Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leli Nurohmah
"Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan dalam menjalani perkawinan poligami. Hal ini digali melalui pemaknaan mereka pada perkawinan poligami dan strategi bertahan dalam perkawinan poligami. Untuk mengetahui makna perkawinan dalam persepsi perempuan dan strategi yang mereka terapkan, penelitian ini menggunakan konsep perkawinan, perkawinan poligami, dan perkawinan menurut perspektif feminis. Selain itu, digunakan teori kuasa Foucault dan teori strategi bertahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif perempuan dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah sepuluh orang perempuan Betawi Cinere yang menjalani perkawinan poligami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memberi makna yang beragam pada perkawinan mereka, di antaranya perkawinan sebagai wadah untuk menyatukan rasa cinta, Fase hidup yang harus dilalui sebagai perempuan, pengabdian pada orang tua dengan menerima perjodohan, dan melepaskan status janda. Perkawinan poligami sebagian besar dimaknai sebagai taqdir yang harus mereka lalui. Dalam perjalanannya, perkawinan poligami lebih banyak menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, karena perlakuan tidak adil dari suami. Bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak terjadi karena tidak dipenuhinya hak dasar manusia meliputi pemenuhan sandang, pangan, papan dan kasih sayang. Selain itu menimbulkan kekerasan baik kekerasan fisik, ekonomi, psikis, dan seksual. lni menunjukkan bahwa pencapaian keluarga sakinah mawaddah dan rahmah dalam keluarga sangat mungkin tidak tercapai dalam perkawinan poligami.
Dalam menjalani kehidupan tersebut ada strategi yang dilakukan oleh para subjek : pertama, strategi resistensi berupa "perlawanan sehari-hari" walaupun tidak bertahan lama karena sering menjadi stimulus tindak kekerasan suami. Kedua, strategi adaptasi melalui kepasrahan perempuan pada kondisi yang mereka hadapi, sikap menerima, dan mengabdikan diri sepenuhnya pada tugasnya sebagai perempuan ; serta berbaik hati dengan keadaan menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh para subjek agar mereka tetap bertahan dalam menjalani perkawinan poligami.

This research exposes women experience in passing through and living on polygamy marriage. It is explored through their understanding on polygamy marriage and endurance strategies in polygamy marriage. To find out the meaning of marriage in women's understanding and their survival strategies, this research uses the concept of wedding, polygamy marriage, and marriage as indicated by feminist perspective. The authority theory of Foucault and theory of endurance strategy are used, too. This research applies a qualitative approach of women perspective and compiles data through in-depth interview. The research subject is the ten Betawi women in Cinere, which live in polygamy marriage.
The research result said that women have various understanding on marriage, e.g. marriage is such space to share love and affection with her spouse, marriage is part of the living stage that must be passed through as women, and dedication for the parents by accepting the future husband from their parents, or just releasing a widowhood status. Most of women interpret polygamy marriage as destiny that should be passed through. In its implementation, polygamy marriages develop more violence against women and children because they receive injustice treatment from their husband: Violence against women and children is occurred since there is no fulfillment for basic human rights such as clothes, food, home and affection.
It also extends in any physical, economical, psychological and sexual violence. This could be said that to establish a "sakinah mawaddah and rahmah" (peaceful and blessing) family in such polygamy marriage.
In passing through such life, the subjects conduct strategies i.e.: first, strategy of everyday form of resistance. However, it sometimes does not work since this become stimulus for any violence of their husbands. Second, adaptation strategies such as surrender and accept with those conditions, and dedicate totally their nature as women; and be warm-hearted and have forgiving heart with the condition become an effort of the subject to live on polygamy marriage.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariva Septyawati
"Tulisan ini mengangkat tentang pentingnya pengalaman dalam merumuskan identitas politik perempuan, sesuatu yang krusial ketika pejabat publik menentukan kebijakan seperti apa yang tepat dan sesuai untuk kelompok perempuan. Dengan latar belakang wajah politik yang seringkali tampil dalam balutan maskulinitas, momentum keterbukaan partisipasi politik perempuan melalui kebijakan affirmative action di Indonesia disambut dengan hangat sebagai sesuatu yang positif untuk melawan diskriminasi yang selama ini dialami perempuan. Persoalan yang muncul adalah para pelaku politik terjebak euforia dari representasi gender tanpa memahami persoalan substansial yang mereka hadapi. Data dalam penulisan ini dikumpulkan melalui penelusuran studi pustaka, pengumpulan data publikasi lembaga serta artikel daring. Data tersebut dianalisis menggunakan perspektif pemikiran Iris Marion Young tentang serialitas pengalaman perempuan. Tulisan ini mengungkap sesuatu yang transendental, bahwa ada “normalisasi” atribut atas pengalaman dan definisi perempuan. Melalui penelitian ini terlihat bahwa tren peningkatan kuantitas dari representasi perempuan di parlemen bukanlah hal yang paling dibutuhkan, melainkan pengakuan negara atas identitas politik perempuan yang kemudian akan merekonstruksi pola pikir sistem politik serta para perwakilan perempuan politis yang ada di Indonesia saat ini. Implikasinya, harus dilakukan redefinisi atas makna identitas perempuan oleh negara agar ruang publik yang telah direbut melalui kebijakan affirmative action tidak hanya diisi oleh lip service, namun juga mampu mencapai tujuan awalnya, yakni menciptakan keadilan dan kondisi politik yang anti-diskriminasi.

This paper raises the importance of experience in formulating women's political identity, it is something crucial when public officials determine what policies are appropriate for women's groups. With a background in the face of politics that often appears in covered  with of masculinity, the momentum of open political participation of women through the affirmative action policy in Indonesia was warmly welcomed as something positive to fight the discrimination that had been experienced by women. The problem that arises is that political actors are trapped in euphoria from gender representation without understanding the substantial problems they face. The data in this writing was collected through literature study searches as well as collection of institutional publication data and online articles. The data was analyzed using the perspective of Iris Marion Young's thoughts on the seriality of women's experiences. This paper reveals something transcendental, that there is a "normalization" of attributes and experiences of women. Through this research it can be seen that it is not the trend of increasing the quantity of women representatives in parliament that is needed, but the state's recognition of women's political identity which will later reconstruct the mindset of the political system and representatives of political women in Indonesia today. The implication, redefinition must be made on the meaning of women's identity by the state so that the public sphere that has been seized through the affirmative action policy is not only filled by lip service, but is also able to achieve its original goal, namely to create justice and anti-discrimination political conditions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library