Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tulus Satriasih
"ABSTRAK
Latar Belakang: Antikoagulan warfarin dipakai seumur hidup pada pasien pascabedah katup jantung mekanik karena memiliki risiko tromboemboli. Dosis warfarin berlebih nilai international normalized ratio/INR di atas rentang target optimum menimbulkan efek samping perdarahan, sedangkan dosis warfarin kurang nilai INR di bawah rentang target optimum menimbulkan tromboemboli. Nilai INR optimum berbagai ras dan suku berbeda-beda. Di RS JPDHK belum pernah dilakukan studi mengenai penggunaan warfarin dan target INR optimum, padahal jumlah pasien pascabedah katup jantung mekanik semakin meningkat dari 411 pasien pada tahun 2011 menjadi 685 pasien pada tahun 2016. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui frekuensi efek samping perdarahan dan tromboemboli pada pasien tersebut, nilai INR optimum dan kemungkinan adanya interaksi warfarin dengan obat lain.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang diambil dari rekam medik RS JPDHK. Data frekuensi perdarahan dan tromboemboli diambil dari semua pasien yang mendapatkan terapi warfarin pascabedah katup jantung mekanik tahun 2011. Nilai INR, dosis warfarin dan kemungkinan interaksi warfarin dievaluasi pada 30 pasien perdarahan, 30 pasien tromboemboli dan 30 pasien yang tidak mengalami komplikasi melalui data rekam medik pasien bedah katup jantung mekanik sebelum tahun 2017.Hasil: Jumlah pasien yang menjalani bedah katup jantung mekanik tahun 2011 adalah 43 dan didapatkan frekuensi perdarahan mayor 11 pasien 25,6 , perdarahan minor 5 pasien 11,6 serta tromboemboli 10 pasien 23,3 . Terdapat perbedaan bermakna p.

ABSTRACT
Background Anticoagulant warfarin is used for a lifetime in patients after mechanical valve replacement procedure because of tromboembolic risks. Warfarin should be used carefully since it has a narrow therapeutic window. Warfarin overdose INR above the target range is associated with bleeding, while underdose INR below the target range may lead to among thromboembolic complications. The optimum INR value may be different races and ethnicity. The INR value recomended by the American Heart Association AHA American College of Cardiology ACC 2017 is 2.5 3.0. In National Cardiac Center ldquo Harapan Kita rdquo Hospital no study has been carried out on the use of warfarin and the optimum INR value. Mean while, the number of patients with prosthetic mechanical valves is increasing from 450 patients in 2011 to 685 patients in 2016. This study aimed to find out the frequency of bleeding and thromboembolic complications in these patients, the optimum INR value and the possibility of interaction between warfarin and other drugs. Method In this retrospective study, the data of frequency of bleeding and thromboembolic was obtained from the medical records of patients given warfarin after mechanical heart valve replacement in 2011. The data of INR value, warfarin dose, and the possibility of interaction between warfarin and other drugs used concomittantly were evaluated in 30 patients with bleeding, 30 patients with thromboembolic and 30 patients without complication, who had mechanical heart valve replacement procedure prior to 2017.Results Out of 43 patients with mechanical heart valve replacement in 2011, the frequency of major bleeding was 11 patients 25,6 , minor bleeding was 5 patients 11,6 , and thromboembolic was 10 patients 23,3 . The INR mean level in bleeding patients group 6,32, CI95 5.2 7.7 was significantly different p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktrya Lidayya
"Pemberian konseling oleh apoteker dapat memperbaiki pengetahuan dan persepsi pasien yang mendapatkan terapi warfarin sehingga target nilai INR berhasil tercapai dan pasien dapat terhindar dari kejadian ESO warfarin. Warfarin adalah obat yang digunakan secara luas di dunia untuk terapi gangguan fungsi kardiovaskular. RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita merupakan rumah sakit rujukan nasional kardiovaskular. Penelitian menggunakan rancangan kuasi eksperimen pre- dan post-test design dengan membandingkan penurunan nilai INR dan kemunculan Efek Samping Obat (ESO) pada pasien di kelompok uji yang memperoleh konseling disertai leaflet dan kelompok kontrol yang memperoleh leaflet saja. Tujuan penelitian ini untuk menilai pengaruh konseling dan pemberian leaflet terhadap nilai INR dan adanya ESO pada pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di poliklinik umum RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita periode April-Oktober 2019. Sebesar 28 pasien kelompok kontrol dan 31 pasien kelompok uji dari hasil penelitian menunjukan pemberian leaflet dan konseling tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK. Hasil analisis bivariat menggunakan uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien berpengaruh signifikan secara statistik terhadap penurunan nilai INR pasien rawat jalan yang menggunakan warfarin di RSJPDHK dengan nilai P sebesar 0,016 (p < 0,05).

Providing counseling by pharmacists can improve the knowledge andperceptions of patients who get warfarin therapy so that the target INR value is achieved and patients can avoid the warfarin adverse drug reaction (ADR). Warfarin is a drug that is widely used in the world for the treatment of cardiovascular disorders. Harapan Kita Cardiovascular Hospital is a national cardiovascular referral hospital. The research method used was pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the appearance of patients ADR in the test group who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The study used a quasi-experimental design pre- and post-test design by comparing the decrease in the value of INR and the emergence of ADR in patients in the test group  who received counseling accompanied by leaflets and control groups who received leaflets only. The purpose of this study was to assess the effect of counseling and leaflets on the value of INR and the presence of ESO in outpatients using warfarin in the general polyclinic of Harapan Kita Cardiovascular Hospital period from April to October 2019. A total of 28 patients in the control group and 31 patients in the test group from the results of the study showed that giving leaflets and counseling had no effect statistically on the decrease in the INR value of outpatients warfarin users at RSJPDHK. The results of the bivariate analysis using the unpaired T-test showed that the level of education of patients had a  statistically significant effect on the decrease in the value of INR outpatients using warfarin in RSJPDHK with a P value of 0.016 (p < 0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T55035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulistiowati
"ABSTRAK
Warfarin merupakan antikoagulan dengan indeks terapetik yang sempit. Tidak tercapainya target International Normalized Ratio INR pada pasien yang menggunakan warfarin menyebabkan komplikasi thrombus atau perdarahan. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pencapaian target INR pada pasien rawat jalan yang menggunakan terapi warfarin. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan non-probability sampling pada 90 pasien rawat jalan yang menggunakan obat warfarin di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Analisis data menggunakan uji T, Chi Square dan analisis multivariat dengan regresi logistic berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan tercapainya target INR meningkat 3,8 kali pada kelompok pasien yang patuh minum obat dibandingkan dengan kelompok yang tidak patuh minum obat setelah dikontrol komorbiditas. Tingkat pengetahuan mengenai warfarin pada pasien rawat jalan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita rendah yaitu sebesar 74,4 . Oleh sebab itu perlu dilakukan edukasi dan motivasi bagi pasien untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan mengontrol komorbiditas agar aman dalam menggunakan warfarin.

ABSTRACT
Warfarin is an anticoagulant with a narrow therapeutic index. Not reaching the target of International Normalized Ratio INR in patients using warfarin caused complications like a thrombus or bleeding. The purpose of the study is to identify the factors that influence the achievement of target INR in outpatients who use warfarin therapy. This study uses cross sectional design with non probability sampling at 90 outpatient who consume warfarin at RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Data analysis using T test, Chi Square, multiple logistic regretion. The results showed probability of achievement INR target in adherence group increased 3,8 times than non adherent group after controlled by comorbidity. Level of knowledge about warfarin in outpatients RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita are low at 74,4 . It's necessary to provide education related and motivation to improve patient compliance to medication and maintain of comorbidity control in order to secure the use of warfarin."
2017
T48297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Utomo Nusantara
"ABSTRAK
Hemolisis merupakan masalah yang umum dijumpai dalam praktik laboratorium dengan prevalensi 3,3 dari total spesimen yang diterima di laboratorium. Hemolisis memiliki pengaruh yang berbeda pada pemeriksaan PT dan APTT pada subyek sehat dan pasien Sysmex CS2100i merupakan alat koagulometer yang menggunakan prinsip deteksi koagulasi dengan transmisi cahaya foto-optikal yang dilengkapi dengan detektor hemolisis ikterik dan lipemik HIL dan multiple wavelength detector. Aspek terpenting dalam praktik laboratorium terkait hemolisis adalah mengetahui batasan indeks hemolisis yang dapat menimbulkan bias bermakna di dalam suatu pemeriksaan dalam hal ini PT dan APTT. Jumlah subyek penelitian sebesar 70 orang yang dibagi dua yaitu, kelompok sehat sebesar 35 orang dan kelompok sakit dengan warfarin sebesar 35 orang. Pembuatan hemolisat dilakukan dengan metode trauma mekanik menggunakan syringe insulin dengan jarum 30G. Pada hasil PT dan APTT subyek sehat didapatkan uji repeated measures ANOVA bermakna, p=0,001 dan subyek sakit dengan warfarin didapatkan uji Friedman bermakna, p=0,001. Uji post-hoc Dunnett subyek sehat untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan hasil bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330, dan 500 mg/dL. Uji post-hoc Wilcoxon subyek sakit untuk hasil PT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 100, 150, 200, 250, 330 dan 500 mg/dL, sedangkan hasil APTT didapatkan nilai bermakna pada konsentrasi hemolisis 250, 330 dan 500 mg/dL.Bias hemolisis maksimal yang masih dapat diterima dengan kriteria Ricos dkk untuk PT dan APTT subyek sehat masing-masing adalah 100 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 50 mg/dL dan 200 mg/dL. Batasan dengan kriteria CLIA untuk PT dan APTT subyek sehat adalah 330 mg/dL dan 250 mg/dL, sedangkan subyek sakit dengan warfarin adalah 330 mg/dL baik untuk PT maupun APTT. Dari grafik scatter didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan APTT subyek sehat, sedangkan pada subyek sakit dengan warfarin didapatkan tren pemanjangan hasil PT dan pemendekan hasil APTT. Penerapan batasan bias hemolisis maksimal memungkinkan praktisi laboratorium untuk tetap menerima spesimen dengan interferensi hemolisis pada pemeriksaan PT dan APTT, memastikan hasil yang dikeluarkan tetap akurat, tanpa menunda penatalaksanaan terhadap pasien dan mengurangi biaya dan ketidaknyamanan yang timbul akibat pengambilan kembali spesimen.

ABSTRACT
Hemolysis is a common problem in laboratory practice with a prevalence of 3.3 of the total specimens received in the laboratory. Haemolysis have a different influence on the examination of the PT and APTT in healthy and patients subjects. Sysmex CS2100i is a coagulometer with the photo optical method, equipped with hemolysis, icteric and lipemic detector HIL and multiple wavelength. The most important aspect in laboratory practice is to know the limits associated with haemolysis that can cause significant bias in PT and APTT assay. The total number of research subjects are 70 people, divided into 35 healthy subjects and 35 patient subject undergoing warfarin therapy. Hemolysate was conducted using a mechanical trauma using insulin syringe with 30G needle.. Repeated measures ANOVA test of PT and APTT on healthy subjects obtained a significant statistical result, p 0.001. The warfarin users also had a significant statistical result with Friedman test, p 0.001. Post hoc Dunnett test on PT values of healthy subjects, obtained a statisticaly significant results in hemolysis concentration of 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT results obtained significant statistical results in haemolysis concentration of 250, 330, and 500 mg dL. Wilcoxon post hoc test of PT on patient subjects obtained significant result in the haemolysis concentration of 100, 150, 200, 250, 330 and 500 mg dL, while the APTT values obtained significant results in hemolysis concentration 250, 330 and 500 mg dL. The maximum bias that still could acceptable by Ricos et al criteria for PT and APTT on healthy subjects for both were 100 mg dL, whereas patient subjects undergoing warfarin therapy was 50 mg dL and 330 mg dL. Using CLIA criteria for PT and APTT on healthy subjects resulted maximum bias was 330 mg dL and 250 mg dL, whereas warfarin users was 330 mg dL for PT and APTT. There was a trend of increase in the readings of PT and APTT on healthy subjects, while on patient subjects undergoing warfarin there was a trend of increase in PT and decrease of APTT results. The application of acceptable hemolysis bias limit, enable laboratory practitioners to process hemolysis specimens in PT and APTT assays, ensuring the results is still accurate without delaying clinical decision and to reduce the cost and inconvenience arising from the specimen recollection. "
2017
T55610
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Dochrist Teresa
"Stroke merupakan salah satu penyakit kardioserebrovaskular yang digolongkan sebagai penyakit katastropik. Seiring meningkatnya prevalensi stroke, maka beban biaya pelayanan kesehatan tentu akan meningkat. Beberapa penelitian mengenai penggunaan dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik menunjukkan bahwa dabigatran menghasilkan biaya medis langsung yang lebih tinggi dibandingkan warfarin, namun hal ini diimbangi dengan manfaat kesehatan tambahan dalam hal jumlah tahun kehidupan berkualitas yang disesuaikan (JTKD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya terapi dabigatran dan warfarin pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengumpulan data biaya berdasarkan perspektif rumah sakit. Subjek penelitian adalah pasien rawat jalan dengan diagnosis stroke iskemik yang berusia 18 tahun ke atas dan mendapat terapi dabigatran atau warfarin di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Jakarta pada tahun 2018-2019. Karakteristik pasien dari penelitian ini ialah pria (63%) dan berusia 55 - <65 tahun (40,7%). Berdasarkan hasil analisis, total biaya terapi dabigatran sebesar Rp1.656.412,03, dan Rp2.014.007,00 untuk terapi warfarin. Tidak ada perbedaan bermakna antara total biaya terapi dabigatran dan terapi warfarin berdasarkan uji beda Mann-Whitney (P=0,842). Oleh karena itu, dari aspek total biaya, dabigatran dapat dipertimbangkan sebagai rekomendasi terapi antikoagulan pada pasien stroke iskemik.

Stroke is a cardioserebrovascular disease which classified as a catastrophic disease. As the prevalence of stroke increase, the burden of healthcare cost will certainly increase. Several studies on the use of dabigatran and warfarin in ischemic stroke patients showed that dabigatran resulted in higher direct medical cost compared to warfarin, but this is offset by additional health benefits in terms of quality-adjusted life-year (QALY). This study aimed to analyze total costs of dabigatran and warfarin therapy in ischemic stroke patients. This study used a cross-sectional design with cost data collection based on hospital perspective. Subjects were outpatients with diagnosis of ischemic stroke aged 18 years and over who received dabigatran or warfarin therapy at the National Brain Center Hospital in 2018-2019. Patients’ characteristics of this study were men (63%) and aged 55 - <65 years old (40,7%). Based on the analysis, a total cost of Rp1,656,412.03, was obtained for dabigatran therapy, and Rp2,014,007.00 for warfarin therapy. There was no significant differences between the total cost of dabigatran therapy and warfarin therapy based on Mann-Whitney test (P=0,842). Therefore, from the aspect of total cost, dabigatran can be considered as a recommendation for anticoagulant therapy in ischemic stroke patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirda Syari
"Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terapi rivaroxabanmemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan trombosis vena dalam deep vein thrombosis/DVT . Akan tetapi,masih sedikit dokter di RS Kanker Dharmais yang memberikan terapi rivaroxabanuntuk pengobatan DVT. Penelitian evaluasi ekonomi parsial ini bertujuan untukmenganalisis efektivitas/outcome dan besarnya biaya yang dibutuhkan dari perspektifrumah sakit antara pemberian terapi rivaroxaban dan terapi kombinasi UFH warfarin untuk pengobatan DVT pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun2016 -; 2018.
Karena keterbatasan jumlah pasien yang mendapatkan terapi rivaroxabanselama 3 - 6 bulan, studi ini menganalisis biaya dan efektivitas/outcome dari pasienyang mendapatkan terapi selama 1 bulan. Efektivitas/outcome yang diukur adalahintermediate outcome, yang meliputi lama hari rawat, kesembuhan, dan kejadianperdarahan. Biaya dihitung berdasarkan biaya yang dibebankan kepada pasien charge ,yang meliputi biaya obat, pemeriksaan penunjang, tindakan, serta administrasi danakomodasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk efektivitas/outcome terapi rivaroxaban, sebagian besar pasien tidak mendapatkan perawatan rawat inap, 40 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi rivaroxaban hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 8.824.791,00. Untuk efektivitas/outcome terapi kombinasi UFH warfarin, sebagian besar pasien memiliki lama hari rawat antara 8 -; 14 hari, 46 pasien dinyatakan sembuh dari DVT, dan tidak ada pasien yang mengalami kejadian perdarahan. Rata-rata biaya terapi kombinasi UFH warfarin hingga mencapai outcome yang diharapkan adalah Rp 13.201.698,00.

Based on previous studies, rivaroxaban therapy has several advantages compared to combination therapy UFH warfarin for the treatment of deep vein thrombosis DVT. However, the use of rivaroxaban in Dharmais Cancer Hospital is still low. This partial economic evaluation study aims to analyze cost and consequence of rivaroxaban therapy and combination therapy UFH warfarin for DVT treatment in cancer patients at the Dharmais Cancer Hospital during 2016 - 2018. Data collection was done using cohort retrospective and individual unit of analysis.
Due to limited number ofpatient treated with rivaroxaban therapy within 3 - 6 months, we estimated the cost and consequence related to patients who were successfully treated in one month. The consequence was the intermediate outcome, i.e length of stay, recovery, and the occurrence of bleeding. The cost was calculated based on hospital perspective including drugs, laboratory tests, procedures, as well as the administrative and accommodation costs.
The results showed that patients with rivaroxaban therapy were not admitted to inpatient care, 40 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of rivaroxaban therapy to reach the expected outcome was Rp 8,824,791.00. The study also showed that the outcome of combination therapy UFH warfarin were length of stay between 8 to 14 days, 46 of patients were recovered from DVT, and none of the patients experienced bleeding. The average cost of combination therapy UFH warfarin to reach the expected outcome was Rp 13,201,698.00.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Warfarin merupakan obat antikoagulan yang digunakan dalam pengobatan tromboemboli vena. Namun, warfarin memiliki efek samping pendarahan dan banyak berinteraksi dengan obat lain. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan terapi obat dalam penggunaan warfarin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode analisis dan preparasi sampel warfarin dalam DBS menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Photodiode Array yang optimum dan tervalidasi berdasarkan pedoman Food and Drug Administration 2018. Analisis kuantifikasi warfarin dilakukan dengan KCKT-PDA dengan kolom C18 (Waters, Sunfire™ 5µm; 250 x 4,6mm), volume injeksi 20 µL, dan suhu kolom 40 ºC. Fase gerak terdiri atas metanol-asetonitril-dapar fosfat (20:15:65) (elusi isokratik) dengan laju alir 0,8 mL/menit dan total waktu analisis 15 menit. Preparasi sampel dalam DBS dilakukan dengan metode pengendapan protein dengan pelarut pengekstraksi metanol dengan volume 1000 µL. Nilai Lower Limit of Quantification (LLOQ) yang didapat adalah 50,0 ng/mL untuk warfarin dengan rentang kurva kalibrasi 50-2500 ng/mL. Seluruh hasil validasi memenuhi persyaratan Food and Drug Administration tahun 2018.

Warfarin is an anticoagulant drug used in the treatment of venous thromboembolism. However, warfarin has bleeding side effects and interacts a lot with other drugs. Therefore, it is necessary to monitor drug therapy in the use of warfarin. The aim of this study was to obtain an optimum and validated method of analysis and sample preparation of warfarin in DBS using High Performance Liquid Chromatography-Photodiode Array based on the 2018 Food and Drug Administration guidelines. Warfarin quantification analysis was performed by HPLC-PDA with column C18 (Waters, Sunfire ™ 5µm; 250 x 4.6mm), injection volume 20 µL, and column temperature 40 ºC. The mobile phase consisted of methanol-acetonitrile-phosphate buffer (20:15:65) (isocratic elution) with a flow rate of 0.8 mL/min and a total analysis time of 15 minutes. Sample preparation in DBS was carried out by protein precipitation method with methanol extracting solvent with a volume of 1000 µL. The Lower Limit of Quantification (LLOQ) value obtained was 50.0 ng/mL for warfarin with a calibration curve range of 50-2500 ng/mL. All validation results fulfilled the 2018 Food and Drug Administration requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki
"Latar belakang: Warfarin merupakan antikoagulan yang rutin diberikan dalam 90 hari pertama pascabedah katup jantung. Salah satu komplikasi yang dapat timbul selama pemberian warfarin adalah perdarahan saluran cerna. Persentase periode intraterapeutik (PIT) dan periode supraterapeutik (PST) warfarin dikaitkan dengan kejadian perdarahan pada populasi fibrilasi atrium non-valvular, namun pengaruhnya pada perdarahan saluran cerna pascabedah katup masih belum diketahui.
Tujuan: Mengidentifikasi pengaruh PIT dan PST warfarin pada kejadian perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada subjek yang telah menjalani bedah katup jantung di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita. Subjek diikuti dalam 90 hari pertama untuk mengevaluasi insiden perdarahan saluran cerna. Pemeriksaan International Normalized Ratio (INR) yang dilakukan setelah tujuh hari setelah inisiasi warfarin hingga terjadi luaran klinis atau akhir masa pengamatan dicatat untuk perhitungan PIT dan PST.
Hasil: Dari 195 subjek penelitian, insiden perdarahan saluran cerna ditemukan pada 18 subjek. Median jumlah pemeriksaan INR adalah lima kali. Dalam periode pengamatan, 84% subjek tidak mencapai PIT >60%. Terdapat perbedaan bermakna untuk PST antara subjek dengan dan tanpa perdarahan p>18% (AUC 0,842; sensitivitas 72 dan spesifisitas 80%) dengan risiko relatif (RR) 14,2 (p<0,0001;IK 95% 4,06-49,71). Gangguan fungsi ginjal preoperatif merupakan faktor lainyang berhubungan dengan luaran klinis (p=0,007; RR 6,69 dengan IK 95% 1,67-2677).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara PIT dengan insiden perdarahan saluran cerna, namun PST .18% secara independen berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung pada pasien yang mendapat terapi warfarin.

Background: Warfarin is routinely given in the first 90 days after valvular surgery. One of the complications that may arise during warfarin administration is gastrointestinal bleeding. Time in Therapeutic Range (TTR) and Time Above Therapeutic Range (TATR) of warfarin is associated with bleeding occurrence in non-valvular atrial fibrillation populations, but its relationship with gastrointestinal GI bleeding on postoperative patients remains unknown.
Objective: To identify the role of warfarin's TTR and TATR in the incidence of GI bleeding post valvular surgery.
Methods: This is a retrospective cohort study on subjects who have undergone valvular surgery in National Cardiovascular Centre Harapan Kita and received warfarin. Subjects were followed in the first 90 days to evaluate the incidence of GI bleeding. All International Normalized Ratio (INR) examinations after seven days of initiation of warfarin until bleeding occurred or end of follow-up period were collected for TTR and TATR calculations.
Results: From 195 study subjects, the incidence of gastrointestinal bleeding were found in 18 subjects. The median amount of INR examination was five times. In the follow-up period, 84 of subjects did not achieve TTR> 60%. There was a significant difference for TATR values between subjects with and without bleeding (p<0.0001), but not for TTR (p=0.44). The incidence of GI bleeding was associated with TATR>18% (AUC 0.842, 72% sensitivity and 80% specificity) with relative risk (RR) 14.2 (p<0.0001; 95% CI 4.06-49.71). Preoperative renal insufficiency was another factor related with clinical outcome (p=0,007; RR 6,69 with 95% CI 1,67-26,77)
Conclusions: There were no association between TTR values and incidence of GI bleeding, however TATR>18% was independently associated with an increased risk of gastrointestinal bleeding after valvular surgery in patients receiving warfarin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library