Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Muhammad Mulyadi
"ABSTRAK
Disertasi ini mengenai Ke-Indonesia-an dalam grup band Koes Plus. Suatu
grup band paling popular di Indonesia pada kurun waktu 1970-an. Grup band ini
banyak dikenal juga karena lagu-lagunya yang berjudul "Nusantara". Terdiri dari dari
delapan lagu yang berjudul nusantara, serta beberapa lagu lainnya yang temanya
berkaitan dengan nusantara. Nusantara adalah gambaran grup band ini menyangkut
wilayah dan masyarakat Indonesia. Disertasi ini melihat suatu gambaran nasionalisme
dalam grup band. Selain itu disertasi ini juga ingin melihat motif grup band Koes Plus
membuat lagu-lagu yang bertemakan nusantara. Disertasi ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode sejarah dan pendekatan strukturis. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa motif Koes Plus menciptakan lagu-lagu bertema
nusantara tidak terlepas dari interaksi antara Koes Plus sebagai aktor sejarah struktur
sosial politik pada masa Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru mendorong Koes Plus
untuk menciptakan lagu-lagu bertema nusantara. Nusantara dengan kekayaan alam
dan keindahannya pada kurun 1970-an adalah juga tema-tema Orde Baru. Kesamaan
motif inilah yang merupakan munculnya tema-tema ke-Indonesia-an dalam Koes
Plus.

ABSTRACT
This dissertation on Indonesian-ness in the band Koes Plus. One of the most popular
band in Indonesia during the period of the 1970s. The band is also known for his
songs titled "Nusantara". Consisting of eight songs titled Nusantara, as well as several
other songs related to the theme of the nusantara Nusantara is the reflection of the
band concerning the teiritoiy and people of Indonesia This dissertation saw a picture
nationalism of die band. This dissertation also examines Koes Plus motives in making
the theme songs of the Nusantara This dissertation is a qualitative study using
historical methods and structuris ^proaches. This study concluded that the Koes Plus
motivation in create the theme songs of nusantara can not be separated from the
structure of the New Order era. New Order government encourages Koes Plus to
create the theme songs of the Nusantara Nusantara with natural resources during the
period of the 1970s was also the themes of the new order. The similarity of this
motive explains the emergence of the nationalist themes of Indonesian-ness in Koes
Plus."
2014
D2023
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mossadeq Bahri
"Hubungan budaya antarabangsa sudah digunakan sebagai instrumen diplomatik oleh negara industri maju dalam mengejar kepentingan ekonomi dan strategis nasional mereka. Disertasi ini membahas hubungan budaya antarabangsa antara Jepang dan Indonesia dari kurun waktu 1967 sampai 1987, berfokus pada program pertukaran kebudayaan dan pendidikan dari program hubungan budaya antarabangsa Jepang. Saya berpendapat bahwa pemerintah Jepang telah dan masih akan menjalankan hubungan budaya antarabangsa dengan Indonesia sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi mereka. Keuntungan yang didapat Indonesia adalah masalah kedua.
Salah satu saluran utama pemerintah Jepang dalam memberikan bantuan program budaya untuk Indonesia adalah melalui Official Development Assistance (ODA), khususnya melalui tipe tertentu dari proyek hibah. Program kerja sama teknik diberikan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), program beasiswa melalui Kementerian Pendidikan, Monbusho. Adapun program khusus budaya dikelola oleh Japan Foundation. Sejak awal tahun 1960-an, ketiga lembaga ini memberi pendidikan dan pelatihan teknis untuk orang Indonesia yang memiliki potensi menjadi orang yang berpengaruh.
Saya menyimpulkan bahwa, meskipun cita-cita utopis secara resmi ditawarkan untuk menjelaskan hubungan budaya Jepang dengan Indonesia, melalui hibah bantuan yang terlihat murah hati, manfaat arus budaya itu sejatinya untuk melayani kepentingan politik dan ekonomi dari Jepang sebagai bangsa pengirim. Program budaya Jepang menularkan manfaat lebih sedikit untuk Indonesia sebagai bangsa penerima. Dengan demikian, hubungan Jepang dengan negara Asia Tenggara mengingatkan banyak orang terhadap pendekatan imperialis yang mereka tunjukkan di masa lalu.

International cultural relations are used as diplomatic instruments by wealthy industrialised nations in pursuit of national economic and strategic interests. This dissertation examines Japan-Indonesia cultural relations from 1967-1987, focussing on educational and cultural exchange programs as the most influential of Japan?s international cultural relations programs. I argue that the Japanese government has pursued, and still does pursue, cultural relations with Indonesia seeking foremost political and economic benefit for Japan. Benefits for Indonesia are a secondary concern.
One of the main vehicles through which the Japanese government delivers cultural programs to Indonesia has been Official Development Assistance (ODA), particularly through specific types of grant projects. Technical programs are delivered mainly through the Japan International Cooperation Agency (JICA), and scholarship programs are through the Ministry of Education, Monbusho. Programs that are specifically cultural are administered by the Japan Foundation. All three bodies have provided education and technical training for influential Indonesians from the inception of these programs in the late 1960s.
I conclude that, even though utopian ideals are offered to officially explain Japan?s cultural relations with Indonesia, a position substantiated by seemingly generous aid grants, the cultural flows and their rewards serve primarily the political and economic interests of Japan as the sending nation. Japan?s cultural programs bring less benefit to Indonesia as the recipient nation. It is thus a relationship redolent of Japan?s past imperialist approach to Southeast Asian nations."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2155
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ariantini Yudhasari
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas karya Lee Yangji yang berjudul Koku 1984 dan Yuhi 1988 yang bercerita tentang pengalaman diaspora tokoh perempuan Zainichi Korea generasi kedua. Penelitian ini merupakan penelitian kualitiatif dengan menggunakan pendekatan kajian sastra berperspektif feminis serta memanfaatkan teknik fokalisasi untuk mengamati isi fokalisasi yang disampaikan oleh fokalisator di dalam cerita. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa perempuan Zainichi Korea mengalami ketercerabutan dari akar budaya tanah leluhurnya sehingga mengalami kegamangan akan identitasnya. Proses pencarian identitas dan gejala ketercerabutan dari akar yang dialami tokoh perempuan Zainichi Korea ditemukan melalui narasi feminis dan diaspora. Melalui narasi feminis ditemukan bahwa tokoh perempuan dapat memposisikan dirinya sebagai subjek dalam aspek seksualitas dan relasi gender. Sementara itu, dalam narasi di spora ditemukan bahwa identitas diaspora bersifat cair dan fleksible serta akan terus bergerak dalam proses menjadi becoming melalui beragam bentuk negosiasi identitas dalam rangka diposisikan dan memposisikan diri. Pengalaman diaspora yang dialami tokoh perempuan Zainichi Korea merupakan bentuk diaspora pengalihan yaitu terjadinya proses pengalihan budaya dari budaya tanah leluhur ke dalam budaya yang membesarkan di tempat baru melalui aspek bahasa, negara, lingkungan, dan kultural. Dapat disimpulkan bahwa adanya pengalihan budaya dari budaya tanah leluhur ke budaya tempat baru mengakibatkan tokoh perempuan Zainichi Korea generasi kedua mengalami ketercerabutan dari akar.

ABSTRACT
This dissertation is a study on the novels written by Lee Yangji, Koku 1984 dan Yuhi 1988 , which narrate the story of a second generation of Zainichi Korean women. This study is a qualitative study that uses literature studies with feminist perspective and utilizes focalization technique to observe the focalization content that is deliverd by the focalizer in the story. The finding of this study showed that a Zainichi Korean women experiences cultural shock which consequently creates disorientation on her own identity. Through feminist and diaspora narration, the study found the process of the ripping of a Zanichi Korean women from her root. On the other side, the narration of diaspora reveals the fluidity and flexibility of diasporic identity and that identity is continually progressing from the process of becoming through various forms of identity negotiation in terms of self positioning. The diasporic experience of the Zainichi Korean women character in Koku and Yuhi is a form of diasporic transition of transforming one s homeland s culture to the culture where she grows up. This transformation takes form in the aspect of language, country, surrounding, and culture. It is concluded that that transformation forces the female character of 2nd generation of Korean Zainichi experiences separation from her root. "
2017
D2305
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hayuni Wulandari
"Sejarah Indonesia bisa dikatakan bercorak androcentric, narasi tentang masa lalu di Indonesia hanya berpusat di sekitar kegiatan laki-laki. Sementara itu, studi tentang perempuan masih terbatas dan didominasi dengan tema pemberdayaan perempuan atau gender mainstreaming bukan women history yang lebih mengutamakan perspektif feminisnya daripada gender. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas tentang pemberdayaan perempuan pada masa Pendudukan Jepang melalui Fujinkai.
Masalah yang dibahas adalah bagaimana negara mengubah Fujinkai menjadi mesin politik dalam memobilisasi kekuatan rakyat selama masa perang dengan menggunakan ideologi negara pada feminis Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan perspektif baru tentang Fujinkai yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu cara otoritas selama pendudukan Jepang menggunakan ideologi. Dalam kasus ini, ideologi negara tentang feminisme Jepang diinternalisasi dan diimplementasikan ke Fujinkai untuk membangun kekuatan masyarakat di daerah pendudukan di Jawa untuk mendapatkan kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya.
Teori yang digunakan dalam memahami isu penelitian ini adalah teori ideologi dari Franz Schurmann. Sebagai ideologi praktis, penelitian ini juga menggunakan teori gender oleh Abbot, Moore, dan Suryakusuma. Bahkan, penelitian ini menggunakan pendekatan teori komparatif sebagai alat analisis dalam mengungkapkan permasalahan.

Indonesia history can be considered as having androcentric pattern since it rsquo s past narrations in Indonesia occured and centered solely on the men activity. The women, both as an object and a discourse in history are one of the missing elements in Indonesia history. Therefore, this study will discuss about the empowerment of women during the Japanese Occupation through Fujinkai.
The main issue discussed in this research is the way the state altered Fujinkai to political machine in mobilizing people power during war time by employing the state ideology on Japanese feminity. The objective of this research is to get a new perpective on Fujinkai which differed from previous researches, i.e.the way the authority during Japanese occupation used ideology. In this case, the state ideology on Japanese femininity internalized and implemented into Fujinkai to build people power in occupation area in Java to gain victory in Greater East Asia War.
The theory used in understanding the issue of the research is the ideology theory by Franz Schurmann. As practical ideology, this research also used theory of gender by Abbot, Moore, and Suryakusuma. Moreover, this research used comparative theory approach as analysis tool in revealing the issue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Waluyo
"Gerakan Perubahan Pembelajaran Seni Rupa dari STSRI ASRI Yogyakarta menjadi ISI Yogyakarta, merupakan upaya penyesusaian dengan perkembangan dan situasi jaman. ISI Yogyakarta dalam melaksanakan operasinya sebagai lembaga pendidikan tinggi seni di tengah globalisasi melakukan pembenahan cara pembelajaran bersertakurikulumnya. Penelitian ini adalah penelitian sejarah yangmenggunakan metode penelitian sejarah. Penelitian ini merekonstruksi nilai filosofis penggabungan, merekonstruksi perkembangan ISI Yogyakarta dan merekonstruksi dinamika ISI Yogyakarta hingga 2014. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: arsip, surat-surat keputusan yang dikeluarkan lembaga, buku panduan dan silabus, brosur-brosur, foto-foto kegiatan maupun foto-foto karya mahasiswa pada kurun waktu 1968—2014. Hasil kajian menunjukkan dengan adanya gerakan pembaharuan dari STSRI ASRI menjadi ISI lebih efisien. Gerakan Pembaharuan tersebut juga mempererat kerja sama antarcabang seni; para mahasiswa saling mengenal dan menghargai bidang profesi masing-masing, dan menunjukan bahwa perubahan dari STSRI ASRI ke ISI pada tahun 1984 memiliki dampak positif terhadap perkembangan
pendidikan seni rupa di Indonesia.

Movement for the Change of Fine Arts Learning from STSRI ASRI Yogyakarta to ISI Yogyakarta, is an effort to address the development and situation of the times. ISI in carrying out its operations as an institution of higher education of art in a globalized world to reform the curriculum along the way learning. This research is historical research that uses historical research methods. This study reconstructs the philosophical value of the
merger, reconstructs the development of ISI Yogyakarta and reconstructs the dynamics of ISI Yogyakarta to 2014. Sources of data in this study include: archives, decrees issued by institutions, handbooks and syllabus, brochures, activity photos and photographs of student work during the period 1968—2014. The results show that with the reform movement from STSRI ASRI to ISI is more efficient. The Reform Movement also strengthened inter-art collaborations; the students knew and appreciated each other's fields of profession, and showed that the change from STSRI ASRI to ISI in 1984 had a positive impact on the development of art education in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Waluyo
"Gerakan Perubahan Pembelajaran Seni Rupa dari STSRI ASRI Yogyakarta menjadi ISI Yogyakarta, merupakan upaya penyesusaian dengan perkembangan dan situasi jaman. ISI Yogyakarta dalam melaksanakan operasinya sebagai lembaga pendidikan tinggi seni di tengah globalisasi melakukan pembenahan cara pembelajaran berserta kurikulumnya. Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang menggunakan metode penelitian sejarah. Penelitian ini merekonstruksi nilai filosofis penggabungan, merekonstruksi perkembangan ISI Yogyakarta dan merekonstruksi dinamika ISI Yogyakarta hingga 2014. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: arsip, surat-surat keputusan yang dikeluarkan lembaga, buku panduan dan silabus, brosur-brosur, foto-foto kegiatan maupun foto-foto karya mahasiswa pada kurun waktu 1968—2014. Hasil kajian menunjukkan dengan adanya gerakan pembaharuan dari STSRI ASRI menjadi ISI lebih efisien. Gerakan Pembaharuan tersebut juga mempererat kerja sama antarcabang seni; para mahasiswa saling mengenal dan menghargai bidang profesi masing-masing, dan menunjukan bahwa perubahan dari STSRI ASRI ke ISI pada tahun 1984 memiliki dampak positif terhadap perkembangan pendidikan seni rupa di Indonesia

Movement for the Change of Fine Arts Learning from STSRI ASRI Yogyakarta to ISI Yogyakarta, is an effort to address the development and situation of the times. ISI in carrying out its operations as an institution of higher education of art in a globalized world to reform the curriculum along the way learning. This research is historical research that uses historical research methods. This study reconstructs the philosophical value of the merger, reconstructs the development of ISI Yogyakarta and reconstructs the dynamics of ISI Yogyakarta to 2014. Sources of data in this study include: archives, decrees issued by institutions, handbooks and syllabus, brochures, activity photos and photographs of student work during the period 1968—2014. The results show that with the reform movement from STSRI ASRI to ISI is more efficient. The Reform Movement also strengthened inter-art collaborations; the students knew and appreciated each other's fields of profession, and showed that the change from STSRI ASRI to ISI in 1984 had a positive impact on the development of art education in Indonesia"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library