Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sukiat
"Tujuan penelitian ini adalah meneliti faktor-faktor apa saja yang terkandung pada konsep tanggung jawab, dan mengembangkan alat ukurnya. Penelitian ini dilakukan oleh karena sejauh ini konsep tentang tanggung jawab perlu diperjelas mengingat tanggung jawab sangat berperan daIam setiap aspek kehidupan manusia, khususnya dalam bidang profesi psikologi. Dalam kaitannya dengan profesi psikologi sangat esensial bahwa para ahli psikologi mampu menjalankan profesinya secara bertanggung jawab sesuai dengan Kode Etik Sarjana Psikologi dan mampu memberikan pelayanan kepada pemakai jasa psikologi dalam mengidentifikasikan secara tepat kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki calon karyawan, karyawan yang hendak ditempatkan di posisi tertentu, promosi karyawan, serta usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia menjadi tenaga yang Iebih produktif dalam pembangunan nasional.
Hal tersebut di atas merupakan partisipasi para ahli psikologi pada pembangunan nasional yang pada saat ini sedang digalakkan di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa hakekat dari pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (GBHN 1988). Manusia Indonesia seutuhnya antara lain memiliki rasa tanggurlg jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pembangunan nasional memiliki dua faktor yaitu, 1) subjek yang menjadi sasaran pernbangunan agar menjadi manusia seutuhnya yang antara lain memiliki rasa tanggung jawab, dan 2) subjek sebagai manusia yang melaksanakan pembangunan. Dari para pelaksana pembangunan ini salah satunya dituntut suatu kualitas kepribadian tanggungjawab.
Kualitas tanggung jawab menurut Frankl (1973) rnerupakan suatu karakteristik dari eksistensi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain seperti, hewan. Sejalan dengan pendapat Frankl, Yalom (1980) mengemukakan bahwa penghindaran diri untuk memiliki tanggung jawab akan menyebabkan manusia mengalami gangguan-gangguan psikis. Selanjutnya ia mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa dari sepuiuh faktor kuratif terpenting dari terapi yang dilakukannya secara kelompok, salah satunya adalah belajar memiliki tanggung jawab dalam menjalani kehidupan. Shoben (dalam Blocher, 1966 dan Severin, 1965) menyatakan bahwa tanggung jawab merupakan kriteria dari kematangan kepribadian. Jadi pendapat para ahli di atas, menunjukkan bahwa salah satu indicator dari manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang memiliki tanggung jawab.
Yang menjadi permasalahan adalah, upaya-upaya apakah untuk memperkirakan (assessment) sejauh mana individu memiliki tanggung jawab, dan upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan tanggung jawab pada individu agar menjadi manusia seutuhnya sebagai sumber daya manusia yang produktif bagi pembangunan. Permasalahan ini muncul karena para ahli membahas tanggung jawab hanya melihat dari faktor tertentu saja. Sehingga konsep tentang tanggung jawab belum memberikan gambaran yang komprehensif Misalnya Renzulli (1981) melihat tanggung jawab dalam kaitannya dengan pengikatan diri pada tugas. Mc Clelland (1971) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa Salah satu ciri orang yang memiliki motif berprestasi tinggi adalah mempunyai tanggung jawab pribadi dalam setiap tindakannya baik yang sukses maupun yang gagal. Hal ini berarti Mc Clelland memandang tanggung jawab sebagai suatu kesediaan menanggung resiko. Certo (1985), Hellziegel (1978) mengemukakan bahwa tanggung jawab adalah kewajiban untuk menyelesaikan suatu tugas secara tuntas. Bagi Spiro (1969) tanggungjawab merupakan kewajiban (obligation), tanggung gugat (accountabilily) dan penyebab terjadinya suatu akibat (cause).
Mengingat belum jelasnya konsep tanggung jawab maka dilakukan kajian kepustakaan, yang hasilnya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang terkandung dalam tanggung jawab adalah 1) Usaha melaksanakan kewajiban degan hasil kerja yang bermutu; 2) Kesediaan menanggung resiko; 3) Pengikatan diri pada tugas; 4) Keterikatan sosial. Di mana tindakannya harus memberikan dampak yang positif bagi kehidupan sosial, orang lain dan masyarakat. Selain dari itu disimpulkan pula bahwa sumber dari tanggung jawab adalah di dalam diri individu sendiri. Hal ini menunjukkan suatu kemandirian yang menurut Shoben mencirikan adanya suatu kematangan kepribadian bagi individu tersebut. Kesimpulan lainnya adalah bahwa tanggung jawab mempunyai suatu orientasi yaitu orientasi tanggung jawab unluk menentukan sikap, pilihan, keputusan dan orientasi tanggung jawab kepada dirinya sendiri maupun sesuatu yang di luar dinnya atas tindakan-tindakan yang telah di|akukannya. Hasil kajian kepustakaan lainnya adalah dinamika terjadinya tingkah laku tanggung jawab pada individu, yang dikaitkan dengan teori dari Dollard dan Ternyata terbentuknya tanggung jawab pada diri individu adalah melalui suatu proses belajar yang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan antropologi.
Namun demikian telaah dan bahasan kepustakaan yang dilakukan di atas, mengungkapkan belum tuntasnya kajian teoritis tentang tanggung jawab. Untuk keperluan itu perlu dilakukan suatu kajian empiris. Salah satu pendekatan empiris adalah analisis faktor. Cattell (dikutip Hall dan Lindzey, 1978) menggunakan metode analisis faktor untuk aspek kepribadian. Kepribadian menurut Cattell adalah semua tingkah laku individu, yang nampak maupun yang tidak nampak. Kajian empiris ini terhadap populasi mahasiswa Universitas Indonesia yang berjumlah l2,823 orang dan 50 orang ahli psikologi.
Hasil temuan kajian empiris menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terkandung dalam tanggung jawab adalah 1) Hasil kelja yang bermutu, 2) Kesediaan menanggung resiko, 3) Pengikatan diri pada tugas, 4) Tujuan hidup, 5) Kedirian, dan 6) Keterikatan sosial. Keenam faktor ini merupakan suatu totalitas, yang tidak dapat dikurangi satu faktorpun. Temuan empiris ini menujukan bahwa faktor yang terkandung pada tingkah laku tanggung jawab lebih banyak daripada yang terungkap pada telaah dan kajian kepustakaan yang hanya mengandung empat faktor. Faktor-faktor yang tidak terdapat pada telaah dan kajian pustaka adalah faktor tujuan hidup dan faktor kedirian.
Selanjutnya atas dasar faktor-faktor dari temuan tentang tanggung jawab itu dikonstruk suatu alat ukur dan diuji cobakan pada sampel mahasiswa Universitas Indonesia. Hasilnya temyata alat ukur itu memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang dapat diandalkan.
Temuan-temuan penelitian empiris ini memberi manfaat yang besar sebagai masukan untuk memperkaya teori tentang tingkah laku tanggung jawab, bagi para profesional yang berkecimpung dalam sumber daya manusia dan khususnya bagi para ahli psikologi dalam partisipasinya dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaluddin Tjalla
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model teoretis tentang negosiasi antara wakil pekerja dan wakil manajemen dalam menghasilkan persetujuan bersama. Selain itu juga, untuk mengetahui pengaruh variabel sosial, variabel psikologis, serta variabel eksternal terhadap tercapainya persetujuan bersama. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh norma perundingan masing-masing wakil perunding terhadap tercapainya persetujuan bersama.
Berdasar acuan dari Douglas dan Walton, bahwa perunding dari suatu organisasi sebagai individu merupakan subyek yang dapat dipengaruhi oleh anggota kelompoknya, dan sebagai wakil kelompok juga dipengaruhi oleh mitra rundingnya, disamping itu juga dapat dipengaruhi oleh intervensi dari pihak ketiga. Dari acuan tersebut, diajukan model negosiasi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara wakil pekerja dan wakil manajemen (Model I). Model ini diajukan dan diuji dengan model negosiasi yang digunakan oleh Pegawai Departemen Tenaga Kerja sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan industrial di sektor industri (Model II).
Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kedua daerah tersebut didasarkan pada data bahwa kasus pemogokan terbanyak di Indonesia ada pada kedua daerah tersebut, disamping Provinsi Jawa Timur. Sampel penelitian ini adalah kasus-kasus Perselisihan Hubungan Industrial di sektor industri pengolahan yang telah terdaftar dan terdokumentasikan sejak tahun 1989 sampai dengan akhir tahun 1994. Sampel terdiri dari 140 kasus perselisihan, dengan perincian; 38 kasus perselisihan Industrial di DKI Jakarta, dan 102 kasus perselisihan untuk Provinsi Jawa Barat.
Data variabel-variabel penelitian diperoleh dari dokumen hasil pemerantaraan yang tersedia di Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Di samping itu dilakukan observasi dan wawancara untuk melengkapi dan melakukan validasi silang terhadap kesahihan data yang diperoleh.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, dilakukan analisis dengan teknik LISREL (Linear Structural Relations) dan Chi-kuadrat ( x2 ). LISREL digunakan untuk menguji kesesuaian model teoritik yang diajukan dengan data, serta pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya dalam menghasilkan persetujuan bersama. Selanjutnya Chi-kuadrat digunakan untuk melihat perbedaan tercapainya persetujuan bersama ditinjau dari norma perundingan masing-masing wakil perunding. Analisis kualitatif dilakukan untuk memberikan gambaran lebih jauh situasi yang nyata dalam proses negosiasi antara wakil pekerja dan wakil manajemen dengan bantuan mediator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) model negosiasi alternatif pertama (perampingan dari model I) lebih sesuai untuk menjelaskan data, dibandingkan dengan model negosiasi alternatif kedua (perampingan dari model II); (2) mediator sangat berperan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pihak pekerja dan pihak pengusaha; (3) Variabel sosial dan vanabel psikologis berpengaruh terhadap tercapainya persetujuan bersama antara wakil pekerja dan wakil manajemen; dan (4) norma perundingan dari masing-masing wakil perunding yang bersifat kooperatif akan menghasilkan persetujuan bersama lebih banyak dibandingkan dengan norma perundingan dari masing-masing wakil perunding yang bersifat kompetitif.
Dari hasil penelitian, disarankan perlunya peningkatan kemampuan masing-masing negosiator, baik dari pihak wakil pekerja maupun pihak wakil manajemen. Di samping itu perlu dilakukan empowerment secara struktural terhadap komposisi Bipartit dan Tripartit untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan yang sering terjadi di sektor industri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
D408
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wutun, Rufus Patty
"ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk menelaah hubungan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan struktur keorganisasian, tata nilai keorganisasian, dan praktik-praktik keorganisasian pada sejumlah organisasi di Jakarta dan Surabaya. Sampel berasal dari 22 organisasi yang terdiri dari 7 organisasi di Jakarta dan 15 di Surabaya. Responden berjumlah 557 orang manajer madia. Mereka diminta untuk menilai kepemimpinan bermodalitas ganda tersebut.
Penilaian mereka terhadap kapemimpinan yang bermodalitas ganda tersebut didasarkan pada struktur keorganisasian, tata nilai keorganisasian, dan praktik-praktik keorganisasian. Penilaian para responden terhadap kepemimpinan yang berkualitas ganda merujuk pada MLQ 5X-R dari Bass dan Avolio (1994). Penilaian terhadap struktur keorganisasian merujuk pada KSO dan Paramita (1985). Sedangkan terhadap tata nilai keorganisasian dan praktik-praktik keorganisasian, penilaian mereka merujuk pada VSM?94 dan WIWQ dari Hofstede (1994;1998).
Data dikumpulkan dengan kuesioner. Setelah terkumpul, data tersebut dianalisis secara statistika dengan teknik analisis persamaan struktural dengan menggunakan program LISREL versi 8.50 dari Joreskog dan Sorbom (2001).
Hasil yang diperoleh dari analisispersamaan struktural sebagai berikut:
Nllai chi-square (X2) sebesar 175.34; db 147; p. 0.055. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa besaran nilai X2 =175.34 dan harga p yang diperoleh (p = 0.055) lebih besar dari batas penerimaan (p = 0.05). Hasil tersebut mengndikasikan bahwa ada perbedaan yang signitikan antara matriks kovarian yang diharapkan oleh model teoretik dengan matriks kovarian data. Dengan demikian, modalnya ftt dengan data.
Ada kontribusi yang signifikan dari struktur keorganisasian terhadap kualitas kepemimpinan transaksional (Y11= 0.42, t= 3.9O,) dan transformasional (y21 = -0.39, t = -2.90). Nlial tldak berkontrtbusl sacara signifikan terhadap kepemimpinan transformasional (y22 = 0.14, t = 1.87) dan transaksional (Y12 = -0.15, t = -1.89. '
Ada kontribusi yang tidak signitikan dari praktik-praktik keorganisasian terhadap kepemimpinan transformasional (Y23 =-0.02, t= -0.29). Besaran nilai sumbangan praktik-praktik keorganisasian terhadap _kualitas kepemimpinan transformasional = -0.02, t= -0.29 kecil dan negatif. Dan signifikan untuk transaksional (Y13 = 0.45, t =
8.12).
Korelasi antara struktur keorganisasian dan tara nilai sebesar 0.43, t= 2.28.
Hasil ini menunjukkan bahwa struktur keorganisasian berkorelasi secara signifkan dengan tata nilai.
Korelasi antara struktur keorganisasian dan praktik-praktik keorganisasian sebesar 0.28, t = 6.04. dan korelasl antara tata nilai dengan praktik-praktik keorganisasian sebesar 0.27, t = 2.13. Hasil ini menyatakan bahwa struktur keorganisasian berkorelasl secara signifikan dengan tata nilai dan demikian pula antara tata nilai dengan praktik-praktik keorganisasian.
Kontribusi kepemimpinan transaksional terhadap kualitas kepemimpinan transfonnasional sebesar1.15; t= 8.32. Hasil ini mengindikasikan signifikansi kontribusi kualitas transaksional terhadap kepemimpinan berkualitas transformasional.
Hasil studi tersebut menjelaskan bahwa kualitas transaksional dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kepamimpinan berkualiias transformasional.
Signifikansi hasil pangujian dampak tidak langsung terhadap kepemimpinan transformasional yang telah dihipotesiskan berhasil didukung. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional secara tidak Iangsung dapat dijelaskan oleh struktur keorganisasian, tala nilai, praktik-praktik keorganisasian melalui kualitas kepemimpinan transaksional. Dengan demikian, kepemimpinan transformasional bisa Iebih berhasil diterapkan jika pemimpin mempraktikkan juga kepemimpinan berkualitas transaksional.
Muatan faktor untuk dimensi formalisasi (1.05) dan kompleksitas (0.83) tinggi.
Besaran muatan faktor tersebut mengindikasikan organisasi yang mekanistik. Hal itu mencerminkan hierarkhi dalam organisasi dan tugas-tugas yang rutin dan terinci dalam batas tanggung jawab yang ketat (Mead, 1994). Konfigurasi ini disebut autoritas hierarkhi 'mekanistik" atau orientasi vertikal (Koentjaraningrat, 2000; Munandar, 2001).
Muatan faktor ntuk dimensi orientasi proses (0.81), tugas (078), parokial (0.72), dan sistem tertutup (0.71) dari variabel praktik-praktik keorganisasian, tinggi.
Keempat dimensi tersebut menyatakan struktur aktivitas keorganisasian bersifat rutin, selanjutnya dilabel sebagai konsentrasi tugas.
Autoritas hierarkhi dan konsentrasi tugas dapat membangun satu konfigurasi karena keduanya mencerminkan organisasi mekanistik. Autoritas hierarkhi dan tugas dapat diasosiasikan dengan kebutuhan individu akan security. Kebutuhan individu akan security didasari oleh nilai uncertainly avoidance (Hofstede, 1997).
Dimensi LTO, IDV, MAS, mencerminkan mental orang-orang di dalam organisasi (Hofstede, 2002). Hasll pengujian menunjukkan bahwa muatan faktor untuk LTO (0.69), IDV (0.61), dan MAS (059), tinggi. Dimonsi nilai-nilai tersebut mengindikasikan collective mental programming of the mind dan anggota organisasi. Konfigurasi dimensi-dimensi nilai tersebut dilabel sebagai mentalitas egosentris. Mentalitas orang-orang yang dikuasai pemikiran akan imbalan masa depan, individu listik, dan maskulin. Mentalitas mereka dikuasai oleh kebutuhan akan ?kepemilikkan? untuk diri sendiri dalam menghadapi situasi masa depan yang sarat dengan ketidakpastian.
Kontigurasi mentalitas egosentris, autoritas hierarkhi, dan autoritas tugas mempengaruhi persepsi mereka terhadap kepemimplnan yang lebih berkualitas transaksional daripada transformasional. Untuk itu perlu dilakukan perubahan pengelolaan organisasi dari mekanistik ke arah organik, dari aktivitas yang berorientasitugas ke arah pemberdayaan (manusia) untuk mencapai tujuan dan hasil bersama.
Perubahan kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap persepsi mereka dan mentalitas egosentris ke arah mentalitas altruistik yakni ?orientasi ke-kita-an'. Dengan demikian persepsi subyektivitas mereka terhadap kualitas kepemimpinan yang transaksional akan bergeser ke arah yang Iebih transformasional. Dengan cara demikian, mereka akan mempersepsi pola pengelolaan dan kepemimpinan organisasi yang Iebih transformasional daripada pola transaksional."
2004
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maulina
"[ABSTRAK
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam 5 tahun terakhir terutama
melibatkan sepeda motor. Kecelakaan antara lain disebabkan oleh perilaku
pengendara sepeda motor yang berisiko tinggi untuk menimbulkan kecelakaan.
Disertasi ini mengintegrasikan antara perspektif kognitif dan kognisi sosial untuk
menjelaskan pengaruh script mengendara berisiko, persepsi jarak, dan persepsi risiko
terhadap keputusan pengendara untuk melakukan tiga jenis perilaku mengendara
berisiko yang khas dilakukan di kota besar Indonesia, yaitu menyelip, menyiap, dan
melawan arah, dalam situasi pro-risk dan anti-risk. Dua studi pertama (studi 1 dan
studi 2) dilakukan untuk menggali situasi pro-risk (mendorong) dan anti-risk
(menghambat) pengendara untuk menampilkan perilaku menyelip, menyiap dan
melawan arah dan mengembangkan instrumen penelitian. Pada studi 3 dilakukan
penelitian eksperimental dengan desain within subject terhadap 231 pengendara lakilaki
berusia 20-35 tahun di wilayah Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan
adanya pengaruh tidak langsung dari script mengendara berisiko melalui persepsi
risiko terhadap keputusan untuk menyelip dan menyiap dalam situasi pro-risk dan
anti-risk. Untuk keputusan pengendara melawan arah pada situasi pro-risk
dipengaruhi secara langsung oleh persepsi risiko dan script mengendara berisiko,
sedangkan pada situasi anti-risk faktor yang berpengaruh hanya persepsi risiko. Dari
hasil penelitian ini, sejumlah kegiatan pelatihan dan pemberian informasi diperlukan
untuk membentuk script mengendara aman dan mengembangkan keterampilan
mempersepsi risiko secara akurat.;

ABSTRACT
In the past 5 years, the high rate of traffic accidents in Indonesia mostly involved
motorcyclists, many of whom often perform risky riding behaviors. This dissertation
is intended to integrate cognitive and social cognitive perspectives in explaining the
influence of risky riding script, distance perception, and risk perception on riders’
decision to perform three typical risky riding behaviors on Indonesian urban roads,
namely lane splitting, dangerous overtaking, and riding in opposite direction at prorisk
and anti-risk situations. Two preliminary studies were conducted to explore the
pro-risk and anti-risk situations related to lane splitting, dangerous overtaking, and
riding in opposite direction, as well as to aid in the development of research
instruments. A within-subjects experiment involving the manipulation of 2 traffic
situations (pro-risk x anti-risk) and 3 types of risky riding behavior (lane splitting,
dangerous overtaking, riding in opposite direction) was then conducted on 231 male
riders aged 20-35 years in Jabodetabek area. The results show that risk perception
has an indirect effect of risky riding script on riders’ decision to perform lane
splitting and dangerous overtaking at pro-risk and anti-risk situations. On the other
hand, the decision to perform riding in opposite direction at pro-risk situation was
directly influenced by risk perception and risky riding script, but there was only a
direct effect of risk perception at anti-risk situation. Based on the results, it can be
inferred that further training and provision of information are necessary to help, In the past 5 years, the high rate of traffic accidents in Indonesia mostly involved
motorcyclists, many of whom often perform risky riding behaviors. This dissertation
is intended to integrate cognitive and social cognitive perspectives in explaining the
influence of risky riding script, distance perception, and risk perception on riders’
decision to perform three typical risky riding behaviors on Indonesian urban roads,
namely lane splitting, dangerous overtaking, and riding in opposite direction at prorisk
and anti-risk situations. Two preliminary studies were conducted to explore the
pro-risk and anti-risk situations related to lane splitting, dangerous overtaking, and
riding in opposite direction, as well as to aid in the development of research
instruments. A within-subjects experiment involving the manipulation of 2 traffic
situations (pro-risk x anti-risk) and 3 types of risky riding behavior (lane splitting,
dangerous overtaking, riding in opposite direction) was then conducted on 231 male
riders aged 20-35 years in Jabodetabek area. The results show that risk perception
has an indirect effect of risky riding script on riders’ decision to perform lane
splitting and dangerous overtaking at pro-risk and anti-risk situations. On the other
hand, the decision to perform riding in opposite direction at pro-risk situation was
directly influenced by risk perception and risky riding script, but there was only a
direct effect of risk perception at anti-risk situation. Based on the results, it can be
inferred that further training and provision of information are necessary to help]"
2014
D1992
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juneman Abraham
"ABSTRAK
Penelitian ini memperluas tesis Gino, Norton, dan Ariely 2010 serta Cornelissen, Bashshur, Rode, dan Le Menestrel 2013 , masing-masing tentang pengaruh diri yang palsu dan mindset etis dalam dinamika tingkah laku moral. Perluasan tesis dilakukan dalam sejumlah cara, di antaranya: Perluasan pertama, bahwa diri yang palsu mampu memprediksi pembungkaman moral sebagai wakil atau proxy dari tingkah laku korupsi; Moore, 2008 dalam situasi alamiah non-laboratorium , sedangkan studi Gino et al. menggunakan situasi eksperimental-laboratorium. Perluasan kedua, bahwa mindset etis berbasis hasil dan teori-diri entitas berpengaruh sebagai moderator hubungan antara diri yang palsu dan tingkah laku korupsi. Guna menguji hipotesis-hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dua buah studi. Studi 1 merupakan studi korelasional terhadap 994 siswa-siswi Sekolah Menengah Atas, dengan teknik analisis data berupa structural equation modelling, untuk menguji signifikansi peran variabel diri yang palsu prediktor serta mindset etis dan teori-diri kandidat moderator dalam memprediksi tingkah laku korupsi yang diwakili oleh pembungkaman moral variabel dependen Studi 1 . Studi 2 merupakan studi kuasi-eksperimental terhadap 154 mahasiswa-mahasiswi guna menguji hipotesis efek moderasi mindset etis berbasis hasil dan teori-diri entitas terhadap hubungan antara diri yang palsu dan tingkah laku korupsi variabel dependen Studi 2, secara operasional merupakan kinerja dalam bribery game dengan teknik analisis data berupa analisis variansi ANOVA . Hasil penelitian ini Studi 1 dan Studi 2 secara umum mengkonfirmasikan hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Kontribusi penelitian ini di samping secara substantif mengembangkan teori psikologi moral dalam konteks saliensi historis, adalah temuan bahwa tingkah laku moral seseorang saat ini dipengaruhi oleh sejarah moralitas diri diri palsu, atau diri otentik dan variabel-variabel personologis mindset etis, teori-diri yang berinteraksi dengannya, juga secara metodologis menjadikan korupsi pertama kali diteliti dalam bentuk simulasi tindakan di Indonesia dengan menggunakan tinjauan psikologis.

ABSTRACT
This study extends the thesis of Gino, Norton, and Ariely 2010 and Cornelissen, Bashshur, Rode, and Le Menestrel 2013 , consecutively, on the effect of counterfeit self and ethical mindset in the dynamics of moral behavior. The extensions of the theses are carried out in a number of ways, among others The first extension, counterfeit self is capable of predicting moral disengagement as the proxy of corruption behavior Moore, 2008 in a natural non laboratory situation, while Gino et al. rsquo s finding is on experimental laboratory situation. The second extension, the outcome based ethical mindset and entity self theory act as the moderating variables of the effect of counterfeit self on corruption behavior. In order to test the hypotheses, two studies were conducted. Study 1 was a correlational study on 994 senior high school students, with data analysis techniques in the form of structural equation modeling, to test the significance of the role of the counterfeit self predictor as well as ethical mindset and self theory moderator candidates in predicting the behavior of corruption which was represented with moral disengagement the dependent variable of Study 1 . Study 2 is a quasi experimental study on 154 university students to test the hypotheses of the moderating effects of outcome based ethical mindset and entity self theory on the effects of counterfeit self on corruption behavior dependent variable Study 2, operationally defined as a performance in a bribery game with data analysis technique in the form of analysis of variance ANOVA . The results of those studies Study 1 and Study 2 generally confirmed the hypotheses proposed. The contribution of this study, in addition to substantively develop the theory of moral psychology in the context of historical salience, is a finding that an individual rsquo s current moral behavior is influenced by the history of moral self i.e. counterfeit, or authentic self and the personological variables ethical mindset, self theory that interact with the self, also methodologically makes corruption for first time examined in the form of performance simulations in Indonesia by using psychological perspective."
2017
D2424
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kumolohadi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji model pembuatan keputusan etis pada mahasiswa berdasarkan model interaksionis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian mixed method jenis explanatory sequential. Pada studi I, subjek berjumlah 376 mahasiswa di Jabodetabek dan Yogyakarta. Mahasiswa mengisi skala pembuatan keputusan etis mahasiswa, kesadaran etis, religiusitas, karakter moral, konformitas dan kepatuhan pada figur otoritas. Skala kesadaran etis digunakan sebagai kontrol subjek penelitian sebelum dilakukan uji model. Hasil penelitian menunjukkan model teoretis persamaan struktural yang menggambarkan pengaruh variabel religiusitas, karakter moral, konformitas dan kepatuhan pada figur otoritas terhadap pembuatan keputusan etis fit dengan data empiris. Religiusitas mempunyai efek langsung dan tidak langsung dengan arah positif terhadap pembuatan keputusan etis. Karakter moral dan Kepatuhan pada figur otoritas merupakan mediator hubungan yang signifikan antara religiusitas dan pembuatan keputusan etis, sementara konformitas tidak demikian. Pada studi II, dilakukan penelitian kualitatif menggunakan metode fenomenologi dengan teknik wawancara mendalam. Hasil studi II mendukung hasil pada studi I. Faktor-faktor lain yang memengaruhi pembuatan keputusan etis ditemukan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yaitu faktor akademik dan non akademik. Faktor akademik terdiri dari: sosialisasi etis, kontrak belajar di kelas dan sistem penegakan aturan berupa penghargaan dan konsekuensi, sistem pelacakan plagiarisme yang ketat, sistem pengecek presensi yg akurat, kurang trampil dalam student skill berupa pencarian materi/referensi. Faktor non akademik terdiri dari emosi panik dan bingung, kondisi fisik, pemaknaan terhadap isu-isu etis. Adapun keterbatasan penelitian yaitu subjek penelitian pada studi I dan II, mayoritas beragama Islam, sehingga variasi dalam keberagamaannya menjadi kurang terwakili. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk dimensi teknologi dan perbandingan data demografi. Mahasiswa yang masih belajar dan telah bekerja dapat dilakukan perbandingan lebih lanjut baik melalui studi longitudinal maupun cross sectional. Terdapat dua implikasi hasil penelitian ini terhadap model teoritis yang digunakan. Pertama, hasil penelitian ini memberikan alternatif model pembuatan keputusan etis dengan memperhatikan konteks penelitian. Kedua, berdasarkan penelitian ini, bagi institusi pendidikan dapat membuat suatu program peningkatan nilai-nilai etis pada mahasiswa yang memuat materi nilai-nilai religius, membuat program penguatan karakter moral dan menjadikan figur otoritas sebagai agen sosialisasi etik.

The aim of this study was to examine a model of ethical decision-making among students based on the interactionist model. This study used a mixed method research design with explanatory sequential type. In study I, the subjects were 376 students in Jabodetabek and Yogyakarta. Students filled in the scales of student ethical decision making, ethical awareness, religiosity, moral character, conformity and obedience to authority figures. The ethical awareness scale was used as a control for research subjects before the model test was carried out. The results showed a structural equation theoretical model that describes the influence of the variables of religiosity, moral character, conformity and obedience to authority figures on ethical decision making fit with empirical data. Religiosity had a direct and indirect effect in a positive direction on ethical decision making. Moral character and obedience to authority figures were a significant mediator of the relationship between religiosity and ethical decision-making, while conformity was not. In study II, a qualitative research was conducted using the phenomenological method with in-depth interview techniques. The results of study II support the results of study I. Other factors that influenced ethical decision making were found in this study. The factors were academic and non-academic factors. Academic factors were consisted of ethical socialization, study contracts and enforcement systems in the form of rewards and consequences, strict plagiarism tracking systems, accurate attendance checking systems, lack of skill in student skills in the form of material/reference searches. Non-academic factors were consisted of emotions of panic and confusion, physical condition, understanding of ethical issues. The research subjects in studies I and II were predominantly Moslem, so that variations in their diversity were underrepresented. This research can be developed further for the dimensions of technology and comparison of demographic data. Students who are still studying and have worked can be made further comparisons either through longitudinal or cross sectional studies. There are two implications of the results of this study on the theoretical model used. First, the results of this study provide an alternative model of ethical decision making by taking into account the research context. Second, based on this research, educational institutions can make many programs to increase ethical values in students containing material on religious values, create programs for strengthening moral character and make authority figures as agents of ethical socialization."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library