Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Theresia Claudia
"Laporan magang ini bertujuan untuk mengevaluasi prosedur audit KAP GARA Indonesia atas akun Aset Tak Berwujud. PT HTB merupakan Badan Usaha Jalan Tol yang memegang kontrak konsesi jasa dengan Pemerintah Indonesia untuk membangun dan mengelola jalan tol ABC-CDE. Analisis prosedur audit didasarkan pada ISA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ISAK 16, PSAK 19, dan PSAK 34. Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi menurut PT HTB dan KAP GARA Indonesia dalam mencatat nilai aset tak berwujud, sehingga menimbulkan penyesuaian.

This internship report is aimed to explain about the evaluation of audit procedur of KAP GARA Indonesia. PT HTB holds concession right with Indonesian Government to build and operate ABC-CDE toll road. Analysis of Audit Procedure is based on ISA and applicable laws and regulations in Indonesia, ISAK 16, PSAK 19, and PSAK 34. There are differences in the accounting treatment of PT HTB and KAP GARA Indonesia, resulting in adjustment."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Nugroho
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran penerapan konsep Time-Driven Activity-Based Costing (TD ABC) dan analisis marjin kontribusi sebagai suatu solusi masalah bagi PT CRV, sebuah perusahaan agensi pemasaran digital kreatif (360-digital advertising agency) di Indonesia, yang membutuhkan perbaikan sistem penentuan biaya dan penetapan harga jual layanan jasa. Penelitian studi kasus ini menggunakan pendekatan explanatory sequential mixed methods yang mengkombinasikan penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan informasi yang lebih kuat dalam menjawab pertanyaan penelitian. Gambaran aktivitas bisnis agensi PT CRV dalam layanan jasa pemasaran digital kreatif diperoleh menggunakan dengan teknik kualitatif. Pendekatan kuantitatif selanjutnya diterapkan dalam perhitungan penentuan biaya dengan model TD ABC. Penelitian ini menggunakan biaya aktual pada PT CRV dalam membangun model TD ABC dan menggunakan perhitungan biaya dari model ini untuk analisa marjin kontribusi. Penelitian ini mendapatkan dua hasil utama. Pertama, TD ABC dapat diimplementasikan pada PT CRV dan model biaya per aktivitas ini dapat mengakomodir perkembangan bisnis pemasaran digital yang semakin kompleks dan dinamis yang dihadapi oleh 360-digital advertising agencies seperti PT CRV. Kedua, analisis marjin kontribusi dapat membantu manajemen membuat perencanaan cost-based pricing untuk setiap layanan jasa agensi pemasaran digital kreatif.

This study aims to demonstrate the application of Time-Driven Activity-Based Costing (TD ABC) with contribution margin analysis as a problem-solution for PT CRV, a creative digital marketing agency (360-digital marketing agency) in Indonesia, which having the needs of better costing technique and pricing of their services. This research adopts explanatory sequential mixed methods, which combines qualitative and quantitative research to obtain more precise information in answering research questions. An overview of PT CRV’s relevant business activities is obtained using qualitative techniques. A quantitative approach is then applied in calculating cost using TD ABC model. This case study surveyed the actual cost of PT CRV to build TD ABC model and uses this model for contribution margin analysis. This case study produced two main findings. First, TD ABC can be implemented in PT CRV and this cost-peractivity model can accommodate the increasingly complex and dynamic activities of making advertisements in digital media faced by 360-digital marketing agencies such as PT CRV. Second, contribution margin analysis can help management to improve their pricing for every service offered by PT CRV."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Maria Kiftya
"Tujuan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi penerapan boundary system dalam upaya hubungan business to business (B2B) yang lebih baik dari perusahaan retail PT. X kepada pemasok yang menyesuaikan dengan konsep levers of control dengan dukungan program
compliance yang ada diperusahaan. Di dalam levers of control, boundary system adalah strategi pengendalian untuk mengetahui posisi kompetitif perusahaan. PT. X adalah perusahaan retail grocery yang beroperasi di Indonesia yang terus mengalami penurunan nilai pendapatan atas anggaran dukungan promosi dari pemasok sepanjang 2019-2022. Setelah ditelusuri hal tersebut dipicu oleh menurunnya kepercayaan dari pemasok terkait implementasi
perjanjian kerjasama yang dilakukan, diantaranya keterlambatan pembayaran pembelian produk dan tagihan promosi yang tidak dimintai persetujuan pemasok sebelum implementasi promosi. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif, yang dirancang dalam sebuah
studi kasus intensif yang melibatkan beberapa metode pengumpulan dan analisis data termasuk wawancara, observasi lapangan dan analisis dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan ketidakefektifan boundary system pada dukungan manajemen dalam pelaksanaan boundary system, penerapan business conduct boundary, dan penerapan peraturan pemerintah meskipun
program compliance yang ada diperusahaan PT.X sudah efektif sehingga menyebabkan tidak
tercapainya dimensi utama kesuksesan kolaborasi pada hubungan bisnis dengan pemasok.

The purpose of this research is to evaluate the implementation of the boundary system in an effort to better business to business (B2B) relations than the retail company PT. X to suppliers who conform to the concept of levers of control with the support of existing compliance programs in the company. Within the levers of control, the boundary system is a control strategy to determine the company's competitive position. This study used a qualitative methodology, which was designed as an intensive case study involving several methods of data collection and analysis including interviews, field observations and document analysis. The results of this study indicate the ineffectiveness of the boundary system in management support in the implementation of the boundary system, the application of business conduct boundaries, and the implementation of government regulations even though the compliance program in the PT. X company has been effective, causing the main dimensions of successful collaboration in business relations with suppliers to not be achieved."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyida Tri Nurdyana
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pelaksanaan transformasi klinik menjadi Rumah Sakit oleh salah satu penyedia jasa layanan Kesehatan, Klinik YH di Kabupaten Madiun. Penelitian terbatas pada transformasi organisasi, sumber daya manusia, dan teknologi. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode studi kasus dan analisa kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi. Persebaran pelayanan Kesehatan yang belum merata, akses Kesehatan yang terbatas di beberapa daerah, serta meningkatnya jumlah pasien pada klinik menjadi salah satu pendorong klinik YH melakukan transformasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa transformasi klinik YH belum dilaksanakan secara jelas.Transformasi organisasi, Sumber Daya Manusia, dan teknologi masih direncanakan secara normatif dan belum ada pelaksanaan secara jelas. Hal tersebut dikarenakan kondisi klinik yang masih berfokus pada pengurusan perizinan dan pemenuhan sarana prasarana dan tenaga kerja sesuai persyaratan menjadi Rumah Sakit kelas D pada permenkes. 

This study aims to analyze the implementation of the transformation of a clinic into a hospital by one of the health service providers, the YH Clinic in Madiun Regency. Research is limited to organizational transformation, human resources, and technology. The research design is descriptive with a case study method and qualitative analysis. Data collection was carried out by interviews and documentation studies. The uneven distribution of health services, limited access to health in several areas, and the increasing number of patients at the clinic have been one of the driving forces for the transformation of the YH clinic. This research shows that the transformation of the YH clinic has not been clearly implemented. Organizational transformation, human resources and technology are still planned normatively and there is no clear implementation yet. This is due to the condition of the clinic which is still focused on obtaining permits and fulfilling infrastructure and manpower according to the requirements to become a Class D Hospital in the Minister of Health."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rustam
"Dengan semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia, maka semakin banyak penelitian-penelitian yang dilatation khususnya dari kalangan perguraan tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba untuk mengamati kebijakan dividen melalui hubungan antara rasio-rasio finansial yang secara rutin dipublikasikan terhadap perubahan dividen yang terjadi pada perusahaan-perusahaan gopublic di Bursa Efek Jakarta. Pengamatan dilakukan dari tahun 1992 sampai dengan 1996, Rasio-rasio financial yang digunakan adalah yang dianggap relevan dan terdiri atas beberapa rasio antara lain adalah dividend per share, net profit margin, earrings per share, return on equity, return on investment, retention ratio, debt to equity, current ratio, dan total assets.
Dari hasil pengujian dengan menggunakan model regress linier berganda menunjukkan bahwa faktor yang paling signifikan dan konsisten adalah variabel earnings per share. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen dari peruiahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta sangat dipengaruhi oleh laba bersih yang diperoleh, sedangkan faktor-faldor yang iainnya masih bersifat temporer atau volatile; artinya dalam keadaan tertentu dapat mennpengaruhi kebijakan dividen, namun pada kesempatan yang lain dapat terjadi tidak signifikan.
Di samping itu faktor-faktor lingkungan eksternal walaupun tidak dilakukan pengujian tentunya juga sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kebijakan divider. Hal tersebut mengakibatkan hasil pengujian dapat memberikan tanda atau arah yang tidak memenuhi harapan hipotesis, terutama pada variabel perubahan return on equity yang mempunyai hubungan yang negatif terhadap perubahan dividend per share."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsellinus Bachtiar
"Privatisasi Semen Gresik sebagai salah satu bagian dari proses privatiasi BUMN mengandung kontroversi seputar perlu atau tidaknya Pemerintah Indonesia menjual 51% kepemilikannya pada Cemex seperti tercantum pada klausul put option yang jatuh tempo pada 26 Oktober 2001. Di satu sisi Pemerintah membutuhkan dana yang besar sedangkan banyak kalangan menilai harga jual sebesar US$ 1.38 per saham sangat murah ditambah keberatan dari pemerintah daerah.
Penilaian nilai Semen Gresik berkaitan dengan rencana put option menggunakan metode Discounted Cash Flow (DCF) dan Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan perbandingan Enterprise Value per Tonne Capacity yang lebih umum digunakan pada industri semen.
Hasil dan perhitungan DCF adalah Rp. 6,310.90 per saham dan EV/Ton sebesar US$ 52.52. Hasil perhitungan dengan dua metode ini menghasilkan penilaian yang berbeda dimana harga saham sebesar Rp. 6,310.90 mencerminkan harga saham yang dinilai terlalu tinggi (overvalued) dan mendorong investor untuk menjual saham. Sedangkan harga EV/Ton memberi kesimpulan harga jual Semen Gresik yang sangat murah dibandingkan harga jual regional dan nasional yang rata-rata di atas US$ 100 per ton kapasitas, dan penilaian ¡ni mendorong pemerintah untuk hold dan negosiasi ulang.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah penilaian nilai perusahaan dapat berbeda tergantung dari motivasi dan ekspektasi masing-masing investor. Dari hitungan di atas kertas pemerintah akan memperoleh keuntungan bila menaikkan harga jual Semen Gresik sesuai harga pasar (sekitar US$ 100/ton kapasitas), dengan kata lain tidak melaksanakan put option. Walaupun option itu in the money bagi pemerintah, namun dengan menjual pada tingkat harga US$ 100/ ton, pemenntah dapat meraih dana sebesar US$ 943,500,000 dibanding hanya US$ 526,363,084 dañ pelaksanaan put option.
Sedangkan investor di bursa menilai harga Semen Gresik terlalu tinggi dibanding nilai intrinsiknya dan menilai negatif penundaan put option oleh pemerintah. Penilaian dengan metode apapun mengandung asumsi-asumsi, namun EV/ton mencerminkan posisi perusahaan di antara pesaingnya dan lebih disesuaikan dengan pasar, sehingga lebih umum dipakai di industri semen. Sedangkan analisa fundamental dalam thesis ini lebih fokus pada ekpektasi pelaku bisnis."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yio, Tjeh Kie
"Arus globalisasi menyebabkan negara-negara di dunia ini menjadi semakin terbuka untuk berinteraksi, baik dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi. Sistem perdagangan internasional yang terbuka, seperti yang diharapkan oleh para pendiri GATT dan WTO, jelas akan membawa dampak yang sangat besar bagi semua negara di bumi ini. Secara teoritis, penghapusan hambatan yang bersifat proteksionis akan menggairahkan perdagangan internasional dan membawa kemakmuran yang lebih besar bagi umat manusia, namun implikasi yang ditimbulkan oleh keterbukaan ini juga dahsyat sekali, terutama bagi negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia.
Dampak yang paling langsung dan meningkatnya perdagangan internasional adalah volume perpindahan uang antar negara akan menjadi semakin besar. Dengan adanya teknologi canggih yang diaplikasikan pada sisteni perbankan secara global, maka uang bukan saja dapat ditransfer dalam jumlah besar, tetapi juga dengan kecepatan yang amat menakjubkan. Akibat dari perpindahan modal yang besar dan cepat ini adalah nilai mata uang menjadi sangat fluktuatif dan sulit diprediksi, karena uang tidak lagi berfungsi sebagai alat bayar saja melainkan juga berfungsi sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan dan dispekulasikan. Fluktuasi kurs yang tidak menentu ini menjadi kendala yang sangat merisaukan para pemimpin perusahaan, terutama para manajer keuangan dari perusahaan-perusahaan yang cakupan bisnisnya sudah bersifat multinasional.
Oleh sebab itu, pengetahuan yang solid mengenai Tatar belakang gejolak kurs menjadi perangkat yang mutlak hams dimiliki oleh seorang manajer keuangan masa kini, sebagaimana dikemukakan oleh Peter Drucker bahwa dalam era globalisasi, seorang eksekutif tidak dapat mengelak tanggung jawabnya terhadap kerugian yang timbul akibat volatilitas valuta asing, karena is sudah dibayar untuk melindungi perusahaan dari kerugian semacam itu(Eiteman). Pendapat Peter Drucker yang disampaikan kepada para eksekutif keuangan di San Fransisco pada tahun 1990 tersebut, telah terwujud dalam malapetaka yang menimpa Indonesia sejak medio tahun 1997. Perusahaan-perusahaan besar yang sebelumnya menunjukkan kinerja yang sangat balk, satu per satu memperlihatkan item 'kerugian kurs' pada laporan keuangan mereka dalam jumlah milyaran, bahkan tidak jarang yang digugat pailit oleh kreditor asingnya karena tidak sanggup membayar pinjaman dan bunganya yang tiba-tiba menggelembung secara fantastis.
Bila ditelusuri kembali, akan tampak bahwa semua tragedi ini timbul karena runtuhnya nilai Rupiah. Mengapa hal ini bisa terjadi secara mendadak pada negara kita yang selama ini memperlihatkan kinerja ekonomi yang baik ? Mengapa para manajer keuangan kita gaga] mengantisipasi keadaan ini? Apa sebenarnya yang menyebabkan fluktuasi kurs? Pengetahuan ekonomi makro yang saya peroleh dari jurusan ilmu manajemen ternyata tidak memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini semakin mendorong rasa ingin tahu dan membangkitkan minat saya untuk mempelajari tentang kurs.
Ternyata, dalam proses mempelajari karakteristik kurs ini, saya menemukan bahwa belum ada satu instrumen atau teori yang dapat menjelaskan dan rnengestimasi pergerakan kurs secara akurat. Copeland (1995) pun mengakui bahwa andaikata ada seseorang yang mengetahui cara meramal pergerakan kurs, dia juga tidak akan memberitahukan kepada kita. Oleh sebab itu, sebagai iangkah awal untuk memahami kurs, saga memilih salah sate teori yang paling fundamental yaitu pendekatan moneter (monetary approach), Pendekatan moneter merupakan gabungan dari beberapa konsep dasar tentang kurs, modelnya sederhana, mudah dimengerti dan Bering dijadikan bench mark perbandingan oleh pendekatan lain. Bahkan banyak pendekatan atau teori Baru tentang kurs sebenarnya bersumber dari model moneter (Copeland). Ini juga merupakan salah satu alasan mengapa pendekatan ini dipilih sebagai model untuk mengadakan analisis."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiedyantari
"Saham merupakan instrumen investasi yang digemari karena adanya kemungkinan investor mendapatkan keuntungan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cenderung singkat. Bersamaan dengan adanya kemungkinan keuntungan dalam jumlah besar tersebut, terdapat pula kemungkinan kerugian yang tak kalah besar. Hal inilah yang menyebabkan investor yang telah memilih saham sebagai instrumen investasinya hams mampu mengelola risiko yang menyertai perdagangan saham.
Secara umum, harga saham yang dibentuk di pasar modal dipengaruhi oleh kondisi perusahaan. Jika performa yang ditunjukkan perusahaan baik, maka terdapat kecenderungan harga saham perusahaan terkait meningkat begitupula sebaliknya. Beberapa kondisi yang mampu mempengaruhi fluktuasi harga saham adalah kinerja perusahaan, kredibilitas susunan pengurus, iklim ekonomi negara, regulasi secara makro dan masih banyak Iagi.
Penelitian yang dilakukan pada karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh rasio keuangan terhadap beta yang merupakan risiko sistematik sebuah saham. Risiko sistematik perusahaan adalah risiko yang terkait erat dengan kondisi pasar dan tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi saham. Penelitian yang dilakukan Tandelilin (1997) menemukan bahwa rasio keuangan mampu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko sistematik saham. Rasio keuangan merupakan bagian dari tampilan kondisi keuangan perusahaan. Bagi perusahaan publik, terdapat kewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan tersebut secara periodik yakni secara triwulanan dan tahunan. Tujuannya adalah untuk mempertanggungjawabkan perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh publik. Obyek penelitian yang dipilih pada penelitian ini adalah saham-saham perusahaan industri perbankan yang memiliki volume perdagangan tertinggi selama periode Januari 2004 hingga September 2006. Bank yang termasuk dalam penelitian ini adalah Bank Central Asia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank Niaga, Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo dan Bank Panin. Selain memiliki volume perdagangan tertinggi di lantai bursa, kedelapan saham ini memiliki aset lebih besar dan Rp. 20 Triliun, sehingga dapat dikategorikan sebagai bank besar. Diharapkan kriteria obyek penelitian ini mampu mewakili kondisi perbankan Indonesia secara umum.
Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat kesehatan sebuah bank mencakup permodalan, kualitas aset, manajemen, pendapatan dan likuiditas, maka variabel yang dipilih untuk diteliti adalah Return on Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NFL) dan Earnings Per Share (EPS). ROE dan EPS dapat mewakili faktor pendapatan (earnings), sementara faktor likuiditas diwakili oleh rasio LDR, NPL dan CAR. Rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang penting dalam dunia perbankan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, maka Bank Indonesia juga telah mengeluarkan ketetapan yang mewajibkan pihak bank memenuhi sejumlah tertentu nilai rasio tersebut, antara lain CAR dan NPL. Tujuannya tak lain adalah untuk memastikan tingkat kesehatan perbankan nasional.
Data-data yang didapat berupa harga saham mingguan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mingguan dan informasi rasio keuangan yang didapat dari laporan keuangan kwartalan perusahaan. Selanjutnya, semua data tersebut diolah dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mencari return indidual dan return market. Tahap kedua, dilakukan pencarian beta masing-masing saham melalui regresi indeks tunggal antara return individual dengan return market. Tahap terakhir adalah mencari bentuk regresi yang dapat mewakili hubungan antara beta saham dengan rasio-rasio keuangan dengan bantuan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROE dan CAR memiliki hubungan yang berlawanan dengan beta. Rasio LDR, NPL dan EPS menunjukkan hubungan yang searah dengan beta. Hal ini berati kenaikan variabel ROE dan CAR akan berdampak pada penurunan nilai beta. Kenaikan pada LDR, NPL dan EPS akan dapat meningkatkan risiko sistematik saham. Nilai risiko sistematik rata-rata cukup besar, yakni 1.32. Artinya risiko kepemilikan saham ini berkaitan erat dengan kondisi pasar.
Uji elastisitas yang dilakukan pada beta dan rasio-rasio keuangan menunjukkan bahwa kepekaan beta tertinggi disebabkan justru oleh variabel CAR. Hal ini mungkin terjadi disebabkan sejarah masa lalu. Kejatuhan dunia perbankan di masa lampau disebabkan minimnya cadangan dana di bank sendiri yang akhirnya mengakibatkan kesulitan likuiditas bagi bank.
Hasil akhir dari penelitian menunjukkan bahwa regresi multi-index yang didapatkan belum dapat menjelaskan seluruhnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi beta saham. Walaupun demikian, persamaan ini dapat dijadikan salah satu indikator alternatif dalam menilai kondisi perbankan dan saham-saham perusahaan perbankan.

Stocks, one of the investment's instruments were chosen by investor because of the attractiveness of return gained in large amount and in shorter time compared to other instruments. The consequence of high return that an investor might get was the risk. This is the reason why an investor must be able to manage the risk that come along with the investment decision in stocks.
Stock?s price formed in the market, were influenced by the condition of the company itself. In detail, the conditions that might influence a company's stock price volatility are the company's performance, staffs credibility, regulation, macro economic and many more.
The research's purpose is to find out how the financial ratios influence the systematic risk (beta) of a stock. Systematic risk of a company is a risk that related to market condition and can not be eliminated through portfolio diversification. This research based on Tandelilin study on 1997 that finds macro indicator such inflation rate and GDP does not significantly influence systematic risk, financial ratios do. Financial ratios revealed the financial condition of a company. There was an obligation for the public corporation to publish their financial report periodically, quarterly and yearly. The purpose of this obligation is to be responsible to the public that own the company through their shares. The research objects chosen are banking company stocks that had the highest selling volume during January 2004 until September 2006. Those banks are Bank Central Asia (BCA). Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank Niaga, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Panin, and Lippo Bank. These banks also had assets for more than Rp. 20 Billions and categorized as Capital, asset quality, management, earnings and liquidity were the main factors to form a credible bank, according to the Indonesian Bank (BI). That is, the financial ratios chosen in this research are Return on Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) and Earnings Per Share (EPS). ROE and EPS represent the earnings factor, while LDR, NPL and CAR represent the liquidity factor. Those five ratios were the most important ratios in banking industry. Based on history and to maintain the credibility of national banking industry, Indonesian Bank had defined several minimum percentages of CAR and NPL.
Data used in this research are weekly stock's price, weekly Jakarta's Composite Index and financial ratios that taken from quarterly financial report. It was calculated in three steps. The first step is to calculate market return and stock's individual return by using stock price and composite index data. The second step is to calculate beta, using single index regression of market return and individual return. The last step is to form a multi regression that could represent the influence of each financial ratio to systematic risk. All the calculations were done using Microsoft Excel and SPSS 13 program.
The results show that ROE and CAR influence systematic risk negatively. LDR, NPL and EPS ratios influence systematic risk positively. This means that the increasing of ROE and CAR will decrease the level of systematic risk. Increasing LDR, NPL and EPS point will increase the level of systematic risk. From this research, we find out that the systematic risk of sample is above I or high enough (average 1.32). It means that the stock's risk strongly related to the market risk.
Elasticity test that also done in this research shows that the highest sensitivity of was beta caused by CAR variable. This might explain that liquidity is the most important thing in banking industry. The research's results also show that multi-index regression still unable to explain the whole factors that influence systematic risk. Despite, the regression can be used as the alternative indicator to control banking industry and also banks' stocks."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunifar Ferariani
"Usaha telekomunikasi memberi keuntungan yang sangat memadai, apalagi di sektor seluler-khususnya saat ini GSM-yang dari tahun ke tahun tumbuh pesat. Tahun-tahun terakhir ini pasar seluler tumbuh dengan lebih dari 50 persen setahun, hal ini tentu saja makin menarik minat investor. Akan tetapi keputusan untuk ikut serta dalam bisnis perlu juga ditunjang penelitian-penelitian untuk menunjang keputusan dan meminimasi kerugian. Aspek-aspek tersebut diantaranya yang pertama adalah kondisi perekonomian Indonesia saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya dan prospek di masa depan. Berdasarkan analisis makro ekonomi dalam penelitian diketahui bahwa kondisi ekonomi Indonesia semakin kondusif seiring dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto, menurunnya inflasi, stabilnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Jika kondisi ini terus dapat dipertahankan pemerintah indonesia maka industri akan bertumbuh, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Aspek yang Iain adalah peta industri telekomunikasi. Dari analisis five forces diketahui bahwa memang industri telekomunikasi sedang tumbuh pesat sesuai dengan prediksi perusahaan telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya investor baru yang masuk. Banyaknya pemain dalam industri ini menyebabkan tingkat persaingan semakin tinggi, akhimya kekuatan tawar pelanggan menjadi tinggi. Disinilah dibuktikan kekuatan strategi perusahaan dalam menjaga loyalitas pelanggan lamanya dan meraih lebih banyak pelanggan baru.
Kinerja perusahaan merupakan aspek yang menunjang keputusan investasi. Apakah selama ini perusahaan telekomunikasi tempat kita berinvestasi sudah memiliki kinerja di atas kinerja industri. Dengan mengetahui kinerja perusahaan dari tahun ke tahun dapat terbaca tren kinerja apakah membaik, datar atau menurun. Dari hasil penelitian diketahui dari tahun 2002 hingga 2006 kinerja PT Telkom terus tumbuh, begitu juga PT Indosat. Akan tetapi pertumbuhannya semakin menurun. Kemungkinan karena persaingan yang semakin berat antar perusahaan. Jika perusahaan terus tumbuh maka diharapkan investor masih dapat mengandalkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dengan menginvestasikan dana di perusahaan ini. Dengan menggunakan beberapa teknik analisis seperti analisis horisontal, analisis vertikal, analisis rasio dan analisis cross section, dapat diketahui bahwa kinerja PT Telekomunikasi Indonesia dan PT Indosat masih terus bertumbuh. Akan tetapi kecenderungan pertumbuhannya semakin menurun. Artinya PT Telekomunikasi Indonesia sudah akan mencapai tahap stabil. Walaupun demikian, secara umum kinerja PT Telekomunikasi Indonesia masih lebih baik daripada perusahaan sejenis yaitu PT Indosat. Jika dirinci lebih Ianjut, rasio Iikuiditas PT Telekomunikasi Indonesia lebih rendah daripada PT lndosat, akan tetapi rasio solvabilitas, rasio aktivitas dan rasio proiitabilitasnya lebih baik.
Selain itu perlu diketahui juga harga wajar PT Telekomunikasi Indonesia dan PT Indosat. Apakah posisinya undervalued sehingga masih patut dibeli atau pada posisi overvalued sehingga harus dijual bagi mereka yang memegang sahamnya. Dari penelitian diketahui bahwa posisi saham PT Telkom masih dibawah nilai wajarnya atau undervalued sehingga patut untuk dibeli. Yaitu nilai wajar saham yang dihitung sebesar Rp 11.8S2 dan harga pasar pada akhir tahun 2006 masih Rp 10.100. Perhitungan juga untuk harga wajar Saham PT Indosat diketahui harga wajar sahamnya Rp 7.299 dan posisi harga pasar di akhir 2006 adalah sebesar Rp 6.750. Artinya, saham PT Indosat juga dalam posisi undervalued. Hanya saja jika dibandingkan, nilai diskon yang dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia lebih besar dibandingkan dengan PT Indosat. Posisi di akhir 2006, saham PT Telekomunikasi Indonesia dengan kode TLKM terdiskon sebesar 17,64% sedangkan saham PT Indosat dengan kode ISAT hanya terdiskon 8,14%. Artinya, peluang untuk meraih keuntungan lebih besar dengan investasi di saham TLKM karena harga pasar saham tersebul akan mendekati harga wajarnya.

Telecommunication industry give high profit, especially GSM in cellular sector, that growing fast year to year. ln latest year, cellular market grow over 50 percent a year, which attract investor to deal with. Decision to invest in this business must base on some reason from research or prospective in order to minimize lost. Some aspect to watch are Indonesian macroeconomic condition. Whether the recent condition is better than last year or worst. Base on macroeconomic analysis, we knew the Indonesian macroeconomic is better year to year with good sign in Gross Domestic Product (GDP), inflation, Rupiah-US Dollar exchange rate. If government can stabilize this condition or make it better, Indonesian industry will grow up. Then, we can reduce unemployment that already became many problems in this country.
Other aspect is telecommunication industry in Indonesia. With Porter 's five forces analysis we knew the industry is growing fast, same with the prediction from telecommunication companies. The Sign are many new investors in this industry that produce higher competition. It give buyer a lot of choice to choose an operator . To win the market, tellecomunication need strategy to hold their customer move to the other operator and also to get new customer.
Company pedormance is also aspect we should concern. Whether all these years the company has performance above industry average perybrnrance. By knowing company performance year to year, we knew the trend of company performance. getting better, stable or worst. The research's result is PT Telkom and PT1ndosat is growing. But the grow rate is decline. lt can be because of higher competition between companies. lf the company still growing, we confidence that company still can get some profit so the investor can invest in these companies. Using many analysis technique such as horizontal analysis. vertical analysis, financial ratio analysis and cross section analysis, PT Telkom and PT lndosat still grow up but the grow rote is decline. We believe that these companies will be stable firm in 10 years. From the analysis PT Telkom has liquidity ratio lower than PT lndosat but higher in Solvability ratio, activity ratio and profitability ratio.
This research also calculates intrinsic value for both companies. Whether the stock is undervalued or overvalued At the end of 2006, intrinsic value of Telkom stock is Rp 11.882 and the market price is Rp 10. 100. Intrinsic value of lndosat stock is Rp 7299 and the market price Rp 6750. So. PT Telkom ana' PT lndosot stock, coded with TLKM and ISAT is in undervalued position. But discount rate PT Telkom is higher, which is 17,64% than PT lndosat which is 8.14% It means, we can get more profit from investment in Telkom rather than investment in PT lndosat."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T23195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Listyo Wibowo
"Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia selaku Bank Sentral telah menerapkan sistem pembayaran berupa Real-Time Gross Settlement (RTGS). Sistem ini telah diterapkan hampir disebagian besar wilayah Asia Pasifik yang meliputi Hong Kong, Korea, Australia, China, New Zealand, dan Thailand. Di Indonesia sistem ini dikenal dengan sebutan BI-RTGS.
Selain sistem BI-RTGS, Bank Indonesia juga memberikan sistem pembayaran nasional berupa Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Diharapkan melalui kedua sistem tersebut akan tercipta pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem BI-RTGS dan PBI Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang SKNBI telah mengadopsi standar international business practice maupun core principle BIS. Dengan demikian Bank XYZ sebagai peserta sistem BI-RTGS dan SKNBI wajib tunduk kepada kedua PBI tersebut di atas dan sudah barang tentu menimbulkan konsekuensi yaitu timtutan agar pegawai Bank XYZ yang ditempatkan pada operasional sistem pembayaran bekerja lebih teliti, hati-hati dan seksama agar dapat meminimalkan atau meniadakan risiko yang mungkin dapat muncul dalam pelaksanaan transfer dana melalui kedua sistem dimaksud.
Kesalahan pengiriman dana untuk rekening atau nama nasabah penerima yang dituju dipeserta penerima ataupun kesalahan dalam nilai nominal dan double pengiriman adalah beberapa contoh dari risiko operasional dari sisi peserta pengirim, sedangkan kesalahan dalam menentukan judgement terhadap perintah kiriman dana masuk dari peserta pengirim merupakan contoh risiko operasional dari sisi peserta penerima.
Adanya kewajiban dari peserta pengirim untuk menerbitkan perintah kiriman dana baru kepada rekening yang dituju atau nasabah penenma yang benar tanpa menunggu pengembalian dana membuat pengalokasian dana cadangan untuk risiko operasional sangat penting. Besarnya alokasi dana cadangan ini harus dihitung dengan suatu metode pendekatan yang dikenal dengan sebutan Value at Risk (VaR).
Pengukuran VaR untuk risiko operasional dapat dilakukan dengan beberapa metode pendekatan dan yang sederhana, sedikit komplek, dan sangat komplek. Tingkat keakuratan pengukuran terhadap aktual loss berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas metode yang diterapkan. Adapun metode pengukuran risiko operasional dibagi menjadi 2, yaitu metode Standard dan Advanced Measurement Approach (AMA). Metode Standard terdiri dari Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), Alternative Standardized Approach (ASA). Sedangkan AMA terdiri dari Internal Measurement Approach (IMA), Loss Distribution Approach (LDA), Scoreboard Approach, Bootstrapping Approach, Bayesian Method, dan Extreme Value Theory ( EVT).
Metode AMA adalah metode yang dianggap menghasilkan pengukuran risiko operasional yang lebih baik yang dapat digunakan bagi perusahaan maupun perbankan dibandingkan dengan metode-metode lainnya seperti BIA, SA, ASA. Metode AMA menggunakan pendekatan internal dalam mengukur risiko operasional, sehingga metode ini terlepas dan aturan Basel.
Dalam mengukur risiko operasional perusahaan, LDA mengharuskan untuk menggunakan data kerugian operasional intemal perusahaan masing-masing. Data kerugian tersebut dikelompokkan menjadi data iiekuensi kejadian dan data severitas kerugian. Dalam metode LDA, terdapat 2 cara pendekatan pengukuran yaitu dengan pendekatan actuarial method dan aggregation method. Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan adalah dengan menggunakan AMA-LDA aggregation method.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan dan setelah dilakukan uji back resting, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode pengukuran AMA-LDA aggregation method cocok diterapkan bagi Bank XYZ untuk mengukur besamya cadangan dana yang hams disediakan akibat potensi kerugian risiko operasional dalam sistem pembayaran nasional di keempat cabang Bank XYZ.

In order to achieve efficient, fast, secured and reliable payment system, Bank of Indonesia as the regulator has applied Real-Time Grass Settlement (RTGS) payment system. This system has been applied in most countries among Asia-Pasitic region, including Hong Kong, Korea, Australia, China, New Zealand, and Thailand. In Indonesia, this system is known as BI-RTGS.
Besides BI-RTGS system, Bank of Indonesia also provides national (domestic) payment system which is known as ?Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)? or ?National Clearing System of Bank Indonesia". By applying both systems, It is expected that we can have an efficient, quick, secured and reliable payment system.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) or Bank of Indonesia Policies point 6/8/PBI/2004 on March 11th 2004 regarding to BI-RTGS System and PBI point 7/18/PBI/2005 on July 22nd 2005 regarding to SKNBI have adopted intemational business practice and BIS core principle standard. Thercby Bank XYZ as participant of BI-RTGS and SKNBI systems is required to obey both PBI above and get consequence, that the officers of Bank XYZ at operational payment system are required to work more accurately and carefully in order to minimize or eliminate any risks which might emerge in fund transfer involving both systems.
Mistaken account or customer name of fund recipient, mistaken nominal value and double transfer are some examples of operational risks on the side of fund sender. In the other hand, miss-judgement against incoming fund transfer order is the operational risk on the side of fund recipient.
Obligation of fund sender to issue order for new fund transfer to directed account or recipient without waiting for fund retum makes it very important to have spare fund allocation for operational risk. The amount of the spare fund has to be calculated using a method known as Value at Risk (VaR).
VaR measurement for operational risk can be performed using simple methods, slightly more complex methods or very complex methods. More complexity of the used method means higher accuracy level of the measurement against actual loss. There are two types of operational risk measurement methods: Standard and Advanced Measurement Approach (AMA). Standard method includes Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), and Altemative Standardized Approach (ASA). AMA method includes Intemal Measurement Approach (IMA), Loss Distribution Approach (LDA), Scoreboard Approach, Bootstrapping Approach, Bayesian Method, and Extreme Value Theory (EVT).
AMA is a method which is considered as the one provides better operational risk measurement, that can be used in banking or other companies, compared with other methods, such as BIA, SA and ASA. AMA method uses internal approach in measuring operational risk, making this method not to depend on Basel rule.
In measuring company operational risk, usage of LDA demands intemal operational loss data of each company to be used. This loss data is grouped into occurrence frequency data and loss severity data. In LDA method, there are two methods of measurement, namely actuarial method and aggregation method. In this research, the method to be used is AMA- LDA aggregation method.
From the measurement and back testing result, we can get conclusion that applying AMA-LDA aggregation method is lit for Bank XYZ in measuring the amount of spare fund that must be provided due to potential loss of operational risk in national payment system which is used in four of its branches.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>