Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bejo Untung
"Tesis ini bertujuan untuk menginvesitagasi secara mikroskopis struktur sosial masyarakat di desa dalam agenda negara tentang demokratisasi desa. Sebagaimana dipahami bahwa semenjak Indonesia memasuki era reformasi, desentralisasi dan demokrasi dikedepankan sebagai upaya untuk mengevaluasi pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Pada dasarnya desentralisasi dan demokratisasi adalah suatu agenda yang mengedepankan proses pembangunan berbasis komunitas atau community-driven development. Akan tetapi dalam perkembangannya analisis terhadap agenda demokratisasi desa sebagai lanjutan dari proses desentralisasi dan demokratisasi tersebut sering dilakukan dengan pendekatan legal-driven, suatu pendekatan yang menganggap bahwa urusan mendemokrasikan desa hanya berhenti pada sebatas penerapan UU. UU Desa yang diterbitkan belakangan sebagai evaluasi terhadap UU sebelumnya, dianggap sebagai UU yang cukup kuat sebagai dasar bagi pelaksanaan demokrasi desa, terutama karena secara normatif telah menjamin keberfungsian BPD dan berjalannya musyawarah desa. Sementara dalam praktiknya, UU Desa tidak selalu implementatif sehingga tidak ada jaminan bagi berfungsinya BPD dan berjalannya musyawarah desa. Dengan demikian arena demokrasi desa yang dibayangkan oleh UU Desa tidak selalu terwujud. Melalui penelitian etnografi selama empat bulan di Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tesis ini menunjukkan situasi politik di tingkat mikro bahwa warga desa dapat menciptakan arenanya sendiri selain arena demokrasi desa sebagaimana yang dibayangkan oleh UU Desa. Melalui proses pembentukan arena inilah kemudian dapat diperlihatkan gambaran praktik aktual demokrasi desa, suatu gambaran yang tidak dapat diungkap oleh pendekatan legal-driven. Untuk mengungkap sejauhmana praktik aktual demokrasi desa tersebut, tesis ini berangkat dari beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: Mengapa BPD dan musyawarah desa yang telah dijamin secara normatif oleh UU Desa tidak berjalan dan berfungsi dengan baik?; Bagaimana warga menyikapi ketidakberfungsian BPD dan musyawarah desa? Ketika arena demokrasi desa tidak terbentuk seiring dengan tidak berfungsinya BPD dan musyawarah desa, arena apa yang diciptakan oleh warga desa?; Bagaimana warga menciptakan arena tersebut?; Bagaimana arena tersebut dapat menampilkan warga desa biasa menjadi para tokoh yang dapat mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan desa?; dan Bagaimana para tokoh yang muncul tersebut kemudian memainkan peran publiknya sebagai pihak yang menjalankan peran kontrol di satu sisi dan mementingkan interes pribadinya di sisi lain?

This thesis aims to investigate the social structure microscopically in the village level on the state agenda of village democratization. As already known that since Indonesia entering the reformasi era, decentralization and democratization have been put forward as evaluations on centralistic of New Order government. Basically, decentralization and democratization both are the agenda that emphasize the community driven development processes. However, time by time, analysis of the village democratization agenda as a continuation of the decentralization and democratization process is conducted by a legal driven approach, an approach that consider that all the matters of village democratization just stop in the implementing of the Law. Village Law that enacted later as an evaluation of the previous laws, is considered as a strong legal basis for the implementation of village democracy, especially when normatively it gives a guarantee for the functioning of BPD and the progress of the village deliberation. However, practically Village Law is not always implemented so there is no guarantee for the functioning of BPD and the progress of the village deliberation. Therefore the arena of village democracy has been imagined by Village Law does not necesseraly establish. Through four months of ethnographic research in Pabuaran Village, Sukamakmur Sub District, Bogor Regency, West Java, this thesis shows the political situation at the micro level where villagers can create their own arena instead of arena of village democracy as envisaged by Village Law. Through such this arena creation the actual practice of village democracy can be depicted, a picture that can not be explained comprehensively by a legal driven approach. To reveal the extent of the actual practice of village democracy, this thesis departs from several research questions as follows Why is the BPD and village deliberation that have been normatively guaranteed by the Village Law not implement and functioning properly How do villagers respond to the non functioning of BPD and village deliberation When the arena of village democracy is not establised along with the non functioning of BPD and village deliberation, what arena is created by the villagers How do villagers create the arena How can the arena make ordinary villagers become leaders who can influence the administration of village government How do the leaders then play their public role as social control on the one hand and attach their personal interest on the other hand "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mishbah
"

Berdasarkan studi literatur terhadap 56 penelitian yang spesifik membahas desa cerdas, terdapat 7 penelitian yang membahas model konseptual untuk tema-tema tertentu di bidang desa cerdas. Dari ketujuh penelitian ini, belum ada yang membahas model generik dari desa cerdas yang menggambarkan bagaimana sebuah desa cerdas dibangun beserta aspek-aspek yang perlu dikembangkan di dalamnya. Penelitian ini membahas pengembangan model konseptual desa cerdas di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang mengembangkan model generik konseptual berdasarkan model kota cerdas sebagai acuan. Data yang digunakan berupa artikel-artikel ilmiah tentang desa cerdas, Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, serta hasil wawancara pakar. Pakar yang terlibat sebagai narasumber adalah 1 orang akademisi di bidang pengembangan teknologi perdesaan, 1 orang praktisi di bidang kota cerdas, serta 2 orang kepala desa yang sudah menerapkan program desa cerdas di desanya. Analisis data dilakukan dengan melakukan meta-analysis terhadap studi literatur, thematic analysis terhadap ketentuan-ketentuan yang ada di dalam UU Desa, serta thematic analysis terhadap hasil wawancara pakar. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini memunculkan sebuah model desa cerdas yang dapat diterapkan di Indonesia yang terdiri atas 4 buah tujuan, 10 strategi, 5 dimensi dengan 49 fokus area, serta 9 fondasi. Tujuan menjelaskan tentang apa yang dingin dicapai dari sebuah desa cerdas. Strategi menjelaskan tentang bagaimana cara mencapai tujuan desa cerdas. Dimensi-dimensi menjelaskan area fokus yang perlu dikembangkan dari sebuah desa cerdas, sedangkan fondasi merupakan landasan yang harus dipenuhi untuk melakukan pengembangan desa cerdas. Model ini divalidasi dengan melakukan expert judgement yang melibatkan 3 orang pakar yang terdiri atas 1 orang praktisi di bidang e-government, 1 orang akademisi di bidang kota cerdas, serta 1 orang akademisi di bidang pengembangan teknologi perdesaan. Hasil akhir dari penelitian ini berupa sebuah model desa cerdas di Indonesia yang terdiri dari 2 buah tujuan, 11 strategi, 4 dimensi dengan 38 fokus area, serta 9 fondasi.


Based on the literature study of 56 specific studies discussing smart villages, there are 7 studies that discuss conceptual models for certain themes in smart villages. From these studies, no one has discussed the generic model of a smart village that illustrates how a smart village is built along with aspects that need to be developed in it. This study discusses the development of smart village conceptual models in Indonesia. This research is a qualitative descriptive study that develops generic conceptual model based on smart city model as a reference. The data used are scientific articles about smart villages, Law No.6 of 2014 about Villages, and expert interviews. Experts involved as resource persons consist of 1 academic in rural technology development specialty, 1 professional in the smart city field, and 2 village heads who had implemented smart village programs in their villages. Data analysis was carried out by conducting a meta-analysis of literature studies, thematic analysis of the provisions contained in the Village Law, and thematic analysis of expert interviews’ transcribe. The results of the analysis carried out in this study gave rise to a smart village model that can be applied in Indonesia consisting of 4 objectives, 10 strategies, 5 dimensions with 49 focus areas, and 9 foundations. The purpose show objectives to be achieved by a smart village. Strategies explain how to achieve those goals. The dimensions explain the focus areas that need to be developed from, while the foundations are basics that must be met to develop smart villages. This model is validated by conducting expert judgment involving 3 experts consisting of 1 professional in the field of e-government, 1 academic in the field of smart cities, and 1 academic in the field of rural technology development. The final result of this research is a smart village conceptual model in Indonesia which consists of 2 objectives, 11 strategies, 4 dimensions with 38 focus areas, and 9 foundations.

"
2018
T52024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Rizal Firmansyah
"Sesuai dengan UU No.6/2014 tentang Desa, desa memiliki kewenangan untuk
mengelola keuangannya sendiri. Namun dalam praktiknya masih banyak
permasalahan yang terjadi, salah satunya adalah aspek perpajakan dalam transaksi
dengan pihak luar desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
permasalahan pada perpajakan dana desa baik yang berasal dari eksternal maupun
internal desa sudah diselesaikan dengan baik oleh aparatur desa dan kebijakan apa
saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulanginya. Metode yang
digunakan adalah kualitatif dengan wawancara dan analisis deskriptif. Hasil
penelitian ini adalah praktek perpajakan di desa sudah berjalan dengan baik namun
masih terdapat kekurangan dari sisi kepemimpinan Kepala Desa, SDM,
Penggunaan Sistem Keuangan Desa dan transaksi dengan pihak ketiga dan peran
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
(DPMD) harus lebih aktif dalam membantu menyelesaikan masalah yang tidak
dapat diselesaikan aparatur desa serta pengawasan dari pemerintah pusat (Satgas
Dana Desa dan Badan Pemeriksa Keuangan) maupun daerah (DPMD) harus
ditingkatkan baik itu SDM maupun anggaran. Implikasi penelitian ini adalah untuk
membuka sudut pandang baru mengenai perpajakan desa yang belum dibahas
sebelumnya dan menggali potensi perpajakan dari desa

In accordance with Law No.6 / 2014 concerning Villages, villages have the
authority to manage their own finances. But in practice there are still many
problems that occur, one of which is the aspect of taxation in transactions with
parties outside the village. The purpose of this research is to find out whether the
problems in the taxation of village funds, both from external and internal of villages
have been resolved well by the village apparatus and what policies have been
carried out by the government to overcome them. The method used is qualitative
with interviews and descriptive analysis. The results of this study are that the
practice of taxation in the village has gone well but there are still shortcomings in
terms of the leadership of the Village Head, HR, Use of the Village Financial
System (Siskeudes) and transactions with third parties and the role of Village
Consultative Bodies (DPMD) must active in helping solve problems that village
officials cannot solve and supervision from the government (Village Fund Task
Force and the Audit Board) and district (DPMD) must be improved in human
resources and budget aspect. The implication of this research is to open a new
perspective on village taxation that has not been discussed before and explore the
potential for taxation from the village
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Puspitasari
"Penelitian ini berfokus pada proses analisis kebijakan publik yang berbentuk undang-undang. UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan salah satu bentuk kebijakan publik nasional yang akan menjadi acuan bagi kebijakan di bawahnya. Namun setelah disahkan UU Desa diuji materiilkan ke MK dan dianggap merugikan desa adat di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deksriptif dengan pendekatan kualitatif. UU Desa lahir dari revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dipecah menjadi 3 UU yaitu UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilihan Kepala Daerah dan UU Desa.
Pembahasan pada penelitian ini meliputi empat ruang lingkup UU Desa yaitu Pemerintahan Desa, Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dalam proses pembahasannya, UU Desa telah membuka ruang partisipasi melalui organisasi dan perwakilan masyarakat dengan dilibatkan dalam perumusan Naskah RUU hingga pembahasan melalui Rapat Pembahasan Tingkat 1 di DPR antara Pemerintah dengan DPR dan DPD.

This research aims to focus on analysis process of public policy in the form of Law Number 6 of 2014 about village as national public policy that is referred by other policies. However after being legalized, Village Law was reviewed in Constitutional Court and considered to cause the loss for indigenous traditional villages in Indonesia. The method in this research is descriptive method with qualitative approach. Village Law was born from the revised Law Number 32 of 2004 about Local Government that was divided into 3 Laws; Law on Local Government, Law on Local Government Election and Law on Village.
Discussion in this research will cover four scopes of Village Law which are Village Administration, Village Development,Rural Community Developmentand Community Empowerment. On the discussion, Village Law has given space for organization and society representatives on formulating the draft bill through Discussion Meeting Level 1 in House of Representatives with DPR and DPD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library