Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayudia Indah Oktavialy
"Greenshoe Option adalah opsi yang memberikan hak kepada Penjamin Emisi Efek untuk melakukan penjatahan lebih atau menjual saham tambahan dalam hal terjadi kelebihan permintaan atas saham yang ditawarkan, dengan tujuan untuk menstabilkan harga saham apabila mengalami penurunan setelah pencatatan. Peraturan Greenshoe Option di Indonesia belum diatur secara rinci, namun penggunaannya dapat merujuk pada POJK 6/2019 yang mengatur kegiatan Stabilisasi Harga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan metode komparatif antara negara Amerika Serikat, Inggris, dan India. Penelitian ini akan memuat analisis bagaimana ketentuan Greenshoe Option yang telah diimplementasikan oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Kesimpulan dari penelitian ini bahwasanya peraturan Greenshoe Option di Indonesia masih belum diatur secara rinci seperti tidak diaturnya ketentuan batasan maksimal saham greenshoe begitupun mekanisme pelaksanaannya. Sementara di Amerika Serikat, Inggris, dan India telah mengatur ketentuan akan hal tersebut. Ketentuan Greenshoe Option oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dilakukan sesuai dengan praktik yang berlaku secara internasional. Tidak adanya batas maksimal saham greenshoe beserta ketentuan pelaksanaanya dapat menimbulkan risiko bagi Emiten dan Investor. Dengan ini harapan bagi regulator pasar modal Indonesia untuk menyempurnakan peraturan Greenshoe Option dengan mempertimbangan ketentuan dari beberapa negara yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.

Greenshoe Option is an option that gives the Underwriter the right to make more allotments or sell additional shares in the event of excess demand for the shares offered, which aims as a mechanism for stabilizing share prices after listing. The Greenshoe Option Regulations in Indonesia have not been regulated in detail, but their use can refer to POJK 6/2019 which regulates Price Stabilization activities. The method used in this study is juridical-normative with a comparative method between the United States, United Kingdom, and India. This research will contain an analysis of how the Greenshoe Option provisions have been implemented by PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, and PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. The conclusion from this study is that the Greenshoe Option regulations in Indonesia are still not regulated in detail, such as the maximum limit for greenshoe shares and the implementation mechanism. Meanwhile in the United States, United Kingdom, and India have set provisions for this. The provisions for the Greenshoe Option by PT Bank Mandiri Tbk, PT ABM Investama Tbk, and PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk are carried out in accordance with internationally accepted practices. The absence of a maximum greenshoe share limit and its implementing provisions may pose a risk to Issuers and Investors. With this, it is hoped that the Indonesian capital market regulator will improve the Greenshoe Option regulations by taking into account the provisions of several countries that have been described in this study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fauza
"Penelitian ini menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas praktik penyalahgunaan dana konsumen dalam transaksi jual beli properti dengan sistem pre-project selling di Indonesia, serta norma pengaturan yang ideal terhadap penyalahgunaan dana konsumen dalam transaksi jual beli properti dengan sistem pre-project selling agar dapat memberikan perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menemukan Pengaturan yang ada saat ini belum dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap konsumen atas praktik penyalahgunaan dana konsumen oleh pengembang dalam transaksi pembelian properti dengan sistem pre-project selling di Indonesia. Idealnya terdapat pengaturan secara khusus dalam UU Perlindungan Konsumen yang menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab terhadap dana konsumen dalam transaksi jual beli dengan sistem pesanan sampai dengan diterimanya barang atau jasa oleh konsumen sesuai yang disepakati dengan pelaku usaha, serta adanya perluasan makna terhadap ketentuan Pasal 143 dan 160 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman yang saat ini masih bersifat limitatif. Diperlukan pula penerapan pencairan kredit secara bertahap berdasarkan penilaian perkembangan proyek oleh bank kepada pengembang guna meminimalisir terjadinya penyalahgunaan dana pencairan kredit oleh pengembang yang dapat menyebabkan terhambatnya pembangunan proyek.

This research analyzes the legal protection for consumers from misappropriation of consumer’s fund in property purchase transactions that is conducted using the pre-project selling system, as well the ideal regulatory norms for protecting consumer’s funds in property purchase transactions in order to give legal protection for consumers in Indonesia. This research uses normative research methods with a descriptive-analytical typology of research. The results of this research found that the current regulations have not been able to provide maximum protection for consumers from the practice of misappropriation of consumer funds by property developers in property purchase transactions that is conducted using the pre-project selling system in Indonesia. Ideally, there is a regulation within the Indonesian Consumer Protection law that emphasizes that business actors are responsible of consumer funds in purchase transactions that is conducted using the pre-project selling system until the consumer receives goods and services accordingly, as well as an expansion of the meaning of the provisions of Articles 143 and 160 of the Housing and Settlement Areas Law. It is also necessary to apply credit disbursement from bank to developers in stages based on the bank’s assessment of the project’s progress in order to minimize misappropriation of credit disbursement funds by developers which can cause problems in the project development."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Ezra Haganta Purba
"Tesis ini membahas diskursus implementasi perubahan perilaku menjadi sebuah komitmen yang ditawarkan atau timbul dari pelaku usaha itu sendiri dengan wujudnya berupa pakta integritas dengan muatan yang sebagian besar adalah pengakuan atas dugaan pelanggaran yang menjeratnya serta penerimaan suatu laporan yang berkenaan dengan pelanggaran tersebut untuk nantinya dilakukan penandatanganan oleh pihak terkaitBerkenaan dengan praktik penerapan komitmen perilaku, terdapat suatu kasus yang baru-baru ini terjadi di tahun 2024 yaitu KPPU sendiri telah mengeluarkan suatu penetapan yang isinya merupakan penghentian terhadap perkara dengan Nomor 11/KPPU-L/2023 atas suatu dugaan pelanggaran yang menjerat PT Kobe Boga Utama (KOBE), dimana dalam hal ini pelanggaran jelas-jelas telah melanggar ketentuan yang terkandung dalam UU No. 5/1999 terkait perjanjian distribusi yang telah dilakukan KOBE selama belasan tahun, walau akhirnya ternyata KPPU memberikan jalan kesempatan perubahan perilaku melalui pakta integritas antara KPPU, pihak pelapor serta KPPU itu sendiri. Metode penelitian terhadap tesis ini adalah doktrinal sebagai suatu metode yang konsepnya adalah menganalisis peraturan perundang-undangan yang relevan terhadap persoalan yang diangkat, dalam hal ini doktrinal menjadi salah satu penelitian hukum yang memposisikan hukum sebagai suatu kerangka yang memuat norma yang sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika program kepatuhan perubahan perilaku dalam proses perkara KPPU pada tataran normatif di Indonesia terlihat dari PKPPU No. 1/2006 yang kemudian digantikan oleh PKPPU no. 1/2019. PKPPU ini seolah memberikan titik terang bahwasanya KPPU juga turut memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha yang diduga mempraktikkan pelanggaran dalam menerapkan perubahan perilaku yang nantinya komitmen tersebut dinyatakan dalam bentuk Pakta Integritas itu sendiri KPPU akan mengawasi implementasi perubahan perilaku tersebut. Penerapan dan akibat hukum terhadap program kepatuhan perubahan perilaku dalam putusan KPPU Nomor 11/KPPU-L/2023 bermula pada persidangan pada agenda pemeriksaan, dimana PT KOBE mengakui tindakannya dalam perjanjian distribusi yang bertentangan dengan Pasal 8 dan Pasal 15 ayat (1) dan (3) serta Pasal 19 huruf c UU 5/1999.

This thesis analyze the discourse on the implementation of behavioral change becomes a commitment offered or arising from the business actors themselves in the form of an integrity pact with a content that is mostly an acknowledgment of the alleged violations that ensnare them and the acceptance of a report relating to the violation to be signed by the relevant parties, In relation to the practice of implementing behavioral commitments, there is a case that recently occurred in 2024, namely the KPPU itself has issued a stipulation containing the termination of the case with Number 11/KPPU-L/2023 for an alleged violation that ensnared PT Kobe Boga Utama (KOBE), where in this case the violation has clearly violated the provisions contained in Law No. 5/1999 related to the distribution agreement that has been implemented. 5/1999 related to the distribution agreement that has been carried out by KOBE for a dozen years, although in the end it turned out that KPPU provided an opportunity for behavior change through an integrity pact between KPPU, the reporting party and KPPU itself. The research method for this thesis is doctrinal as a method whose concept is to analyze laws and regulations relevant to the issues raised, in this case doctrinal becomes one of the legal research that positions the law as a framework that contains systematic norms. The results showed that the dynamics of the behavior change compliance program in the KPPU case process at the normative level in Indonesia can be seen from PKPPU No. 1/2006 which was later replaced by PKPPU no. 1/2019. This PKPPU seems to provide a bright spot that KPPU also provides an opportunity for business actors suspected of practicing violations to implement changes in behavior, which later the commitment is stated in the form of an Integrity Pact itself KPPU will oversee the implementation of these changes in behavior. The application and legal consequences of the behavior change compliance program in KPPU Decision Number 11/KPPU-L/2023 began at the trial on the examination agenda, where PT KOBE admitted its actions in the distribution agreement that were contrary to Article 8 and Article 15 paragraphs (1) and (3) and Article 19 letter c of Law 5/1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari Yosefin
"Kepailitan merupakan jalan keluar yang diberikan oleh pemerintah bagi kreditur untuk menuntut haknya dari debitur, namun tidak jarang ditemui kepailitan yang tak kunjung terselesaikan dan memakan waktu yang sangat lama yang berakibat tidak adanya kepastian hukum, berdasarkan hal tersebut tentunya kurator sebagai pihak yang berwenang akan di tuntut penjelasan, namun pada kenyataannya kepailitan yang berlarut tidak melulu akibat kinerja kurator, terdapat hambatan – hambatan lain yang timbul seiring berjalannya proses kepailitan untuk itu penelitian ini akan meneliti mengenai kewenangan kurator dalam melakukan pemberesan boedel pailit serta upaya hukum yang dapat kurator ambil dalam melakukan pemberesan boedel pailit studi kasus Petroselat Ltd. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dengan sumber data primer dan sekunder, yang dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber serta bahan hukum yang sudah ada. Dalam menjalankan tugasnya sebagai mana yang telah ditetapkan oleh undang-undang kurator memiliki tiga kewenangan yakni kewenangan administratif, representatif, dan autoritatif teknis praktis. Upaya hukum yang dapat kurator ambil dalam melakukan pemberesan boedel pailit yakni meningkatkan nilai boedel pailit, berunding dengan hakim pengawas mengenai langkah hukum yang tepat, evaluasi dan verifikasi menyangkut keberadaan aset kepada debitur; mencari alternatif pemberesan yang memungkinkan; serta upaya terakhir kepailitan dapat dimintakan untuk di angkat dirasa bahwa boedel pailit tidak lagi memungkinkan untuk membayar biaya kepailitan.

Bankruptcy is a way out provided by the government for creditors to claim their rights from debtors, but it is not uncommon to find bankruptcy that is never resolved and takes a very long time which results in the absence of legal certainty, based on this, of course, the curator as the authorized party will be asked for an explanation, However, in reality, the protracted bankruptcy is not only due to the performance of the curator, there are other obstacles that arise as the bankruptcy process progresses. Therefore, this research will examine the authority of the curator in conducting the bankruptcy estate and the legal remedies that the curator can take in conducting the bankruptcy estate in the case study of Petroselat Ltd. This research is prepared using normative juridical research method, with a statutory approach with primary and secondary data sources, which are collected through interviews with sources and existing legal materials. In carrying out its duties as stipulated by law, the curator has three authorities, namely administrative, representative, and practical technical authoritative authority. Legal efforts that can be taken by the curator in managing the bankruptcy estate are increasing the value of the bankruptcy estate, negotiating with the supervisory judge regarding the appropriate legal steps, evaluation and verification regarding the existence of assets to the debtor; looking for possible alternative arrangements; and the last resort bankruptcy can be requested to be lifted if it is felt that the bankruptcy estate is no longer possible to pay bankruptcy costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Sugiharto
"Secara historis perkembangan hukum atas peraturan perundangan-undangan di dalam rezim merek di Indonesia telah terjadi begitu banyak perubahan yang sangat mendasar. Pada saat ini pengaturan atas merek di Indonesia diatur berdasarkan Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sistem pendaftaran merek di Indonesia menganut sistem konstitutif (first to file) sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sistem pendaftaran merek di Indonesia memberikan perlindungan hukum atas merek terdaftar. Secara faktual di dalam pendaftaran merek di Indonesia telah terjadi praktik–praktik pendaftaran merek milik pihak asing yang dilakukan oleh Pemohon beriktikad buruk dengan maksud dan tujuan mengambil manfaat secara ekonomi. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Maraknya praktik–praktik pendaftaran merek oleh Pemohon beriktikad buruk disebabkan tidak terdaftarnya merek milik pihak asing di Indonesia. Apabila merek milik pihak asing telah dilakukan pendaftaran oleh Pemohon beriktikad buruk di Indonesia, maka upaya hukum yang tepat dapat dilakukan yaitu Penghapusan Merek dan Gugatan Pembatalan Merek atas merek terdaftar yang didasari iktikad buruk. Urgensi perlindungan hukum atas merek dari Pemohon beriktikad buruk dapat diatasi dengan adanya suatu kesadaran bagi Pemilik merek asing untuk melakukan pendaftaran merek miliknya di Indonesia.

Historically, the legal development of the laws and regulations in the trademark regime in Indonesia has occurred so many fundamental changes. Currently, the regulation of trademarks in Indonesia is governed by Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Trademark registration system in Indonesia adheres to the constitutive system (first to file) as stipulated in Article 3 of Act No. 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Trademark registration system in Indonesia provides legal protection for registered trademarks. Factually in the registration of trademarks in Indonesia there have been practices of registration of trademarks owned by foreign parties carried out by the Applicant in bad faith with the intent and purpose of taking economic benefits. This research was prepared using doctrinal research methods. The rise of trademark registration practices by bad faith applicants is due to the unregistered trademarks owned by foreign parties in Indonesia. If the trademark owned by a foreign party has been registered by the Applicant in bad faith in Indonesia, then the appropriate legal remedies can be done namely Trademark Removal and Trademark Cancellation Lawsuit on registered trademarks based on bad faith. The urgency of legal protection of the trademark of the bad faith applicant can be overcome by an awareness for foreign trademark owners to register their trademarks in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aisyah
"Persoalan Kepailitan memang kerap kali menimbulkan perselisihan dimana pihak yang merasa dirugikan akibat tindakan orang lain yang tidak memunaikan kewajibannya sesuai di perjanjian sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lainnya. Dalam penelitian ini, Penyelesaian melalui arbitrase internasional menggambarkan kompleksitas dan tantangan dalam menyelesaikan sengketa lintas batas. Implementasi Konvensi New York menjadi faktor kunci dalam mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional di tingkat nasional. Proses kepailitan diawali dengan putusan arbitrase yang memberikan keputusan terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak. PT GM menentang putusan tersebut dan mengajukan peninjauan kembali di tingkat nasional, dengan argumen bahwa putusan arbitrase dilakukan dengan melibatkan pelanggaran terhadap hukum pasar modal Indonesia dan penyelundupan hukum. PT GM juga mencoba menggugat pembatalan putusan arbitrase berdasarkan hukum nasional Indonesia. Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbandingan pertimbangan Majelis Hakim pada putusan tingkat kasasi serta putusan arbitrase terhadap Kasus KT C dan PT GM dan Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum PT GM yang telah memenuhi kewajiban kepada KT C. Metode Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Perbandingan Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Tingkat Kasasi dan Putusan Arbitrase Dalam putusan tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak permohonan pailit yang diajukan oleh KT Corporation terhadap PT Global Mediacom Tbk. Hakim berpendapat bahwa KT Corporation tidak dapat membuktikan secara sederhana bahwa PT GM memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, sehingga permohonan pailit ditolak. Sebaliknya, putusan arbitrase International Arbitration Award No.16772/CYK menyatakan bahwa PT GM dihukum membayar sejumlah uang kepada KT Corporation berdasarkan pelanggaran perjanjian opsi dan beli. Kendala dalam eksekusi putusan arbitrase menimbulkan pertanyaan mengenai hambatan eksekusi dan perlunya reformasi atau perubahan dalam proses eksekusi internasional. Kemudian, Bentuk Perlindungan Hukum PT GM yang Telah Memenuhi Kewajiban kepada KT Corporation adalah PT GM dapat memanfaatkan putusan ini dalam upaya melindungi posisi hukumnya dan menegakkan hak-hak kontraktualnya.

Settlement through international arbitration illustrates the complexity and challenges of resolving cross-border disputes. Implementation of the New York Convention is a key factor in recognizing and enforcing international arbitral awards at the national level. The bankruptcy proceedings began with an arbitral award that provided decisions regarding the rights and obligations of each party. PT GM challenged the award and sought judicial review at the national level, arguing that the arbitral award involved a violation of Indonesian capital market law and legal smuggling. PT GM also sought to challenge the annulment of the arbitral award under Indonesian national law. The problems taken in this research are How is the comparison of the consideration of the Panel of Judges at the cassation level decision and the arbitration decision on the KT C and PT GM Case and How is the form of legal protection of PT GM that has fulfilled its obligations to KT C. The research method in this thesis is doctrinal research with explanatory research typology. In the cassation level decision, the Supreme Court rejected the bankruptcy petition filed by KT Corporation against PT Global Mediacom Tbk. The judge argued that KT Corporation could not prove simply that PT GM had a debt that was due and collectible, so the bankruptcy petition was rejected. In contrast, the International Arbitration Award No.16772/CYK stated that PT GM was ordered to pay a sum of money to KT Corporation based on the breach of the option and purchase agreement. The obstacles in the execution of arbitral awards raise questions regarding the obstacles to execution and the need for reform or change in the international execution process. Then, the form of legal protection for PT GM that has fulfilled its obligations to KT Corporation is that PT GM can utilize this decision in an effort to protect its legal position and enforce its contractual rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raaf Muhammad Jay Heriyantoro
"Dana pensiun memiliki peran penting bagi perekonomian baik dari segi mikro maupun makro. Secara mikro, dana pensiun merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang menyediakan pendapatan bagi individu pensiunan. Secara makro, pengelolaan aset dana pensiun dengan cara berinvestasi memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2022 Mercer dan CFA Institute mengeluarkan laporan yang isinya
menilai sistem dana pensiun berbagai negara. Dalam laporan tersebut Indonesia memperoleh peringkat ke-39 dengan nilai D. Sementara itu, Belanda memperoleh
peringkat ke-2 dengan nilai A. Atas dasar tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, membandingkan, serta menilai sistem dana pensiun di Indonesia dan Belanda. Oleh sebab itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridisnormatif dengan melakukan studi komparasi antara regulasi Indonesia dan Belanda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami bonus demografi. Namun, bonus demografi tersebut tidak lama lagi akan selesai yang ditandai dengan tingginya rasio ketergantungan. Kemudian, apabila dibandingkan dengan sistem dana pensiun
Belanda, sistem dana pensiun Indonesia memiliki beberapa kelemahan. Secara struktural, dana pensiun Indonesia yang kurang sempurna menyebabkan rendahnya tingkat kepesertaan. Hal tersebut berbeda dengan Belanda di mana tingkat kepesertaan mencapai angka yang sangat tinggi. Selain itu, secara teknis, dana pensiun Indonesia juga memiliki kelemahan dalam bentuk regulasi penempatan investasi yang bersifat kuantitatif sehingga dapat dikatakan cukup restriktif, terutama dengan adanya batas minimum investasi pada Surat Berharga Negara. Hal tersebut berbeda dengan Belanda yang bersifat kualitatif sehingga dapat dikatakan relatif longgar. Dengan demikian, berdasarkan fenomena demografi serta kedua kelemahan yang telah disebutkan, terlihat adanya urgensi untuk diadakannya reformasi sistem dana pensiun Indonesia baik dari segi struktural maupun
teknis. Reformasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi individu pensiunan dan juga mendorong terciptanya pasar keuangan yang sehat dan karenanya berkontribusi bagi perekonomian secara luas.

Pension funds have a significant economic role from a micro and macro perspective. On a micro level, pension funds are a form of social protection that provides income for retired individuals. On a macro level, pension fund asset management in the form of investing positively impacts economic growth. In 2022, Mercer and the CFA Institute released an assessment report of various countries' pension fund systems. In the report, Indonesia was ranked 39th with a D score. Meanwhile, the Netherlands was ranked 2nd with an A score. This study aims to analyze, compare, and assess the pension fund systems in Indonesia and the Netherlands. Therefore, the research method used is
juridical-normative by conducting comparative studies between Indonesian and Dutch regulations. This study shows that Indonesia is currently experiencing a demographic dividend. However, the demographic dividend will soon be finished, marked by a high dependency ratio. Moreover, compared with the Dutch pension fund system, the Indonesian pension fund system has several weaknesses. Structurally, imperfections found in Indonesian pension funds result in low membership rates. This is different from the Netherlands where membership rates are very high. Additionally, from a technical
perspective, Indonesian pension funds also have weaknesses in the form of quantitative investment regulations that is relatively restrictive, especially with a minimum investment limit in government bonds. This differs from the Netherlands which are qualitative and therefore relatively lax. Consequently, based on the demographic phenomenon and the two weaknesses mentioned, there is an urgency to reform the Indonesian pension fund system from a structural and technical perspective. These reforms are expected to improve the welfare of individual retirees and encourage the creation of a healthy financial market that contributes to the economy at large.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafailiyyin Nurarini
"Digitalisasi sebagai bagian dari perkembangan saat ini telah membentuk pasar baru bagi pelaku usaha, khususnya perusahaan teknologi, yaitu pasar digital. Google sebagai pelopor di pasar digital menjadi pemain terkemuka dan dengan demikian memegang posisi dominan di beberapa pasar digital termasuk Android App Store dan layanan pencarian umum. Namun, Komisi Eropa menemukan bahwa Google telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar Android App Store dan melanggar Pasal 102 TFEU melalui Mobile Application Distribution Agreement (MADA) yang salah satu ketentuannya mewajibkan produsen smartphone untuk melakukan pre-install Google Search App sebagai prasyarat untuk mendapatkan Play Store. Praktik yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi besar inilah yang memengaruhi implementasi Undang-Undang Pasar Digital di Uni Eropa untuk menciptakan persaingan yang sehat dalam ekonomi digital. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah Google menyalahgunakan posisi dominannya dan melakukan penjualan bersyarat (tying) sesuai dengan Pasal 25 dan 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta menganalisis peraturan persaingan yang dapat mengatur persaingan secara efektif dalam ekonomi digital. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis data sekunder dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa praktik Google termasuk sebagai pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan hukum persaingan di Indonesia belum memadai untuk mengatur persaingan di pasar digital secara efektif. Dengan demikian, penting bagi otoritas persaingan Indonesia untuk memberlakukan peraturan persaingan pada pasar digital yang menerapkan kewajiban dengan pendekatan per se illegal dan menerapkan prinsip ekstrateritorial.

Digitalization as an imminent part of current development has established a new market for business actors, especially tech companies, namely the digital market. Google, as the forerunner in the digital market became a prominent player and thus hold dominant positions in several digital markets including Android App Store and general search service. However, the European Commission found that Google has abused its dominant position in the Android App Store market and violated Article 102 TFEU through Google’s Mobile Application Distribution Agreement (MADA) which one of the provisions obligates smartphone manufacturers to pre-install Google Search App as a pre-requisite for obtaining the Play Store. These kinds of practices that big-tech companies have committed to influence the implementation of the Digital Market Act in the European Union to create fair competition in the digital economy. Therefore, the purpose of this research is to assess whether Google abuses its dominant position and perform tying agreements in accordance with Article 25 and 15 of Law Number 5 of 1999 and to analyze the competition framework that can effectively regulate competition in the digital economy. The research method that is used is judicial normative which is done by analyzing secondary data using qualitative method. This research found that Google's practice would constitute a violation under Law Number 5 of 1999 and that the competition framework in Indonesia is not sufficient enough to regulate competition in the digital market effectively. Therefore, it is essential for Indonesian competition authorities to enact competition regulations in the digital market that implement per se obligations and have an extraterritorial principle. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Naila Ayasha Trishadiatmoko
"Untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, harus ada peraturan yang mengatur persaingan usaha. Di Indonesia, UU No. 5 tahun 1999mengatur tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, peraturan ini muncul karena banyaknya kasus praktek monopolidan persaingan usaha yang tidak sehat, seperti bisnis di Indonesia yang dikuasai oleh keluarga konglomerat atau pihak-pihak tertentu yangmenyingkirkan usaha kecil. Larangan yang tercantum dalam undang-undang tersebut adalah larangan penguasaan pasar dan larangan diskriminasi usaha. Hal ini berkaitan dengan kasus yang akan dibahas dalam tesis ini yaitu mengenai pengoperasian taksi di Bandara Sultan Hasanuddin oleh PTAngkasa Pura I, dimana terdapat laporan dugaan yang disampaikan oleh Blue Bird Group terhadap PT Angkasa Pura I terkait pelanggaran Pasal 19huruf a dan d UU No. 5 Tahun 1999. KPPU kemudian melakukan penyelidikan terhadap tindakan PT Angkasa Pura I dan menjadikannya sebagaiterlapor, dan telah memulai persidangan hingga pada tahap tanggapan dari terlapor. Namun, terlapor kemudian membuat pakta integritas perubahanperilaku yang menyatakan bahwa terlapor mengakui kesalahannya dan berkomitmen untuk mengubah perilaku yang dituduhkan. Penelitian inimenggunakan metode penelition yuridis normatif dan bertujuan untuk mengetahui apakah tindakan terlapor melanggar Pasal 19 huruf a dan d UUNo. 5 Tahun 1999 dan dampak hukum dari tindakan tersebut. Tesis ini menyimpulkan bahwa PT Angkasa Pura I, dari pendekatan rule of reason, tidak melanggar pasal yang dituduhkan oleh terlapor dan dampak hukum yang ditimbulkan oleh tindakan mereka membantu operator taksi lain dibandara dan menimbulkan dampak positif.

In order to create a healthy business environment, there must be regulations governing business competition. In Indonesia, Law No. 5 of 1999governs the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, this regulations arose due to the numerous instances ofmonopolistic and deceptive business practices, for instance, Indonesian businesses being controlled by conglomerate families or certain parties where they exclude small businesses. Prohibitions stated in the law are prohibition on market dominance and prohibition on business discrimination. Itrelates to the case that will be discussed in this thesis regarding taxi operations in Sultan Hasanuddin Airport by PT Angkasa Pura I, where a report ofallegations are submitted by Blue Bird Group towards PT Angkasa Pura I regarding the violation of Article 19 a and d of Law No. 5 of 1999 on market dominance and discrimination. KPPU then investigated PT Angkasa Pura I’s act, making them the reported party, and has started the trialuntil the stage of response from the reported party. However, the reported party then made a change of behavior integrity pact, stating that theyacknowledge their wrongdoings and committed to changing their alleged behavior. This research uses the juridical-normative method and is todetermine whether the reported party’s action violated Article 19 a and d of Law No. 5 of 1999 and the legal impacts of their action. This thesisconcludes that PT Angkasa Pura I, from the rule of reason approach, did not violate the alleged article from the report and the legal impacts causedby their action helps other taxi operators at the airport and caused a positive impact."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakananda Defiano Jusuf Firmano
"Merek fiksi pada dasarnya dilindungi ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, kerap ditemukan upaya pendaftaran merek fiksi oleh pelaku usaha yang bukan merupakan pemegang hak cipta. Merek fiksi yang tidak didaftarkan sebagai merek membuka kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk mendaftarkan merek fiksi tersebut sebagai merek terdaftar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait bagaimana hukum merek di Indonesia dan Amerika Serikat mampu melindungi pendaftaran merek fiksi oleh pihak lain tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif atas norma hukum tertulis. Perbandingan putusan pengadilan di Amerika Serikat dijelaskan untuk memberikan pemahaman terkait pelindungan merek terhadap merek fiksi di negara lain. Kesimpulan dari penelitian ini adalah merek fiksi dapat dilindungi di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagai ciptaan.

Fictional marks are protected by Indonesian Copyright Law, Law No, 28 of 2014. However, attempts to register fictitious marks are often found by business owners who are not copyright holders. A fictional trademark that is not registered as a trademark opens up opportunities for other business owners to register the fictional mark as a registered mark. This study aims to analyze how trademark law in Indonesia and the United States is able to protect fictional trademark registration by other parties without the consent of the copyright holder. This study uses normative legal research on written legal norms. A comparison of court decisions in the United States is explained to provide an understanding regarding trademark protection for fictional marks in other country. The conclusion of this study is that fictional marks can be protected under Indonesian Copyright Law, Law No, 28 of 2014 and Indonesia Trademark and Geographical Indications Law, Law No. 20 of 2016 as creation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>