Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silangen-Sumampouw, Elfrida Wilhelmina
"Setiap tindak ujaran yang dihasilkan dalam suatu peristiwa ujaran yang tercipta karena adanya interaksi sosial bersemuka memanfaatkan paling kurang dua komponen, yaitu peserta dan bahasa. Komponen tindak ujaran (components of speech acts) yang lengkap dijelaskan dalam Hymes (1972:5B--65). Peserta dalam suatu interaksi verbal bersemuka adalah pembicara dan kawan bicara atau pendengar dan bahasa yang di gunakan dapat berupa bahasa baku, bahasa nonbaku bahasa daerah, dialek, laras, atau variasi lain. Variasi atau ragam bahasa apa pun yang dipakai dalam interaksi itu, salah satu seginya yang penting adalah sistem penyapaan.
Sistem penyapaan bahasa Indonesia di anggap sangat rumit antara lain oleh Sutiyono (1421:1) karena memiliki terlalu banyak pilihan kata yang dapat digunakan untuk menyapa orang. Kenyataan itu membangkitkan minat sejumlah pemelajar bahasa Indonesia, termasuk penulis.
Disertasi ini memasalahkan sistem penyapaan bahasa Indonesia ragam Manado dan membatasi ruang lingkup pembahasannya pada penggunaan kata penyapa khususnya yang ada kaitan dengan kendala sosial dalam kegiatan pemilihan jenis kata penyapa dan wujud vari annya yang cocok, strategi pemilihannya terutama di pengaruhi oleh identitas sosial para peserta tindak ujaran dan jenis hubungan peran yang ada di antara para peserta itu. Identi tas para peserta selain ditentukan oleh latar belakang bahasa etni, pendidikan, umur, dan jenis kelaamin, juga dipengaruhi oleh status baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang menghasi1kan berbagai hubungan peran, seperti antara lain hubungan ayah-anak, suami-istri, dosen-mahasiswa, dokter pasien, dsbnya. Hubungan peran menunjukkan keakraban yang diwarnai oleh sistem budaya yang hidup dalam masyarakat pemakai kata-kata penyapa itu (Linton, 1976; Goodenough, 195: Merton, 1966; Fishman, 1970; Lyons, 1977)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D00310
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Alwi
"Pandangan dan tafsiran mengenai modalitas sering berbeda antara ahli yang satu dan ahli yang lain. Seperti yang dikutip oleh Perkins (1983:6) dari Ackrill (1983), Aristoteles merupakan ahli yang pertama kali menyatakan gagasan atau buah pikiran mengenai apa yang sekarang disebut modalitas itu. Dengan menggunakan sudut pandang yang didasari oleh logika modal {modal logic), Aristoteles menyebutkan keperluan (necessity), kemungkinan (possibility), dan ketakmungkinan (impossibility) sebagai permasalahan modalitas. Dua pengertian yang disebutkan pertama, yaitu keperluan dan kemungkinan, oleh sebagian ahli bahkan dianggap sebagai masalah utama dalam sistem modalitas (Geerts dan Malls, 1978: 108; Lyons, 1977:787; Palmer, 1979:8).
Maingueneau (1976:112) menyoroti modalitas tidak hanya dari sudut logika karena menurut pendapatnya, modalitas pikiran (modalite Iogique) perlu dibedakan dari modalitas apresiatif (modalite appreciative). Yang dimaksudkannya dengan modalitas pikiran ialah sikap pembicara yang menggambarkan, antara lain, kebenaran (la verite), kementakan atau kebolehjadian (la probabilite), dan kepastian (la certitude), sedangkan yang menggambarkan perasaan gembira (1'heureux) dan sedih (le triste) digolongkannya ke dalam modalitas apresiatif."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
D14
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dendy Sugono
"Dalam dunia linguistik telaah wacana baru mencapai perkembangan dalam menemukan bentuk dan arah sekitar awal tahun 1970-an walaupun sebetulnya bidang telaah ini telah dimulai sejak berabad-abad yang lalu dengan nama, antara lain, "seni berbicara", retorika. Bidang telaah ini mencapai kejayaannya pada Abad Pertengahan, tetapi pada abad-abad selanjutnya bidang telaah ini telah memudar dari perhatian orang, terutama pada awal abad XX. Pada awal abad itu orang memusatkan perhatiannya pada analisis kalimat atas unsur-unsur yang lebih kecil; kalimat dipandang sentral dan otonom sehingga analisis mereka terlepas dari konteks.
Dalam Bahasa Indonesia penelitian wacana merupakan hal yang baru karena telaah wacana baru mendapat perhatiaan orang setelah tahun 1980-an meskipun satu dasawarsa sebelum itu orang telah sadar akan konteks dalam analisis bahasa. Namun, pengertian konteks di situ mengacu pada kalimat atau pemakaian bahasa (pengaruh masuknya sosiolinguistik di Indonesia).Beberapa penulis telah membuka jalan bagi telaah wacana bahasa Indonesia. Dardjowidjojo (1986) menelaah benang pengikat dalam wacana, Poedjosoedarmo {1986) membicarakan konstruksi wacana, dan Kaswanti Purwo (1987) menelaah pelesapan konstituen dan susunan beruntun dalam menelusuri wacana bahasa Indonesia, serta Moeliono et al (1988) mengemukakan macam wacana dan alat pembentuk wacana: kohesi dan koherensi.
Telaah pelesapan subjek merupakan telaah kohesi (cohesion), telaah perpautan antarkalimat dalam wacana dan perpautan antarklausa dalam kalitnat. Kohesi itu sebagian dinyatakan melalui tata bahasa, disebut kohesi gramatikal, dan sebagian yang lain dinyatakan melalui kosa kata, disebut kohesi leksikal. Kohesi gramatikal meliputi pengacuan (reference), elipsis, dan penyulihan (substitution); sedangkan kohesi 'leksikal meliputi penyebutan ulang, sinonimi, dan kolokasi Konjungsi berada di garis batas antara kohesi gramatikal dan kohesi leksikal (Halliday dan Hassan,1979:6). Dengan pertautan lain, kohesi itu dapat diwujudkan melalui (a) pelesapan (deletion), (b) pemakaian pronomin a,(c) penyulihan, (d) penyebutan ulang, dan (e) pemakaian konjungsi."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
D334
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saputra Effendi Sumadinata
"ABSTRAK
Dalam bab ini berturut-turut akan dikemukakan beberapa masalah yang menjadi pusat perhatian telaah ini (1.1), tujuan yang hendak dicapai telaah serta ruang lingkup masalahnya (1.2), sumber serta korpus data yang digunakan dalam telaah dan alasan pemilihannya (1.3), garis besar analisis data yang digunakan dalam upaya mengungkapkan perilaku sintaktis dan semantis (1.4), dan organisasi penyajian hasil telaah (1.5).
Sebelum dipaparkan masalah yang menjadi pusat perhatian telaah ini, akari dikemukakan masalah penggunaan istilah yang dapat menimbulkan salah pengertian, yakni istilah adverbiaadverbial, dan kategori fungsi.
Dalam kepustakaan tata bahasa tradisional bahasa Indo
nesia lazim digunakan istilah seperti jenis kata dan jabatan kalimat. Istilah seperti kata sifat atau kata keadaan (adjektiva) dan kata keterangan atau kata tambahan (adverbia) termasuk ke dalam istilah jenis kata, sedangkan istilah seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan termasuk ke dalam istilah jabatan kalimat, istilah yang mengacu kepada fungsi (kelompok) kata dalam kalimat. Akan tetapi, dalam analisis kalimat, pembedaan kedua istilah itu sering kabur dan bahkan terkacaukan. Misalnya, kata batu pada (1),
(1) Rumah itu batu.
dianggap sebagai kata keadaan karena kata itu berfungsi menerangkan kata benda rumah, dan kata cepat pada (2),
(2) Kami berjalan cepat.
dianggap sebagai kata keterangan karena kata itu berfungsi menerangkan kata kerja berjalan .Dalam kepustakaan tats bahasa Indonesia mutakhir digunakan istilah kategori kata untuk jenis kata atau kelas kata dan istilah fungsi untuk jabatan (kelompok) kata dalam kalimat. Dalam telaah ini kedua istilah itu jugs akan digunakan dengan catatan bahwa istilah kategori kata dan fungsi itu digunakan sebagaimana dimaksudkan Lyons."
1992
D342
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saputra Effendi Sumadinata
"ABSTRAK
Dalam dab ini berturut_turut akan dikemukakan becerada masalah yang menJaai pusat perhatian telaah ini tt1juan yang hendak dicapai telaah serta ruang lingkup masa_iahnya (1.2), sumber serta korpus data yang digunakan dalam telaah, cara pengutipannya, dan alasan pemilihannva (i.3), garis besar anaii.sis data yang aigunakan daiam upaya meng_ungkaokan perilaku sintaktis dan semantis (1. 4), organisasi penyajian basil telaah (1.5), dan beberapa tanda dan sing_katan yang digunakan dalam telaah (1.6).Dalam seksi ini akan dipaparkan masalah yang menjadi pusat perhatian telaah ini. Akan tetadi, sebelumnya, akan dikemukakan masalah penggunaan istilah yang dapat menimbul_kan salah pengertian, yakni istilah adverbia dan adverbial, kateqori dan funqsi (lihat juga Bab II)."
1990
D1624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lapoliwa, Hans
"Salah satu ciri yang membedakan bahasa orang dewasa dari bahasa anak adalah pemakaian variasi kalimat yang lebih banyak, baik dalam hal panjang maupun dalam hal jenis atau tipe konstruksinya. orang dewasa, terutama dalam menulis, cenderung menggunakan kalimat panjang berupa kalimat kompleks dan/atau kalimat majemuk, sedangkan anak lebih banyak menggunakan kalimat sederhana. Hal itu mudah dimengerti karena orang dewasa--sebagai hasil pendidikan dan pengalaman bergaul dengan bahasa yang bersangkutan--telah menguasai secara lebih baik berbagai pola kalimat serta kaidah untuk memanipulasi pola-pola kalimat dan satuan-satuan lingual yang ada dalam bahasa yang bersangkutan. Akan tetapi, kecenderungan menggunakan kalimat panjang sering mengakibatkan kekaburan pengertian sehingga pendengar (pembaca) terpaksa "bekerja" lebih keras dalam usahanya menafsirkan makna untaian katakata itu. Kekaburan itu pada umumnya terjadi karena untaian kata-kata itu, walaupun sudah cukup panjang, belum dapat dikatakan bentuk (kalimat) yang apik (well-formed). Dengan perkataan lain, untaian kata-kata itu menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang bersangkutan. Gejala penyusunan kalimat panjang yang menyalahi kaidah-kaidah bentuk kalimat yang apik dalam bahasa Indonesia cukup memprihatinkan para pembina bahasa Indonesia. Terjadinya bentuk-bentuk yang tidak apik (ill-formed) itu terutama disebabkan oleh kurang mantapnya penguasaan kaidah-kaidah bahasa Indonesia, khususnya kaidah-kaidah sintaKsis.
Mengingat bahwa bahasa Indonesia merupakan sarana yang penting bagi pembangunan bangsa dan negara (Halim, 1976:17), gejala penyimpangan yang sering tampak pada kalimat panjang dalam bahasa Indonesia dewasa ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama. Untuk itu perlu diusahakan pengadaan buku-buku pedoman pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam hubungan itu, penyediaan buku tata bahasa Indonesia untuk berbagai lapisan masyarakat merupakan hal mutlak. Oleh karena kaidah bahasa pada asasnya merupakan rumusan mengenai keteraturan yang terdapat pada bahasa (Stockwell, 1977:3), penelitian deskriptif merupakan suatu hal yang hares dilakukan sebelum penulisan buku tata bahasa yang baik dapat dilaksanakan. Penelitian pemerlengkapan (complementation) dalam bahasa Indonesia ini merupakan salah satu usaha yang berorientasi ke arah penulisai: tata bahasa Indonesia yang dapat diandalkan yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan mutu pemakaian bahasa Indonesia di kalangan masyarakat luas.
Telaah pemerlengkapan adalah'telaah yang menyangkut konstituen frasa atau klausa yang mengikuti kata yang berfungsi melengkapi spesifikasi hubungan makna yang terkandung dalam kata itu (Quirk et al, 1985:65). Istilah "pemerlengkapan" mencakup konstituen kalimat yang lazim disebut objek, pelengkap, dan keterangan yang kehadirannya bersifat melengkapi makna kalimat. Konstituen ke warung pada Dia pergi ke warung atau membeli rokok pada ilia pergi membeli rokok merupakan pemerlengkapan karena kehadirannya melengkapi makna kalimat. Meskipun bentuk dia pergi termasuk bentuk yang apik dari segi sintaksis, kalimat itu belum lengkap dari segi makna. Verba pergi menuntut adanya keterangan tempat atau keterangan tujuan (yang menyatakan perbuatan)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D1036
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Asisi Datang
"Topik penelitian ini adalah mengenai pronomina terikat dalam bahasa Manggarai. Meskipun bahasa Manggarai merupakan bahasa isolatif, ada dua jenis pronomina terikat yang menempel pada hampir semua kelas kata dalam bahasa itu. Dalam disertasi ini, kedua jenis pronomina terikat tersebut disebut Nom dan Gen. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui perilaku sintaktis Nom dan Gen dalam bahasa Manggarai, menjelaskan perbedaan perilaku sintaktis antara Nom dan Gen dalam bahasa Manggarai, dan menjelaskan pendesak yang menyebabkan menempelnya Nom dan Gen pada kata atau frasa dalam bahasa Manggarai. Data penelitian ini merupakan data rekaman percakapan sehari-hari di dalam rumah tangga dan dalam pertemuan arisan keluarga Manggarai di Depok. Selain itu, digunakan data teks yaitu Manggarai Texts yang dikumpulkan oleh Verheijen sekitar tahun 1960 1970. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori-teori sintaksis, khususnya mengenai argumen, diatesis, dan pronomina terikat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nom dan Gen sama-sama dapat menempel pada semua kelas kata dalam bahasa Manggarai, kecuali konjungsi. Akan tetapi, secara sintaktis Nom mengemban fungsi sintaksis sebagai subjek; sedangkan Gen, di samping menjadi pemilik dalam frasa nominal-posesif, juga menjadi bagian dari kata polimorfemis yang mengemban fungsi tertentu dalam kalimat. Pada kalimat yang berpredikat verba berargumen satu, Nom dan Gen menempel pada verba tesebut; sedangkan pada kalimat yang berpredikat verba berargumen dua dan berdiatesis aktif, Nom dan Gen menempel pada fungsi sintaksis objek kalimat. Pada kalimat berdiatesis pasif, Nom dan Gen menempel pada verba atau pada kata atau frasa berpemarkah pasif. Temuan lain adalah adanya konstruksi genitif d- yang berperilaku sintaktis mirip dengan Gen.

The topic of this research is about the bound pronouns in Bahasa Manggarai. Although Bahasa Manggarai is an isolating language, there are two types of bound pronouns which attach to almost all classes of words in the language. In this dissertation, these two types of bound pronouns are called Nom and Gen. The main objective of this study is to determine the syntactic behavior of Nom and Gen in Bahasa Manggarai, to explain the difference of syntactic behavior between Nom and Gen in Bahasa Manggarai, and to explain suppressor that causes attachment of Nom and Gen to words or phrases in Bahasa Manggarai. The data of this research is the data recording of daily conversations at home and in family gatherings in Manggarai Depok. In addition, the research also used text data found in Manggarai Texts collected by Verheijen around 1960 1970. The theories used are the theories of syntax, particularly striking argument, diathesis, and pronouns bound.
The results showed that the Nom and Gen are alike. They can attach to all classes of words in Bahasa Manggarai, except conjunctions. However, syntactically Nom carries syntactic function as a subject whereas Gen, in addition to being the owner of the nominal possessive phrase, also beccomes a part of the polymorphemic word which bears a specific function in the sentence. In sentences that the predicate verb has one argument, Nom and Gen are attached to the verb while in sentences that the predicate verb has two arguments and active diathesis, Nom and Gen are adhared to the object of the sentence. In passive sentences, Nom and Gen are attached to the verb or the word or passive marker. Another discovery was the genitive construction d which behaves syntactically is similar to Gen."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D1725
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arie Andrasyah Isa
"ABSTRAK
Disertasi ini menyingkap strategi, ideologi, metode, dan teknik penerjemahan ungkapan sapaan bahasa Inggris-Amerika dan ungkapan sapaan bahasa Indonesia serta budaya kebahasaan yang terlibat di dalam penerjemahan. Penelitian kualitatif ini menggunakan tiga novel Amerika beserta terjemahan bahasa Indonesianya dan wawancara dengan penerjemah serta narasumber lain. Didukung oleh teori penerjemahan, ungkapan sapaan, dan budaya kebahasaan, penelitian ini menemukan dua ideologi penerjemahan yang berhulu pada strategi penerjemahan pemancaan (foreignization) dan pelokalan (domestication). Di samping itu, juga ditemukan tujuh metode penerjemahan dan dua puluh empat teknik penerjemahan serta budaya kebahasaan yang menyangkut kuasa (power) dan solidaritas (solidarity).

ABSTRACT
This dissertation reveals the translation strategies, ideologies of translation, translation methods, and translation techniques of American-English forms of address into their Indonesian translations within linguistic culture involved in the translation. This qualitative research employs three American novels with their translation versions and interviews with their translators and other resource persons. Through the theories of translation, forms of address theories, and linguistic culture, the research findings indicate that two ideologies of translation: foreignization and domestication. Besides, it is also found that there are seven methods of translation with twenty four techniques of translation and linguistic culture relating to power and solidarity."
Depok: 2015
D2108
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"ABSTRAK
Penelitian ini mengeksplorasi fungsi afiks verbal ma-, -um-, mang-, -in-,
ka- dalam struktur internal kata dan klausa. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan fungsional dan metode analisis morfologi sintaksis.
Data diambil dari teks prosa Jawa Kuno  diparwa yang diperkirakan disusun
pada akhir abad 10. Data dari dua sumber lain, yaitu, Wirāṭaparwa dan
Bhīsmaparwa digunakan sebagai pelengkap. Analisis data dilakukan dengan
melihat fungsi afiks ma-, -um-, mang-, -in-, ka- dalam struktur internal kata dan
korelasinya dengan ciri valensi sintaktis dalam struktur internal klausa.
Temuan yang diperoleh dari analisis struktur internal kata adalah (i) afiks
ma-,-um-, mang-, -in-, ka- bersifat derivatif karena mengubah makna leksikal dan
kelas kata morfem dasar menjadi verba berargumen satu atau dua; (ii) afiks ma-,-
um-, mang- membentuk verba berargumen satu, sedangkan afiks -um-, mang-, -in-
, ka- membentuk verba berargumen dua. Sebagai pembentuk verba berargumen
dua, afiks -um-, mang- juga memiliki fungsi sebagai pemarkah diatesis aktif,
sedangkan afiks ?in-, ka- sebagai pemarkah diatesis pasif.
Verba berargumen satu dikaji berdasarkan makna aspektual inheren verba.
Temuan yang dihasilkan adalah ada dua kelompok verba berafiks, yaitu (i) verba
berafiks ma- yang keberlangsungan situasinya bersifat nondinamis (nondynamic
situation), (ii) verba berafiks ?um- dan mang- yang keberlangsungan situasinya
bersifat dinamis (dynamic situation). Verba yang menyatakan situasi nondinamis
dibedakan menjadi dua, yaitu verba statif (keberlangsungannya bersifat tetap) dan
verba statis (keberlangsungannya bersifat sementara).
Perbedaan verba statif dari verba statis terkait dengan analisis afiks verbal
dalam struktur internal klausa yang menghasilkan temuan sebagai berikut. Klausa
dengan predikat berupa verba statif tidak dapat diperluas dengan unsur sintaktis lainnya, sedangkan predikat berupa verba statis dan dinamis dapat diikuti unsur
sintaktis lain.
Verba berargumen dua dikaji berdasarkan ciri ketransitifannya. Afiks
ma- cenderung membentuk verba transitif yang tidak mendasar (non-prototypical
transitive verbs) dibandingkan afiks ?um- dan mang-. Secara semantis verba macenderung
memiliki kadar ketransitifan yang rendah. Sebaliknya, afiks mangcenderung
membentuk verba berciri transitif yang prototipikal, yaitu (i) memiliki
agen yang melakukan tindakan dengan sengaja dan aktif, (ii) memiliki pasien
yang konkret dan terkena tindakan, (iii) verba menyatakan peristiwa berubah
dengan cepat, terbatas, tuntas. Oleh karena itu, subjek klausa berpredikat verba
mang- cenderung merupakan agent active. Ciri semantis tersebut menjadi
pembeda yang paling menonjol antara verba mang- dan verba ?um-. Subjek
klausa berpredikat verba ?um- cenderung merupakan a conscious dative.
Analisis verba berafiks pada struktur internal klausa menghasilkan temuan
dua tipe klausa, yaitu (i) klausa yang urutan predikat dan subjeknya tersela
konstituen sintaktis lain, dan (ii) klausa yang urutan predikat dan subjeknya tidak
tersela konstituen sintaktis lain. Perbedaan tersebut berkaitan dengan jenis klausa
ditinjau berdasarkan ada tidaknya partikel topikal dalam klausa. Klausa berpola
predikat subjek yang tidak tersela konstituen lain dapat menjadi klausa topikal,
sedangkan klausa berpola predikat subjek yang tersela konstituen lain tidak dapat
menjadi klausa topikal. Temuan tersebut memperlihatkan perbedaan jenis klausa
yang dipicu oleh kebutuhan pada tingkat sintaktis dan pragmatik wacana.
Temuan penelitian ini berimplikasi pada kajian linguistik bahasa Jawa
Kuno dalam hal dua aspek tinjauan afiks verbal, yaitu kata dan klausa. Afiks
verbal bahasa Jawa Kuno tidak hanya merupakan kesatuan bentuk dan makna
dengan morfem dasar yang diimbuhinya, tetapi juga merupakan kesatuan bentuk
dan makna yang berkorelasi dengan ciri sintaktis verba berafiks yang
dibentuknya

ABSTRACT
This research investigates the functions of Old Javanese verbal affixes ma-
-um-, mang-, -in-, and ka- in the internal structure of words and clauses. This
qualitative research utilizes functional approach and morphological-syntactical
method for analysis. Data were taken from an Old Javanese prose text  diparwa
which was composed approximately in the 10th century. Supplementary data were
taken from two other textual sources: Wirāṭaparwa and Bhīsmaparwa. Data were
analyzed by examining the functions of affixes ma-, -um-, mang-, -in-, and ka- in
the internal structure of words and their correlation with syntactical valency in the
internal structure of clauses.
Analysis of the internal structure of words yields these following results:
(i) affixes ma-,-um-, mang-, -in-, and ka- are derivative in character because they
can transform lexical meanings and the part of speech of a basic morpheme into a
verb with one or two arguments; and (ii) affixes ma-,-um-, and mang- creates
verbs with one argument, while affixes -um-, mang-, -in-, and ka- creates verbs
with two arguments. As markers of verbs with two arguments, affixes -um- and
mang- also function as active diathesis markers, while affixes -in- and kafunction
as passive diathesis markers.
Verbs with one argument are analyzed according to their inherent
aspectual meanings. This analysis found two groups of verbs with affixes: (i)
verbs with affix ma- which signify non-dynamic situations and (ii) verbs with
affixes -um- and mang- which signify dynamic situations. Verbs which convey
non-dynamic situations are further divided into two groups which consist of
stative verbs (which indicate permanent situations) and static verbs (which
indicate temporary situations).
The difference between those two groups of verbs is then linked to the
results of an analysis of verbal affixes in the internal structure of clauses, which
found that clauses with stative verbal predicates cannot be expanded using other syntactical elements, while clauses with static and dynamic verbal predicates can
be expanded using other syntactical elements.
Verbs with two arguments are analyzed according to their transitivity.
Affix ma- is more likely to create non-prototypical transitive verbs than affixes -
um- and mang-. Semantically speaking, verbs with affix ma- tends to show low
degree of transitivity, whereas the affix mang- tends to create prototypical
transitive verbs with these characteristics: (i) having agents who do intentional
and active actions, (ii) having concrete patients who become the objects of those
actions, and (iii) signifying events which are rapidly changing, limited, and
complete. Because of this, the subjects of clauses with verbal predicate mangtend
to be active agents. This semantic characteristic is the most distinguishing
feature between verbs with affix mang- and verbs with affix -um-. The subjects of
clauses with verbal predicate -um- tend to be conscious datives.
The analysis of verbs with affixes in the internal structure of clauses
results in two types of clauses which consist of (i) clauses whose predicate and
subject are separated by other syntactical constituents, and (ii) clauses whose
predicate and subject are not separated by other syntactical constituents. This
difference is related to the categorization of clauses which is based on the
presence or absence of topical particles in the clauses. Clauses with predicatesubject
pattern which are not separated by other syntactical constituents can be
considered as topical clauses, whereas clauses with predicate-subject pattern
which are separated by other syntactical constituents cannot be considered as
topical clauses. These findings demonstrate that clauses can be categorized
according to various linguistic needs at syntactical level and pragmatic-discourse
level.
The research findings can contribute to expanding the linguistic studies of
Old Javanese in two aspects related to the study of verbal affixes: words and
clauses. Old Javanese verbal affixes are not simply fusions of form and meaning
combined with the base morphemes to which they are attached, but also the fusion
of form and meaning which correlates with the syntactical characteristics of the
affixed verbs they create."
2016
D2233
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library