingkan upacara-upacara lingkaran hidup (life cycle), seperti upacara neche-mamas (kematian) yang dilakukan, serentak bersamaan dengan itu juga diselenggarakan serangkaian upacara-upacara kontak perkawinan, peminangan gadis, pembayaran harta maskawin, pemberian kain timur dari laki-laki yang serentak pula dibalas dengan pemberian makanan dari wanita, serta upacara pemberian ru-re yang akan segera dibalas pula dengan upacara transaksi tukar-menukar ka i n t imur antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Perwujudan upacara-upacara kematian yang berlawanan dengan upacara upacara-upacara perkawinan itu merupakan upaya-upaya di dalam rangka orang harus masuk ke dunia bawah guna memperoleh kehidupan atau kelahiran baru (anak, ekonomi, dsb). Di dalam upaya memasuki dunia-bawah (persetubuhan), serentak masuk bersamaan ke dalam kontak perpaduan semen (sperma) dan cairan (kesuburan) itu roh leluhur kepada kehidupan baru atau kelahiran kembali. Dunia-bawah yang ditanggapi sebagai sumber asal kehidupan manusia itu dipandang sama dengan dunia kewanitaan (kesuburan) yang disebut dengan konsep ko (vagina = wanita = ibu-asal) sumber segala kehidupan (anak, ekonomi, sosial, politik, keagamaan).
Jadi orang Meybrat melihat kejadian itu dalam suatu bantuk berpikir dialektika, yang mengacu kepada ajaran Hegel, yang mengatakan bahwa "segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan dua hal (unsur) dan menimbulkan hal-hal (unsure-unsur) yang lain. Metaforiknya, manusia sebagai superorganik dari budaya yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi keseluruhan jaringan kehidupan. Maksudnya, sebagian dari unsur-unsur budaya berasal dari hasil hubungan antarmanusia dengan lingkungan, dan sebagian lainnya berasal dari proses adaptasi budaya terhadap lingkungan;
ketiga, hubungan kekerabatan yang terwujud di dalam sistem kekerabatan orang Meybrat, yang disebut tafoch ditanggapi sebagai "api" atau "jantung" dari struktur sosialnya. Orang-orang yang menarik diri dari kahidupan kekerabatan yang penting itu, dipandang sebagai penghianat dan tidak bermoral terhadap kesetiaan kerabat. Sikap pengunduran diri seseorang dari hubungan kekerabatan itu merupakan kejahatan besar. Orang-orang (keluarga) bersikap demikian biasanya diharapkan harus segera dibarengi dengan kematian daripada hidup lama di dunia". Kekerabatan diketahui sangat penting sebagai perangkat adaptasi, guna memperoleh sumber-sumber ekonomi, sosial dan politik, kesehatan dan pendidikan di dalam masyarakat umum. Prinsip orientasi keluarga conjugal yang betul-betul mandiri seperti pada masyarakat Barat tidak terdapat di dalam masyarakat sosial orang Meybrat
keempat, sistem kekerabatan sebagai pembawa amanah dari kebudayaan asal menekankan keharusan untuk meneruskan keturunan, dan keharusan itu harus dimainkan oleh seorang laki-laki dalam struktur kekerabatan orang Meybrat yang berdasarkan prinsip patrilineal. Orientasi nilai orang laki-laki dalam kebudayaan asal orang Meybrat dipandang sebagai "makluk tertinggi (Yefoon) dan "tokoh sakti"(taqu) yang memberi benang penghubung (yang hidup) antara janin dan tembuni. Tanpa animasi itu si calon bayi yang dibentuk oleh sintesa dari semen (sperma) dan cairan (kesuburan) tidak akan terjadi sesuatu hubungan antara janin dan tembuni. Lak i - laki merupakan kepanjangan tangan keluarga yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang membawa amanah kebudayaan asal untuk memainkan peranan sebagai pejantan yang sangat dibutuhkan oleh seorang wanita untuk mengembangkan kesuburannya menjadi kongkrit dan mendapat status di masyarakat luar. Meskipun wanita merupakan tokoh yang dominan dalam kebudayaan dan kekerabatan orang Meybrat, tetapi dia tetap dapat mengakui bahwa dia sangat membutuhkan seorang seorang laki-laki sebagai animator (pemain lawan) guna mengubah kekuatan-asal (potensi)nya yang abstrak itu menjadi kesuburan yang kongkrit, yaitu hamil dan melahirkan anak-anak bagi kelangsungan keturunan.
kelima, peranan pendidikan modern belum mampu merubah nilai- nilai budaya yang menjadi orientasi keluarga orang Meybrat, khususnya peranan laki-laki dalam fertilitas bagi kelangsungan keturunan. Hal ini terungkap dalam sikap terhadap program KB dan peranan laki-laki di bab VI. Dalam konteks ini, peranan laki-laki dalam pendekatan kajian penurunan fertilitas sangat besar ketimbang wanita yang dijadikan sebagai obyek kajian fertilitas dalam kebijaksanaan program keluarga berencana (KB)."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>