Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Shinta
"Kehamilan yang tidak diinginkan setelah melahirkan dapat terjadi karena terlambatnya penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi dapat menjadi terlambat apabila baru digunakan setelah masa subur wanita telah kembali, yang salah satunya ditandai dengan berakhirnya masa postpartum amenorrhea. Salah satu cara untuk memperlambat kembalinya masa subur setelah melahirkan adalah dengan menyusui. Hasil penelitian membuktikan bahwa lama menyusui berhubungan dengan waktu penggunaan kontrasepsi dengan faktor sosioekonomi dan demografi, postpartum amenorrhea, pengetahuan, serta jenis kontrasepsi sebagai konfonding. Namun, terlihat indikasi bahwa masih terdapat wanita yang menganggap menyusui saja sudah cukup untuk menunda kembalinya masa subur, tanpa memperhatikan berakhirnya postpartum amenorrhea. Oleh karena itu, sebaiknya pihak-pihak terkait memberikan KIE yang menekankan penggunaan kontrasepsi sebelum masa postpartum amenorrhea berakhir walaupun ibu masih menyusui.

Unwanted pregnancies after delivery can occur due to delay in the use of contraceptives. Contraceptive use can be delayed if use after the woman's fertile period has returned, which is marked with the end of postpartum amenorrhea. One way to delay the return of fertility after delivery is by breastfeeding. The results prove that the duration of breastfeeding associated with time contraceptive use with socioeconomic and demographic factors, postpartum amenorrhea, knowledge, types of contraceptives, as well as the interaction between the duration of breastfeeding with the type of contraception as confounding, But there’s indication that there are women who think breastfeeding is enough to delay the return of fertility, regardless of the end of postpartum amenorrhea. Therefore, the parties concerned should provide IEC which emphasizes the use of postpartum contraception before the end of amenorrhea although mothers are still breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47368
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unun Khamida Qodarina
"ABSTRAK
Remaja mengalami perubahan fisik, emosional, dan perkembangan sosial yang menandai perpindahan fase dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sebagai bentuk perubahan perkembangan sosial, timbul keinginan pada remaja untuk menjalin termasuk salah satunya teman sebaya. Teman sebaya dapat mempengaruhi remaja secara positif dan negatif. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja. Penelitian menggunakan desain studi cross sectional dan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Penelitian menggunakan kriteria inklusi remaja yang pernah atau sedang berpacaran sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebesar 16679 remaja. Hasil penelitian menunjukkan pada remaja yang pernah atau sedang berpacaran yang mempunyai teman
pernah berhubungan seksual dapat meningkatkan risiko 4,2 kali lebih tinggi untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan dengan remaja yang tidak mempunyai teman dengan pengalaman seksual setelah variabel lain dikendalikan. Remaja yang merasa terdorong oleh teman yang pernah berhubungan seksual juga dapat meningkatkan risiko 6,2 kali lebih tinggi untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan dengan remaja yang tidak merasa terdorong oleh pengalaman
seksual teman sebaya. Variabel lain yang turut berperan dalam perilaku seksual remaja yaitu jenis kelamin, umur, status merokok, alkohol, konsumsi narkoba, dan keterpajanan media. Oleh karena itu, sosialisasi mengenai perilaku seksual serta dampaknya pada remaja, komunikasi kesehatan reproduksi dari orang tua kepada remaja, serta mengikutsertakan remaja dalam kegiatan lingkungan teman sebaya yang positif diperlukan sebagai upaya mencegah dan mengatasi permasalahan perilaku seksual di kalangan remaja.

ABSTRACT
Adolescents experience physical, emotional, and social development changes that marks the displacement phase of childhood into adulthood. As a form of social developmental changes the desire of adolescents to engage with others including peer that may affect adolescent positively and negatively. The study was conducted to determine the relationship of peers on adolescent sexual behavior. The study uses cross-sectional study design and the data Indonesia Demographic Health Survey 2012. The study has an inclusion criteria which is adolescents who have or are dating so the number of samples obtained for teens 16679. Results showed that adolescents who have or are dating have been friends intercourse compared with teens who do not have any friends with sexual experience after other variables are controlled. Adolescents who feel compelled by friends who've sexual intercourse can also increase the risk 6,2 times higher for sexual intercourse compared with teens who do not compelled by peer sexual experiences. Other variables that play a role in adolescent sexual behavior are gender, age, smoking status, alcohol, drug consumption, and media of exposure. Therefore, socialization of sexual behavior and its impact for adolescents, reproductive health communication from parents to adolescents, as well as engage youth in positive peer environmental activities required in order to prevent and solve the problems of sexual behavior among adolescents."
Universitas Indonesia, 2014
S54019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Tunggal Mulyandari
"Permasalahan perilaku pada remaja semakin marak terjadi sehingga menjadi fokus isu kesehatan masyarakat di Indonesia. Berbagai risiko pada masa perkembangan menimbulkan kekhawatiran terjadinya perilaku berisiko kesehatan. Perilaku berisiko yang dibahas diantaranya merokok, minum alkohol, dan hubungan seksual sebelum menikah. Penelitian cross-sectional dilakukan pada remaja pria dan wanita belum kawin usia 15-24 tahun di Indonesia tahun 2012. Penelitian menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja.
Hasil analisis menunjukkan bahwa remaja yang merokok dan minum alkohol akan meningkatkan kejadian untuk melakukan hubungan seksual. Lebih lanjut lagi, semakin banyak batang rokok yang dihisap dan semakin sering frekuensi minum alkohol juga meningkatkan kejadian untuk melakukan hubungan seksual. Selain itu, remaja yang memiliki teman pernah berhubungan seksual lebih tinggi diantara remaja yang aktif seksual dibandingkan remaja yang belum pernah berhubungan seksual. Intervensi terintegrasi perlu dirancang sebagai bentuk pengendalian dan pencegahan perilaku berisiko remaja.

Behaviors problem in adolescent often happen and become the focus on public health issues in Indonesia. The kind of risks at developmental period take the worries about health risk behaviors. The risk behaviors explored for smoking, alcohol drinking, and premarital sex. A cross sectional study was conducted among never married men and women 15-24 years olds in Indonesia in 2012. The study used data from Adolescent Reproductive Health Component of the 2012 Indonesia Demographic and Health Survey.
The results showed that smoking and drinking adolescent are significantly associated with a higher likelihood of engaging in premarital sex. Further, more number of cigarettes smoked and frequent of drinking alcohol are also significantly associated with premarital sexual activity. Moreover, the adolescent with ever having sex friends were higher among sexually active youth than those who were sexually abstinent. Integrated interventions need to be designed as control and prevention of adolescent risk behaviors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsanu Rofiq
"Rokok menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar di dunia yang pernah dihadapi, dan membunuh hampir enam juta orang dalam setahun. Pada tahun 2013 Indonesia berada di peringkat pertama sebagai negara dengan konsumen rokok terbanyak di Asia Tenggara, dengan jumlah konsumen mencapai 46,16%. Berdasarkan data Susenas (2001) dan Riskesdas (2010), prevalensi merokok pada kelompok usia 10-14 tahun mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, dimana pada tahun 2001 trend usia merokok kelompok 10-14 tahun sebesar 9,5%, dan pada tahun 2010 menjadi 17,5%.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa SMP/MTs di Kecamatan Mojoagung. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, bahwa variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan perilaku merokok siswa adalah sikap, keterjangkauan rokok, teman sebaya, dan iklan rokok.

Cigarettes become one of the biggest public health threats in the world that have ever faced, and killed nearly six million people a year. In 2013 Indonesia was placed in first rank as the state with the highest cigarette consumers in Southeast Asia, the number of consumers reached 46,16%. Based on Susenas (2001) and Riskesdas (2011), the prevalence of smoking in the age group 10-14 years has increased nearly double, where in 2001 the trend of smoking age group 10-14 years is 9,5%, and it became 17,5% in 2010.
This research used crosssectional study design with the objective to understand the factors related with smoking behavior of Junior High School student in Mojoagung District. Based on research results, the variables which have a significant correlation with smoking behavior of students are attitude, cigarette affordability, peers, and cigarette advertising.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56286
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuridista Putri Pratiwi
"Tingkat fertilitas merupakan salah satu indikator yang menjadi prioritas utama pencapaian MDGs Indonesia. Tingkat fertilitas di Jawa Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia. Tingkat fertilitas di dalam data survei dapat diukur dengan menggunakan jumlah anak lahir hidup (ALH). Umur kawin pertama merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur kawin pertama terhadap tingkat fertilitas wanita usia subur di Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan desain studi cross sectional dengan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Penelitian menggunakan kriteria inklusi wanita usia subur usia 15-49 tahun yang pernah menikah di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan pada wanita yang pernah penikah di Provinsi Jawa Barat, mereka yang menikah di usia ≤ 18 tahun memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi untuk memiliki tingkat fertilitas tinggi dibandingkan yang menikah di usia > 18 tahun setelah variabel lain dikendalikan. Variabel lain yang turut berperan dalam tingkat fertilitas wanita usia subur yaitu umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan istri, status pekerjaan istri, norma tentang besarnya keluarga, dan penggunaan alat kontrasepsi saat ini. Oleh karena itu, kegiatan KIE terkait program KB dan pendewasaan usia perkawinan, pemberdayaan wanita, serta pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan status ekonomi diperlukan sebagai upaya mencegah dan mengatasi permasalahan terkait fertilitas di kalangan wanita usia subur di Provinsi Jawa Barat.

Fertility rate is one of indicator that include in the top priority of Indonesia’s MDGs achievement. West Java has the highest fertility rate in Indonesia. The fertility rate in survey data can be measured by using the number of children ever born (CEB). Age at first marriage is one of the most important factors that can affect the fertility rate. The study was conducted to determine the effect of age at first marriage to the fertility rate of women in their childbearing ages in West Java. The study uses a cross-sectional study design with SDKI 2012. The inclusion criteria of this study is women aged 15-49 years who were married in West Java.
The results showed that in women who were married in West Java province, those who were married at age ≤ 18 years had a 2.5 times higher risk to have high fertility rates than those married at age > 18 years after other variables are controlled. Other variables played a role in the fertility rate of women in childbearing ages are age, place of residence, wife’s education level, wife's employment status, norms about family size, and current contraceptive use. Therefore, IEC activities related to family planning programs and increasing age at first marriage, women's empowerment, and the opening of employment opportunities that important to improve the economic status are necessary of to prevent and resolve problems related to fertility among women of childbearing ages in their childbearing ages in West Java.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaely Presty Diasanti
"Kehamilan tidak diinginkan menjadi penyebab utama aborsi tidak aman dan berdampak buruk pada wanita yang mengalaminya serta janin yang dikandungnya. Risiko kehamilan tidak diinginkan semakin meningkat pada wanita usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Penelitian ini menggunakan disain studi cross-sectional dengan menganalisis lanjut data SDKI tahun 2012.
Hasil penelitian menunjukkan 18% wanita hamil pada usia berisiko yang memiliki kehamilan tidak diinginkan. Wanita yang mengalami kegagalan kontrasepsi berkecenderungan 8,5 kali untuk memiliki kehamilan tidak diinginkansetelah dikontrol oleh variabel umur, jumlah anak, status ekonomi, pengetahuan KB, dan akses ke pelayanan kesehatan.

Unwanted pregnancy is a major cause of unsafe abortion and adverse impact on women who experience it as well as the fetus. The risk of unwanted pregnancy increased in women aged less than 20 years and more than 35 years old. This study used a cross-sectional study design to analyze further the IDHS 2012 data.
Results showed 18% of pregnant women at risk of age had unwanted pregnancies, and women who experience contraceptive failure 8.5 times tended to have an unwanted pregnancies after controlled by age, number of children, economic status, knowledge of family planning, and access to health care variables.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Hermiyanti
"Minggu pertama kehidupan bayi merupakan masa-masa yang kritis. Tiga dari empat kematian neonatal merupakan kematian neonatal dini. Di Indonesia, tren kematian neonatal dini cenderung meningkat dalam satu dekade terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi ibu, riwayat komplikasi ibu, karakteristik bayi saat lahir, dan pelayanan kesehatan dengan kematian neonatal dini di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan analisis data sekunder. Populasi penelitian ini adalah anak terakhir yang dilahirkan dari ibu berumur 15-49 tahun dalam lima tahun terakhir di Indonesia tahun 2012. Perbandingkan kasus dan kontrol adalah 1:4. Kasus adalah neonatal dini yang meninggal dan merupakan anak terakhir yang dilahirkan ibu umur 15-49 tahun dalam lima tahun terakhir pada sampel SDKI 2012 berjumlah 129, sementara kontrol adalah neonatal dini yang hidup berjumlah 516.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur ibu < 20 tahun (OR 3,0; 95% CI: 1,5 - 5,8), umur ibu > 35 tahun (OR 2,1; 95% CI: 1,3 - 3,3), paritas ≥ 4 anak (OR 1,8; 95% CI: 1,1 - 3,0), dari ibu tidak sekolah atau tamat SD (OR 2,2; 95% CI: 1,2 - 4,3), komplikasi kehamilan (OR 2,4; 95% CI: 1,5 - 3,8), BBLR (OR 7,1; 95% CI: 4,5 - 11,4), status kembar (OR 12,8; 95% CI: 3,4 - 48,1), kelengkapan kunjungan ANC (OR 2,2; 95% CI: 1,4 - 3,4), penolong persalinan (OR 2,7; 95% CI: 1,6 - 4,6), dan tempat persalinan (OR 1,5; 95% CI: 1,0 - 2,2) berhubungan dengan kematian neonatal dini. Perlu upaya pencerdasan bagi ibu dalam meningkatkan asupan gizi selama hamil untuk menjamin kesehatan dan peningkatan berat badan ibu dan janin dalam kandungan. Selain itu, diperlukan komitmen pemerintah terkait ketersediaan bidan di setiap desa dan dokter puskesmas di setiap puskesmas serta menggencarkan pelayanan ANC termasuk di dalamnya konsultasi kehamilan yang berkualitas dan penanganan komplikasi kehamilan yang baik.

The first week of human’s life is a critical periode to survive. Three of four neonatal death actually belong to early neontal dealth. In Indonesia, there is an increasing early neonatal death’s trend in last decade. The purpose of this study is to examine association between maternal sociodemographic, maternal complication history, baby’s birth atribute, and health service factor with early neonatal death in Indonesia at 2012. Research method which is used in this study is case-control with Indonesia Demographic and Health Survey 2012 data source. Proportion between case and control is 1: 4. Sampel consist of 129 cases, who become the last child in the last five years and died in first week of his/her life at SDKI data 2012 died. Beside that, there was 516 controls which can survive in the first week of his/her life and have the same criteria with cases.
This study find that maternal age < 20 years (OR 3,0; 95% CI: 1,5 - 5,8), maternal age > 35 years (OR 2,1; 95% CI: 1,3 - 3,3), parity ≥ 4 children (OR 1,8; 95% CI: 1,1 - 3,0), from no education or complete primary mother (OR 2,2; 95% CI: 1,2 - 4,3), pregnancy complication (OR 2,4; 95% CI: 1,5 - 3,8), low birth weight (OR 7,1; 95% CI: 4,5 - 11,4), twin birth (OR 12,8; 95% CI: 3,4 - 48,1), compeletness of ANC visit (OR 2,2; 95% CI: 1,4 - 3,4), delivery assistance (OR 2,7; 95% CI: 1,6 - 4,6), and place of delivery (OR 1,5; 95% CI: 1,0 - 2,2) are associated with early neonatal death. Strategies to improve early neonatal survival must empower mothers to increase nutrient intake during pregnancy to ensure the health and improve maternal and fetal weight. Government commitment also important to address the midwife availability in each village and doctor in each primary health service and also intensify ANC program which include qualified pregnancy consultation and appropriate assistance to respon pregnancy complication.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Martha
"Skripsi ini membahas mengenai gangguan pertumbuhan yakni pendek (stunting), kurus (wasting), dan berat badan kurang (underweight) pada anak umur 0-59 bulan di Indonesia.Gizi mempunyai peranan penting dalam periode pertumbuhan dan perkembangan anak yang bersifat irreversible.Penilaian gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri menggunakan, indeks tinggi badan terhadap umur (stunting), serta indeks tinggi badan terhadap berat badan (wasting), indeks berat badan terhadap umur (underweight).
Tujuan penelitian ini mengetahui keterkaitan faktor sosial ekonomi dan beberapa faktor lain seperti kecukupan energi dan protein, infeksi malaria dan pelayanan kesehatan sanitasi dasar serta status BBLR pada gangguan pertumbuhan anak 0-59 bulan. Penelitian bersifat kuantitatif, dengan desain studi cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2010. Sampel penelitian ini adalah semua anak umur 0-59 bulan yang menjadi responden dalam Riskesdas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status ekonomi, pendidikan ibu dan ayah mempunyai pengaruh terhadap gangguan pertumbuhan.Semakin rendah status ekonomi keluarga semakin tinggi juga risiko balita dalam keluarga tersebut untuk mengalami kejadian pendek, kurus dan berat badan kurang. Balita dari keluarga status ekonomi terbawah mempunyai risiko 1,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian pendek (stunting) 1,4 kali lebih besar mengalami kekurusan (wasting), dan 1,7 kali lebih besar untuk mengalami berat badan kurang (underweight) dibandingkan dengan balita dari keluarga status ekonomi tertinggi.
Balita yang mempunyai ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko lebih besar dalam mengalami gangguan pertumbuhan. Sosial ekonomi keluarga merupakan faktor yang mendasari gangguan pertumbuhan balita, sosial ekonomi keluarga baik akan berdampak baik juga dalam kesediaan asupan, lingkungan yang sehat, dan perilaku sehat.

This thesis mainly discusses about the growth disorders, stunting, wasting and underweight in children aged 0-59 months in Indonesia. Nutrition be an important role during the growth and development period of the children, which is irreversible. Nutritional assessment by anthropometric measurements performed using height of age index (stunting), height of weight index, weight of age index.
The purpose of this study is to determine the relationship of socio-economic factors and other factors, such as the adequacy of energy and protein, malaria infection, basic sanitation, and health care of LBW status in children 0-59 months of growth disorders. This research is quantitative, with a cross-sectional study design usingData Analysis of Primary Health Research 2010. Samples of this study are all children aged 0-59 months who were respondents in Data Analysis of Primary Health Research 2010.
Result of this study indicates that economic status and level of intelligence of the parents have influence on children's growth disorders. The lower the economic status of the family the riskier a toddler in the family would experience growth disorder.Toddlers from the family with lowest economic status have 1.8 times greater risk for experiencing stunting, 1.4 times greater risk for experiencing wasting, and 1.7 times greater risk for experiencing underweight compared with toddlers from family with highest economic status.
Toddlers with less educated parents also have greater risk for experiencing growth disorder. Socio-economic factors in family underly the growth disorder of the toddlers and would also affect the fulfillment of the nutritional intake, health services, and healthy behaviors in toddlers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Pujisubekti
"World Health Organisation (WHO) menganjurkan pemberian ASI eksklusif sampai dengan bayi berusia 6 bulan untuk mengoptimalkan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan bayi. Penelitian ini membahas determinan perilaku pemberian makanan pada bayi yang diukur melalui perilaku penundaaan inisiasi ASI, pemberian makanan prelakteal, pemberian makanan tambahan dini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012. Sampel pada penelitian ini adalah pasangan ibu dan bayi yang berusia 0 - 23 bulan.
Hasil analisis didapatkan hampir separuh ibu di Indonesia menginisiasi bayinya lebih dari 1 jam pertama. Selain itu, proporsi ibu yang memberikan makanan prelakteal sebesar 61% dengan jenis makanan prelakteal yang terbanyak diberikan adalah susu formula. Hasil lainnya sebesar 58% bayi usia 0 - 5 bulan sudah menerima makanan selain ASI berdasarkan recall 24 jam terakhir dengan jenis makanan air putih, susu formula, dan bubur bayi fortifikasi. Diketahui bahwa status ekonomi yang tinggi, ibu dengan anak pertama, ibu yang bekerja, penolong persalinan petugas kesehatan, serta kunjungan antenatal yang kurang menjadi faktor risiko pemberian makanan pada bayi. Intervensi program ASI eksklusif perlu dilakukan semenjak pertama kali melakukan kunjungan antenatal, serta perlu diadakannya monitoring dan evaluasi dari PP ASI.

World Health Organisation (WHO) recommends exclusive breastfeeding until a baby is 6 months old to optimize the growth, development, and health of the baby. This study discusses the determinants of infant feeding behavior as measured through behavioral delayed initiation of breastfeeding, prelacteal feeding, early supplementary feeding. This study is a quantitative cross-sectional study design using Indonesian Demographic and Health Survey 2012. Samples in this study were pairs of mothers and infants aged 0-23 months.
The results of the analysis obtained almost half of the baby's mother in Indonesia initiated more than one hour. In addition, data shows that 61% mothers gave prelecteal feeds with formula milk as the most used type of food. Moreover, 58% of infants aged 0-5 months had received food other than breast milk by the recall last 24 hours with the most type of food are water, formula milk, and baby food fortification. Based on logistic regression result, it is known that high economic status, mothers with their first child, working mothers, birth attendants health workers, and less antenatal visits be a risk factor for infant feeding. Exclusive breastfeeding intervention programs need to be done since the first antenatal visit, and need monitoring and evaluation of the holding of breasfeeding regulation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Maylan Tiolina Misrain
"Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi. Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa semakin rendah kuintil kekayaan (semakin miskin), maka AKB akan semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui determinan kematian bayi pada keluarga miskin di Indonesia dalam rangka upaya mencegah kematian bayi pada keluarga miskin dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perekonomian rendah.
Penelitian ini menggunakan desain studi crossectional dengan populasi penelitian meliputi wanita usia subur 15 - 49 tahun yang berada pada kuintil 1 (poorest) dan kuintil 2 (poorer).
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa determinan kematian bayi pada keluarga miskin di Indonesia adalah berat bayi lahir, jenis kelamin bayi, dan penolong persalinan, sedangkan umur ibu, paritas, jarak kelahiran, jumlah kunjungan pemeriksaan antenatal, ukuran bayi saat lahir, dan tempat persalinan merupakan variabel konfounding.
Pemerintah perlu menyediakan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh keluarga miskin ataupun mendatangi keluarga miskin untuk melakukan pemeriksaan antenatal. Pengelola program kesehatan perlu mengupayakan program yang membantu ibu miskin memenuhi kecukupan gizi selama mengandung untuk mencegah bayi lahir dengan BBLR; mengintervensi ibu terkait pengaruh jenis kelamin bayi terhadap kematian bayi sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak dini; dan menggalakkan program kesehatan yang mengupayakan agar ibu dapat bersalin di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh petugas kesehatan.

fant Mortality Rate (IMR) in Indonesia is still relatively high. Reports Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 show that the lower quintiles of wealth (the poor), the IMR will be higher. This study aims to find out the determinants of infant mortality in poor families in Indonesia in an effort to prevent infant mortality in poor family and improve the health of low economic communities.
This study used a cross-sectional study design with the study population includes women of childbearing age 15-49 years who are in quintile 1 (poorest) and quintile 2 (poorer).
Multivariate analysis show that the determinants of infant mortality in poor families in Indonesia were birth weight, infant gender, and assistance of delivery, while maternal age, parity, birth spacing, number of antenatal visits, size of the infant at birth, and place of delivery is the variable konfounding.
The government should provide health care that is easily accessible by poor families or poor families came to do the antenatal care. Health program managers need to pursue programs that help meet the nutritional adequacy poor mothers during pregnancy to prevent infant delivery with low birth weight; mother intervenes related to the influence of the sex of the infant so that the infant mortality can do early prevention; and promote health programs support mothers to delivery at health facility and adelivery by health workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>