Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khalila Meutia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati isu seksualitas perempuan terkait dengan konsep keperawanan dan hubungannya dengan fenomena labeling pada perempuan. Penelitian ini menggunakan film drama remaja Cruel Intentions (1999) sebagai korpusnya, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep keperawanan, labeling, dan perbedaan tingkat emansipasi yang dimiliki oleh masing-masing karakter pada film tersebut. Melalui analisis tekstual yang didasari oleh teori Bay-Cheng mengenai dikotomi virgin/slut, penulis meneliti perspektif karakter-karakter perempuan di film ini Kathryn, Cecile, and Annette mengenai seksualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pemahaman konsep keperawanan yang dimiliki setiap karakter menghasilkan tingkat emansipasi yang berbeda-beda.

ABSTRACT
This research paper investigates the issue of female sexuality regarding virginity and how it correlates to the phenomena of labeling among young women. In this paper, the corpus of the study is the romantic teen drama movie, Cruel Intentions (1999), and the purpose of the research is to find the relation between virginity, labeling, and the different degrees of liberation of each character of the movie. Applying textual analysis, I examine the female characters Kathryn, Cecile, and Annette view of sexuality using Bay-Cheng s theory of virgin/slut dichotomy. The findings of this research suggest that since they have different attitudes towards virginity, they show different degrees of liberation.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhia Tiara Astari
"ABSTRAK
Makalah ini menganalisis representasi perubahan identitas imigran perempuan Irlandia yang dipengaruhi oleh American Dream di tahun 1950an. Dalam makalah ini, data diambil dari film roman-drama, "Brooklyn" (2015), dan tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan hubungan antara American Dream dan gambaran pembentukan identitas gender di film-film Hollywood. Metode penelitian menggunakan analisis tekstual, dengan konsep James Truslow Adams mengenai American Dream untuk menganalisis perubahan identitas yang terjadi di dalam film. Pada makalah ini, pembentukan identitas imigran perempuan Irlandia dianalisis melalui pengamatan perilaku tokoh utama, Eilis. Dari pengamatan ini, disimpulkan bahwa American Dream membentuk identitas dan pola pikir Eilis.

ABSTRACT
This research paper investigates the representation of female Irish immigrant‟s changing identity that influenced by American Dream in 1950s. In this paper, the corpus of study is romance-drama movie, Brooklyn (2015), and the purpose of the research is to find the relation between American Dream and gender identity formation portrayal in this Hollywood movie. The research method is textual analysis, while using James Truslow Adams‟s concept of American Dream to analyze the changes of identity that occurred in this movie. I examine the identity formation of a female Irish immigrant in America through the protagonist, Eilis‟ behavior. It concludes with American Dream indeed shapes Eilis‟ identity and perspective."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Rumaisha
"Film klasik produksi Disney, seperti Sleeping Beauty 1959 , cenderung mengandung representasi genderberdefinisi sempit melalui penokohannya. Dengan Maleficent 2014 sebagai sebuah adaptasi modern dari kisahdongeng klasik tersebut, Disney mencoba untuk mendobrak pola representasi gender tradisional yang sudahmengakar. Hasilnya, tindakan Disney ini menuai pujian dari berbagai kalangan dan dianggap sebagai sebuahtindakan progresif. Namun, apabila dikaji lebih mendalam, film Maleficent sesungguhnya masih mengandungrepresentasi gender secara tradisional. Film Maleficent hanya semata memutarbalikkan peran tradisional karakter pria dan wanita yang sebelumnya ditemui pada Sleeping Beauty. Dengan menggunakan karakter analisis dan teori aktan Greimas, penelitian ini mengkaji elemen-elemen pemutarbalikan peran gender tradisional yang ada pada Maleficent sebagai adaptasi modern dari Sleeping Beauty. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemutarbalikan peran gender dalam Maleficent tidak merepresentasikan kesetaraan gender, tetapi hanya memutarbalikkan peran negatif yang selama ini disematkan pada karakter wanita kepada karakter pria.

While Disney movies, such as Sleeping Beauty 1959 , have been known for their narrow display of genderrepresentation, more current adaptions, such as Maleficent 2014 , attempted to withdraw itself from this pattern. Although this advancement toward progression on gender representation that Disney demonstrates has been widely praised, if observed, however, the movie still contains gendered patterns in the portrayal of its characters. This problem is reflected on the reversal of the traditional gender roles between male and female characters. Using character analysis and Greimas' actantial model, this research explores these elements that are present in Maleficent as Sleeping Beauty' s modern adaptation. The study finds that this gender role reversal does not truly embrace the notion of equal gender representation, but it only leads to the male characters' suffering of negative representation that female characters traditionally sustain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Atzura Nugraha
"ABSTRAK
Meskipun telah ada Undang-Undang CEDAW Convention of the Elimination of All Forms of Discrimnination Against Women ,wanita masih diidentifikasikan sebagai lsquo;pendamping rsquo; lelaki walau bagaimanapun kondisi atau situasi wanita tersebut. Tulisan ini memuat analisa hubungan antara tokoh utama anti superheroine Harley Quinn dengan para kolega lelaki nya di Suicide Squad the Movie: Extended Version 2016 . Menggunakan analisis berbasis tekstual dan film, penulis mengungkapakan penerapan teori wanita sebagai budak dan lelaki sebagai majikan Hegelians yang telah terkonstruksi oleh masyarakat patriarki dengan tidak hanya melihat dari hubungan antar gender, namun juga penganalisaan psikologi cinta, dan relasi kekuasaan antara superior dan inferior. Penelitian ini menemukan bahwa dalam film Hollywood, terutama genre superhero, masih melanggengkan konstruksi gender. Meskipun ditampilkan sebagai tokoh yang kuat dan independen, tokoh perempuan masih inferior terhadap tokoh laki-laki, dan mereka dipaksa untuk menerima lsquo;takdir rsquo; yang mengikat hidup mereka sendiri dan telah ditetapkan oleh masyarakat.
ABSTRACT
Despite the fact that CEDAW Convention of the Elimination of All Forms of Discriminations Against Women law has been dealing with issues regarding women rsquo s right and equality, women nowadays are still identified as man rsquo s lsquo sidekick rsquo regardless any of her conditions. This paper examines the relationship of the major anti superheroine character Harley Quinn with her male colleagues in Suicide Squad the Movie Extended Version 2016 . Through textual film analysis, the writer unveils the constructed theory of the female slave and the male master made by patriarchal society by not only looking at the gender relation but also analyzing the psychological of love, and the power relation between superior and inferior as well. Research finding reveals that Hollywood film, specifically the superhero genre, maintains gender construction. Although portrayed as strong and independent characters, female characters are still inferior to male ones, and they have to accept their fate to be trapped in their own life established by the society."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Darmawan
"ABSTRAK
Makalah ini membahas penggambaran Lara Croft dari waktu ke waktu serta membahas hubungannya dengan seksualitas dan perannya sebagai tokoh utama dalam seri video gim Tomb Raider. Tomb Raider 1996 , Tomb Raider: Legend 2006 , dan Tomb Raider 2013 akan dibandingkan untuk mengetahui bagaimana Lara digambarkan dari beberapa generasi. Kerngka yang digunakan dalam makalah ini adalah analisi tekstual dan teori male gaze yang dikemukakan Mulvey. Dengan menggunakan kerangka tersebut, terdapat sebuah penemuan bahwa Lara Croft dijadikan objek seksual melalui penggambarannya di gim lawas. Meski di gim terbaru penggambaran tersebut sudah berkurang, terdapat sebuah pertentangan karena gimnya sendiri mengandung unsur kekerasan seksual. Makalah ini berkontribusi terhadapa diskusi mengenai bagaimana perempuan diproyeksikan di sebuah video gim dalam hubungannya dengan studi gender.

ABSTRACT
This paper discusses the depiction of Lara Croft from time to time and its relation to her sexuality and role as the main character in Tomb Raider video game series. Tomb Raider 1996 , Tomb Raider Legend 2006 , and Tomb Raider 2013 are compared to find how Lara is represented in different era of the game series. Using textual analysis and Mulvey rsquo s male gaze as the framework, it is revealed that there is sexual objectification in the depiction of Lara Croft in the older version of Tomb Raider. While the newest reboot is less sexualized, the game itself is ambivalent since it shows sexual violence. This paper contributes to the discussion of how women are represented in video games in relation to gender studies."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Prasetyo
"ABSTRAK
Dalam setengah dekade terakhir, produksi karya sastra pekerja migran di Singapura berkembang pesat. Para pekerja migran tersebut berkumpul untuk menarasikan kisah melalui segi pandang mereka sendiri, bertekad untuk membentuk ulang narasi dominan mdash;yang cenderung negatif mdash;seputar pekerja migran. Beberapa peneliti telah mulai mempelajari karya sastra produksi pekerja migran. Namun, penelitian yang mereka lakukan hampir selalu terfokus pada karya sastra itu sendiri; belum ada peneliti yang mendiskusikan produksi karya sastra pekerja migran dalam kaitannya dengan kekuasaan negara. Penelitian ini berusaha memahami bagaimana penulis migran memosisikan diri mereka di tengah sistem semi-otoriter Republik Singapura. Melalui metode etnografi daring online ethnographic method , peneliti mengumpulkan data melalui wawancara-wawancara yang dilakukan dengan penulis migran terkemuka yang karyanya telah dicetak dan diterbitkan oleh penerbit lokal. Penulis-penulis migran tersebut meliputi Wina Indonesia , Fedelis Filipina , dan Hasan Banglades . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif dan politik para penulis migran dipicu oleh Migrant Worker Poetry Competition dan program-program pasca-acaranya yang diselenggarakan bersama Sing Lit Station. Dalam praktiknya, skema work permit untuk pekerja rumah tangga dan konstruksi bangunan menggeser kekuasaan dari pusat negara kepada para majikan; hal ini menciptakan efek pendisiplinan berganda terhadap para penulis migran. Sering kali, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi mereka. Akan tetapi, para penulis migran tersebut nyatanya dapat melakukan negosiasi terhadap kondisi ini. Faktor-faktor yang menentukan proses negosiasi tersebut meliputi: latar belakang pendidikan, kecakapan menggunakan perangkat sastra literary devices , dan kasus hukum yang pernah mereka alami.

ABSTRACT
The last half a decade has seen the proliferation of migrant literary writings in Singapore. These migrant writers have banded together to narrate their stories through their own lens, determined to reshape the dominant mdash often negative mdash discourse surrounding migrant workers. Researchers have begun to study these literary writings. However, such researches are invariably centered on the literary works no one has discussed the production of migrant literary works with regards to State power. This research attempts to understand how migrant writers position themselves amidst the soft authoritarian system of Singapore Government. Using online ethnographic method, I gathered data from online interviews with three prominent migrant writers who have their literary works published and circulated by local publishers. These writers include Wina Indonesian , Fedelis Filipino , and Hasan Bangladeshi 1 . The results demonstrate that the migrant writers rsquo political and collective consciousness is raised, in large part, by Migrant Worker Poetry Competition and its post event programs put together in collaboration with Sing Lit Station. In practice, the existing work permit scheme for domestic and construction workers decenters power from the State to employers, creating multiple disciplining forces towards migrant writers. Often, this condition raises concerns among said workers. Nevertheless, some negotiation is enacted by these migrants. The factors determining the negotiation enacted by these writers include educational background, mastery of literary devices, and legal cases that they have had in the past. 1 The names Wina, Fedelis, and Hasan are not their real names "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Yusuf Eko Suwarno
"ABSTRAK
Karya sastra anak kerapkali memperkuat gagasan gender, entah itu melalui representasi gender, konstruksi gender, dll. Sebagai kerangka teoretisnya, penelitian ini bergantung pada teori Judith Butler tentang identitas yang dibangun secara sosial dan teori esensialisme gender untuk mempelajari konstruksi identitas gender tokoh utama dalam The Miraculous Journey of Edward Tulane karya Kate Dicamillo. Dalam teorinya, Judith menyatakan bahwa identitas gender kita adalah produk konstruksi sosial yang diabadikan melalui wacana-wacana untuk menciptakan rasa identitas yang melekat; yang berarti bahwa itu bukan proses alami. Sebaliknya, pendekatan esensialisme pada identitas gender menekankan bahwa ada esensi sejati dalam identitas gender kita. Makalah ini, dengan demikian, berfokus pada analisis kontestasi antara konstruksi sosial identitas gender dan esensialisme gender yang dipostulasikan dalam buku ini. Jurnal ini juga mengkaji bagaimana konstruksi identitas gender Edward - yang digambarkan melalui konstruksi sosial ndash; sebetulnya mengemukakan ide esensialisme gender.

ABSTRACT
Children 39;s literature often reinforces the idea of gender, whether it is through the representation of genders, the construction of genders, etc. As its theoretical framework, this study depends on Judith Butler 39;s theory of socially constructed identity and the theory of gender essentialism to study gender identity construction of the main character in Kate Dicamillo 39;s The Miraculous Journey of Edward Tulane. In her theory, Judith states that our gender identity is a product of social construction that is perpetuated through discourses to achieve a sense of inherent identity, meaning that it is not a natural process. On the contrary, essentialism approach on gender identity stresses that there is a true essence in our gender identity. This paper, thus, focuses on analyzing the contestation between the social construction of gender identity and gender essentialism that is postulated in the book. It also examines how the construction of Edward 39;s gender identity mdash;which is articulated to be embodying a socially constructed identity mdash;propounds the idea of gender essentialism."
2018
Mk-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Livina Veneralda
"Meskipun sudah lebih banyak cerita dalam film Hollywood yang berpusat pada para karakter perempuan, representasi perempuan dalam perfilman Hollywood masih problematis, mengingat para karakter ini menginternalisasi gagasan perempuan sebagai sang Liyan. Berdasarkan pendapat Beauvoir 2010 , karena perempuan dipojokkan sebagai sang Liyan, mereka menjadi bagian yang tidak penting dalam masyarakat. Dalam film Blue Jasmine 2013 , Jasmine tidak memiliki kekuasaan untuk merancang dan memimpin masa depannya karena ia menyerahkan dirinya kepada laki-laki. Kemudian, ketika ia berusaha untuk membebaskan dirinya dari situasi tersebut, ia mengalami tekanan yang datang dari atasannya, seorang laki-laki. Menerapkan konsep imanen dan transenden milik Beauvoir untuk menjelaskan perjalanan Jasmine, pada akhirnya ia terjebak dalam imanensi ketika ia membiarkan laki-laki memiliki kekuasaan atas dirinya. Meskipun demikian, ketika Jasmine ingin mengambil alih kekuasaan atas dirinya lewat pendidikan, ia telah bertujuan untuk mendapatkan transendensi. Terlepas dari usahanya untuk mendapatkan transendensi tersebut, Jasmine kembali jatuh pada imanensi. Menggunakan analisis tekstual, karya ilmiah ini menemukan bahwa film ini menciptakan lingkungan yang tidak memungkinkan bagi perempuan untuk mendapat transendensi. Selain itu, kegagalan tersebut berujung pada akhir yang tragis, dan mengandung pesan bahwa perempuan terikat pada imanensi.

Although there have been more Hollywood movies having their stories centered on female characters, their representation in Hollywood cinema is still problematic as most of these female characters often internalize the notion of women as the Other. According to Beauvoir 2010 , since women are deemed to be the Other, they become inessential part of the society. In the movie Blue Jasmine 2013 , Jasmine has no power to design and lead her future as she subjugates herself to men. Then when she tries to free herself from this situation, she experiences oppression that comes from a male higher-up. Applying Beauvoir rsquo;s concept of immanence and transcendence to explain her journey, Jasmine initially is stuck in immanence when she lets men have power over her. However, when she wants to take control over her own life through education, she aims at achieving transcendence. Albeit her attempt to reach her transcendence, in the end, Jasmine falls back into immanence. Using textual analysis, this paper found that the movie creates an environment that makes it impossible for a woman to transcend. Moreover, this failure leads to her tragic ending, and it conveys a message that women are bound to immanence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Amalia Prihatini
"Keberadaan karakter non-heteronormatif di serial televisi Amerika semakin terlihat lebih banyak. Publik kini lebih familiar dengan karakter LGBT. Namun, terdapat sebuah stereotipe yakni semua karakter non-heteronormatif diklasifikasikan sebagai LGBT. Riverdale (2017- 2019) terlepas dari stereotipe ini dengan menggambarkan sexual fluidity. Serial televisi Riverdale diadaptasi dari buku komik tahun 1970 dengan alur cerita mengenai kehidupan remaja di Riverdale. Riset sebelumnya mengenai sexual fluidity fokus pada analisis data survei, pengamatan, dan sejarah. Tujuan dari riset ini adalah untuk menginvestigasi bagaimana seksualitas yang berubah-ubah direpresentasikan di serial televisi Amerika, Riverdale. Dengan menggunakan teori Diamond mengenai sexual fluidity (2009), riset ini menemukan bahwa meskipun terdapat beberapa karakter dengan karakteristik sexual fluidity, mereka masih terpengaruh norma heteronormatif.

Non-heteronormative characters have become more visible in American TV series. The public are more familiar with LGBT characters now. However, there is a common stereotype that all non-heteronormative characters are classified as LGBT. Riverdale (2017-2019) breaks away from this stereotype by portraying sexually fluid characters. Riverdale TV series is adapted from 1970s comic book with a plot revolving around teenagers life on Riverdale. Previous sexual fluidity research focus on data analysis of survey, observation, and history. The aim of this research is to investigate how sexual fluidity is represented on Riverdale TV series. Using Diamond`s (2009) theory of sexual fluidity, this research found that although there are some sexually fluid characters, they still follow heternormative norms to some extent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Kemala Husinsjah
"Kekerasan terhadap perempuan selalu menjadi perhatian utama dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan dapat bersatu membentuk persaudaraan untuk berbagi kekuatan dan sekaligus meluncurkan gerakan feminis untuk berdiri dalam solidaritas dalam memerangi penindasan yang berlapis-lapis. Meskipun begitu, penekanan pada persaudaraan juga bisa menjadi masalah ketika kelas atau ras tertentu terus mendominasi wanita lain untuk mengikuti agenda mereka sendiri. Salah satu karya yang menggambarkan gagasan persaudaraan ini adalah serial TV How to Get Away with Murder, yang ditulis oleh Peter Nowalk, dan juga dikenal sebagai salah satu produksi dari Shonda Rhimes. Menggunakan analisis tekstual dan konsep bell hooks tentang persaudaraan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggambaran persaudaraan seperti yang ditunjukkan oleh Annalise Keating dalam menangani kasusnya serta dengan Bonnie Winterbottom. Sebagai hasilnya, penulis berpendapat bahwa meskipun persaudaraan antara Annalise, kliennya, dan Bonnie secara signifikan alami muncul atas pengalaman mereka yang serupa sebagai korban pelecehan, masih terlihat elemen-elemen yang bermasalah di dalam penggambaran Annalise sebagai penyelamat wanita dan hubungannya dengan Bonnie, karena hal tersebut menyerupai visi persaudaraan yang ditimbulkan oleh wanita kulit putih yang dikritik oleh hooks.

Violence against women has always been a major concern in everyday life. Women can bond together as a form of sisterhood to share strengths and launch a feminist movement to stand in solidarity in fighting multi-layered oppression. However, the emphasis on sisterhood can also be problematic when a certain class or race maintains to dominate other women to follow their own agenda. One of the literary works that depicts this idea of sisterhood is the TV series How to Get Away with Murder, created by Peter Nowalk, also known as one of Shonda Rhimes` productions. Using textual analysis and bell hooks` concept of sisterhood, this research aims to analyze the portrayal of sisterhood as shown by Annalise Keating in dealing with her cases as well as with Bonnie Winterbottom. As a result, I argue that although the sisterhood between Annalise, her clients, and Bonnie naturally arises and is significant to their similar experiences as victims of abuse, problematic elements still persist in the portrayal of Annalise as a savior of women and of her relationship with Bonnie, as it resembles the vision of sisterhood evoked by white women criticized by hooks."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>