Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puriyati
"Ion logam Cr (III) dan Cr (VI) merupakan logam berat yang dapat membahayakan bagi lingkungan. Oleh karena itu diperlukan cara untuk dapat menangani limbah tersebut, salah satu caranya yaitu menggunakan biomassa alga hijau sebagai biosorben yang dapat menyerap logam berat. Selain itu juga dilakukan protonasi biomassa dengan menggunakan larutan HCl 0,1 M yang diharapkan menghasilkan serapan (daya adsorpsi) terhadap ion logam Cr (III) dan Cr (VI). Penelitian ini menggunakan beberapa variasi yiatu, pH awal larutan logam, waktu kontak, dan konsentrasi awal larutan logam. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa biosorpsi optimum untuk ion logam Cr (III) berada pada pH 7 sebesar 94,68 % sedangkan biosorpsi optimum untuk ion logam Cr (VI) berada pada pH 2 sebesar 64,79 %. Penyerapan maksimum untuk ion logam Cr (III) dan Cr (VI) berada pada waktu kontak 60 menit. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serapan terbesar untuk ion logam Cr (III) terjadi pada konsentrasi 10 mg/L dan untuk ion logam Cr (VI) terjadi pada konsentrasi 80 mg/l. Biomassa alga hijau terprotonasi dapat digunakan sebagai biosorben ion logam Cr (III) dan Cr (VI)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30685
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wulandari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30529
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Susanti
"Alga nijau telah diketahui dapat menyerap ion logam berat seperti ion logam Cr (VI) dalam Iarutan. Namun kemampuan alga dalam menyerap ion logam berat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti mudah rusak karena degradasi olen mikroorganisme Iain, ukurannya yang sangat kecil, dan berat jenisnya yang rendah. Selain itu alga mudah sekali Iarut dalam asam. Oleh karena itu biomassa alga tersebut diimmobilisasi dengan kalsium alginat agar diperoleh struktur yang Iebih stabil dalam asam. Selain itu, kalsium alginat diketahui juga dapat menyerap ion logam Cr (VI) dalam larutan. Biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat sebelum dan setelah mengikat ion logam Cr (VI) dikarakterisasi menggunakan SEIVI-EDX dan FTIR. Dari hasil penelitian menunjukkan banwa pH maksimum untuk ion logam Cr (VI) oleh biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat berada pada pH 2 dengan waktu kontak 120 menit. Recovery ion logam Cr (VI) dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi HNO3 dan NaOH."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramos Mangisi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30501
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Ernowo
"Pada studi ini, logam berat tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada tanah diukur menggunakan ekstraksi bertahap dan metode diffusive gradient in thin films (DGT), selain itu penyerapan logam tersebut pada tanaman kangkung darat diinvestigasi. Spesiasi Cu dan Zn pada tanah asli (non spike) dan tanah spike 200, 400, 600, dan 800 mg kg-1 tanah dievaluasi dengan ekstraksi bertahap yang didasari prosedur Tessier (1979), diperoleh distribusi logam pada fraksi yang berbeda-beda. Cu dan Zn pada tanah asli ditemukan terutama pada fraksi Mn oksida, Fe oksida dan residu. Sangat sedikit ditemukan pada fraksi exchangeable yang merupakan fraksi logam paling mobile dan diasosiasikan sebagai bioavailabel. Pada tanah yang diberi spike Cu dan spike Zn juga ditemukan terutama pada fraksi Mn oksida dan Fe Oksida, terlihat peningkatan cukup signifikan pada fraksi karbonat, dan khusus untuk tanah yang diberi spike Zn terlihat peningkatan cukup signifikan terhadap fraksi exchangeable.
Metode DGT digunakan untuk menentukan konsentrasi efektif (CE) dari Cu dan Zn pada tanah. Hubungan antara CE dari Cu dan Zn oleh DGT dan serapan Cu dan Zn pada kangkung darat yang ditumbuhkan dalam rumah kaca dievaluasi. Hubungan CE dari Zn terhadap serapan Zn pada kangkung darat berkorelasi secara signifikan pada pemberian konsentrasi spike Zn2+ 0 (kontrol) 200, 400, 600, dan 800 mg kg-1 tanah (R2 = 0,97) dan memberikan hubungan linear yang positif. Namun, pada variasi konsentrasi spike Cu2+ yang sama, CE dari Cu tidak berkorelasi terhadap serapan Cu pada kangkung darat (R2 = 0,43) dan memberikan hubungan linear yang negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan konsentrasi spike Cu yang digunakan terlalu tinggi atau berada pada level toksik.

In this study, heavy metals copper (Cu) and zinc (Zn) in soil were measured using the method of sequential extraction and diffusive gradient in thin films (DGT), in addition to the absorption of these metals in Ipomea reptans Poir. were investigated. Speciation of Cu and Zn in native soil (non-spike) and spiked-soil 200, 400, 600, and 800 mg kg-1 soil were evaluated by the sequential extraction procedure based on Tessier (1979), obtained the metal distribution in different fractions. Cu and Zn in the native soil is found mainly in the fraction of Mn oxides, Fe oxides and residues. Very little was found in exchangeable fraction which is the most mobile metal fraction and associated bioavailable. In spiked-soil, Cu and Zn were also found mainly in the fraction of Mn oxides and Fe oxides, seen a significant increase in the fraction of carbonate, and specifically for a given soil Zn spike seen a significant increase in the exchangeable fraction.
DGT method used to determine the effective concentration (CE) of Cu and Zn in soil. The relationship between Cu and Zn from the CE by the DGT and the uptake of Cu and Zn in Ipomea reptans Poir. grown in a greenhouse were evaluated. The relationship CE of Zn with Zn abosrption by Ipomea reptans Poir. were significantly correlated to the spike concentration giving Zn2+ 0 (control) 200, 400, 600, and 800 mg kg-1 soil (R2 = 0.97) and provide a positive linear relationship. However, with the spike Cu2+ at the same variation of concentration, CE of Cu did not correlate to the absorption of Cu in Ipomea reptans Poir. (R2 = 0.43) and give a negative linear relationship. This is probably due to Cu spike concentration used is too high or are at toxic levels.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43361
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pavilyanti Juwita
"Pencemaran limbah dapat merusak lingkungan sekitar dan menjadi tercemarnya logam berat oleh bahan kimia, misalnya suatu perairan. Logam berat yang banyak terdapat di perairan salah satunya adalah Pb. Pada percobaan ini dilakukan pengukuran menggunakan DGT yang dapat mengukur keberadaan logam spesi labil. Spesi labil dapat mewakili jumlah logam yang mungkin terserap biota. DGT yang terdiri dari diffusive layer dan binding layer diuji kemampuannya dalam menyerap spesi logam labil Timbal (II). DGT dengan binding gel Chelex maupun poli(asam)akrilat gel diuji pada variasi waktu pengukuran, konsentrasi larutan, pH, dan adanya EDTA. Waktu optimum penyerapan dalam DGT adalah 24 jam (CDGT : Clarutan 99,29%) untuk Chelex binding gel dan 24 jam (CDGT : Clarutan 44,98%) untuk poli(asam)akrilat gel. Pada konsentrasi 1 mg/L hingga 100 mg/L dapat terukur secara efektif, hanya saja ketika konsentrasi 100 mg/L penyerapannya sudah mendekati konsentrasi awal sehingga sudah mencapai optimum. DGT poli(asam)akrilat hanya dapat mengukur larutan uji secara efektif sampai konsentrasi 4,7411 mg/L, sedangkan pada konsentrasi 9,7946 mg/L mulai menurun. DGT dengan Chelex maupun poli(asam)akrilat binding gel optimum mengukur pada larutan dengan pH sekitar pH netral (±7). Dengan adanya EDTA, konsentrasi yang terukur DGT menjadi lebih kecil baik menggunakan Chelex maupun poli(asam)akrilat jika dibandingkan tanpa adanya EDTA. Logam Pb yang terserap dalam DGT untuk sampel air danau secara alamiah memberikan hasil konsentrasi yang kecil dibandingkan dengan adanya penambahan zat Pb 5 mg/L baik menggunakan Chelex maupun poli(asam)akrilat.

Heavy metals contamination can pollute the waters and then damage the surrounding environment. Pb is one of the heavy metals in contaminant water. In this experiment, measurements were conducted using DGT to measure labile metal species. Labile species may represent the amount of metal that could be absorbed by biota. DGT diffusive layer and binding layer are tested for their capacity to absorb labile metal plumbum (II). DGT with a chelex binding gel and poly(acrylic acid) were tested for the effect of the measurement time, solution concentration, pH, and the presence of EDTA. Results of analysis using AAS showed that the optimum time for measurement of DGT is 24 hours (CDGT : Csolution 99,29%) for binding chelex gel and 24 hours (CDGT : Csolution 44,98%) for poly(acrylic acid) gel. At a concentration of 1 mg/L to 100 mg/L can be measured effectively, where the adsorption reached the optimum value when the initial concentration of approaching 100 mg/L. Poly(acrylic acid) DGT can only effectively measure the test solution until the concentration of 4,7411 mg/L, whereas at the concentration 9,7946 mg/L started to decline. Chelex-100 and DGT binding gel poly(acrylic acid) measure the optimum solution with a pH around neutral pH (+ 7). The presence of EDTA causes measured concentration (CDGT) either with using chelex and poly(acrylic acid) becomes smaller than those without EDTA addition. The adsorption of Pb in DGT for natural water lake to give smaller value than addition Pb 5 mg/L for chelex-100 and poly(acrylic acid)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1439
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Lenna Juliana
"Salah satu metoda untuk menentukan keberadaan fosfat di lingkungan perairan adalah dengan pembuatan adsorben selektif Ion Imprinted Polymer menggunakan kitosan termodifikasi. Kitosan suksinat, fosfat, MBA (Metilen Bis Akrilamida) digunakan sebagai monomer, cetakan dan agen pengikat silang. Awalnya kitosan dimodifikasi membentuk kitosan suksinat dan ditambahkan ion besi, Fe(III) membentuk kompleks Fe(III) kitosan suksinat. Kemudian kompleks Fe(III) kitosan suksinat ditambahkan fosfat dan selanjutnya fosfat dikeluarkan dengan KOH sehingga membentuk rongga selektif untuk ion fosfat. Setelah rongga terbentuk, kompleks Fe(III) kitosan suksinat diikat silang dengan menggunakan MBA. Penyerapan fosfat dengan polimer yang telah dicetak dengan fosfat lebih tinggi bila dibandingkan dengan polimer tanpa dicetak dan kitosan. Penyerapan ion fosfat maksimum pada ion imprinted polymer dicapai saat 30 menit dengan kapasitas adsorpsi (Q) = 4,382.59 mg/g, pH 3 dengan Q = 4,806.74 mg/g dan konsentrasi 3-4 ppm dengan Q = 2,884.62-3,703.70 mg/g. Penyerapan fosfat pada ion imprinted polymer terganggu dengan adanya ion bikarbonat dengan Q = 1,205.27 mg/g sedangkan Q untuk penyerapan fosfat tanpa adanya gangguan ion (kontrol) sebesar 6,812.37 mg/g. Penyerapan Sodium Tripolifosfat (STPP) lebih kecil pada polimer yang dicetak dengan fosfat. Q untuk penyerapan STPP 2 ppm sebesar 1,670.35 mg/g sedangkan Q pada penyerapan fosfat 2 ppm sebesar 1,909.76 mg/g.

One method for determining the presence of phosphate within the waters was by making selective adsorbent ion imprinted polymer using modified chitosan. Chitosan succinate, phosphate, MBA (Methylene Bis Acrylamide) were used as a monomer, mold and crosslinking agent. Firstly, chitosan was modified to form chitosan succinate and added iron ions (III) to form complexes of Fe(III) chitosan succinate. Then the complex Fe(III) chitosan succinate was added with phosphate and then phosphate further removed with KOH to form a cavity for the adsorption phosphate ion selectively. Once the cavity was formed, the complex Fe(III) chitosan succinate was then crosslinked using MBA. Phosphate adsorption with polymers that have been imprinted with phosphate was higher when compared with non-imprinted polymer and chitosan. Maximum adsorption of phosphate ions on imprinted polymer was achieved after 30 minutes contact time with adsorption capacity (Q) 4,382.59 mg/g, pH 3 with Q = 4,806.74 mg/g and the concentration of 3-4 ppm with Q = 2,884.62-3,703.70 mg/g. The adsorption of phosphate on the imprinted polymer in the presence of bicarbonate ions as interference was by Q = 1,205.27 mg/g, whereas Q for the adsorption of phosphate ions in the absence of interference was (control) of 6,812.37 mg/g. Adsorption of Sodium tripolyphosphate (STPP) is smaller in the polymer imprinted with phosphate. Q for the absorption of 2 ppm STPP standar was 1,670.35 mg / g, while Q at 2 ppm of phosphate adsorption was 1,909.76 mg / g."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Dyah Kusumawardani
"Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan yang mengakibatkan eutrofikasi. Oleh karena itu diperlukan pengukuran fosfat di lingkungan. Ion imprinted polymer adalah material yang digunakan untuk mengukur konsentrasi fosfat dengan tujuan untuk mempelajari penyerapan ion tripolifosfat pada tripolifosfat-kompleks-kitosan suksinat. Komposisi dari ion imprinted polymer terdiri dari tiga, yaitu kitosan suksinat sebagai monomer kompleks, tripolifosfat sebagai cetakan yang menjadi target untuk dianalisis, dan N,N metilenbisacrilamida (MBA) sebagai agen pengikat silang. Langkah pertama, memodifikasi kitosan menjadi kitosan suksinat. Langkah kedua, kitosan suksinat direaksikan dengan Fe(III) dan tripolifosfat menghasilkan Fe(III)-kitosan suksinat. Setelah itu, Fe(III)-kitosan suksinat diikat silang dengan menggunakan MBA dan ion tripolifosfat dihilangkan dengan menggunakan KOH 1 M. Pengaruh pH, waktu kontak dan konsentrasi diamati. Serapan fosfat yang paling besar terjadi pada pH 2, waktu kontak selama 30 menit, dan konsentrasi sebesar 4 ppm. Hasil imprinted polymer dibandingkan dengan non imprinted polymer. Serapan imprinted polymer menghasilkan serapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan non imprinted polymer. Kitosan suksinat dan Fe(III)-kitosan suksinat yang sudah terikat silang dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC).

The presence of phosphate compounds in water greatly affect the balance of aquatic ecosystems resulting in eutrophication. That is why the measurement of phosphate in the environment is in need. Ion imprinted polymer is a material that has been used to measure the concentration of phosphate, the aim of this research is to learn adsorption of tripolyphosphate ions on tripolyphosphate-chitosan-succinate complex. The composition of ion imprinted polymer composed of three components, namely chitosan succinate as a monomer complex, tripolyphosphate as the template for analysis, and the N,N-methylenebisacrylamide (MBA) as a crosslinking agent. The first step, chitosan was modified into chitosan succinate. The second step, chitosan succinate was reacted with iron(III) and tripolyphosphate produced Fe(III)-chitosan succinate. After that, Fe(III)-chitosan succinate were crosslinked with MBA and tripolyphospate ion was removed using 1 M KOH solution. Effect of pH, contact time and concentration were observed. The maximum adsorption has found to be at pH 2, adsorption equilibrium was achieved in about 30 minutes, and a concentration is 4 ppm. Imprinted polymer has been compared with non-imprinted polymer. The result of imprinted polymer higher than non-imprinted polymer. Chitosan succinate and Fe(III)-chitosan succinate were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) and Differential scanning calorimetry (DSC)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Purwo Lestari
"Pada penelitian ini dilakukan adsorpsi ion logam Cu2+ dengan menggunakan komposit film alginat-karagenan dan rumput laut bergenus Sargassum. Daya adsorpsi kemudian dibandingkan antara komposit film alginat-karagenan dengan S.crassifolium untuk mengetahui adsorben mana yang lebih baik. Kondisi optimum adsorpsi adsorben diketahui dengan melakukan variasi adsorpsi meliputi variasi pH, waktu kontak, konsentrasi awal ion logam Cu2+ serta variasi suhu kontak. Diperoleh pH optimum adsorpsi untuk komposit film alginat-karagenan adalah 5, sedangkan untuk S. crassifolium pada pH 3, dengan waktu optimum berturut-turut 120 menit dan 90 menit. Biosorpsi logam meningkat secara linier sebagai fungsi konsentrasi awal logam sampai konsentrasi 50 mg/L dengan nilai serapan untuk S.crassifolium dan komposit film alginat-karagenan berturut-turut 19,1106; 20,3667 mg/g adsorben kering.
Pada variasi suhu diperoleh pula serapannya naik baik untuk S.crassifolium maupun komposit film alginat- karagenan. Diperoleh % recovery dengan menggunakan HCl 3 M paling tinggi sebesar 97,495 % dan 91,771% berturut-turut untuk komposit film alginat- karagenan dan S.crassifolium. Diketahui daya adsorpsi komposit film alginat- karagenan lebih tinggi dibanding S.crassifolium pada semua pengukuran variasi. Selama adsorpsi berlangsung, S.crassifolium melepaskan sejumlah zat organik ke dalam larutan sehingga diperoleh kadar organik terlarutnya tinggi, sehingga penggunaan komposit film alginat-karagenan sebagai adsorben logam lebih disarankan.

In this study, adsorption of metal ions Cu2+ was performed by using composite films alginate-carrageenan and brown seaweed (Sargassum sp.). The adsorption between composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium was compared to know the best adsorbent. To determine the optimum condition of adsorbent, several variation was conducted, include variation of pH, contact time, initial concentration of Cu2+ ions solution, and temperature. Optimum pH adsorption obtained for composite films alginate-carrageenan is 5, while for S. crassifolium at pH 3, with successive optimum contact time of 120 minutes and 90 minutes. Metal biosorption increased linearly as the function of the initial concentration of the metal until the concentration of 50 mg/L with uptake value for S.crassifolium and composite films alginate-carrageenan consecutive 19.1106; 20.3667 mg/g dry adsorbent.
In the effect of temperature is also obtained an increase in adsorption for both S. crassifolium and composite films alginate- carrageenan. The maximum of % recovery using 3 M HCl is 97.495% and 91.771% respectively for the composite films alginate-carrageenan and S.crassifolium. It is found that the adsorption of composite films alginate- carrageenan is higher than S. crassifolium in all the measurement variation. During the adsorption process, a number of organic substances are released from S.crassifolium into solution producing high levels of dissolved organic material, so the use of composite films alginate-carrageenan as metal adsorbent is recommended.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhania Dwi Aprianti
"Konsentrasi fosfat yang tinggi di lingkungan akuatik dapat menyebabkan terjadinya blooming algae yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem air. Oleh karena itu, penentuan bioavailabilitas fosfat perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasinya dalam ekosistem akuatik. Salah satu metode efektif yang saat ini digunakan dalam penentuan bioavailabilitas fosfat di lingkungan akuatik adalah metode Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) dengan binding gel TiO2.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pengikat silang pada gel poliakrilamida yang digunakan sebagai diffusive gel pada sistem DGT untuk meningkatkan selektivitasnya terhadap anion ortofosfat. Pengikat silang yang digunakan untuk modifikasi adalah N,N’-Methylenebisacrylamide (MBA). Nilai koefisien difusi dengan variasi konsentrasi pengikat silang MBA didapatkan bahwa nilai koefisien difusi berbanding terbalik dengan konsentrasi pengikat silangnya. Pembandingan selektivitas diffusive gel DGT dengan pengikat silang MBA dilakukan melalui perhitungan kadar fosfat total pada kedua sistem tersebut dengan adanya anion pengganggu berupa asam fitat dan asam humat.
Perhitungan dilakukan menggunakan sistem deployment dalam waktu 24 jam dan variasi konsentrasi pengikat silang MBA (0,05%; 0,2%; dan 0,3%). Melalui perhitungan ini didapat bahwa diffusive gel dengan konsentrasi pengikat silang MBA sebesar 0,3% memberi selektivitas terbaik terhadap anion ortofosfat. Hal ini dibuktikan melalui percobaan dengan gangguan fosfat organik. Konsentrasi asam fitat dan asam humat yang teradsorpsi pada sistem ini cenderung tetap meski konsentrasinya bertambah. Hal ini membuktikan bahwa diffusive gel MBA 0,3% memiliki ambang batas tertentu dalam melewatkan kedua asam organik tersebut, yaitu sebesar 28,753 μg untuk asam fitat dan untuk asam humat sebesar 33,177 μg.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa MBA dapat digunakan sebagai pengikat silang pada diffusive gel poliakrilamida dalam sistem DGT. Penggunaan pengikat silang MBA juga dapat menghasilkan pengukuran kadar bioavailabilitas fosfat yang lebih akurat karena lebih selektif terhadap ortofosfat dan bersifat membatasi jumlah fosfat organik yang terdifusi yang dapat mengganggu analisis kadar ortofosfat.

High phosphate concentrations in aquatic environments can cause algae bloom that can result in an imbalance of aquatic ecosystems. Thus, the determination of phosphate bioavailability needs to be done in order to know the level of phosphate concentrate in aquatic ecosystem. One of effective method that is currently used in the determination of phosphate bioavailability in aquatic environments is a Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) technique with TiO2 as a binding layer.
In this research, the crosslinking modification of polyacrylamide gel used as a diffusive gels in DGT system to improve the selectivity of the orthophosphate adsorption. The crosslinker that used for modification is N, N'-methylenebisacrylamide (MBA). Diffusion coefficient with concentration of crosslinking degree of variation was found that the diffusion coefficient is inversely proportional to the concentrate of cross linker. Benchmarking selectivity DGT diffusive gels with crosslinking MBA done through the calculation of total phosphate levels in both systems with the confounders in the form of phytic acid anions and humic acids.
The calculation is done using the system deployment within 24 hours and the concentration of crosslinking variation MBA (0,05%, 0,2% and 0.3%). Obtained through these calculations that the diffusive gel crosslinking MBA with a concentration of 0.3% gave the best selectivity towards orthophosphate anion. This has been proven through experimental research by using organic phosphate as confounder. Concentration of phytic acid and humic acid adsorbed on these systems tend to stagnate despite its concentration increases. This proves that the diffusive gel MBA 0,3% have skipped a certain threshold in both the organic acids : 28,753μg for phytic acid and 33,177 μg for humic acid.
Based on this study it can be concluded that the degree can be used as a crosslinking on diffusive polyacrylamide gels in DGT system. The use of crosslinked diffusive material can also provide phosphate bioavailability concentration measurements that are more accurate because it is more selective towards limiting the amount of orthophosphate and organic phosphate diffused as phytic acid and humic acid which can interfere with analysis of the levels of orthophosphate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>