Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juliani Fransiska
"Skripsi ini membahas tentang pengaturan permasalahan perdagangan ikan mulai dari proses penangkapan hingga berakhir ditangan konsumen berdasarkan ketentuan internasional. Permasalahan yang disorot dalam skripsi ini adalah maraknya tindak IUU Fishing dalam proses penangkapan, kerusakan ekosistem laut akibat tindak perikanan merusak dan pembuangan limbah ke laut, pemberian subsidi pemerintah dan kewajiban sertifikasi hasil perikanan dan produk perikanan. Skripsi ini menganalisis berbagai perjanjian internasional seperti UNCLOS, GATT, peraturan FAO, serta beberapa regulasi dan praktek negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan Indonesia dalam menangani permasalahan perdagangan ikan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil yang diperoleh adalah permasalahan dalam perdagangan ikan terus terjadi karena kurangnya political will dan perbedaan nilai pandang dari negara ? negara dalam menerapkan ketentuan internasional yang telah disepakati.

This thesis describes about problem issues on fisheries trade ranging from the catch process untill end in the hands of consumers based on international regulations. The problems which is highlighted in this research are the rampant acts of IUU Fishing, damage of marine ecosystems due to acts of destructive fishing and ocean dumping, providing government subsidies in fisheries and certification obligation of the fishery and fishery products. This thesis analyzes various of international regulation such as UNCLOS, GATT, FAO rules, regulation and pratices some countries such as USA, EU, Japan and Indonesia in addressing the problem of fisheries trade. The author uses a normative juridical research method. The result of this thesis shows that the problems in the fisheries trade still continues to occur because of lacking political will and differences in value of states? view in implementing the international regulation provisions.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra
"ABSTRAK
Sanksi Ekonomi Unilateral/sepihak, telah banyak menimbulkan perdebatan dalam hukum internasional. Sanksi ekonomi merupakan alat kebijakan luar negeri yang digunakan oleh negara atau organisasi internasional untuk mempengaruhi pemerintah atau kelompok pemerintahan untuk mengubah kebijakan mereka dengan membatasi perdagangan, investasi, atau kegiatan komersial lainnya.Tindakan tersebut tentunya berlawanan dengan era perdagangan saat ini yang bertujuan untuk membangun kerjasama ekonomi secara global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa legalitas serta efektifitas pengenaan sanksi ekonomi oleh Uni Eropa terhadap Federasi Rusia, serta meninjau keberadaan sanksi dalam peraturan hukum perdagangan internasional. Tindakan pemberian atau penjatuhan sanksi diketahui bahwa hanya merupakan kewenangan tunggal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan hanya melalui otoriasinya suatu negara atau organisasi internasional dapat memberlakukan sanksi tersebut kepada negara lain. Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan pemberian sanksi ekonomi memang dapat diperbolehkan tetapi dalam ketentuan yang juga mengacu kepada Piagam PBB atau sebagai tindakan balasan atas pelanggaran negara target terlebih dahulu.

ABSTRACT
Unilateral economic sanctions is already have caused many debates in international law. Economic sanctions are foreign policy tools used by countries or international organizations to influence other countries to change their policies by limiting trade, investment, or other commercial activities. Such actions are certainly controvert from the current trade era which is aims to build global economic cooperation among nations. The purpose of this study is to analyze the legality and effectiveness of imposing economic sanctions by the European Union on the Russian Federation, as well as reviewing the existence of sanctions in the rules of international trade law. The act of giving or imposing sanctions is known to be the sole authority of the United Nations (UN) Security Council, and only through its authorization can a country or international organization impose such sanctions on other countries. In international trade law, the provision of economic sanctions can indeed be permitted but under special circumstances that also refer to the UN Charter provisions or as a retaliation for the violation of the target country first.
"
2019
T52219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lupitta Risma Candanni
"Tesis ini akan membahas eksistensi penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement ("ISDS") dalam perjanjian investasi internasional di lembaga arbitrase International Center for Settlement of Investment Disputes ("ICSID") dan Permanent Court of Arbitration ("PCA"), serta saran pengembangan penyelesaian ISDS melalui PCA yang dapat menjamin kepastian hukum dan mendukung kepentingan penanam modal asing (foreign investor) maupun negara penerima (host country). Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa PCA saat ini cukup banyak dimanfaatkan sebagai forum penyelesaian sengketa penanaman modal internasional dan khususnya untuk menyediakan dukungan institusional bagi arbitrase ISDS yang timbul dari perjanjian investasi internasional yang dilakukan diluar kerangka Konvensi ICSID. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal terkait dengan pengaturan penyelesaian sengketa pada PCA yang dapat dilakukan perubahan agar penyelesaian sengketa bagi mekanisme ISDS melalui PCA dapat benar-benar menjamin kepastian hukum bagi kedua pihak.

This thesis is aimed to discuss the existence of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements settled through the International Center for Settlement of Investment Disputes ("ICSID") arbitration and the Permanent Court of Arbitration ("PCA"), as well as suggestions for developing ISDS mechanism through the PCA that can guarantee legal certainty and support the interests of foreign investors and host countries. This research is normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the PCA is currently quite widely used as a forum for resolving international investment disputes and in particular to provide institutional support for ISDS arbitration arising from international investment agreements carried out outside the framework of the ICSID Convention. Nonetheless, there are a number of things related to the dispute resolution arrangements in the PCA that can be improved so that the dispute resolution for the ISDS mechanism through PCA can truly guarantee legal certainty for both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Jinoko
"Penelitian ini membahas mengenai implementasi asas cabotage dalam hukum positif Indonesia terhadap kapal penunjang Migas (Migas) atau anjungan Migas yang beroperasi di wilayah lepas pantai yang termasuk dalam wilayah laut zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen dimana ketentuan hukum internasional berlaku, kesesuainnya dengan ketentuan WTO yaitu ketentuan General Agreement on Trade In Services (GATS) dan schedule of commitment Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang di dukung oleh penelitian empiris. Dengan rumusan pengertian kapal yang meliputi juga floating platforms di lepas pantai (dalam hal ini termasuk rig-rig, anjungan Migas lepas pantai) sepanjang berada dalam yuridiksi dan kedaulatan Indonesia yaitu berada di laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalaman maka asas cabotage berlaku terhadap kapal dan floating platforms tersebut. Sedangkan menurut hukum positif Iindonesia asas cabotage tidak berlaku di landas kontinen dan ZEE namun dalam pelaksanaannya berlaku karena dalam operasional tersebut harus melalui Pelabuhan, laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Implementasi asas cabotage belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena pemerintah masih memberikan dispensasi terhadap penggunaan kapal asing untuk usaha Migas lepas pantai melalui Permenhub No.46 Tahun 2019, namun peraturan ini secara substansi tidak sejalan atau bertentangan dengan asas hukum lex superior derogate legi inferiori. Pengaturan asas cabotage merupakan bagian dari prinsip yang diatur dalam GATS tentang domestic regulation, dan WTO tetap mengakui eksistensi kedaulatan negara anggotanya. Hasil penelitian menyarankan perlu menyempurnakan hukum positif Indonesia sebagai peraturan domestik untuk menyesuaikan dengan perkembangan liberalisasi jasa angkutan laut khususnya penggunaan kapal asing untuk menunjang usaha Migas lepas pantai di Indonesia dan memberikan kelonggaran bagi armada angkutan laut asing pada kegiatan Migas lepas pantai.

This focus of this study is assesed implementation of the cabotage principle in Indonesian positive law to offshore oil and gas supporting vessels or oil and gas platforms operating in offshore areas that are included in the exclusive economic zone (EEZ) sea area or the continental shelf where international law provisions apply, the compliance with WTO provisions namely the provisions of the General Agreement on Trade in Services (GATS) and Indonesias schedule of commitment. This research applies a normative juridical approach which is supported by empirical research. With the formulation of the definition of a vessel which includes offshore floating platforms (in this case including rigs, offshore oil and gas platforms) as long as it is within the jurisdiction and sovereignty of Indonesia, which are in the territorial sea of Indonesia, archipelagic waters and inland waters, the cabotage principle applies to vessel and floating platforms. Meanwhile, according to positive Indonesian law the cabotage principle does not apply to vessel and floating platforms on the continental shelf and EEZ, but in practice the cabotage principle also applies because vessel and floating platforms in these operations must go through ports, territorial seas, archipelagic waters and inland waters. Implementation of the cabotage principle cannot yet be fully implemented because the government is still giving dispensation for the use of foreign vessel for offshore oil and gas business through Permenhub No.46 of 2019, but this regulation is substantially not in line with or against the legal principle of the lex superior derogate legi inferiori. Implementation of the cabotage principle is part of the principles that is regulated in GATS regarding domestic regulation, and the WTO continues to recognize the existence of the sovereignty of its member countries. The results suggest that it is necessary to improve Indonesias positive law as a domestic regulation to adjust to the development of liberalization of sea transportation services, especially the use of foreign vessels to support offshore oil and gas businesses in Indonesia and to provide leeway for foreign marine transportation fleets in offshore activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Prihartiningsih
"Sejak berlakunya perjanjian ACFTA banyak sekali barang impor ditemukan terutama dari Cina yaitu berupa baja jenis I dan H section dari baja paduan lainnya, yang telah melukan kegiatan ekspor ke Indonesia. Sebab terjadinya lonjakan barang impor I dan H section dari baja paduan lainnya, yaitu adanya harga produk impor I dan H section carbon steel (terutama dari Cina) yang tidak wajar, serta adanya ketidak konsisten untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dengan bahan baku baja paduan. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan adanya lonjakan barang impor I dan H section yang menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi industri baja dalam negeri, maka pemerintah harus mengambil kebijakan untuk mengatasinya, yaitu dengan mengenakan tindakan pengamanan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12/PMK.010/2015 diperpanjang dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.010/2018, dan menerapkan wajib SNI.  Dengan beragamnya subyek perjanjian perdagangan bebas pemerintah perlu melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengikuti dan menandatangani kesepakatan perdagangan dengan negara lain, termasuk mempertimbangkan untung rugi serta dampak hukum maupun dampak yang mungkin akan ditimbulkan, dan pemerintah juga harus menyiapkan strategi sebelum melakukan atau mengikuti suatu perjanjian kerja sama dengan negara lain. Selain itu pemerintah juga harus melalukan pembaruan teknologi untuk industri baja agar bisa bersaing dengan industri baja internasional.

Since the enactment of the ACFTA agreement, many imported goods have been found, especially from China, in the form of steel types I and H Section from other alloy steels, which have been exporting to Indonesia. The cause of the surge in imported goods I and H Section from other alloy steels, namely the unreasonable prices for imported products I and H section carbon steel (especially from China), and the inconsistency in applying the mandatory Indonesian National Standard (SNI) with raw materials. alloy steel. In writing this thesis, the author uses a research method with a normative juridical approach. With the surge in imported goods I and H Section which caused loss or threat of loss to the domestic steel industry, the government had to take a policy to overcome it, namely by imposing security measures in the form of Regulation of the Minister of Finance (PMK) Number 12/PMK.010/ 2015 being extended. with Regulation of the Minister of Finance Number 2/PMK.010/2018, and applying compulsory SNI. With the variety of subjects of free trade agreements, the government needs to conduct a study before entering into and signing trade agreements with other countries, including considering the pros and cons and the legal impacts and impacts that may be caused, and the government must also prepare a strategy before entering into or following a cooperation agreement. with other countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Christ Novrianti
"ABSTRAK
Fenomena globalisasi ekonomi menghantarkan para aktor pelaku hubungan internasional, khususnya negara dan organisasi, ke dalam suatu hubungan yang lebih kompleks khususnya dalam bidang perdagangan internasional. Tindakan negara-negara yang pada awalnya melakukan kerjasama ekonomi dan perdagangan dalam konteks region (wilayah) kini meluas ke region lainnya dan dijewantahkan dalam bentuk perjanjian internasional tentang integrasi ekonomi internasional. Dalam hal ini, organisasi internasional sebagai wadah perserikatan negara-negara dalam suatu region kerap mengambil bagian dalam proses pengikatan diri dalam perjanjian internasional tentang integrasi ekonomi. Adapun mekanisme pengikatan diri dan pemberlakuan perjanjian ini kepada negara-negara anggota organisasi bergantung pada bagaimana anggaran dasar dan peraturan internal organisasi mengaturnya, termasuk mengenai pengaturan kapasitas siapa yang tampil untuk mengikatkan diri dengan pihak ketiga. Dalam ASEAN sendiri, komitmen mengenai pelaksanaan integrasi ekonomi dalam skala global telah menjadi komitmen yang diambil oleh negara-negara anggota ASEAN dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pengikatan diri dengan pihak ketiga terkait dengan integrasi ekonomi ini dilakukan ASEAN sebagai wujud kolektif negara-negara anggota yang berarti setiap negara anggota mewakili negaranya masing-masing dalam perjanjian multilateral. Indonesia selaku negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk turut dalam integrasi ekonomi yang dilakukan ASEAN dengan pihak ketiga. Dalam skripsi ini akan dijelaskan mengenai tantangan bagi Indonesia dalam melakukan hal tersebut, khususnya dari tinjauan hukum nasional Indonesia.

ABSTRACT
The phenomenon of economic globalization has brought actors in international relations, especially states and organizations, into a more complex relationship in the field of international trade. The actions of states cooperation in economy and trade in the region are now extended to other regions and it is concluded in the form of international agreements on international economic integration. In this case, international organizations as a union of states take part in the process of concluding international agreements on economic integration. The mechanism of concluding and implementing this agreement to the member states depends on how the constitution and internal regulations of the organization regulate, including the regulation of the capacity to represent to bind themselves with third parties. Within ASEAN itself, the implementation of economic integration on a global level have become a commitment taken by ASEAN member states in the ASEAN Economic Community Blueprint. Concluding the agreement with third parties related to economic integration is carried out by ASEAN as a collective noun of member states, meaning that each member states represents their respective territorial in multilateral agreements. Indonesia as an ASEAN member state has committed to participate in economic integration carried out by ASEAN with third parties. This thesis will explain the challenges for Indonesia in implementing the agreement, particularly from the point of view of Indonesia's national law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Suhendra
"Tesis ini membahas tentang Pengenaan Bea Masuk Atas Importasi Barang Tak Berwujud  (Intangible Goods) Di Indonesia dengan melihat posisi Indonesi pada  Joint Statement On E-Commerce Initiatives (JSI), kemudian membahas Penerapan Pengenaan Bea Masuk Atas Impor Intangible Goods Di Negera-Negara Lain. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum. Hasil penelitian menyarankan bahwa Posisi Indonesia pada JSI, diharapkan tetap terlibat dalam keanggotaan, mengingat sampai saat ini perdagangan global e-commerce terutama yang terkait dengan intangible goods masih belum signifikan menjadi sumber devisa negara dan belum dipersepsi seragam secara universal oleh negara-negara di dunia maka diperlukan lebih banyak upaya kerjasama kesepahaman antara Indonesia dengan negara-negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, terutama sesama anggota WTO dalam JSI, diperlukan sistem yang integratif sebagai model yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia dengan cara mempelajari, meniru, dan mencontoh dari negara-negara maju yang lain yang telah berhasil menerapkannya secara efektif dan optimal dan Dibutuhkan regulasi yang paripurna terutama dalam hal implementasi teknis penerapan dan pengawasan aturan-aturan terkait perdagangan e-commerce global di Indonesia serta badan-badan pelaksana dari regulasi tersebut. Selain itu adanya keinginan yang kuat pemerintah untuk menciptakan keadilan pada sektor perpajakan melalui Undang-Undang Perpajakan dan Omnibus Law diharapkan dapat segera diwujudkan untuk memperbesar basis pajak dari sektor ekonomi digital.

This thesis discusses the Imposition of Import Duty on Intangible Goods Importation in Indonesia by looking at Indonesias position in the Joint Statement On E-Commerce Initiatives (JSI), then discussing the Imposition of Imposition of Import Duty on Intangible Goods Imports in Other Countries. This study uses a legal research method. Research result suggested that Indonesias position at JSI is expected to remain involved in membership, bearing in mind that to date global e-commerce trade, especially related to intangible goods, has not yet been a significant source of foreign exchange and has not been universally perceived by countries in the world. a lot of collaborative understanding efforts between Indonesia and other countries, both bilaterally and multilaterally, especially fellow WTO members in JSI, an integrative system is needed as the most appropriate model to be applied in Indonesia by learning, imitating and emulating from countries other advanced companies that have succeeded in implementing it effectively and optimally and a comprehensive regulation is needed, especially in terms of the technical implementation of the application and supervision of rules related to global e-commerce trade in Indonesia and the implementing agencies of the regulation. In addition, the governments strong desire to create justice in the taxation sector through the Taxation Law and Omnibus Law is expected to be realized soon to enlarge the tax base of the digital economy sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaka Ashriel Faris
"Kejahatan terorisme saat ini masih terjadi dan masih menarik perhatian untuk diteliti. Perdebatan mengenai substansi dan yurisdiksi hukum belum selesai dan menemukan titik temu, karena tidak semua sepihak setuju untuk memasukan kejahatan terorisme kedalam ranah hukum transnasional, pun sebaliknya tidak semua setuju kejahatan terorisme masuk kedalam ranah hukum internasional. Klaus von Lampe mengemukakan tiga alasan terjadinya kejahatan terorganisir yaitu evakuasi, korupsi dan konfrontasi. Penelitian ini menggunakan alasan yang dikemukakan oleh von Lampe sebagai pisau analisis untuk menemukan kesesuaian substansi dan yurisdiksi yang dapat membantu menegaskan ranah hukum bagi kejahatan terorisme. Penelitian ini bersifat normatif dengan metode studi pustaka, berfokus pada kejahatan terorisme dari kedua ranah hukum. Mencari keunikan dari perspektif masing-masing ranah hukum sehingga menjadi pembeda yang jelas. Data yang bersifat kualitatif akan menghasilkan penelitian yang bersifat deskriftif analisis, yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data studi kepustkaaan yakni literature yang yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun analitis pada penelitian ini adalah usaha untuk menarik kaidah-kaidah hukum terkait kejahatan terorisme.

Terrorism crimes are still happening and still attract attention for research. The debate about the substance and jurisdiction of law has not been completed and found common ground, because not all parties agree to include terrorism crimes in the realm of transnational law, conversely not all agree that terrorism crimes are included in the legal realm. international law. Klaus von Lampe put forward three reasons for the occurrence of organized crime, namely theft, corruption and confrontation. This study uses the reasons put forward by von Lampe as an analytical tool to find suitability of substance and jurisdiction that can help create a legal domain for terrorism crimes. This research is normative with the method of literature study, with a focus on criminal acts of terrorism from the two legal domains. Look for the uniqueness from the point of view of each legal domain so that it becomes a clear difference. Qualitative data will produce research that is descriptive analysis in nature, which serves to describe or provide an overview of the object under study through a review of library data, namely literature related to research problems. The analysis in this study is an attempt to draw legal principles related to terrorism crimes"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Suryawicaksono
"Tulisan ini hendak mengindentifikasi dan beragumen mengenai hak imunitas yang ada didalam Sovereign Wealth Fund. Menjelaskan kekhawatiran yang ada terhadap keberlakuan Sovereign Wealth Fund di dunia. Memberikan penjelasan mengenai doktrin terhadap imunitas terkait negara. Memberikan pemahaman mengenai struktur hukum dan generally accepted principles and practices (GAPP) yang dibuat oleh International Monetary Fund melalui International Working Group yang nantinya disebut Santiago Principles mengenai Sovereign Wealth Fund. Melakukan analisis kasus Janvey melawan Libiyan Investment Authority yang berkaitan dengan yurisdiksi suatu negara terhadap negara asing.

This paper will identify and giving an argument the immunities within sovereign wealth fund. to point out the concern of Sovereign Wealth Fund in global operations. Explain the state immunity doctrine. To define the legal frameworks and generally accepted principles and practices (GAPP) constituted by International Monetary Fund which later called Santiago Principles. Analise Janvey v. Libiyan Investment Authority case indicated with state jurisdiction upon foreign state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nuriya Sholikhah
"ABSTRAK
Sistem penyelesaian sengketa merupakan pilar utama dari suatu organisasi
internasional. Tanpa adanya sarana untuk menyelesaikan suatu sengketa, ruledbased
system akan kurang efektif karena aturannya tidak dapat dipaksakan untuk
dilaksanakan. Hal ini yang mendasari pembentukan sistem penyelesaian sengketa
pada World Trade Organization dan ASEAN terkait sengketa di bidang ekonomi.
Selain itu, ASEAN dalam rangka membentuk suatu komunitas ekonomi dan
ASEAN Free Trade Area membutuhkan suatu sistem penyelesaian sengketa
ekonomi yang lebih komprehensif yang banyak mengadopsi dari sistem
penyelesaian sengketa WTO, meskipun didalamnya terdapat beberapa fleksibilitas
yang menunjukkan ASEAN sebagai suatu organisasi regional. Dengan
menggunakan teori perbandingan hukum didapatkan kesamaan dan perbedaan
antara sistem penyelesaian sengketa ekonomi ASEAN dengan WTO terkait
mekanisme serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam masing-masing sistem
tersebut serta dasar pemberlakuan masing-masing sistem tersebut. Dengan
perbandingan tersebut dapat disarankan ASEAN untuk menghapus ketentuan
yang membolehkan untuk memilih forum lain, sehingga sistem penyelesaian
sengketa ekonomi ASEAN dapat dijadikan sebagai pilihan utama bagi para
Negara anggota ASEAN.

ABSTRACT
Dispute settlement system is the main pillar of an international organization.
Without dispute settlement system, rule-based system would be less effective and
lack to force of implementation. This is the underlying formation of the dispute
resolution system of the World Trade Organization and the ASEAN economicrelated
disputes. In additional, in order to create an ASEAN Economic
Community and the ASEAN Free Trade Area requires an economic system of
dispute resolution that is much more comprehensive than adopting the WTO
dispute settlement system, although there is some flexibility in it that indicates
ASEAN as a regional organization. By using the theory of comparative law
obtained similarities and differences mechanism and principles between the
dispute settlement system of the WTO and ASEAN, which contained in each of
these systems as well as basic application of each of these systems. Such
comparisons can be advised ASEAN to remove provisions that allow to choose
another forum, so that ASEAN economic dispute settlement system can be used as
the primary choice for ASEAN member countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>