Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Bina Aksara, 1987
345.05 AND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Henry Setyawan
2009
T37353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Subiyanto
"ABSTRAK
Putusan Hakim kadangkala mengandung kekeliruan. Untuk
memperbaiki putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan
mengandung kekeliruan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
memberikan hak kepada terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali. Secara normatif, Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah
menentukan hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat mengajukan
peninjauan kembali. Namun, dalam praktiknya di temukan adanya peninjauan
kembali yang diajukan oleh Jaksa. Penelitian ini mengkaji landasan pemikiran
apa yang dipergunakan oleh jaksa dalam mengajukan peninjuan kembali dan
apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menerima peninjauan
kembali. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka dan bahan primer berupa Putusan MA No.
55PK/Pid/1996 atas nama terpidana Muchtar Pakpahan dan perkara No.
15/PK/Pid/2006 tanggal 19 Juni 2006 atas nama Setyowati. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa landasan jaksa dalam mengajukan peninjauan
kembali adalah berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP, Pasal 21
undang-undang No. 14 tahun 1970 yang telah dirubah terakhir dengan undangundang
No.48 tahun 2009 dan praktik yurisprudensi yang telah membenarkan
jaksa sebagai pihak yang dapat mengajukan peninjauan kembali. Dasar
pertimbangan hakim dalam menerima peninjauan kembali yang diajukan oleh
jaksa adalah Mahkamah Agung dengan menafsirkan ketentuan 263 ayat (3)
KUHAP dan undang-undang kekuasaan kehakiman melalui putusannya
menciptakan hukum acara pidana sendiri dengan melakukan suatu terobosan
hukum penerimaan permohonan peninjauan kembali guna menampung
kekurangan pengaturan mengenai hak jaksa untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan peninjaun kembali dalam perkara pidana untuk rasa keadilan yang
tercermin dalam masyarakat

Abstract
Judges verdict sometimes contain errors. To fix the verdict which has
permanent legal force and contain errors, the Book of Law Criminal Procedure
Code gives rights to the guilty party or their heirs to file a legal review.
Normatively, the Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure Code has to
determine only the convicted person or his heirs can submit a review.
However, in practice found a reconsideration filed by the prosecutor. This
study examines what the rationale used by prosecutors in filing peninjuan back
and what the basic consideration of the judge in receiving a review. The
method used in this research is a normative juridical approach. Normative
juridical legal research done by examining library materials and primary
materials in the form of MA No Decision. 55PK/Pid/1996 on behalf of the
convicted person and case No. Muchtar Pakpahan. 15/PK/Pid/2006 dated June
19, 2006 on behalf of Setyowati. From the survey results revealed that the basis
of the prosecutor in the judicial review is filed pursuant to the provisions of
Article 263 paragraph (3) Criminal Procedure Code, Article 21 of Law No.. 14
of 1970 which amended the latest by law No.48 of 2009 and the practice of
jurisprudence that has been confirmed as the party that the attorney can file a
reconsideration. The basic consideration in the judge accepted the review is
submitted by the prosecutor of the Supreme Court to interpret the provisions of
subsection 263 (3) Criminal Procedure Code and the law of judicial power over
the decision to create its own criminal law by performing a groundbreaking
legal acceptance of an application for review in order to accommodate the lack
of regulation on the right of prosecutors to apply for re-examination in criminal
cases review to a sense of justice is reflected in the community"
2012
T31233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Sondang J.E.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Ratnajuita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25030
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqiy El Farabiy
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga independen pengawas pelaksanaan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU berhak memberikan putusan tetapi tidak memiliki kedudukan sebagai lembaga peradilan perdata, sehingga putusan tersebut tidak dapat di eksekusi oleh KPPU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya, megetahui mengapa hingga saat ini masih banyak pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, serta apakah upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan agar eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang diperoleh yang kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan terkait Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, literatur serta bahan lain yang berhubungan dengan penelitian dan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer melalui wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya mengalami berbagai hambatan sehingga tidak dipatuhi oleh pelaku usaha, adanya defense kerahasiaan informasi perusahaan menyebabkan KPPU tidak dapat memperoleh data perusahaan yang diperlukan untuk diletakkan sebagai objek sita eksekusi.

The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is an independent institution who supervise the implementation of Indonesian Law Number 5 of 1999 concerning the Banning of Monopoly Practice and Unfair Competition. KPPU is entitled to give judgment but not has the position as a private court, therefore the aforementioned judgment cannot be executed by KPPU.
With this sense, this research tries to analyze the execution of final and binding judgment given by KPPU in it's implementations,to do know why until now there is still businesses not to execute KPPU verdict, and to know what legal remedy that can be done so the execution of KPPU verdict be function properly.
The methodological approach in this research is a juridical normative approach and the analitical descriptive research, which analyze the research to secondary materials and it's relations with Business Competition Law in Indonesia, as well as any other literatures, and field researching in order to obtain primary materials through interviews.
The result shows the execution of final and binding judgment given by KPPU was initiated by KPPU to the District Court to conduct an execution, further, to put a seizure over the execution and also the outcome of auction sales. The District Court will later demand KPPU to be more active in conducting the seizure of the execution by revealing KPPU to earn some kind of object of the execution, such as assets to be seized, when in reality, those objects are difficult to find.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Armelia Maharani
"Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pengawasan dalam perkara kemitraan terdapat dalam Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2008 (UU UMKM). Lebih lanjut dalam peraturan pelaksana UU UMKM, yaitu dalam PP No. 7 Tahun 2021 (PP 7/2021) disebutkan pula dalam Pasal 123 bahwa tata cara pengawasan perkara kemitraan akan adanya indikasi pelanggaran persaingan usaha diatur dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Peraturan Komisi). Peraturan Komisi yang berlaku saat ini adalah Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2019 (Perkom 4/2019). Menariknya dalam Perkom 4/2019 ini disebutkan dalam Pasal 66 ayat (4) bahwa putusan KPPU bersifat final. Lebih lanjut dalam Perkom 4/2019 ini juga tidak lagi diatur mengenai upaya hukum yang dapat diajukan oleh Terlapor terhadap putusan yang dijatuhkan oleh KPPU. Padahal dalam PP 7/2021 tidak disebutkan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh KPPU bersifat final. Dengan adanya ketentuan dalam pasal 66 ayat (4) Perkom 4/2019 tentunya bisa sangat merugikan Terlapor yang dirugikan akibat putusan KPPU yang dijatuhkan kepadanya, sebab mekanisme untuk mengajukan upaya hukum tidak diatur dalam Perkom 4/2019. Adapun dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini dilakukan analisis menggunakan metode kepustakaan sehingga menghasilkan penelitian yang deskriptif. Sementara dari hasil Penelitian skripsi ini didapati bahwa Putusan KPPU dalam perkara kemitraan yang tidak menyediakan mekanisme pengajuan upaya hukum kepada Terlapor tidak tepat ditinjau berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. Serta tidak ada perlindungan hukum yang diberikan kepada terlapor setelah adanya Perkom 4/2019. Sehingga diperlukan adanya peninjauan ulang atas ketentuan dalam Pasal 66 ayat (4) Perkom 4/2019 yang menyebutkan bahwa Putusan Komisi bersifat final serta perlu disebutkan secara tegas pula mengenai alternatif perlindungan hukum yang dapat ditempuh oleh Terlapor atas Putusan KPPU dalam perkara kemitraan yang dijatuhkan kepadanya, yang dapat dilakukan melalui alternatif yang diberikan kepada Terlapor untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan Putusan Komisi ke Pengadilan Niaga.

The authority of the Indonesia Competition Commission (KPPU) to supervise partnership agreements is contained in Article 36 of Law No. 20 of 2008 (UU UMKM). Further in the implementing regulations of the UMKM Law, namely in government regulations No. 7 of 2021 (PP 7/2021) It is also stated that in Article 123 PP, the procedures for supervising partnership agreements for indications of business competition violations are regulated by the Regulations of the Indonesia Competition Commission (“Peraturan Komisi"). The Commission Regulation currently in effect is Commission Regulation No. 4 of 2019 (Perkom 4/2019). Interestingly, in Perkom 4/2019 it is stated in Article 66 paragraph (4) that the KPPU's decision is final. Furthermore, Perkom 4/2019 also no longer stipulates legal remedies that can be submitted by the Reported Party against decisions handed down by the KPPU. Even though PP 7/2021 does not state that the decisions handed down by the KPPU are final. With the provisions in Article 66 paragraph (4) Perkom 4/2019, of course, it can be very detrimental to the Reported Party who is harmed by the KPPU's decision handed down to him, because the mechanism for filing legal remedies is not regulated in Perkom 4/2019. As for answering the problems in this study, analysis was carried out using the library method so as to produce descriptive research in the form of a description of the existing facts. Meanwhile, from the results of this thesis research it was found that The KPPU's decision in a partnership agreement that does not provide a mechanism for filing legal action against the Reported Party is inappropriately reviewed based on the provisions of the applicable procedural law. As well as no legal protection was given to the reported party after Perkom 4/2019. So it is necessary to review the provisions in Article 66 paragraph (4) Perkom 4/2019 which states that the Commission's Decision is final and it is also necessary to state explicitly regarding alternative legal protections that can be taken by the Reported Party for the KPPU's Decision in the partnership case handed down to him, which can be done through an alternative provided to the Reported Party to be able to submit a request for cancellation of the Commission Decision to the Commercial Court.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari Yosefin
"Kepailitan merupakan jalan keluar yang diberikan oleh pemerintah bagi kreditur untuk menuntut haknya dari debitur, namun tidak jarang ditemui kepailitan yang tak kunjung terselesaikan dan memakan waktu yang sangat lama yang berakibat tidak adanya kepastian hukum, berdasarkan hal tersebut tentunya kurator sebagai pihak yang berwenang akan di tuntut penjelasan, namun pada kenyataannya kepailitan yang berlarut tidak melulu akibat kinerja kurator, terdapat hambatan – hambatan lain yang timbul seiring berjalannya proses kepailitan untuk itu penelitian ini akan meneliti mengenai kewenangan kurator dalam melakukan pemberesan boedel pailit serta upaya hukum yang dapat kurator ambil dalam melakukan pemberesan boedel pailit studi kasus Petroselat Ltd. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dengan sumber data primer dan sekunder, yang dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber serta bahan hukum yang sudah ada. Dalam menjalankan tugasnya sebagai mana yang telah ditetapkan oleh undang-undang kurator memiliki tiga kewenangan yakni kewenangan administratif, representatif, dan autoritatif teknis praktis. Upaya hukum yang dapat kurator ambil dalam melakukan pemberesan boedel pailit yakni meningkatkan nilai boedel pailit, berunding dengan hakim pengawas mengenai langkah hukum yang tepat, evaluasi dan verifikasi menyangkut keberadaan aset kepada debitur; mencari alternatif pemberesan yang memungkinkan; serta upaya terakhir kepailitan dapat dimintakan untuk di angkat dirasa bahwa boedel pailit tidak lagi memungkinkan untuk membayar biaya kepailitan.

Bankruptcy is a way out provided by the government for creditors to claim their rights from debtors, but it is not uncommon to find bankruptcy that is never resolved and takes a very long time which results in the absence of legal certainty, based on this, of course, the curator as the authorized party will be asked for an explanation, However, in reality, the protracted bankruptcy is not only due to the performance of the curator, there are other obstacles that arise as the bankruptcy process progresses. Therefore, this research will examine the authority of the curator in conducting the bankruptcy estate and the legal remedies that the curator can take in conducting the bankruptcy estate in the case study of Petroselat Ltd. This research is prepared using normative juridical research method, with a statutory approach with primary and secondary data sources, which are collected through interviews with sources and existing legal materials. In carrying out its duties as stipulated by law, the curator has three authorities, namely administrative, representative, and practical technical authoritative authority. Legal efforts that can be taken by the curator in managing the bankruptcy estate are increasing the value of the bankruptcy estate, negotiating with the supervisory judge regarding the appropriate legal steps, evaluation and verification regarding the existence of assets to the debtor; looking for possible alternative arrangements; and the last resort bankruptcy can be requested to be lifted if it is felt that the bankruptcy estate is no longer possible to pay bankruptcy costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Ari Mangiring
"Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu pewujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan Negara dalam Pembangunan Nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintah dapat dilihat Anggaran Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun. Agar pungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan masyarakat maka perlu suatu upaya pemaksaan yang bersifat legal. Legalitas dalam hal ini adalah dengan menyandarkan pungutan pajak melalui Undang-Undang. Tanpa undang-undang, pemungutan pajak tidak mengikat masyarakat tidak sah. Oleh karena pemungutan pajak untuk kepentingan rakyat, maka pemungutan pajak haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Pasal 23A amandemen ke-III Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang?. Telah terjadi perubahan besar dalam sistem perpajakan Official Assesment ke Self Assesment maka pada pelaksanaan pemungutan pajak, adakalanya terjadi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Perbedaan antara Wajib Pajak dan Fiskus terjadi karena tidak dapat titik temu dalam persepsi penafsiran peraturan perundang-undangan penghitungan serta penerapan peraturan perundang-undangan secara jelas. Perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak. Sengketa pajak perlu diselesaikan perlu diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana, serta memberi kepastian hukum. Disinilah eksistensi Pengadilan Pajak sangat diperlukan agar keadilan dalam hal membayar pajak dapat ditegakkan.
Berkembangnya rasa tidak percaya masyarakat pada saat ini terhadap penegakan hukum sengketa pajak di pengadilan pajak serta masih adanya dualisme dalam kedudukan Pengadilan Pajak, mendorong Penulis untuk melakukan penelitian sampai sejauh mana upaya hukum Wajib Pajak dalam mencapai rasa keadilan dan untuk mengetahui eksistensi kedudukan Pengadilan Pajak apakah telah sesuai dengan konstitusi dasar UUD1945.

Tax constitutes a very important source of income for the state for the administration of the government and for the implementation of national development. Therefore, the Government positions taxation obligation as one of materializations of state obligation which constitutes a means in the financing the State in the National Development for the achievement of state goals. The importance and strategic participating role of taxation sector in the administration government can be observed from the State Revenue and Expenditure Budget Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]) and the Draft APBN of every year presented by the government, which is, the increase of percentage of contribution from year to year. In order that tax collection does not violate the of justice of the society, then, it is necessary to have a legal coercive effort. Legality in this matter is to underlay tax collection on a Law. Without a law, tax collection will not bind the society and will be illegitimate. Since tax collection is carried out for the interest of the people, then, tax collection must firstly be approved by its people, as stated in Article 23 paragraph (2) of the 1945 Constitution which has been amended in Article 23A of the 3rd Amendment to the Constitution, which reads as follows ?Tax and other coercive levies for the needs of the state will be stipulated by law?. There has been a major change in the taxation system, from Official Assessment system to Self Assessment system, consequently in the implementation of tax collection sometimes there are difference of opinions between the Taxpayer and the Fiskus [Tax Officials]. The difference between Taxpayer and Fiskus takes place because there is not any common perspective in the perception for the interpretation of statutory regulations with regard to the calculation as well as the implementation of statutory regulations in a clear manner. This difference of opinion between Taxpayer and Fiskus could cause the occurrence of tax dispute. Tax dispute needs ettled fairly in a prompt, economical, simple procedure and process as well providing legal certainty. At this point, the existence of Tax Court is greatly needed in order that justice in tax payment can be enforced.
The current developing sense of distrust of the society towards the law enforcement of tax dispute at tax court as well as the continuing presence of dualism with regard to the position of Tax Court encourage the Writer to carry out research to discover to what extent the legal effort of Taxpayer in striving to achieve his sense of justice and in order to discover the existence of the position Tax Court, whether it has already in conformity to the 1945 Constitution."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Okta Rini
"Pasal 83 KUHAP yang mengatur mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan, pada ayat (1) nya menyatakan bahwa terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding sedangkan ayat (2) nya menyatakan bahwa terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. Pada kenyataannya, masih ada putusan praperadilan yang bukan menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan upaya hukum. Hal inilah yang terjadi dalam kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya. Melihat kasus ini, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pengaturan mengenai upaya hukum terhadap putusan praperadilan di Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang ada serta (2) permasalahan apa yang timbul dalam praktek penerapan praperadilan terkait upaya hukum dikaitkan kasus penerimaan permintaan banding dalam kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini berupa penjabaran mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan analisis mengenai permasalahan yang timbul dalam praktek penerapannya dikaitkan dengan kasus Lam Yenny Lamengan VS Kepala Kepolisian Wilayah Besar Kota Surabaya.
Article 83 Code of Criminal Procedure, regulates about the legal remedies against the decision of praperadilan, in paragraph (1) states that the decision of praperadilan cannot be appealed, while in paragraph (2) states that the decision of praperadilan which establish the invalidity of the termination of investigation or prosecution may be requested for the final decision in the High Court of Justice in the jurisdiction concerned. In fact, there is still a decision of praperadilan which not establish the invalidity of the termination of investigation or prosecution proposed for legal remedies such as in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District. The questions in this research are (1) how the arrangement of legal remedies against the decision of praperadilan according to the regulation that exist in Indonesia and (2) what is the problem that arise from the practical application of praperadilan related to legal remedies in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District. This research is a normative legal research using literatures and interview. The result in this research is a description of legal remedies that can carried out on the decision of praperadilan based on the regulation that exist in Indonesia and also the analysis of the problem that arise from the practical application of praperadilan related to legal remedies in the case of Lam Yenny Lamengan vs Head of Surabaya?s Police District."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S573
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>