Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurholis Majid
"Angka kesakitan diare di Indonesia tahun 2003 diperkirakan sebesar 374 per 1.000 penduduk dan angka kesakjtan diare di Propinsi Jawa Barat tahun 1999 pada kelompok umur 1-4 tahun diperkirakan 188 per 1000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan diare di Kabupaten Garut pada tahun 2004 diperkirakan 103 per 1000 penduduk. Kejadian diare di Puskesmas Cisurupan Kabupaten Garut dengan prevalen rate: 160 per 1000 balita.
Penelitian ini merupakan kajian epidemiologi kesehatan lingkungan dengan fokus penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yaitu variabel karakteristik ibu balita, karakteristik balita, kondisi sarana air bersih, tingkat kepadatan Ialat dan kondisi jamban dengan kejadian diare pada balita (12-59 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Cisurupan Kabupaten Garut tahun 2006.
Desain penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol dengan menggunakan data primer. Kasus adalah balita yang telah didiagnosis dengan gejala diare dan datang ke puskesmas serta bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cisurupan. Kontrol adalah balita yang tidak menderita diare paling Iama 2 mingu terakhir dan bertempat tinggal sama dengan kasus. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan statistik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi sarana air bersih (OR=2,077 C195% : 1.066-4.045), kepadatan lalat (OR=2,139 C195%:1.137-4.021) dan kondisi jamban (OR=2,1 11CI95%:1.103-4.040) dengan kejadian diare pada balita. Sedangkan hasil uji interaksi melalui analisis regresi logistik menunjukkan tidak ada interaksi.
Dari hasil penelitian terlihat faktor lingkungan merupakan faktor dominan terhadap kejadian diare. Untuk itu diperlukan peningkatan upaya-upaya inovatif dalam pengendalian lingkungan yang dilakukan bersama baik oleh masyarakat, puskesmas Cisurupan, dinas kesehatan Garut dan sektor terkait lainnya. Misalnya, upaya pemberdayaan masyarakat di bidang higyene and sanitation melalui pengembangan program klinik sanitasi dan methodology partisipatory assessment- partisipatory hygiene and sanitation transformations (MPA-PHAST). Diharapkan dengan peningkatan upaya tersebut target pencapaian IPM 80 pada tahun 2010 dapat-tercapai."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T21155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Putri Sortaria Permata
"Kondisi permukiman dan perumahan masih menjadi masalah yang pelik bagi kota besar seperti Jakarta. Persentase rumah sehat di DKI Jakarta masih tergolong rendah yaitu 31,28%. Karakteristik rumah tangga seperti sumber air bersih, fasilitas sanitasi, dan pengelolaan air limbah sangat penting terhadap kesehatan anggota keluarga. Salah satu tujuan dari Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih dan sanitasi lingkungan, tercapainya permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan, termasuk penanganan daerah kumuh yang biasanya terdapat di lokasilokasi yang tidak diperuntukan bagi permukiman, seperti bantaran sungai, pinggir rel kereta api, dan lainnya. Penyakit berbasis lingkungan seperti diare, ISPA, DBD, masih menjadi masalah utama pada sebagian besar wilayah permukiman di Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud untuk melihat pengaruh kondisi fisik rumah, sarana sanitasi dasar, dan lokasi permukiman terhadap riwayat penyakit berbasis lingkungan di Kelurahan Bidara Cina. Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu kelurahan di Jakarta yang berbatasan langsung dengan sungai Ciliwung sehingga memiliki permukiman di sepanjang bantaran sungai tersebut.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa hasil wawancara dan observasi lapangan baseline survey Integrated Community Based Risk Reduction on Climate Change (ICBRR-CC) Palang Merah Indonesia. Disain studi yang digunakan adalah potong lintang atau cross sectional, dengan uji chi square untuk melihat hubungan antar variabel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 300 sampel, yang merupakan responden baseline survey tersebut.
Hasil yang didapatkan adalah adanya hubungan antara tingkat risiko lokasi permukiman dengan riwayat penyakit berbasis lingkungan (OR=10.3). Adanya hubungan antara jenis ventilasi (OR=2.7), kondisi halaman (OR=3.02), jenis jamban (OR=2.82), kepemilikan SPAL (OR=2.38), Jenis SPAL (OR=5.06), dan pola pembuangan sampah (OR=1.9) dengan riwayat penyakit berbasis lingkungan. Terdapat perbedaan jenis lantai, kualitas fisik air bersih, jenis jamban, dan jenis SPAL antara permukiman risiko tinggi dengan permukiman risiko rendah. Pada permukiman risiko tinggi, dari 12 variabel yang diuji, hasil yang signifikan hanya didapatkan antara jenis ventilasi dengan riwayat penyakit berbasis lingkungan (OR=3.20). Hal ini disebabkan karena tingginya persentase riwayat penyakit berbasis lingkungan baik pada responden dengan kondisi fisik dan sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat maupun yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan pada permukiman risiko rendah, terdapat hubungan antara tipe bangunan (OR=2.5), jenis lantai (OR=3.27), jenis ventilasi (OR=5.53), kondisi halaman (OR=7.26), jenis jamban (OR=3.43), kepemilikan SPAL (OR=4.04), dan pola pembuangan sampah (OR=2.72). Pihak-pihak terkait seperti sektor kesehatan, LSM, lembaga-lembaga kemanusiaan, dan pemerintah daerah perlu bekerja sama untuk mengupayakan peningkatan sanitasi dasar seperti jamban keluarga, SPAL, dan pengadaan tempat sampah yang saniter, serta perbaikan kondisi fisik rumah. Penyuluhan kesehatan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat juga penting dilakukan. Upayaupaya tersebut berfungsi untuk meningkatkan kapasitas dari masyarakat itu sendiri terhadap ancaman penyakit berbasis lingkungan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Suarni
"Penyakit tuberkulosis merupakan masalah global dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Bakteri Mycobacterium tuberculosis . WHO memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini. Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia. Angka kesakitan penyakit TB Paru dengan hasil BTA (+) di Kota Depok khususnya Kecamatan Pancoran Mas masih cukup tinggi. Adanya masalah penyakit TB Paru di sebabkan oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah faktor lingkungan seperti kepadatan hunian,ventilasi pencahayaan, suhu, kelembaban dan jenis lantai.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2009 di wilayah kerja empat puskesmas yang ada di Kecamatan Pancoran Mas yaitu Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Cipayung, Puskesmas Rangkapan Jaya dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel yang di ambil adalah semua tersangka TB Paru yang datang berobat ke puskesmas yang berumur >= 15 tahun dan tercatat di buku register TB Paru. Jumlah sampel yang diperlukan adalah 50 untuk kasus dengan hasil pemeriksaan BTA (+) dan 50 untuk kontrol dengan hasil pemeriksaan BTA (-), di mana pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematik random sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan faktor risiko lingkungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok bulan Oktober tahun 2008- April tahun 2009.
Faktor risiko lingkungan yang di teliti adalah kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, dan lantai rumah dengan memperhatikan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, prilaku batuk dan kebiasaan merokok dari responden Metode yang digunakan adalah desain kasus kontrol dengan perbandingan 1:1 dengan 50 penderita TB Paru BTA positif sebagai kasus dan 50 penderita BTA negatif kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor risiko lingkungan berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah ventilasi rumah (OR=14,182 CI=5,412-37,160 %), pencahayaan (OR =9,117 CI= 3,668- 22,658) sedangkan faktor risiko lain adalah perilaku tidak menutup mulut saat batuk (OR =12,310 CI=3,375-44,890). Sedangkan untuk suhu dan kelembaban walaupun secara statistik tidak menunjukkan hubungan tetapi rata-rata tidak memenuhi persyaratan rumah sehat ( suhu rata-rata 30,84ºC dan kelembaban rata-rata 70,38 %).
Untuk itu disarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah, berperilaku hidup bersih dan sehat dan melakukan penghijaun di rumah. Untuk petugas puskesmas sebaiknya lebih meningkatkan lagi kegiatan di klinik sanitasi, melakukan kunjungan langsung kerumah penderita TB Paru dan tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Untuk Dinas Kesehatan Depok sebaiknya tidak hanya menekankan kepada pengobatan penderita tetapi juga lebih kepada pencegahan penyakit ini dan kepada Pemerintah Kota Depok sebaiknya lebih meningkatkan perencanaan program rumah sehat seperti perencanaan perbaikan rumah masyarakat yang tidak mampu khususnya bagi penderita TB Paru BTA (+) dan meningkatkan program pemberantasan penyakit menular."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nur Wijayanti
"Nitrogen dioksida (NO2) ialah salah satu komponen utama yang mempengaruhi kualitas udara. Diantara jenis NOx yang ada di udara, NO2 merupakan gas yang paling beracun. NOx sendiri dihasilkan dari proses pembakaran pada kendaraan bermotor maupun kegiatan industri. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dan industri dari tahun ke tahun akan serta meningkatkan pencemaran udara di Indonesia. NO2 telah terbukti dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan tumbuhan. Sehingga perlu diketahui kualitas udara ambien berdasarkan paremeter NO2 di kota dan kabupaten di Indonesia.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dan didukung oleh studi analisis risiko Sumber data berupa data sekunder dari Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal) dan Badan Pusat Statistik, wawancara dengan Bidang Pemantauan dan Kajian Kualitas Lingkungan Pusarpedal, serta studi literatur. Sampel dalam penelitian ini ialah sampel NO2 tahap satu dan dua yang diambil dari beberapa kota dan kabupaten yang termasuk dalam wilayah program pemantauan NO2 dengan metode pasif yang dilakukan oleh Pusarpedal tahun 2011.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa kualitas udara ambien berdasarkan parameter NO2 di beberapa kota dan kabupaten di Indonesia, sebagian besar masih berada di bawah nilai baku mutu. Tingginya rata-rata konsentrasi NO2 di tiap provinsi memiliki kecenderungan berbanding lurus dengan banyaknya jumlah kendaraan bermotor, industri dan rumah tangga. Selain itu, sektor transportasi diketahui merupakan penyumbang terbesar untuk emisi NO2 di tiap pulau besar.
Berdasarkan simulasi analisis risiko, hasil pemantauan udara ambien konsentrasi NO2 tahun 2011 diketahui belum menimbulkan risiko kesehatan bagi kelompok ibu rumah tangga. Namun demikian, Pemerintah dan pihak-pihak terkait diharapkan untuk tetap melakukan tindakan pencegahan agar konsentrasi NO2 di udara ambien tidak semakin meningkat.

Nitrogen dioxide (NO2) is one of major components which affect in air quality. NO2 is the most poisonous gas among types of NOx. NOx is produced by combustion of vehicles and industrial activities. Increase in number of vehicles and industry affect air pollution in Indonesia year to year. NO2 is evidently affect human health and plants so that air quality based on NO2 as parameter need to aware in whole Indonesia region.
The research analyzed data descriptively and supported by risk analysis study. The secondary data from Environment Impact Management Support Center (Pusarpedal) and Statistic Center Bureau (BPS) is used to the research. In addition, the research did interview to Department of Monitoring and Assessment Environmental Quality Pusarpedal as well literature study. Passive method was applied to measure NO2 concentration which is taken two phases in several region by Pusarpedal in 2011.
The result showed most of NO2 concentrations are below the quality standard. The high NO2 concentration is directly related to the large number of vehicles, industries and household. Transportation was known as the largest contributor of NO2 emissions in big island.
According to simulation of risk analysis calculation, NO2 concentration in 2011 had not risked in health for housewife group. However, the Government and the related parties are expected to take action to prevent so that the concentrations of NO2 in ambient air are not increased.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ardyani
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26617
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mursidi
"Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. tidak ada satupun mahluk hidup termasuk manusia dapat bidup tanpa air, Air yang baik dan sehat adalah air yang teiah memenuhi persyaratan kesehatan baik fisikimia, biologi maupun radioaktivitas, sesuai dengan persyaratan kualitas air minum Kepmenkes nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, Kualitas air minum parameter kimla kromium heksavalen dan arsen di kelurahan Karanganyar telah melebihi persyaratan kualits air minum Kepmenkes tersebut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perkiraan risiko kesehatan akibat pajanan logam kromiun heksavalen dan arsen dalam air minum. Penelitian ini dilakukan terhadap penduduk Karanganyar yang menggunakan sarana air bersih sumur gali sebagai sumber air minum sebanyak 200 orang, dan pemeriksaan sampel air minum sebanyak 32 sampel.
Hasil penelitian didapatkan bahwa persentase responden yang mempunyai risiko penyakit non kanker akibat pajanan kromium heksavalen (RQ !) sedangkan persentase responden yang telah me!ampaui batas risiko penyakit non kanker akibat pajanan arsen (RQ> I) sebesar 59%.Besar risiko kanker akibat pajanan arsen rata­ rata pada responden sehesar 1,5 per !0.000 penduduk. Konsentrasi krornium heksava!en terbukti mempunyai huhungan dengan risiko kesehatan (p < 0,05) dengan nilai r = 0,927 dan hubungannya sangat kuat Konsentrasi arsen juga mempunyai hubungan dengan risiko kesehatan (p < 0,05) dengan nilai r = 0,936 dan hubungannya sangat kuat.
Kandungan kromium heksavalen dan arsen merupakan risk agent yang mempunyai hubungan sangat kuat dengan risiko kesehatan. maka perlu kirnnya dilakukan pemantauan dan pengendaiian terhadap risk agent tersebut dengan melakukan perbaikan dan penyedirum air minum yang haik dan sebat. Pemerintah daerah sudah seharusnya melalui dinas terkait untuk melakukan perencanaan program penyediaan dan perbalkan kualitas air, agar masyarakat terhindar dari risiko kesehatan akibat air minum yang tidak sehat.

Water is 1ife source for human, no creature including human could Jife without water. Good and healthy water is fulfilling health prerequirement whether physical, chemical. biology or radioactivity, according to water quality prerequirement of Kepmenkes number 9071MENKES/SKN1Ii2002. Chemical parameter of water quality of chromium heksavalen and arsenic at Kalanganyar chief of village has surpassing surpassing water quality prerequirement of Kepmenkes.
Research objective is to identity consequance of health risk measurement from chronium heksavalen metal exposure and arsenic in drinking water. This research performed to Kalanganyar residence that using hygiene well medium as drinking water source of 200 people, and drinking water sample examination of 32 samples.
Research result ob!ained that respondent percen!age, which has non-cancer disease risk because of chromium heksavalen exposure (RQ>l) as much as 16%, while Ii respondent percentage that has surpassing limitation of non cancer of arsenic exposure (RQ>I) as much as 59%. Cancer risk mte because of arsenic exposure averagely in respondent is 1.5 per 10,000 residences. Concentration of chromium heksava!en sho\ved has a relation with health risk (p < 0.05) with r-value = 0.927 and the relation is very strong. Concentration of arsenic also showed has a relation with health risk (p < 0.05) with r-value = 0.936 and the relation is very strong.
Substances of chromium heksavalen and arsenic is risk agent that has strong relation with health risk, therefore require to performed monitoring and controlling toward risk agent by performing maintenance and providing good and healthy drinking water. Regency government through related department of providing and maintaining water quality. so that public avoided from health risk of unhealthy drinking water.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T31654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Anggraeni
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang menempati posisi pertama dari sepuluh besar penyaldt berdasarkan Laporan Tahunan Puskemas. Hal ini berhubungan dengan kondisi fisik rumah, kualitas udara dalam rumah antara lain PM10, dan karakteristik balita penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar PM10 dan faktor lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita.
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol dengan populasi balita di wilayah Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang yang menjadi sampel adalah balita yang terpilih dengan sampel acak secara sistimatika dari Laporan Bulanan (LB1) Puskesmas dengan sampel 195 balita, terdiri Bari kasus 65 dan kontrol 130 dimana sampel kasus adalah balita ISPA sedangkan sampel kontrol adalah tetangga kasus yang tidak menderita ISPA dan berjenis kelamin sama. Data yang dikumpulkan dengan pengukuran adalah kadar PM10, kelembaban, suhu dan pencahayaan sedangkan data variabel lainnya dengan observasi dan wawancara mengg unakan kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil analisis chi square terdapat empat variabel yang berbeda bermakna pada balita yang tinggal di rumah memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat yaitu kadar PM10 kelembaban, pencahayaan dan suhu pada tingkat kemaknaan 5% dengan kejadian ISPA balita, yaitu PMIQ dengan nilai p = 0,000 (5,21:2,7 - 10,04), kelembaban dengan nilai p = 0,001 (3,02: 1,57 - 5,81), pencahayaan dengan nilai p = 0,000 (15,06: 6,77 - 33,49), dan suhu dengan nilai p = 0,000 (36,49:10,85 -122,71).
Variabel ventilasi, jenis lantai, kepadatan hunian, bahan bakar, asap rokok, that nyamuk bakar, status gizi dan imunisasi tidak bermakna secara statistik karena mempunyai nilai p > 0,05.
Hasil analisis regresi logistik secara stafistik tidak ditemukan adanya interaksi antara variabel yang diteliti, tetapi suhu rumah ditemukan sebagai faktor pengganggu antara PM10 dengan kejadian ISPA.
Dari penelitian ini sangat penting disarankan untuk mengurangi sumber pencemaran kualitas udara dalam rumah terutama bagi Dinas Kesehatan Kabupaten agar secara rutin memantau secara kondusif kondisi dan standar kualitas udara dalam ruang dan saran bust Puskesmas agar mengaktilkan klinik sanitasi untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan tentang hubungan kondisi lingkungan rumah dengan ISPA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Tri Indrawati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32673
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erna Sofiana
"Makanan jajanan memegang peranan yang cukup penting dalam memberikan asupan energi gizi bagi anak-anak usia sekolah. Di lingkungan sekitar sekolah banyak sekali dijumpai makanan jajanan baik yang disediakan oleh kantin sekolah maupun pedagang kaki lima dan umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian anak usia sekolah. Menurut Djaya (2003), Jenis TPM berpengaruh terhadap kontaminasi makanan matang. PKL beresiko 4,91 kali dibandingkan jasaboga. Dan berdasarkan jenis makanan yang disajikan PKL memiliki resiko 3,50 kali dibandingkan jasaboga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan higiene dan sanitasi dengan kontaminasi E. coli pada jajanan di Sekolah Dasar. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik penjamah makanan meliputi jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, pengetahuan serta perilaku dan variabel pendukung seperti fasilitas sanitasi yang meliputi sanitasi tempat berjualan, sanitasi alat, pembuangan sampah dan penyimpanan bahan makanan. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional). Dengan sampel sebanyak 34 Sekolah Dasar di wilayah Kecamatan Tapos Depok, E. coli pada sampel berbagai jenis makanan diukur dengan metode MPN (Most Probable Number).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jajanan yang tidak memenuhi syarat di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok sebesar 44,1%. Sedangkan pada variabel sanitasi alat ditemukan adanya hubungan dengan kontaminasi E. coli. Didapatkan 55,9% sanitasi alat yang kurang baik dengan p = 0,045 dengan OR 0,179. Karena seperti kita ketahui bahwa sanitasi alat masak dan makan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan. Karena jika tidak dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar dapat menjadi sumber kontaminasi. Pada variabel karakteristik penjamah makanan yang meliputi pendidikan, masa kerja, pengetahuan, perilaku pada penelitian ini tidak berhubungan dengan kontaminasi E. coli dengan p>0,05.
Snack plays a fairly important role in providing nutritional energy intake for school-age children. In the environment around the school in the environment around the school found a lot of good snack foods provided by school canteens as well as street hawkers and generally consumed regularly by most school age children. According Djaya (2003), type the TPM effect on cooked food contamination. Street hawkers are at risk of 4.91 x compared jasaboga. Based on the type of food served at risk of street hawkers 3.5 x compared jasaboga.
The purpose of this study was to determine the cleanliness and sanitation connection with contamination of E. coli on snacks in elementary schools. The variables examined in this study include the characteristics of food handlers include gender, education, employment, knowledge and behavior and support variables such as sanitation facility that includes a place selling sanitary, sanitary equipment, waste disposal and storage of foodstuffs. This study uses a cross-sectional design . With a sample size of 34 elementary schools in the District of Tapos Depok, E. coli in samples of various types of food is measured by the method of MPN (Most Probable Number).
The results of this study indicate that the snacks are not eligible in Depok Tapos Elementary School District at 44.1%. While the variable sanitation equipment found an association with E. coli contamination. Obtained 55.9% of poor sanitation devices with p = 0.045 to 0.179 OR. Because as we all know that cookware and food sanitation is an integral part of the hygienic principles of food sanitation. Because if not properly cleaned and disinfected can be a source of contamination. In the variable characteristics of food handlers, including education, employment, knowledge, behavior in this study is not related to contamination of E. coli with p> 0.05.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>