Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Sihsetyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada kebijakan Pemerintah di bidang perumahan. Tujuan penelitian antara lain :
1. Mengetahui perkiraan kebutuhan rumah (permintaan potensial) di wilayah Jabodetabek.
2. Mencari hubungan antara pengeluaran (konsumsi) rumah dengan income, ukuran keluarga dan harga rumah.
3. Mencari hubungan antara harga rumah dengan income, jumlah penduduk, laju pengangguran, PDRB, luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman serta luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman.
Untuk menjawab tujuan pertama digunakan pendekatan dengan rumus yang diperkenalkan oleh L. Chatterjee, sedangkan untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga digunakan pendekatan analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain :
1. Kebutuhan rumah di wilayah DKI Jakarta dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sedangkan di wilayah Bodetabek kebutuhan rumah cenderung meningkat stabil. Total kebutuhan rumah untuk DKI Jakarta secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 1.825.101 unit rumah. Sedangkan kebutuhan rumah untuk wilayah Bodetabek secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 2.643.601 unit rumah yang terbagi atas wilayah Bogor dan Depok 1.046.361 unit, wilayah Tangerang 936.043 unit dan wilayah Bekasi 661.197 unit. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah DKI Jakarta menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 106.898 unit rumah per tahun pada periode tahun 2000-2002 menjadi 188.051 unit rumah per tahun pada periode tahun 2003-2010. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah Bogor dan Tangerang menunjukkan peningkatan yang sangat kecil yaitu hanya sekitar 4 ribu unit rumah per tahun antara kedua periode waktu tersebut. Sedangkan untuk wilayah Bekasi justru terjadi penurunan kebutuhan rumah rata-rata per tahun pada kedua periode waktu tersebut.
2. Hasil perumusan model pengeluaran untuk rumah di wilayah Bodetabek tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena pengeluaran (konsumsi) rumah hanya dipengaruhi oleh income dan harga rumah secara positif dan tidak dipengaruhi oleh ukuran rumah tangga. Perumusan model pengeluaran untuk rumah dengan pembagian wilayah atas Bogor, Tangerang dan Bekasi maupun Bodetabek secara keseluruhan, menghasilkan penaksiran model yang tidak banyak berbeda kecuali untuk wilayah Tangerang. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas pendapatan dan elastisitas harga rumah dalam model. Berdasarkan nilai elastisitas pendapatan yang berkisar antara 0,1 sampai dengan 0,5 menunjukkan bahwa rumah masih merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat di Bodetabek.
3. Hasil penelitian model harga rumah tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena harga rumah dari hasil penelitian hanya dipengaruhi oleh income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman. Sedangkan variabel bebas PDRB, luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman dan laju pengangguran tidak mempengaruhi harga rumah. Nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RS tipe 36/72 lebih besar daripada nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RSS tipe 21/60. Hal ini menyatakan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari faktor pendapatan, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman semakin besar.
Rekomendasi kebijakan yang penting dari hasii penelitian antara lain :
1. Pembangunan rumah perlu terus dilakukan di sekitar wilayah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan rumah di DKI Jakarta yang terus meningkat. Oleh karena ketersediaan lahan di DKI Jakarta yang sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan rumah vertikal (rumah susun).
2. Pembangunan rumah juga perlu ditingkatkan di wilayah Bodetabek untuk menampung limpahan penduduk dari DKI Jakarta. Di wilayah Bogor, karena stok rumah yang belum mencapai 100% jika dibandingkan jumlah rumah tangga, perlu lebih didorong untuk mengejar ketertinggalan dari wilayah Tangerang dan Bekasi dengan membangun lebih banyak rumah di wilayah Bogor. Konsentrasi pembangunan di Bogor juga direkomendasikan berdasarkan penelitian model pengeluaran untuk rumah di Bogor yang menghasilkan elatisitas pendapatan yang terkecil.
3. Dari hasil penelitian mengenai harga rumah di Bodetabek, disarankan supaya Pemerintah bersama swasta lebih banyak membangun rumah tipe yang lebih kecil (RS dan RSS) daripada tipe menengah ke atas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah dibangun untuk permukiman semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yournalist Mahyudin
"Hak atas keberadaan dan keberlanjutan perumahan merupakan Hak Asasi Manusia yang paling dasar, disamping hak atas pangan dan sandang. Kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat miskin di perkotaan semakin meningkat seiring dengan terjadinya krisis ekonomi dan tingginya tingkat urbanisasi penduduk dari desa ke kota. Berbagai kebijakan dan program yang berhubungan dengan penanganan masalah perumahan telah dilakukan oleh pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Namun hasil pencapaiannya belum maksimal sebagaimana yang diharapkan. Kebutuhan akan perumahan sangat dirasakan oleh masyarakat miskin yang hidup di perkotaan.
Pemanfaatan dan penggunaan lahan secara tidak sah untuk membangun pemukiman oleh masyarakat miskin perkotaan, sering menimbulkan permasalahan dikota-kota besar. Keberadaan perumahan atas peran serta masyarakat miskin perkotaan memang sulit untuk diharapkan, mengingat kemampuan ekonomi mereka yang sangat terbatas.
Keberadaan perumahan bagi masyarakat miskin perkotaan di Tepi Kali Code Yogyakarta, yang dibangun, dibina dan dipelihara keberlanjutannya sebuah fenomena yang cukup menarik untuk penulis teliti sebagai bahan penyusunan tesis ini.
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategi dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, untuk itu perlu dibina dan dikembangkan demi keberlanjutan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pola dan program pembinaan dan pengembangan yang ditetapkan dalam rangka keberlanjutan keberadaan perumahan masyarakat miskin di Tepi Kali Code ini disebut dengan TRIBINA yang mengangkut aspek manusia, usaha dan lingkungan.
Untuk memperoleh deskripsi tentang kegiatan tersebut maka penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini telah diperoleh data kualitatif dari beberapa informan yang terdiri dari penduduk setempat, Aparat Pemerintah Daerah (Kelurahan, Bapeda, Tata Kota, dan Bangunan), LSM, Swasta, Tokoh Agama, Sukarelawan, dan Masyarakat disekitar permukiman. Kegiatan tersebut telah penulis lakukan dengan wawancara, observasi, maupun studi dokurentasi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keberlanjutan keberadaan perumahan bagi masyarakat miskin di Tepi Kali Code ini tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan Program TRIBINA dan faktor-faktor yang mendorong lainnya seperti penduduk, lembaga swadaya masyarakat, swasta, sukarelawan, media masa, tokoh agama dan pemerintahan daerah.

A Sustainability Of Housing Establishment For The Poor Community City (Case Study Of Settlement For The Poor Community City At Tepi Kali Code Yogyakarta)The right of supply and sustainability housing is very basic human rights beside right to food and clothing as well. The necessity of housing especially for the poor communities at city increases along with economic crisis and the higher of migration level at the city. The Government has made some policy and programs related to handling this problem. However, the results have not been maximized yet as is expected. The poor communities who lives at the city are really need the housing especially below the economic level.
The benefit and utilizing of the land against the law to build the settlement by these communities, become an issue at the big cities. In regard to their economic condition it is difficult to ask them to join in supplying the house.
The settlement housing to the poor communities city at Tepi Kali Code Yogyakarta, which has built, established and maintained is an interested phenomena for the writer to search and compiled it in his thesis. The settlement for housing is basically needed for human and a part of strategy in build nation character, thus we need to build and develop the life style for continuation to increase their life. TRIBINA is the pattern and program that have been stated for train and develop in sustainability of establishment housing for poor communities at Tepi Kali Code Yogyakarta which included human aspect effort and environment.
To get description for this activity, the researches have the quality of descriptive and use qualitative approach. In this research we get qualitative data from some source of this communities, local government, (village chief, Organization Research Area, Planning City and Building), the Local Society Institution, private, religion figure, volunteer, and people around the place. The writer has interviewed, observed and made documentation study for all activities.
Based on this research the conclusion has founded that sustainability of housing establishment for this communities at Tepi Kali Code Yogyakarta is a part of the success program from TRIBINA supporting by the other factors such as community, the local society institution, private, volunteers, news paper, religion figure, and local government.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kurniasari
"Permukiman Nelayan Muara Angke merupakan permukiman yang dibangun atas dasar perencanaan sebelumnya oleh pemerintah DKI Jakarta. Tujuan pembangunannya adalah untuk memukimkan kembali nelayan-nelayan yang sebelumnya menempati kawasan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan bermukim seperti muara sungai atau tepi laut dari beberapa tempat di DKI Jakarta dan mewujudkan perumahan yang yang sehat, aman, nyaman sesuai dengan pola penghidupan mereka. Tipe rumah tinggal yang telah dibangun adalah rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung dan rumah susun. Dalam perkembangannya, perumahan nelayan turut memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan Permukiman Nelayan Muara Angke. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari pengaruh rumah tinggal terhadap peningkatan kualitas sosial budaya nelayan dan lingkungannya. Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal nelayan terhadap kualitas sosial budaya penghuninya, mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal terhadap kualitas lingkungan dan mengidentifikasi keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari kontribusi yang diberikan oleh rumah tinggal di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kondisi rumah tinggal nelayan berupa rumah, rumah panggung dan rumah susun. Perubahan kondisi rumah disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama, kondisi hidrologi berupa banjir dan pasang surut; kedua, peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang. Banjir dan pasang surut yang semakin sering melanda tempat tinggal mereka telah mengubah persepsi terhadap banjir dari semula sebagai hal yang biasa menjadi hal yang tidak menyenangkan (buruk). Persepsi ini telah menimbulkan motivasi penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun untuk melakukan perlawanan terhadap lingkungan. Motivasi perlawanan terhadap lingkungan memacu tindakan-tindakan mengubah rumah tinggal berupa pengurugan tanah dan melapisi permukaannya dengan perkerasan.
Peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang disebabkan oleh penurunan kualitas penangkapan ikan karena penggunaan teknologi yang sederhana. Penurunan kualitas penangkapan ikan berpengaruh langsung terhadap penurunan penghasilan nelayan. Kondisi ini menyebabkan perubahan persepsi mereka tehadap kegiatan penangkapan ikan dari semula sebagai profesi yang dapat menghidupkan menjadi kegiatan yang tidak menguntungkan dan membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Persepsi ini menimbulkan motivasi nelayan untuk mengubah mata pencaharian kepada kegiatan yang dianggap lebih dapat memberikan kehidupan. Berdasarkan pengamatan keberhasilan orang lain dan pengalaman yang dialaminya, nelayan memilih menjadi pedagang ikan. Perubahan kegiatan ekonomi telah memotivasi mereka untuk menyesuaikan komposisi rumah tinggal yang semula terdiri dari bangunan rumah tinggal dan ruang terbuka sebagai tempat penyimpanan alat-alat perikanan menjadi seluruhnya digunakan untuk bangunan rumah tinggal. Motivasi penyesuaian bentuk rumah tinggal menimbulkan tindakan mengubah penataan ruang rumah untuk menampung kegiatan menetap sekaligus tempat berusaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah dan rumah panggung memberikan empat pengaruh positif terhadap kecenderungan potensi peningkatan kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap pemenuhan kegiatan ekonomi, mengakomodasi perkembangan keluarga, mendukung peranan perempuan dalam pengasuhan anak dan memenuhi kebutuhan pencapaian privacy penghuninya. Sedangkan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap kegiatan ekonomi penghuninya. Rumah, rumah panggung dan rumah memberikan satu pengaruh negatif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya berupa kecenderungan penurunan interaksi sosial diantara sesama anggota masyarakat lainnya karena penataan ruang rumah tinggal berorientasi ke dalam dan lebih mementingkan pencapaian privacy. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap penghuninya maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi meningkatkan kualitas sosial budaya penghuninya.
Hasil temuan penelitian menunjukkan kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun memberikan lima pengaruh negatif terhadap kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yaitu pertama, kontruksi bangunan yang tidak tepat dengan kondisi tanah rawa sehingga mengakibatkan penurunan permukaan tanah; kedua, penggunaan lahan yang secara maksimal untuk rumah tinggal dan melapisi seluruh permukaan tanah dengan perkerasan sehingga menghalangi peresapan air ke dalam tanah; ketiga peningkatan konsumsi listrik sebagai akibat penyaluran air bersih dan penerangan alami yang tidak optimal serta peningkatan penggunaan peralatan listrik sebagai sarana untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga ataupun pencarian informasi/hiburan; ketiga pengelolaan sampah yang kurang tepat dimana tempat sampah dibiarkan terbuka sehingga mencemari udara di dalam rumah; keempat, kepemilikan septic tank pribadi justru menyebabkan pengelolaan limbah kotoran manusia menjadi tidak efisien dan manambah kecenderungan pencemaran air tanah; kelima, penyaluran air hujan secara langsung ke saluran lingkungan berpotensi meningkatkan jumlah air di dalamnya sehingga mempercepat terjadinya banjir terutama pada musim penghujan. Kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif bagi peningkatan kualitas lingkungan yaitu dalam hal pengelolaan air kotor. Penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun menyalurkan air kotor ke saluran lingkungan dan melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin membersihkan saluran-saluran di sekitar rumah mereka sehingga mengurangi genangan air dan timbunan sampah yang terbawa saat air pasang. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kualitas lingkungan maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan.
Hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan bahwa kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun lebih besar memberikan pengaruh negatif dibandingkan pengaruh positifnya terhadap kualitas Permukiman Nelayan Muara Angke. Keberadaan perumahan nelayan di dalamnya cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke tidak berkelanjutan. Kondisi ketidakberlanjutan terjadi karena upaya peningkatan kualitas sosial budaya penghuni diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan. Jika kondisi penurunan kualitas lingkungan terus terjadi pada akhirnya dapat membahayakan penghuni yang tinggal dan berkegiatan di dalamnya terutama mereka dari generasi yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke menunjukkan kecenderungan potensi tidak berlanjut karena menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Berkenaan dengan hal tersebut maka saran-saran yang disampaikan agar Permukiman Nelayan Muara Angke dapat terus berlanjut sebagai berikut pertama, keberadaan nelayan penangkap ikan di DKl Jakarta perlu diiringi dengan peningkatan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju sehingga kegiatan penangkapan ikan menjadi profesi yang menguntungkan dan menjanjikan penghidupan; kedua, upaya masyarakat mengatasi banjir yang terns menerus perlu diimbangi dengan intervensi pemerintah berupa penanggulan kawasan; ketiga perencanaan pembangunan perumahan nelayan di masa mendatang sebaiknya disesuaikan dengan karakter masyarakat nelayan yang terdiri atas sub-sub kelompok sesuai mata pencaharian mereka yaitu nelayan penangkap ikan, nelayan pembuat sarana, nelayan pengolah ikan dan nelayan pedagang/pemodal; ketiga, pengadaan rumah tinggal nelayan di perkotaan harus berhadapan dengan masalah keterbatasan lahan, sehingga kecenderungan tipe huniannya diarahkan ke rumah susun, dalam perlu diperhatikan adalah luas bangunan dan penataan ruang rumah agar dapat mengakomodasi perkembangan kondisi sosial budaya keluarga nelayan.

The Fisherman Settlement of Muara Angke is in fact a settlement constructed upon previous planning designed by the government of DKI Jakarta. The purpose of the construction itself is to resettle fishermen who previously inhabited areas not destined for settlement activity such as estuary or sea shores in several locations in DKI Jakarta and also in realize healthy, sale, and eolulnrtable housing suitable to their living pattern, The types of residence built are rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung, and rumah susun. Within the development, fisherman housing has given influences in the diminution of environmental qualities of the Muara Angke Fisherman Settlement. This, of course, questions the probability of the continuation of Muara Angke Fisherman Settlement observed from the influences of residences to the socio-cultural quality augmentation of the fishermen and their environment. The purpose of the research which is about to be achieved is to identify the influences of the fishermen's residences towards the socio-cultural qualities of the inhabitants, to classify the influences of the residences towards the environmental qualities, and to identify the continuance of the Muara Angke Fisherman Settlement regarded from the contributions donated the residences within.
Research reveals that there have been changes in the fishermen's housing conditions in terms of rumah, rumah panggung, and rumah susun. The alteration of housing conditions is caused by two main factors; the hydrological conditions in terms of floods and tide, and the shift of economical activities from becoming fishing fishermen to merchant fishermen. Floods and tide striking their residences have amended the perception towards floods from what was enjoyable to now unpleasant. This perception has generated motivations to the residents of rumah, rumah panggung, and rumah susun to commit a fight against the environment. This battling motivation against the environment triggers acts of transforming residences in terms of levering the soil and coating the surface solidly.
The transformation of economical activities from being fishing fishermen to merchant fisherman is caused by the diminution of fishing quality due to the simple technological usage. The downgrade of fishing quality affects immediately in decreasing the fishermen's income. This condition triggers the change of their perception towards fishing activity from what was life-supporting profession to non-profit action that needs high operational costs. This perception sets off fishermen's motivation to change their living to activities considered to be able to give more income.
Based on the observations of other people's success and the undergone experiences, fishermen tend to choose to become merchant fishermen. The alteration of economical activities has motivated them to adjust the housing composition that was based upon residential structure and open spaces for storing fishing equipment to become residential structure completely. This motivation of adjusting the residence makes them to alter the house space arrangement so that it would be possible to accommodate settling activities and workplace at the same time.
Research findings reveal that conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun has given six negative influences to the environmental quality diminution, which are first of all, building construction inappropriate for the swamp condition so that it causes the decline of land surface; second, maximum land usage for residence thus having solid covering that prevent water absorption by the soil; third, the increase of electricity as a consequence of clean water distribution and non-optimal natural illumination and the increase of electrical appliances either as a mean to help finishing household chores or as a source of information and entertainment; fourth, the mismanagement of garbage where trash containers are left open thus contaminating the air within the house; fifth, the possession of personal septic tanks which in fact makes human waste management inefficient and add up water pollution; sixth, the distribution of precipitation directly onto the waterway creates the potential to increase water volume thus accelerating floods, especially during rainy season. The condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun seems to only contribute one positive impact to the augmentation of environmental quality, which is in terms of filthy water management. The inhabitants of rumah, rumah panggung, and rumah susun distribute filthy water to the waterways and perform routine joint environmental cleaning by cleaning surrounding waterways in order to decrease puddle and garbage pile carried away by tide. Observed from the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun in contributing positive as well as negative impacts to the environmental qualities, it can be generally said that fishermen's housing conditions tend to downgrade environmental qualities.
Research indicates that the conditions of rumah and rumah panggung give four positive effects to the augmentation of socio-cultural qualities of the inhabitants, which are the ability of the house to provide support to the fulfillment of economical activities, to accommodate family development, to support the role of women in child care, and to fulfill the need of privacy achievement of the inhabitants. On the other hand, rumah susun only gives one positive impact to the socio-cultural qualities of the inhabitants, which is the ability of the house to provide support to the economical activities of the inhabitants. rumah, rumah panggung, and rumah susun donates one negative outcome towards the socio-cultural quality of the inhabitants, which is in terms of a tendency to decrease social interaction among society members because the space management of the housing is oriented inward and aimed more to the privacy achievement. Observing the condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun in presenting positive and negative impacts for the inhabitants, therefore it can be concluded in general that the condition of Fishermen's housing tends to augment the socio-cultural qualities of the inhabitants.
Research and calculations indicate that the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun give more negative influences rather than positive ones to the quality of the Muara Angke Fisherman Settlement. The existence of fishermen's housing there tends to downgrade the environmental qualities so that it can be said that the Muara Angke Fisherman Settlement is not in continuation. This condition of non-continuance happens due to the efforts to increase socio-cultural qualities of the inhabitants followed by the diminution of environmental qualities. If this condition of quality diminution keep on occurring, in the end, it can jeopardize the inhabitants living and doing activities inside, specially those of future generation.
Based on the above explanation. it can be interred that the Muara Angke Fisherman Settlement doesn't show the continuance tendency as it causes environmental quality diminution. Concerning the matter, the suggestions so that the Muara Angke Fisherman Settlement can stay exist are; first, the existence of fishing fishermen in MI Jakarta needs to be followed by the augmentation of fishing technology far more advance so that fishing can be lucrative and promising; second, the ceaseless efforts of the society in dealing with floods needs to be balanced with government intervention in terms of barricading the area; third, the construction design of fisherman housing in the future should be adjusted with the characters of the fisherman society which is based on sub groups according to their methods of living, which are fishing fishermen, facility producers fishermen, fish processing fishermen, and mercantile fishermen; fourth, the establishment of fisherman housing in urban areas has to be able to deal with the problem of land inadequacy, so that the tendency of the settlement type is aimed to rumah susun, and what needs to be noted is the width of the building and the spatial arrangement in order to accommodate the development of socio-cultural conditions of fisherman families.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Teguh Respati
"Wilayah peri urban Kota Jakarta dipilih sebagai kawasan permukiman karena ketersediaan lahan dan harganya lebih rendah dibanding Jakarta. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah peri urban Kota Jakarta, besarnya permintaan, dan arah pertumbuhannya. Dengan menggunakan pendekatan rumah tangga, kami menganalisis karakteristik masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengestimasi willingness to pay WTP dengan menggunakan metode Ordinary Least Square OLS dan menganalisis jumlah permintaan rumah sederhana dengan menggunakan regresi data panel Fixed Effect Model FEM di wilayah peri urban Kota Jakarta.
Hasil analisis menunjukan bahwa pengeluaran non-makanan dan pengeluaran transportasi menjadi determinan yang signifikan di seluruh wilayah peri urban Kota Jakarta dan permintaan rumah sederhana paling besar ke wilayah barat peri urban Kota Jakarta. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga kestabilan harga dan upah, menyediakan rumah sederhana yang meminimalisir biaya transportasi, serta memberikan skema pembiayaan dan besar subsidi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing rumah tangga berpenghasilan rendah. Hal tersebut diharapkan agar perumusan kebijakan penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah dapat tepat sasaran, tepat guna, tepat kebutuhan, dan tepat lokasi.

Jakarta peri urban areas are chosen as residential areas because of the land availability and the lower price compared to Jakarta. This paper aims to analyse the characteristics of low income families in Jakarta peri urban areas in buying houses, the magnitude of demand, and the direction of growth. By utilizing household approach, we analyzed low income families characteristics for estimated willingness to pay WTP by using Ordinary Least Square OLS method and analyzed low income housing demand by using Fixed Effect Model FEM panel data regression.
The result show that non food expenditure and transportation expenditure are significant determinant in Jakarta peri urban areas and the most low income housing demand to the west Jakarta peri urban areas. Therefore, the government should maintain the stability of prices and wages, provide housing that minimizes transportation costs, and provide financing scemes and subsidies according to the ability of each families. It is expected to the policy formulation of housing provision for low income families can be precise, appropriate, efficient, and location appropriate.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library