Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saniyyah Djamal
"Perjanjian Homologasi merupakan pengesahan Perjanjian Perdamaian yang disahkan oleh Pengadilan Niaga yang berisi tentang jangka waktu pembayaran. Hal tersebut terdapat pada PKPU, Apabila pihak Debitor tidak dapat memenuhi isi dari Perjanjian Perdamaian yang sudah di Homologasi, maka pihak Kreditor dapat mengajukan tuntutan pembatalan perdamaian. Sifat Perjanjian Homologasi mengikat semua Kreditor si Debitor. Pada dasarnya perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Pada peraturannya di Indonesia perjanjian perdamaian penyelesaiannya dapat dengan 2 cara yaitu apakah perjanjian perdamaian itu telah selesai atau tidak. Selesai atau tidaknya suatu perjanjian perdamaian dapat dilihat dari pemenuhan kewajiban oleh debitur dari perjanjian perdamaian tersebut, apabila debitur lalai karena tidak dapat memenui perjanjain perdamaian tersebut, perjanjian perdamaian tersebut dapat dibatalkan. PKPU merupakan sebuah cara yang digunakan oleh Debitor maupun Kreditor dalam hal Debitor atau Kreditor menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang- utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian antara Debitor dan Kreditor supaya tidak perlu dipailitkan. Pada kasus ini PT. Multi Structure telah melewati proses PKPU, Perjanjian Perdamaian, Pembatalan Perjanjian Perdamaian, Kasasi, Hingga Peninjauan Kembali pada proses pengadilan. Kasus dari PT. Multi Structure ini yang akan dikaji oleh penulis mengenai putusan- putusan tersebut dan akibat dari pembatalan perjanjian perdamaian yang telah dilewat oleh PT. Multi Structure. Metode penulisan yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penulisan primer, sekunder, dan tersier.

Legalizing Peace Agreement by Commercial Court which contains the time period of payment, and that is include in the Suspension of Payment's Homologation Agreement. If Debtor can't fulfil contents of Peace Agreement which had been homologated, the Creditors can sue Cancellation of Agreement. The characteristic of Homologation Agreement is binding Debtor's Creditors. Basically agreement is an act between one or more party which one or more party are binding one to another. According to Indonesian regulations, a peace agreement can be resolved in 2 ways, namely whether the peace agreement has been completed or not. The completion or failure of a peace agreement can be seen from the fulfilment of obligations by the debtor of the peace agreement, if the debtor is negligent because he cannot fulfil the peace agreement, the peace agreement can be cancelled. Suspension of Payment is a way used by the Debtor or the Creditors in the case of judging the Debtors or Creditors feels that Debtor can't pay his debt, or insolvency in the time given to them by the agreement, which has passed the deadline, with the intention of fulfilling Peace Agreement between the Debtor and Creditors, so there is no need for Debtor to go Bankrupt. In this case PT. Multi Structure has gone through the Suspension of Payment process, Peace Agreement, Cancellation of Peace Agreement, Cassation, Up to Judicial Review in court proceedings. Case from PT. This Multi Structure will be studied by the author regarding these decisions and the consequences of the cancellation of the peace agreement that has been passed by PT. Multi Structure. The writing methods that will be used in writing this thesis are primary, secondary, and tertiary writing methods."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasasta Putra Tangkas
"Separasi vertikal merupakan salah satu langkah yang dapat diambil untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam sektor perkeretaapian. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau secara yuridis terkait implementasi separasi vertikal layanan perkeretaapian di Indonesia dan Inggris, serta mengevaluasi apa yang dapat diambil dari kasus perkeretaapian di Inggris untuk diterapkan di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa di Inggris, separasi vertikal sudah diterapkan secara institusional untuk menciptakan kompetisi dalam sektor perkeretaapian. Sementara itu, di Indonesia, meskipun telah meninggalkan kompetisi monopoli tunggal melalui UU 23 Tahun 2007, persaingan masih belum optimal. Masih banyak hal yang perlu diperkenalkan terutama pemisahan vertikal sebagai prekursor dari kompetisi, derajat kompetisi, dan peran swasta. Oleh karena itu, untuk mengetahui dan belajar dari kasus perkeretaapian di Inggris, penelitian ini menyarankan agar Indonesia dapat memperhatikan apa yang dapat diambil dari kasus tersebut untuk dijadikan implementasi di Indonesia. penelitian ini juga membahas Indonesia meningkatkan kompetisi dan mengakomodirnya melalui mekanisme tender, penunjukan langsung, dan penugasan, sementara Inggris memiliki badan regulator kereta api yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mengatur kompetisi yang sehat diantara perusahaan operator kereta api. Kedua negara juga memiliki perbedaan dalam pengaturan terkait dengan peran swasta dalam sektor perkeretaapian, dengan Indonesia masih belum optimal dalam mengakomodir peran swasta, sedangkan Inggris telah memberikan peran aktif kepada swasta.

Vertical separation is one step that can be taken to create healthy competition in the railway sector. This research aims to review the legal aspects of the implementation of vertical separation of railway services in Indonesia and United Kingdom, and to evaluate what can be taken from the railway case in United Kingdom to be applied in Indonesia. This research found that in United Kingdom, vertical separation has been institutionally applied to create competition in the railway sector. Meanwhile, in Indonesia, although it has left a single monopoly competition through Law No. 23 of 2007, competition is still not optimal. There are still many things that need to be introduced, especially vertical separation as a precursor to competition, the degree of competition, and the role of the private sector. Therefore, to learn from the railway case in United Kingdom, this research suggests that Indonesia can pay attention to what can be taken from the case for implementation in Indonesia. This research also discusses how Indonesia can increase competition and accommodate it through tendering mechanisms, direct appointments, and assignments, while United Kingdom has a railway regulatory body that is an extension of the government to regulate healthy competition among railway operators. Both countries also have differences in regulations regarding the role of the private sector in the railway sector, with Indonesia still not optimal in accommodating private sector participation, while United Kingdom has given an active role to the private sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hakim Harismawan Mubarak
"Tesis ini membahas mengenai status dan kedudukan debitor yang sudah memperoleh akta perdamaian melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga terhadap dilaporkannya debitor atas dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana termuat dalam ketentuan yang ditentukan pada Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan sangkaan sudah menipu salah seorang kreditor untuk mengeluarkan sejumlah uang sebagai investasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan kasus dengan menelaah putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. serta laporan dugaan tindak pidana penipuan Nomor LP-B/21/RES1.11/2021/RESKRIM/SPKT dengan menggunakan data sekunder disertai tipologi penelitian silogisme. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Hasil penelitian mengungkapkan bahwa ditetapkannya debitor menjadi tersangka merupakan suatu kesalahan penerapan hukum, karena diantara mereka yaitu debitor dan kreditor sudah terdapat suatu perjanjian baru yang memuat ketentuan mengenai utang piutang diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan hukum yang baru juga mengenai utang piutang serta kedudukan hukum yang baru, dan oleh karenanya tidak ada pemenuhan unsur-unsur tindak pidana penipuan, dan oleh karena tidak terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana maka ditetapkannya debitor sebagai tersangka tidaklah tepat untuk dilakukan. Selain itu dengan adanya akta perdamaian yang merupakan perjanjian maka hal tersebut merupakan kompetensi hukum perdata bukan merupakan kompetensi hukum pidana.

This thesis discusses the status and position of debtors who have obtained a deed of peace through the Debt Payment Obligation Postponement process in the Commercial Court against the reporting of debtors for alleged criminal acts of fraud as contained in the provisions specified in Article 378 of the Criminal Code with the suspicion of having deceived one of the creditors to spend some money as an investment. To answer these problems, this research uses a normative juridical research method using a statutory approach and a case approach by examining decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. as well as a report on the alleged crime of fraud Number LP-B/21/RES1.11/2021/RESKRIM/SPKT using secondary data with a syllogism research typology. In this study it was found that the results of the study revealed that the determination of the debtor as a suspect was a misapplication of the law, because between them, namely the debtor and the creditor, there was a new agreement containing provisions regarding the debt and credit between them so that a new legal relationship was established regarding debt and credit as well as a new legal position, and therefore there was no fulfillment of the elements of the crime of fraud, and because the elements of the crime were not fulfilled, the determination of the debtor as a suspect was not appropriate. In addition, with the existence of a deed of peace which is an agreement, it is the competence of civil law, not the competence of criminal law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Syakira
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan Niaga dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian dari utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Permasalahan dalam tesis ini adalah Penggugat yang membuat gugatan wanprestasi terhadap pemberi fasilitas Kredit Pemilikan Rumah karena sertifikat rumahnya yang tidak kunjung diberikan setelah lunasnya pembayaran Kredit Pemilikan Rumah tersebut. Akan tetapi, gugatan tersebut tidak diterima karena telah adanya putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang telah berakhir dengan perjanjian perdamaian (homologasi). Untuk menjawab permasalahan dalam tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Alasan majelis hakim memutuskan tidak menerima gugatan tersebut dikarenakan telah adanya putusan perjanjian perdamaian (homologasi) Nomor 118/Pdt.Sus/PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. Berdasarkan Pasal 288 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, rencana perdamaian (homologasi) yang telah berkekuatan hukum tetap telah menggantikan perjanjian yang lama.

Suspension of Paymentt is a period given by law through a decision of the Commercial Court judge during which time the creditors and debtors are given the opportunity to deliberate on ways of paying their debts by providing a plan to pay all or part of their debts, including if necessary to restructuring the debt. The problem in this thesis is that the Plaintiff made a default suit against the provider of the Home Ownership Credit facility because the house certificate was not issued after the payment of the Mortgage was paid. However, the lawsuit was not accepted because there was a decision on Postponement of Debt Payment Obligations which ended in a peace agreement (homologation). To answer the problems in this thesis using normative legal research and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. For data collection, it is done by using library research. The reason the panel of judges decided not to accept the lawsuit was due to the decision of the peace agreement (homologation) Number 118 / Pdt.Sus / PKPU / 2018 / PN.Niaga.Jkt.Pst. Based on Article 288 of Law Number 37 Year 2004, the peace plan (homologation) which has legal force has replaced the old agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Sari Ujung
"Kurator memiliki peranan yang penting dalam suatu kepailitan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 1 butir 5 Undangundang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Dalam melaksanakan tugas pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator harus independent dan tidak berpihak terhadap salah satu pihak. Akan tetapi dalam prakteknya tugas ini tidak mudah dan dapat dijalankan dengan mulus. Sulit sekali menjaga hubungan yang seimbang antara Kurator dengan Kreditor, Kurator dengan Debitor dan Kurator dengan Hakim Pengawas. Kurator dalam melaksanakan tugasnya harus dapat mendata/mengumpulkan harta Debitor, agar dapat membayarkan utang-utang Debitor terhadap para Kreditor. Dalam pelaksanaannya bisa saja Debitor tidak kooperatif, sehingga Kurator kesulitan menjalankan tugasnya. Kurator yang berpihak kepada Debitor dengan cara menutup-nutupi keberadaan harta pailit dapat berakibat tidak terbayarnya utang Debitor terhadap Kreditor. Kurator yang berpihak kepada Kreditor, sehingga dalam penjualan benda-benda harta pailit, tidak melelangnya dengan harta yang patut juga dapat merugikan Debitor.Independensi Kurator sangatlah penting dalam rangka pelaksanaan tugas Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit pada suatu kepailitan, agar tugasnya dapat terlaksana dengan baik. Akibat dari Kurator yang tidak independent adalah tidak tercapainya keadilan dalam suatu pemberesan dan pengurusan harta pailit yang menjadi tugas Kurator. Oleh sebab itu sebelum menerima penunjukannya sebagai Kurator dalam suatu kepailitan, Kurator harus mengukur kemampuannya apakah mampu mengurus dan membereskan harta pailit, memeriksa apakah ada benturan kepentingan dengan salah satu pihak dan yakin dapat bersikap adil terhadap setiap pihak.

Receiver plays a significant role in a bankruptcy proceeding for administration and settlement proceedings of the bankrupt estate. Section 5 of Article 1 of Law number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Moratorium stipulates that the Receiver shall mean the Probate Court or an individual appointed by court for the purpose of administration and settlement of the bankrupt-Debtor?s assets under supervision of the Supervisory Judge. In performing the settlement and administration process upon the bankrupt estate, the Receiver must be independent and not in favour of either party. However, in practice, this stand is not easily and not smoothly carried out. It is a very heavy task to keep in balance positions between the Receiver and Creditors, Receiver and Debtor, and Receiver and the Supervisory Judge. The Receiver, in performing its duties, must be able to collect/gather the Debtor?s assets for the purpose of repayment of the Debtor?s debts to Creditors. In practice, it is possible that the Debtor is not cooperative and as a consequence, the Receiver will deal with barriers in performing its duties. The Receiver that stands for the Debtor by way of concealing the existence of the bankrupt estate may cause the Debtor?s debts owed to Creditors being unpaid. Otherwise, the Receiver that stands for Creditors which, in the disposal of the bankrupt estate, does not auction any appropriate assets will also bring about loss towards Debtor. Independence of the Receiver is crucial for the performance of the Receiver?s duties in administering and settling the bankrupt estate in a bankruptcy proceeding, in order that the duties of the Receiver can be performed well. The consequence of the Receiver which is not independent may cause fairness in the settlement and administration proceedings of the bankrupt estate under the Receiver?s duties can not be attained. Therefore, before accepting its appointment as a Receiver under a bankrupt proceeding, the Receiver must be aware of its capabilities in administering and settling the bankrupt estate and to examine whether there will be conflict of interest with either party, and certain that being able to be fair towards parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24713
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Astri Maerisa
"Gadai adalah hak kebendaan atas benda milik orang Iain yang semata mata diperjanjikan dengan penyerahan jaminan atas benda tertentu dengan tujuan pengambilan pelunasan hutang dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari kreditu lainnya. Dalam pelaksanaan gadai Perum Pegadaian harus mengikuti segala prosedur yang telah ditentukan oleh Peraturan Direksi. Dalam pelaksanaan gadai seringkali terjadi kasus kasus yang dapat merugikan pemberi gadai ataupun penerima gadai. Seperti kasus wanprestasi, kasus pencurian dan kasus barang palsu. Kasus wanprestasi terjadi apabila nasabah tidak melunasi pinjaman tepat waktu. Dan akibat dari wanprestasi tersebut barang jaminan milik nasabah akan dilelang oleh Perum Pegadaian. Dari hal-hal yang diuraikan tersebut maka timbul beberapa permasalahan yaitu bagaimanakah prosedur pelaksanaan jaminan gadai pada Perum Pegadaian cabang Jatinegara, apakah yang akan dilakukan oleh Perum Pegadaian apabila dalam pelaksanaan perjanjian jaminan gadai pihak debitur wanprestasi atau tidak melaksanakan kewajibannya dan bagaimanakah pertanggungjawaban perum Pegadaian apabila ada barang jaminan milik nasabah yang hilang. Untuk memperoleh kejelasan tersebut metodologi penulisan dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Data data yang telah didapat kemudian dianalisis secara kualitatif dan dituangkan dalam penulisan tesis ini secara deskriptif analisis. Dan berdasarkan teori serta analisis kasus diperoleh kejelasan bahwa dalam pelaksanaan jaminan gadai, Perum Pegadaian harus melakukannya sesuai Prosedur Pedoman Operasional Kantor Cabang. Apabila ada nasabah yang melakukan wanprestasi maka barang jaminannya tersebut akan dilelang oleh Perum Pegadaian dengan terlebih dahulu melakukan pemberitahuan kepada nasabah tersebut, dan apabila barang jaminan nasabah hilang maka Perum Pegadaian sesuai dengan keputusan direksi Perum Pegadaian nomor 546/UI.1.00211/2005 harus menggantinya sebesar 100% dari harga taksiran.

Pawn is a right in which can be made by physical transfer of certain objects as pledge, in order to ensure the settlement of the agreement, is precedence from other crediture. Pledge in the agreement such as mortgage or pawn agreement, as a collateral, meant to give legal certainty to the partis in the agreement, that the money being lent, will be returned or repay according to the agreement. ln implementing the agreement, Perum Pegadaian, has to follow some certain procedures. ln pawn and its agreement, there are often happen cases that can harm the interest, nor the pledgor or pledge recipients.cases such as, breach, counterfeit, fake or stolen objects that uses as pledge/collateral, etc. Breach of agreement case, happen when the pledgor fail to settle the debt, according to the agreement. In which resulted to the sell or auction of the pledge/collateral, to settle the debt, by Perum Pegadaian. From all this arose some certain questions and problems, which are, how is the actual procedure of implementing the pledge/colateral as an object to settle the debt, if the pledgor breach the agreement or fail to settle the debt. And other way around, how is the responsibility of Perum Pegadaian in case the pledge/collateral in its possesion is damaged or lost? In order to obtain the explanations, this thesis focused the research at Perum Pegadaian, Jatinegara branch, which represents the procedures in Perum Pegadaian as a whole. Data gathering methods in this thesis are library research, which consist of Primary Law resources and secondary Law resources. Data gathered then analysed qualitatively and served in descriptive analysis method in the thesis. Based on theories and analysis, founded that at branch office level, Perum Pegadaian have to follow the operational procedures guidance. lf there are breach in agreement, by the pledgor, specifically, the pledgor fail to repay the debt according to the agreement, the pledge then will be subjected to be sold or auctioned by Perum Pegadaian, with early notice to the pledgor. And in which cases the pledge or collateral are damaged or lost, than according to the Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor.546/UI.1.00211/2005, Perum Pegadaian obliged to make the repayment, as much as 100% from the estimated values of the lost or damaged pledge/collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27919
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inayah Yusuf
"Dalam UU Kepailitan telah diatur badan-badan yang tidak serta merta dapat dimohonkan palilit seperti Bank-bank, perusahaan efek dan perusahaan asuransi, serta BUMN. Nam.un pembaruan hukum kepailitan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, telah menimbulkan perdebatan, khususnya menyangkut kepailitan sebuah BUMN. Kasus pailitnya PT Dirgantara Indonesia (PT. Dl) yang merupakan sebu.ah BUMN adalah kasus baro yang terjadi di Indonesia . Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 4 September 2007 telah memutuskan PT. DI pailit dengan segala risiko hukum. PT. DI dalam persidangan terbukti gagal tidak memenuhi kewajibannya membayar pesangon kepada mantan karyawannya, dan terhadap dua kreditor lainnya yakni Neli Ratna Sari dan Supriadi Jasa PT.DI tidak meneri.ma putusan pemyataan pailit tersebut. Kemudian mengajukan kasasi ke Mabkamah Agung. Mahkamah Agung pada tanggal22 Oktober 2007 telah menjatuhkan putusan yang isinya mengabulkan pennobonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi. Mahkamah Agung juga membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adanya putusan pailit kepada PT. DI telah menimbulkan perdebatan di kalangan praktisi hukum dan masyarakat pada umumnya. Beberapa permasalahan yang timbul dalam praktek adalah, Pertama, Dalam hal tetjadinya permobonan kepailitan terhadap BUMN, tidak semua pihak dapat mengajukan permohonan kepailitan, mengingat adanya ciri kh.as dari BUMN yaitu adanya unsur kepemilikan Negara dan tujuan dari BlJMN Wltuk melayani kepentingan umum. Namun demikian tidak semua BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 5 l.ffi Kepailitan pennohonan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. K.arena dalam. penjelasan Pasal 2 ayat 5 tersebut telah mensyaratkan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan pu6lik: haroslah memenuhi dua syaxat yaitu seluruh modalnya dimiJiki Negara dan tidak texbagi alas saham. Kedua, dalam hal terjadinya perbedaan putusan kepailitan terhadap PT. Dirgantara Indonesia (Persero) antara Pengadilan Niaga dengan putusan Mabkamah Agung, maka menurut Penulis, putusan Pengadilan Niaga-lah yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, Untuk kesempumaan dalam pengaturan UU Kepailitan dan memberikan keadilan terhadap debitor, maka perlu dilakukan pengujian (insolvency test) apakah benar seorang debitor telah dalam keadaan tidak mampu membayar harus mendapat perhatian. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan ruang lingkup proses kepailitan BUMN dan analisa terhadap putusan hakim pengadilan niaga dan putusan majelis hakim pada Mahkamah Agung, dengan tipologi penelitian adalah yuridis normative dengan menggunakan analisa deskriptif yuridis analitis yang ditujukan untuk menganalisisr putusan-putusan pengadilan yang aktual atas peristiwa atau fakta, pertimbangan hukum dan amar putusan dikaitkan dengan penerapan asas-asas hukum yang terkait.

Indonesian Company Law has governed companies which can not be automatically filed bankcrupt such as banks, security companies, insurance companies and state owned companies. However, the amendment of bankruptcy law , Law Number 37, 2004, has caused intense discussion, especially related to bankrupcy of state owned company (BUMN). In Indonesia, the bankrupcy case ofPT Dirgantata Indonesia (PT DI) is a new case regarding bankcrupcy of state owned company. On September 2007, the judge of commercial court of Jakarta Pusat declared PT DI bankcrupt with its legal consequences. In the hearing sessio PT DI failed to prove that it has paid severance money, as its obligation, to its ex­ employees and two other creditoiS, namely, Neli Ratna Sari and Supriadi Jasa. PT DI refused such bankcrupcy decision and filed Cassation to Supreme Cowt On 22 October 2007, Supreme Court rendered decision which granted the petitioner in Cassatioa The Supreme Court annuled the decision of commercial court of Jakarta Pusat District Court The bankcrupcy decision of PT DI has caused intense discussion among legal practitioner and society in general. Based on the reseach, I conclude, First, in the event of a petition in bankrupcy of BUMN,only a certain party who can fife a petition bankrupcy because there are some special characteristics of BUMN" namely, Indonesian Government as a shareholder and the main objective of BUMN to service public interest. However, not all BUMN as referred to Article 2 (5) of Indonesian Bankcrupcy Law, the petition in bankrupcy can only be filed by Minister of Finance because the elucidation of Article 2 (5) requires BUMN engages in public interest has to fulfill two conditions, namely, all capital owned by the Government and the share is undivided.Second,in the event there is diferent dicision ofbanlaupcy on PT DI (Persero) between Commercial Court Decision and Supreme Court Decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Oktawulan
"ABSTRAK
Berkembangnya transaksi jual beli satuan rumah susun dengan hanya dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di bawah tangan antara pengembang dan pembeli menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan hukum dari PPJB itu sendiri sebagai dasar kepemilikan dari pembeli dikarenakan Akta Jual Beli serta Hak Milik Satuan Rumah Susun yang seharusnya menjadi hak pembeli tidak kunjung diraih. Hal ini lebih beresiko apabila pihak pengembang di kemudian hari mengalami kepailitan. Metode penelitian dalam tesis ini yaitu yuridis normatif, tipologi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian dengan menggunakan metode ini menunjukkan bahwa jual beli satuan rumah susun/ apartemen dengan mendasarkan pada PPJB yang telah dibayar lunas dan unit apartemen sudah diserahterimakan dengan mendasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum sebatas untuk bangunannya saja, sedangkan terhadap tanahnya menurut UndangUndang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta aturan pelaksanaanya adalah tidak sah karena peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan adanya bukti pendaftaran pada kantor pertanahan. Pada proses kepailitan yang dialami pengembang, kedudukan hukum pembeli merupakan pihak yang mana berhak atas suatu prestasi dari pengembang yang belum dipenuhi sehingga hal itu dikategorikan sebagai hutang sehingga pembeli dapat dimasukkan sebagai kreditur konkuren.

ABSTRACT
The development of the sale and purchase transaction of the apartment unit by only making the Sales and Purchase Agreement (PPJB) under the hand between the developer and the buyer raises the question of the legal power of the PPJB itself as the basis of ownership of the buyer due to the Deed of Sale and Purchase as well as the Properties of the Apartment Units that should being a buyer's right does not go away. It is more risky if the developer party in the future experience bankruptcy. The research method in this thesis is normative juridical, research typology used is analytical descriptive, using secondary data, consist of primary, secondary, and tertiary legal material. The result of this research by using this method indicates that the sale and purchase of apartment / apartment units based on PPJB which has been paid in full and the apartment unit has been handed over based on Civil Code is legal and has limited legal force for the building only, the land according to Law no. 5 of 1960 on Basic Regulations of Agrarian Principles and their implementation rules is not valid as the transfer of land rights must be proven by the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by the Authorized Authority Deed Official (PPAT) and the evidence of registration at the land office . In the process of bankruptcy experienced by the developer, the buyer's legal position is the party which is entitled to an achievement of the developer that has not been met so that it is categorized as a debt so that the buyer can be included as a concurrent creditor."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Kharisma
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penerapan doktrin failing firm defense (FFD) sebagai pembelaan bagi merger antara perusahaan yang saling bersaing dimana secara prima facie merger tersebut bersifat anti-kompetisi. Penerapan doktrin FFD ini berlaku untuk memberikan perlawanan pada argumentasi awal yang diberikan oleh otoritas persaingan usaha untuk menghalangi suatu merger. Dalam skripsi ini Penulis akan memaparkan konsepsi dasar dari doktrin FFD serta sejarah penerapannya di Amerika dan Uni Eropa. Selain itu skripsi ini juga bertujuan untuk memaparkan beberapa kriteria uji (substantive test) FFD yang digunakan oleh otoritas persaingan usaha di Amerika dan Uni Eropa dalam menentukan kelayakan pembelaan bagi suatu merger yang bersifat anti-kompetisi dengan metode case study. Pemahaman mengenai kriteria pengujian doktrin FFD ini penting untuk mencegah terjadinya penyelewengan dalam penggunaan doktrin FFD oleh pelaku usaha serta memberikan kejelasan bagi pelaku usaha sebelum merencanakan sebuah merger.

ABSTRACT
This study elaborates the application of failing firm defense (FFD) doctrine as a defense used to justify an otherwise anti-competitive merger involving failing firm/s. In particular, this doctrine applies in order to rebuff the prima facie argument forwarded by competition authority to block a merger. In this study, Writer explains the basic conception of FFD as well as the history of its implementation in the United States and European Union. Apart from that, this study is intended to provide comprehensive elaboration on the assessment of each element in FFD doctrine employed by competition authorities in the United States and European Union by way of case study. Thorough understanding on the legal tests in assessing the defense using FFD doctrine is imperative to avoid abuse of its application and to provide companies with adequate information to carefully plan their merger. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S257
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aldilla Stephanie Suwana
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas pengendalian merger yang berskala internasional antara perusahaan asing dengan perusahaan asing lainnya yang memiliki anak-anak perusahaan di negara Amerika Serikat ataupun Uni Eropa oleh otoritas hukum persaingan usaha di negara tersebut dan juga pengaturan mengenai merger berskala internasional antara perusahaan asing dengan perusahaan asing lainnya yang memiliki anak perusahaan di Indonesia dalam prespektif hukum persaingan usaha di Indonesia. Metode penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyarankan pemerintah untuk sebaiknya membuat ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih jelas mengenai pengendalian merger perusahaan-perusahaan asing yang dapat berdampak pada persaingan usaha di Indonesia agar hukum persaingan usaha Indonesia dapat berlaku bagi pelaku usaha asing.

ABSTRACT
This thesis explains about international merger regulations controlled by the merger authorities of United States of America, European Union, and Indonesia. The focus is to determine Indonesia relevant legislations to control mergers of subsidiary companies incorporated in Indonesia which are affected by merger of their respective overseas holding companies. In arranging this thesis, the writer uses typology of normative legal research. Writer suggests that if the Government of Indonesia wants to have jurisdiction to control over international mergers, it should create regulations that can control foreign mergers affecting Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S529
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>