Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lenny S. Budi
"Penyakit asma adalah suatu penyakit yang sangat kompleks dan terjadi secara kronis, hingga mengundang banyak pendapat, penelitian dan kontroversi. Peranan faktor imunologis pada asma anak, merupakan suatu hal yang penting. Dalam tatalaksana nasien asma, perananan faktor penghindaran terhadap penyebab asma tidak kalah pentingnya. Pada awalnya, TDR dianggap sebagai faktor penyebab yang berdiri sendiri untuk menimbulkan serangan asma akut, tetapi akhir-akhir ini banyak peneliti meragukan hal ini. Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan rancangan laporan seri kasus dilakukan secara prospektif yang bersifat deskriptif terhadap 10 orang pasien asma yang pertama kali berobat di Poliklinik Alergi-Imunologi IKA FKUI/RSCM selama tahun 1997, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola paparan TDR di rumah pasien asma sepanjang tahun, dengan melakukan kunjungan rumah selama 1 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 1998. Selama 1 Januari 1997 sampai dengan 31 Desember 1997 didapati 241 orang pasien anak yang pertama kali berobat di Poliklinik Alergi-Imunologi IKA FKUI/RSCM, diantaranya 58 orang pasien asma. Hasil uji kulit negatip terhadap TDR didapati 11 anak (19%) dari 58 pasien asma anak tersebut, sedangkan hasil uji kulit positip didapati pada 47 anak (81%). Rentang nilai jumlah TDR per gram debu rumah berkisar antara 0-340 ekor, sedangkan rentang nilai 100-500 ekor/gram debu rumah menurut kepustakaan hanya menyebabkan hiperreakstivitas bronkus tanpa disertai serangan asma akut. Gambaran grafik skor klinis dan PEFR setiap pasien pada umumnya memperlihatkan bahwa gambaran klinis asma dapat berat atau ringan pada keadaan ada atau tidaknya TDR. Sebaran antara skor klinis dan nilai PEFR dengan jumlah TDR pada diagram baur memperkuat gambaran grafik skor klinis dan nilai PEFR setiap pasien, sehingga pada penelitian ini diduga bahwa untuk menimbulkan serangan asma akut tidak semata-mata hanya disebabkan olch TDR kiranya masih perlu ditambahkan faktor lain selain TDR. Pada penelitian ini, rerata jumlah TDR/gram debu rumah tertinggi (127 ekor/gram debu rumah) di kasur dijumpai pada bulan September sesuai dengan rerata kelembaban relatif tertinggi (70%) dan suhu terendah (28°C) di kamar tidur. Rerata jumlah TDR/gram debu rumah terendah di kasur dijumpai pada bulan Agustus dan Desember (masing-masing 47 dan 26) sesuai dengan rerata kelemaban relatif terendah (masing-masing 54%) dan rerata suhu tertinggi (masing-masing 33°C). Pada penelitian ini tidak dijumpai variasi musim. Selama penelitian ini, rerata jumlah TDR/gram debu rumah setiap bulan di kasur selalu dijumpai lebih banyak daripada di lantai kamar tidur. Pada penelitian ini jenis spesies ditemukan terbanyak baik di kasur maupun di lantai kamar tidur yaitu spesies Dermatophagoides pteronyssinus (masing-masing 72,00% dan 55,41%) dan Glycyphagus destructor (masing-masing 12,70% dan 26,51%), keadaan ini sesuai dengan 2 penelitian sebelumnya di Jakarta, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti, dan Aulung 2 Pada penelitian ini ditemukan pula spesies Cheyletus erudetus baik di kasur maupun di lantai kamar tidur (masing-masing 5,38 dan 10,21%). Spesies Cheyletus erudetus merupakan pemangsa terhadap TDR lainnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Budi Pratista Devi
"ABSTRAK
Salah satu cara mengendalikan Tungau Debu Rumah (TDR) diperlukan
perilaku bersih masyarakat terutama kebersihan debu rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku membersihkan rumah pada masyarakat terhadap keberadaan TDR.Disain penelitian ini, yaitu cross-sectional analitik. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat perkotaan di Pamulang (Tangerang Selatan) dan Pasar Rebo (Jakarta Timur) selama Oktober 2013- Juni 2014. Sebanyak 96 rumah responden yang terdiri dari 52 di Pamulang dan 44 Pasar Rebo dipilih secara random. Dari 96 debu rumah yang diperiksa dengan metode langsung di bawah mikroskop ditemukan spesies TDR, yaitu Dermatophagoides pteronyssinus (60,4%), D. farinae (4,2 %), dan Glysiphagus destructor (20,8%). Perilaku responden, yaitu membersihkan tempat tidur dan rumah 1 x sehari (40,6%) lebih sedikit dibandingkan 2 x sehari (59,4%). Responden dengan perilaku bersih 1 x sehari ditemukan frekuensi TDR lebih sedikit dibandingkan 2 x sehari dengan nilai OR=2,09 (95% CI 2,15 sampai 4,18). Penelitian ini memperlihatkan bahwa dengan perilaku bersih dari masyarakat"
"perkotaan mengurangi keberadaan TDR di dalam debu rumah."

ABSTRACT
One of methods to controlling House Dust Mites (HDM) is pattern behavior people to keep clean especially keep the house from dust. This research aims to determine the patterns of behavior in the public house cleaning affect the existence population HDM found in the house of the population. This study used design analytic cross-sectional. This research was done to citizen in the Pamulang and Pasar Rebo ( East Jakarta) from October 2013 until June 2014. 96 homes respondents consisted of 52 respondents Pamulang and 44 respondents East Jakarta by random sampling. From 96 house dust which investigated directly methods to see and find species HDM used microscope, those are Dermatophagoides pteronyssinus (60,4%), D. farinae (4,2 %), and Glysiphagus destructor (20,8%). Respondents?s behavior, cleaning their bedroom and house 1 x a day (40,6%) fewer just than 2 x a day (59,4%). Respondents with behavior of clean 1 x / day, TDR frequency?s discovered fewer just than 2 x/ day with value OR=2,09 (95% CI 2,15 until 4,18). This study to show that pattern people?s behavior to keep clean which can decrease or reduces population of HDM in dust home"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiastuti S. Manan
"Dhermatophagoides pteronyssinus adalah jenis tungau debu yang merupakan salah satu alergen pencetus timbulnya asma bagi orang yang rentan. Karena tungau ini habitatnya didalam debu pada rumah--rumah yang lembab, kasur kapuk, serta perabot rumah tangga lainnya. Sumber debu dengan jumlah tungau terbanyak adalah di kamar tidur terutama di kasur. Pada umumnya masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan kasur kapuk sebagai alas tidurnya.Kasur kapuk merupakan salah satu perabot kamar tidur yang paling rawan terhadap infestasi TDR, sedangkan dalam satu hari kita berada dalam kamar tidur rata-rata 6-8 jam, sehingga kemungkinan kita dapat terpajan oleh alergen TDR besar sekali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penjemuran kasur kapuk terhadap populasi TDR, sebagai salah satu upaya pemberantasan TDR. Sampel debu diambil secara acak dengan menggunakan alat penyedot debu dari kasur kapuk yang masa penggunaan 2 tahun, 3tahun dan 4 tahun, selanjutnya dengan Cara flotasi debu kasur diperiksa.
Hasil pemeriksaan total debu kasur 156,03 gram berasal dari, 60 kasur, didapatkan tungau debu rata-rata 147 per gram debu dan jumlah total tungau yang didapat adalah 26470 individu yang terdiri dari 5 jenis tungau yaitu: D. pteronyssinus, D. farinae, Glycipagus destructor, Suidasia medinensis , dan Ceyletus erudetus. Jumlah tungau terbanyak adalah D. pteronyssinus dan G. destructor. Kesimpulan bahwa makin lama masa penggunaan kasur kapuk makin banyak jumlah tungau yang didapat. Terdapat hubungan yang positif antara masa penggunaan kasur, masa penjemuran dan jenis-jenis-TDR."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriahati Setiyarizki
"Tungau Debu Rumah (TDR) merupakan aeroalergen utama yang dapat memicu reaksi alergi pada penyakit atopi seperti dermatitis atopi, asma, dan rhinitis alergi. TDR dapat ditemukan di berbagai tempat bersarang baik alami maupun nonalami di dalam rumah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan bahan alami dan nonalami terhadap keberadaan TDR. Dengan menggunakan desain cross-sectional, penelitian ini dilakukan di Pasar Rebo (Jakarta Timur) dan Pamulang (Tangerang Selatan) pada November 2013 sampai Februari 2014. Data demografi penduduk diperoleh melalui kuesioner. Sampel debu rumah diambil dari bahan alami, yaitu kapuk dan nonalami, yaitu karpet, kasur busa, sofa, dan spring bed. Deteksi spesies TDR pada debu tersebut dilakukan dengan teknik langsung menggunakan mikroskop. Dari hasil penelitian didapatkan 207 sampel debu rumah dari 96 responden (Pasar Rebo = 44 Sampel dan Pamulang = 52 sampel). Spesies TDR yang ditemukan di Pasar Rebo adalah Dermatophagoides pteronyssinus (Dp) dan Glyciphagus destructor (Gd), sedangkan spesies TDR yang ditemukan di Pamulang adalah Dp, D.ferinae (Df), dan Gd. Dp merupakan spesies dominan pada bahan alami dan nonalami. Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara jenis bahan dengan keberadaan TDR (p<0,05). Bahan alami berisiko lebih tinggi dibandingkan nonalami (OR = 1,99, 95% CI 1,06-3,72). Dapat disimpulkan bahwa keberadaan spesies TDR berhubungan dengan jenis bahan bersarang yang terdapat di dalam rumah.
House Dust Mites (HDM) is the main aeroalergen that can induced allergic reaction at atopic diseases such as dermatitis atopic, asthma, and rhinitis allergy. HDM was found in both nature and non-nature materials on stuffs around living house. The aim of this research was to know association between nature and non-nature materials with HDM. Cross sectional method was used in this research. Primary data was collected in Pasar Rebo (North Jakarta) and Pamulang (South Tangerang) for four months, from November 2013 until February 2014. Demographic profile was collected by filling the questionnaire. House dust was collected from both nature, as kapok matress, and non-nature materials, such as carpet, foam mattress, sofa, and spring bed. HDM was detected by direct examination on microscope. This research includes 207 house dust samples from 96 houses in Pasar Rebo, 44 samples, and Pamulang, 52 samples. Data from statistic show that in Pasar rebo, Dermatophagoides pteronyssinus (Dp) and Glyciphagus destructor (Gd) were found as varies HDM species meanwhile in Pamulang, Dp, D.ferinae (Df), and Gd were found. From both places, Dp was mostly found in nature and non-nature materials. Statistically, there was significance association between any materials and house dust mites (p<0,05). Nature material had a higher risk than non-nature materials to found HDM (OR = 1,99, 95% CI 1,06-3,72). Asconclussion, materials used living house associated with population of HDM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Ayu Sutanti Sudjono
"Pengaruh gaya hidup perkotaan terutama status rumah (kontrakan, pribadi) dan bangunan rumah (jenis lantai, ventilasi) mempengaruhi keberadaan tungau debu rumah (TDR). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status dan bangunan rumah terhadap keberadaan TDR di perkotaan. Desain potong lintang dilakukan di Pamulang (Tangerang Selatan) dan Pasar Rebo (Jakarta Timur) dari bulan November 2013 sampai Februari 2014. Sampel debu rumah diambil sebanyak 2 gr/status rumah, 2 gr/jenis lantai, 2 gr/ventilasi. Deteksi TDR dilakukan dengan teknik langsung dengan mikroskop cahaya. Sebanyak 96 sampel debu (52 di Pamulang dan 44 Pasar Rebo) ditemukan spesies TDR, yaitu Dermatophagoides pteronyssinus (Dp), D. farinae (Df), dan Glyciphagus destructor (Gd). Pada debu rumah kontrakan dan milik pribadi, jenis lantai, dan ventilasi di Pamulang dijumpai spesies tunggal Dp (7,7%); Gd (5,8%) dan spesies campuran Dp-Df (5,8%); Dp-Gd (34,6%); Dp-Df-Gd (13,5%). Di Pasar Rebo hanya dijumpai spesies tunggal Dp (22,7%), Gd (2,3%) dan spesies campuran Dp-Gd (52,3%). Di Pamulang ditemukan hubungan status rumah dengan keberadaan TDR (p<0,05), sedangkan di Pasar Rebo tidak. Jenis lantai dan jumlah ventilasi tidak berhubungan dengan keberdaan TDR di dua lokasi penelitian (p>0,05). Status rumah merupakan faktor risiko untuk keberadaan TDR di daerah perkotaan, sedangkan jenis lantai dan jumlah ventilasi belum merupakan faktor risiko.
Modern life style, especially in home status (financial lease and private) and home construction (floor type and ventilation) may influence the existences of house dust mite (HDM). The purpose of this study was to know the correlation between home status and home construction; and the existences of HDM in town areas. The cross sectional study was done in Pamulang (South Tangerang) and Pasar Rebo (East Jakarta) from October 2013 to June 2014. Ninety six of dust samples were recruited in this study, included 52 samples from Pamulang and 44 from Pasar Rebo. The dust samples were taken as much as 2gr/variables and tested by direct method under the microscope. The species of HDM that were found such as Dermatophagoides pteronyssinus (Dp), D. farinae (Df), and Glyciphagus destructor (Gd). In Pamulang, it was found the single species Dp (7.7%); Gd (5.8%), and mix species Dp-Df (5.8%); Dp-Gd (34.6%). While in Pasar Rebo, it was only found single species Dp (22.7%) and Gd (2.3%), and also mix species Dp-Gd (52.3%). In Pamulang, there was correlation between home status and the existences HDM (p<0.05), while in Pasar Rebo was not. The floor type and ventilation didn’t have a correlation with the existences of HDM in both places (p>0.05). Home status was a risk factor to the existence of HDM in town areas, while the type floor and total number of ventilation was not concluded as the risk factor yet."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Sandi Bahana
"Latar belakang : Asma memengaruhi sekitar 300 juta orang di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan global yang serius yang mempengaruhi semua kelompok umur. Asma alergi adalah fenotipe asma yang paling mudah dikenali dan sering dimulai sejak masa anak-anak. Sebagian besar asma alergi berhubungan dengan sensitisasi saluran napas akibat pajanan aeroalergen umum, terutama yang berasal dari tungau debu rumah. Proses inflamasi eosinofilik saluran napas menghasilkan produk akhir berupa nitrit oksida. Kadar nitrit oksida udara ekspirasi (FeNO) merupakan salah satu penanda hayati yang mengukur inflamasi saluran napas dan kadar FeNO yang tinggi pada pasien asma berhubungan dengan inflamasi saluran napas eosinofilik.Penilitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar IgE spesifik Der p dan Der f  dengan kadar FeNO pada pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan.
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 86 subjek pasien asma tidak terkontrol berdasarkan asthma control test di RSUP Persahabatan. Metode pengumpulan subjek dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Pemeriksaan IgE spesifik tungau debu rumah menggunakan protia Q96M. Pemeriksaan FeNO menggunakan Bedfont NObreath.
Hasil : Dari 86 subjek asma tidak terkontrol didapatkan hasil rerata usia pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan adalah  52,45 + 12,94 tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan (84,9%).Proporsi pasien asma yang alergi terhadap tungau debu rumah  mencapai 64%. Prorporsi alergi Der p dan Der f 58%, alergi Der p 4,7% dan alergi Der f 1,2%. Median kadar IgE spesifik tungau debu rumah pada pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan adalah 3,94 (0-100) IU/ml untuk Der p dan 4,47 (0-100) IU/ml untuk Der f. Median FeNO pasien asma tidak terkontrol adalah 26 (3-92) ppb. Dilakukan uji korelasi Spearman untuk kadar IgE spesifik dan kadar FeNO pasien asma tidak terkontrol. Terdapat hubungan bermakna antara kadar IgE spesifik Der p (nilai p = 0,009, r = 0,279, uji Spearman) dan Der f (nilai p = 0,001, r = 0,339, uji Spearman) dengan FeNO.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar IgE spesifik tungau debu rumah Der p dan Der f dengan FeNO pada pasien asma tidak terkontrol. Namun tingkat korelasi yang didapatkan lemah.

Background : Asthma affects approximately 300 million people worldwide and is a serious global health problem affecting all age groups. Allergic asthma is the most easily recognized asthma phenotype and often begins in childhood. Most allergic asthma is associated with airway sensitization due to exposure to common aeroallergens, particularly those from house dust mites. The eosinophilic inflammatory process of the airways produces the final product in the form of nitric oxide. Fractional exhaled nitric oxide (FeNO) levels are one of the biomarkers that measure airway inflammation and high FeNO levels in asthma patients are associated with eosinophilic airway inflammation. This study aims to determine the relationship between Dermatophagoides pteronysinnus (Der p) and Dermatophagoides  farinae (Der f) specific IgE levels with FeNO levels in uncontrolled asthma patients at Persahabatan Hospital.
Method : This cross sectional study in 86 uncontrolled asthma patients based on asthma control test less than 24 points. The method of collecting subjects was done by consecutive sampling technique. House dust mite specific IgE assay using protia Q96M. FeNO examination using Bedfont NObreath.   
Result : From 86 subjects with uncontrolled asthma, the mean age of uncontrolled asthma patients at Persahabatan Hospital was 52.45 + 12.94 years, most of them were female (84.9%). The proportion of asthma patients who were allergic to house dust mites reached 64. %. The proportion of allergy to Der p and Der f 58%, allergy to Der p 4.7% and allergy to Der f 1.2%. The median level of specific IgE for house dust mites in patients with uncontrolled asthma at the Persahbatan Hospital was 3.94 (0-100) IU/ml for Der p and 4.47 (0-100) IU/ml for Der f. The median FeNO of uncontrolled asthmatic patients was 26 (3-92) ppb. Spearman correlation test was performed for specific IgE levels and FeNO levels in patients with uncontrolled asthma. There was a significant relationship between specific IgE levels Der p (p value = 0.009, r = 0.279) and Der f (p value = 0.001, r = 0.339) and FeNO.
Conclusion : There is a significant relationship between the levels of specific IgE for house dust mites Der p and Der f with FeNO in patients with uncontrolled asthma. However, the correlation level obtained is weak.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Ricky Riady
"Latar belakang. Tungau debu rumah (TDR) adalah salah satu penghasil alergen pada debu yang dapat memicu asma. Makanan utama TDR adalah serpihan kulit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara jumlah anggota keluarga terhadap prevalensi dan intensitas dari TDR spesies Dermatophagoides pteronyssinus.
Metode. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional dari bulan Novermber 2013- Februari 2014. Lokasi penelitian berada di Pasar Rebo (Jakarta Timur ) dan Pamulang (Tangerang Selatan). Sampel penelitian ini adalah debu rumah penduduk. Diagnosis Dp pada debu rumah ditegakkan dengan pemeriksaan debu secara langsung dibawah mikroskop cahaya.
Hasil. Total 96 rumah responden terdiri 44 di Jakarta Utara dan 52 Tangerang Selatan. Prevalensi Dp sebesar 77,1% (74/96) dengan intensitas rata-rata 65.4± 105.9 Dp/g debu. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara jumlah anggota keluarga ≤ 4 dan > 4 orang terhadap prevalensi dan intensitas Dp di Jakarta Timur dan Tangerang Selatan.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi dan kepadatan Dp tidak dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.

Intoduction. House dust mites (HDM) was a major source of allergen in dust that could trigger asthma. HDM eat keratin from human skin shed. The purpose of this research was to know whether household member has correlation with prevalence and intensity of HDM species Dermatophagoides pteronyssinus(Dp).
Method. This research was held between November 2013 - February 2014. Design used in this research was cross-sectional. Sample was dust collected from house in Pasar Rebo(East Jakarta) and Pamulang(South Tangerang). HDM was diagnosed by direct examination of dust using light microscope.
Result. Total 96 house of responden was used in this reserach, 44 from East Jakarta and 52 from South Tangerang. Prevalence of Dp was 77.1%(74/96) and Dp intensity mean was 65.4± 105.9 Dp/g dust.
Conclusion. There wasn't any correlation(p>0.05) between household member with prevalence and intensity of HDM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Joko Susanto
"Latar belakang: Tungau debu rumah TDR merupakan alergen hirup yang penting pada asma alergik. Namun, penelitian diagnostik molekuler menggunakan Imunoglobulin E IgE spesifik akibat sensitisasi alergen TDR dihubungkan dengan derajat keparahan asma alergik belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar IgE spesifik serum kuantitatif akibat sensitisasi alergen Dermatophagoides D. pteronyssinus, D. farinae dan Blomia B. tropicalis pada asma alergik intermiten dan persisten.
Metode: Desain penelitian potong lintang pada pasien asma alergik dewasa yang diundang untuk pemeriksaan IgE spesifik serum dan merupakan bagian dari penelitian payung di Divisi Alergi dan Imunologi Klinik, RS Cipto Mangunkusumo. Derajat keparahan asma ditentukan berdasarkan kriteria Global Initiative on Asthma GINA 2015 dan dikelompokkan menjadi intermiten dan persisten. Pemeriksaan IgE spesifik serum kuantitatif menggunakan metode multiple allergosorbent test Polycheck Allergy, Biocheck GmbH, Munster, Germany . Alergen TDR yang diperiksa adalah D. pteronyssinus, D. farinae, dan B. tropicalis. Perbedaan antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Sebanyak 87 subyek dilibatkan dalam penelitian ini; 69 79,3 subyek adalah perempuan. Rerata usia pasien adalah 40,2 tahun. Enam puluh tiga 72,4 pasien menderita asma dan rinitis alergik. Sebanyak 58 66,7 pasien asma persisten. Gambaran sensitisasi alergen TDR adalah 62,1 D. farinae; 51,7 D. pteronyssinus dan 48,3 B.tropicalis. Median kadar IgE spesifik secara bermakna lebih tinggi pada asma persisten dibandingkan asma intermiten untuk alergen D. farinae 1,30 vs. 0,0 kU/L; p=0,024 dan B. tropicalis 0,57 vs. 0,0 kU/L; p=0,015 . Kadar IgE spesifik D. pteronyssinus lebih tinggi pada asma persisten dibandingkan intermiten 0,67 vs. 0,00 kU/L; p=0,066.
Kesimpulan:Gambaran sensitisasi alergen secara berurutan didapatkan D. farinae 62,1, D. pteronyssinus 51,7 dan B. tropicalis 48,3 . Kadar IgE spesifik akibat sensitisasi D. farinae dan B. tropicalis lebih tinggi secara bermakna pada pasien asma persisten dibandingkan asma intermiten. Kadar IgE spesifik akibat sensitisasi D. pteronyssinus lebih tinggi pada pasien asma persisten dibandingkan asma intermiten, tetapi secara statistik tidak bermakna.

Introduction House dust mites HDM are an important inhalant allergen in allergic asthma. However, molecular diagnostic study using specific IgE level induced by HDM allergens associated with asthma severity has not been done in Indonesia.
Objective To investigate the difference of serum quantitative specific IgE levels induced by Dermatophagoides D. pteronyssinus, D. farinae and Blomia B. tropicalis sensitization in intermittent and persistent allergic asthma.
Method This was a cross sectional study on adult allergic asthma patients who were invited for serum specific IgE testing. This study was a part of a larger research within the Division of Allergy and Immunology, Cipto Mangunkusumo Hospital. Asthma severity was defined based on Global Initiative on Asthma GINA 2015 criteria and were grouped as intermittent or persistent. Quantitative specific IgE testing was done on blood serum using a multiple allergosorbent test Polycheck Allergy, Biocheck GmbH, Munster, Germany . The HDM allergens tested were D. pteronyssinus, D. farinae, and Blomia tropicalis. Difference between two groups were analyze using Mann Whitney test.
Results A total of 87 subjects were enrolled in this study 69 79.3 were women. Mean patients rsquo age was 40, 2 years. Sixty three 72.4 patients had asthma and allergic rhinitis. Fifty eight 66.7 patients were classified as persistent asthma. The prevalence of sensitization was 62.1 D. farinae, 51.7 D. pteronyssinus, and 48.3 Blomia tropicalis. The median of specific IgE levels is significantly higher in persistent asthma compares to intermittent asthma induced by D. farinae median 1.30 vs. 0.0 kU L p 0.024 and B. tropicalis median 0.57 vs. 0.0 kU L p 0.015 sensitization. Level of Specific IgE D. pteronyssinus is also to be higher in persistent asthma than the level measured in intermittent asthma 0.67 vs. 0.00 kU L p 0.066.
Conclusion Sensitization of HDM allergens is shown to be highest for D. farinae 62.1 , followed by D. pteronyssinus 51, 7 and Blomia tropicalis 48, 3 . Specific IgE level induced by D. farinae and Blomia tropicalis sensitization are significantly higher in patients with persistent compares to intermittent asthma, whereas specific IgE level induced by D. pteronyssinus sensitization to be higher in persistent asthma although not statistically significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library