Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: UI-Press, 2017
616.99 DAS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pulmologi & Kedokteran Respirasi FKUI, 2019
616.99 PEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sagung Seto, 2017
610.7 PAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Hudoyo
"Indonesia terdiri dari beribu pulau yang berpenghuni.Belum ada deteksi kanker paru yang non-invasif, sederhana, murah dan efektif sehingga diperlukan suatu inovasi. Deteksi metilasi DNA dengan sampel dalam kertas saring yang dapat dikirim melalui pos dan analisis kromatografi napas hembusan yang ditampung dalam balon karet adalah salah satu metode yang akan diujicoba dan diteliti. Penelitian ini bertujuan menemukan metode baru untuk deteksi kanker paru yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di berbagai daerah di seluruh Indonesia dengan mengirim sampel melalui pos.
Metode yang digunakan dalam penelitian berupa studi ekperimental dengan mendeteksi dan mengukur konsentrasi DNA serta menentukan status metilasi gen promoter spesifik APC RASSF1A dari sampel napas-hembusan pasien kanker paru yang ditampung dalam balon karet terkondensasi, dibandingkan dengan sampel-sampel sediaan sitologi, darah dan sputum menggunakan metode PCR-MSP, serta menganalisis sampel napas- hembusan menggunakan GCMS pasien kanker paru dengan kontrol orang normal.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa DNA dapat dideteksi, diamplifikasi dan diukur konsentrasinya dari napas-hembusan pasien kanker paru yang ditampung menggunakan balon karet. Konsentrasi DNA dari napas-hembusan secara statistik tidak berbeda bermakna dibanding konsentrasi DNA dalam sampel darah dan sputum, tetapi berbeda bermakna dibanding sediaan sitologi. Sebagian besar status metilasi gen APC RASSF1A adalah tidak termetilasi. Analisis uap napas menggunakan GCMS terbukti memperlihatkan senyawa-senyawa spesifik yang hanya dijumpai pada napas-hembusan pasien kanker paru.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa DNA dapat dideteksi dari napas-hembusan pasien kanker paru yang ditampung dalam balon karet, dengan konsentrasi yang tidak berbeda bermakna dengan konsentrasi dalam darah dan sputum. Status metilasi gen APC RASSF1A tidak dapat dijadikan biomarker diagnosis kanker paru.Deteksi DNA sebagai sampel genetik dan analisis GCMS dari napas-hembusan yang ditampung dalam balon karet berpotensi dapat dijadikan metode deteksi kanker paru yang non-invasif.

Indonesia has more than 14,000 islands and access to health facilities has been challenging. Despite lung cancer is the leading cause of death, Indonesia has high prevalence of cigarette smokers and there has been no effective screening so far. Non invasive, simple, accurate and affordable tools for lung cancer detection is needed.
The method of this study is experimental study of which samples from sputum, blood, cytology and exhaled breath was analyzed using PCR MSP method to detect DNA methylation. In addition, exhaled breath samples were collected in latex balloons and profiled with GC MS.
The result of this study that DNA can be extracted, isolated and amplified from exhaled breath of lung cancer patients that had been collected in the latex balloons. Exhaled breath DNA concentration, statistically was not different with DNA concentration from blood and sputum, but lower and statistically different with tissue cytology samples. PCR MSP results revealed that the methylation status of APC and RASSF1A gene promoters were not methylated in the majority of samples. GC MS analyses showed that there were some chemical components specifically detected only in lung cancer patients and were absent in normal or healthty subjects.
The conclusion of this study that DNA can be extracted from exhaled breath with simple technique using balloons reservoir from lung cancer subjects and detection of methylation status of APC and RASSF1A promoter genes from this samples could be done. However, APC and RASSF1 methylation status may not be useful marker for lung cancer screening. On the other hand, analyses of chemical compounds obtained from exhaled breath in lung cancer patients had promising potential for new innovative detection of lung cancer with non invasive procedure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adistya Sari
"Latar Belakang : Tuberkulosis endobronkial (TBEB) adalah salah satu bentuk TB yang terus menjadi masalah kesehatan karena komplikasi berupa bronkostenosis yang tetap terbentuk walaupun sudah mendapatkan obat antituberkulosis (OAT). Gejala dan tanda pernapasan yang tidak khas menyebabkan sering terjadi keterlambatan dan kesalahan diagnosis. Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional (RSRRN) Persahabatan belum memiliki data mengenai keberhasilan pengobatan TBEB setelah pemberian OAT.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif pada pasien dengan diagnosis TBEB berdasarkan data bronkoskopi dan rekam medis sejak bulan Januari 2013 sampai Desember 2017. Diagnosis TBEB ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi, histopatologi atau berdasarkan kombinasi gejala klinis, radiologis dan tampilan lesi bronkoskopi. Pengobatan TBEB dianggap berhasil bila terdapat perbaikan klinis disertai perbaikan atau jumlah lesi TBEB tidak berkurang dan tampilan radiologi.
Hasil :Sampel penelitian terdiri dari 30 subjek. Mayoritas subjek adalah perempuan (86,7%), usia <20-39 tahun (73,3%), berpendidikan tinggi (90%), tidak bekerja (56,6%), status gizi kurang (58,3%), belum pernah mendapat OAT (63,3%), tidak ada riwayat kontak TB (83,4%), tidak merokok (86,7%) dan tidak ada komorbid (76,6%). Sesak napas (83,3%) merupakan gejala respirasi yang paling sering dikeluhkan pasien. Stridor dan ronki merupakan tanda yang paling sering didapat (36,7%).Infiltrat, fibroinfiltrat dan konsolidasi merupakan gambaran radiologis yang paling sering didapat pada foto toraks (26,6%). Sedangkan pada CT scan toraks paling banyak didapatkan gambaran konsolidasi (45%). Lesi TBEB terbanyak didapatkan di trakea (60%) dan berbentuk fibrostenosis 86,7%). Tujuh puluh persen pasien mendapat pengobatan OAT jenis non KDT, mendapat steroid inhalasi (73,3%) dengan median lama pengobatan TBEB adalah 12 bulan. Keluhan membaik setelah pemberian OAT dari klinis pada 76% pasien, bronkoskopi 20% pasien, foto toraks 23% pasien dan CT scan 16,6% pasien.
Kesimpulan: Keberhasilan pengobatan TBEB adalah 43%, sebanyak 17% keluhan membaik disertai sekuele dan 40% tidak dapat dinilai.

Background: Endobronchial tuberculosis (EBTB) is a special form of respiratory tuberculosis that continues to be a health problem because bronchostenosis may develop as a serious complication despite efficacious antituberculosis chemotherapy. The EBTB has nonspesific signs and symptoms, therefor it may cause misdiagnosis and delayed diagnosis. Persahabatan National Respiratory Referral Hospital doesnt have data about successful treatment of EBTB
Method: This was a retrospective study of EBTB patients based from the medical record and confirm with bronchoscopy data from January 2013 to December 2017. Endobronchial tuberculosis diagnosed based from microbiology, histopathology examination or based on combination of clinical symptoms, radiology and bronchoscopy lesion appearance. Endobronchial tuberculosis treatment considered successful if there is improvement in clinical symptoms, microbiological conversion, accompanied by improvement or no change in the number of lesions or the radiological appearance.
Results: The study sample consisted of 30 subjects. Majority of the subjects were female (86,7%), age <20-39 years (73,3%), highly educated (90%), not working (56,6%), malnutrition (58,3%), never received antituberculosis medication (63,3%), not smoking (86,7%) and has no comorbidities (76,6%). Shortness of breath (83.3%) is the most complained symptom. Stridor and rhonchi are the most frequent signs (36.7%). Infiltrate, fibroinfiltrates and consolidation are the most common radiological images on chest X-ray (26.6%). Whereas most chest CT scans obtained a consolidated picture (45%). Most EBTB lesions were fibrostenosis (86,7%) found in the trachea (60%). Seventy percent of patients received non fix dose combination (FDC) type antituberculosis treatment (ATT), received inhaled steroids (73.3%) with a median duration of TBEB treatment was 12 months. Complaints improved after administration of ATT in clinical symptoms in 76% of patients, bronchoscopy 20% patients, chest X-ray 23% patients and CT scans 16.6% patients.
Conclusion: The success of EBTB treatment is 43%, as many as 17% of complaints improve with sequels and 40% cannot be assessed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55542
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library