Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Hotber Edwin Rolan
"Latar belakang : Resusitasi cairan merupakan hal penting dalam penatalaksanaan renjatan hypovolemik pada penderita sakit kritis. Pada umumnya pemberian cairan dalam jumlah besar dan waktu secepatnya sesuai dengan protokol early goal directed therapy EGDT . Pemberian cairan dalam jumlah yang besar dan waktu secepatnya diketahui dapat berkontribusi terhadap terjadinya hypervolemik. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pemeriksaan yang dapat mengetahui bahwa resusitasi cairan yang sedang diberikan tidak menyebabkan hipervolemik.
Tujuan : 1 Melihat hubungan antara kadar troponin-i dengan resusitasi hipervolemik pada hewan model dan 2 Melihat hubungan antara troponin-i dengan kontraktilitas jantung pada hewan model.
Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian pre dan post intervention. Penelitian telah dilaksanakan pada 8 ndash; 18 juni 2017 di FKH IPB Bogor. Hewan model renjatan adalah 10 ekor Sus Scrofa jantan usia 6-8 minggu. Renjatan dilakukan dengan metode fixed pressure hemorrhage. Resusitasi pertama dilakukan dengan jumlah cairan sesuai darah yang dikeluarkan resusitasi normovolemik , dilanjutkan dengan 40 ml/kg resusitasi hipervolemik-1 dan 40 ml/kg yang kedua resusitasi hipervolemik-2 . Pengukuran kontraktilitas jantung dengan menggunakan parameter DPmax pada PiCCO dan Kadar troponin-i diukur dengan menggunakan alat iStat dari Abbott.
Hasil Penelitian : Terdapat peningkatan kadar troponin-i pasca resusitasi cairan hipervolemik p = 0,005 . Terdapat penurunan kontraktilitas jantung pasca resusitasi hipervolemik. Penurunan kontraktilitas jantung berhubungan dengan peningkatan troponin-i r=0,72; p=0,02
Simpulan : Pada hewan model terdapat hubungan antara hipervolemik dengan peningkatan troponin-i. Terdapat hubungan antara penurunan kontraktilitas jantung dengan peningkatan kadar troponin-i.

Background: Fluid resuscitation is fundamental to the acute shock hypovolemic of critically ill patient. In general, however, early and appropriate goal directed fluid therapy EGDT contributes to a degree of fluid hypervolemic in most if not all patients. Propose that assessment of hypervolemic should be considered as potentially biomarker of critical illness.
Objective : 1 To investigating the effect of fluid resuscitation in animal model with special concern on troponin-i value, 2 To investigating the corelation myocard contractility with troponin-i level.
Methods : This study is pre and post intervention. Were did at June 2017 8st ndash; 18st at FKH-IPB Bogor. Animal model were 10 male domestic pigs, 6-12 weeks old. The shock was induced with fixed pressure hemorrhage method. Fluid resuscitation was done in 2 phase. On the first attempt we replaced total number of blood that withdrawn normovolemic resuscitation . The second attempt, we gave 40 ml/kg resuscitation fluids hypervolemic resuscitation . Cardiac contractility meassurements were done with DPmax the part of PiCCO parameter.
Results: We found that serum troponin-i increase after hypervolemic resuscitation r=0,81;p=0,005 . DPmax decrease significantly after the second resucitation attempt r = 0,72; p=0,02 .
Conclusions: Hypervolemic resucitation in this animal model produced significantly troponin-i elevated. There is a corelation between cardiac contractility decrease with troponin-i level elevated."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Sedjahtera
"Latar belakang.Kardiomiopati terimbas kemoterapi berbasis antrasiklin memiliki dampak signifikan terhadap pasien kanker. Pemantuan fungsi jantung berbasis fraksi ejeksi, yang saat ini menjadi standar, tidak dapat mengetahui kerusakan secara awal dan bila ditemukan kardiomiopati maka kerusakan sudah terlambat. Penggunaan biomarker dan teknik pencitraan ekokardiografi dengan strain dipikirkan dapat memberi gambaran kejadian kardiomiopati awal. Oleh karena itu, perlu dilakukan aplikasi dari penggunaan troponin dalam memprediksi kejadian kerusakan jantung pada pasien yang menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin.

Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar high sensitivity troponin I dengan kejadian kardiomiopati subklinis pada pasien kanker yang yang menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin

Metode. Studi kohort prospektif dilakukan pada Januari-September 2023. Pasien kanker berusia diatas 18 tahun yang mendapatkan kemoterapi berbasis antrasiklin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais direkrut untuk penelitian. Pemeriksaan high sensitivity troponin dilakukan pada 6 titik waktu pra dan pascasiklus pertama, kedua, dan ketiga. Pemantauan Global longitudinal strain dilakukan sebelum kemoterapi, pascakemoterapi siklus ke 2,  siklus ke 4 dan siklus ke 6.  Kardiomiopati subklinis didefinisikan sebagai penurunan GLS >15% dari data dasar. Dibuat kurva ROC dari nilai titik potong high sensitivity troponin I  terhadap kejadian kardiomiopati subklinis.  

Hasil. Dari 61 subjek, didapatkan insiden kardiomiopati subklinis sebesar 29,4% (95% IK 9,4-18,6). Tidak didapatkan titik potong dari perubahan high sensitivity troponin I dalam memprediksi kardiomiopati subklinis.

Kesimpulan. Tidak didapatkan hubungan antara kadar high sensitivity troponin I dengan kejadian kardiomiopati subklinis pada pasien kanker yang yang menjalani kemoterapi berbasis antrasiklin.


Background. Chemotherapy based anthracycline induced cardiomyopathy has a significant impact on cancer patients. Monitoring heart function based on ejection fraction, which currently is the standard, cannot detect damage early and by the time cardiomyopathy is detected, the damage is already advanced. The use of biomarkers and echocardiographic imaging techniques with strain is thought to provide insight into early cardiomyopathy occurrences. Therefore, there is a need to apply troponin usage in predicting heart damage events in patients undergoing anthracycline-based chemotherapy.

Aim. To determine the relationship between an increase in high sensitivity troponin I levels and subclinical cardiomyopathy incidence in cancer patients undergoing anthracycline-based chemotherapy.

Method. A prospective cohort study was conducted from January to September 2023. Cancer patients over 18 years of age receiving anthracycline-based chemotherapy at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital were recruited for the research. High sensitivity troponin examinations were conducted at 6 pre- and post-cycle time points (first, second, and third cycles). Global longitudinal strain monitoring was performed before chemotherapy, after the second cycle, fourth cycle, and sixth cycle. Sublinical cardiomiopathy is defined as a reduction in GLS > 15% from baseline. An ROC curve was generated for the high sensitivity troponin I cutoff values against subclinical cardiomyopathy occurrences.

Results. Out of 61 subjects, incidence of subclinical cardiomyopathy was found to be 29.4% (95% CI 9.4-18.6). No cutoff point was found for changes in high sensitivity troponin I in predicting subclinical cardiomyopathy.

Conclusion. There was no relationship found between high sensitivity troponin I levels and subclinical cardiomyopathy occurrences in cancer patients undergoing anthracycline-based chemotherapy."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Insil Pendri Hariyani
"ABSTRAK
Infark miokard akut adalah bentuk penyakit jantung iskemik akut dengan angka mortalitas yang tinggi, menyebabkan kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Pada pasien hidup, penegakan diagnosis infark miokard akut salah satunya menggunakan modalitas pemeriksaan troponin T di dalam darah. Akan tetapi, pemeriksaan troponin T postmortem pada jenazah masih belum lazim dilakukan. Pada pemeriksaan postmortem jenazah yang dilakukan otopsi dengan kemungkinan kematian jantung mendadak, diagnosis infark miokard biasanya dibuat dengan temuan aterosklerosis berat yang menyumbat arteri koronaria dan menggunakan berbagai modalitas pemeriksaan penunjang.2 Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan histopatologi anatomi. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang (cross sectional) yang membandingkan hasil pemeriksaan troponin T dengan pemeriksaan histopatologi. Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong (cut off point) untuk menentukan diagnosis infark miokard akut adalah ≥ 265,5 ng/l dengan sensitivitas 40%, spesifisitas 100%, nilai duga positif (NDP) 100%, nilai duga negatif (NDN) 18%, rasio kemungkinan positif (RKP) tak terhingga, rasio kemungkinan negatif (RKN) 60% dan akurasi 47%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antara kadar troponin T post mortem jenazah infark miokard akut dengan jenazah bukan infark miokard akut.

ABSTRACT
Acute myocardial infarction is an acute ischemic heart disease with high mortality rate, causing death and disability worldwide. In living patient, one of modality to diagnose acute myocardial infarction is the measurement of troponin T in blood. However, postmortem measurement of troponin T in a dead body is highly uncommon. On autopsy of a dead body who suspected of having acute myocardial infarction, the diagnosis was made based on finding of severe atherosclerosis plaque in coronary artery with several other diagnostic tests. The gold standard is anatomical histopathology examination. This diagnostic study is using cross sectional design to compare the troponin T result with the anatomical histopathology finding. The cut off point to diagnose acute myocardial infarction using post mortem troponin T was ≥ 265,5 ng/l which gave sensitivity of 40%, specificity 100%, positive predictive value 100%, negative predictive value 18%, positive likelihood ratio uncountable, negative likelihood ratio 60%, and accuray of 47%. In conclusion, the postmortem troponin T in dead body with acute myocardial infarction and no acute myocardial infarction was statisticaly significant."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuly Juariah Mahnulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perubahan hemodinamik selama hemodialisis (HD) kronik
dapat menimbulkan hipoperfusi dan iskemia koroner yang dapat menyebabkan
cedera miokard yang ditandai dengan peningkatan kadar troponin I (cTnI)
sehingga dapat menjadi penanda yang potensial untuk kejadian tersebut.
Hemodialisis 2 kali seminggu berisiko membuat laju ultrafiltrasi (UFR) dan
volume ultrafiltrasi (UFV) yang lebih tinggi sehingga menimbulkan kejadian
hipovolemia yang lebih besar.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien yang
mengalami peningkatan cTnI intradialisis dan satu bulan setelah HD serta
mengetahui hubungan antara faktor-faktor lama HD, UFR, UFV, hipotensi
intradialisis (IDH), dan diabetes melitus (DM) dengan peningkatan kadar cTnI
tersebut.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif untuk menilai kadar
cTnI sebelum dan sesudah HD. Sebanyak 138 subyek yang menjalani HD 2 kali
seminggu memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan kadar cTnI menggunakan
reagen ARCHITECH STAT. Nilai cut off cTnI untuk laki-laki adalah 34,0 pg/mL
dan untuk perempuan 15,6 pg/mL. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara lama HD, UFR, UFV, IDH dan DM dengan
peningkatan cTnI intradialisis dan satu bulan setelah HD.
Hasil: Dari 138 subyek, sebanyak 57 subyek (41,3%) mengalami peningkatan
kadar cTnI. Kadar cTnI meningkat secara signifikan selama HD (p<0,001) .
Faktor DM berhubungan dengan peningkatan kadar cTnI (OR 2,207 (IK 95%
1,056-4,616), p=0,033), yang mempunyai risiko 2,2 kali dalam peningkatan kadar
cTnI. Setelah satu bulan, sebanyak 53 dari 132 subyek (40,2%) mengalami
peningkatan kadar cTnI yang signifikan. Sebanyak 31 pasien (23,4%) mengalami
peningkatan kadar cTnI 50% di atas cut off. Analisis multivariat menunjukan tidak
terdapat hubungan antara lama HD, UFR, UFV, IDH, dan DM dengan
peningkatan kadar cTnI satu bulan setelah HD.
Simpulan: Proporsi pasien yang mengalami peningkatan cTnI intradialisis
sebesar 41,3% dan satu bulan setelah HD sebesar 40,2%. Diabetes melitus
berhubungan dengan peningkatan cTnI intradialisis, sedangkan lama HD, UFV,
UFR, dan IDH tidak berhubungan dengan peningkatan cTnI. Lama HD, UFV,
UFR, IDH, dan DM tidak berhubungan dengan peningkatan kadar cTnI satu bulan
setelah HD.

ABSTRACT
Background: Hemodynamic changes during chronic hemodialysis (HD) may
induce coronary hypoperfusion and coronary ischemia which lead to
asymptomatic myocardial injury marked by the increase in cardiac troponin I
(cTnI) levels which make this cTnI a potential marker for these events. Two time
a week HD increase the risk of higher ultrafiltration rate (UFR) and ultrafiltration
volume (UFV) contributing to higher hipovolemia events.
Objective: The aims of this study is to identify the proportion of patients
experiencing elevated intradialytic and 1-month after HD cTnI, and determine
association between HD vintage, UFR, UFV, intradialitic hypotention (IDH) and
diabetes mellitus (DM) factors and the elevated of cTnI.
Method: This study is a prospective cohort study examining cTnI levels before
and after single HD session. A total 138 patient underwent twice-weekly regimens
of HD. Levels of cTnI levels was tested using ARCHITECH STAT reagents. The
cut-off points of cTnI were 34.0 pg/mL and 15.6 pg/mL for men and women,
respectively. Bivariate and multivariate analysis were used to determine the
association between HD vintage, UFR, UFV, IDH, and DM and the increased of
intradialytic and 1-month after HD cTnI.
Results: Out of 138 patients, 57 (41,3%) subjects had elevated intradialytic cTnI
level. The cTnI levels increased significantly during HD (p <0.001). Diabetes has
association with the increased levels of cTnI during intradialytic (OR 2,207 (CI
95% 1,056-4,616), p=0,033), which has a 2,2 times increased risk of cTnI levels.
After 1 month, 53 of 132 subjects (40.2%) experienced significant increases in
cTnI levels. A total of 31 patients (23.4%) had an increase of cTnI levels 50%
above cut off. Multivariate analysis showed no association between HD vintage,
UFR, UFV, IDH, DM and the elevated levels of 1-month after HD cTnI.
Conclusion: The proportion of patients with elevated intradialytic cTnI is 41.3%.
and 1-month after HD cTnI is 40.2%. Diabetes mellitus has association with the
increased levels of cTnI during intradialytic while HD vintage, UFV, UFR and
IDH have no association with the increased levels of cTnI. Hemodialysis vintage,
UFR, UFV, IDH, and DM have no association with the increased levels of 1-
month after HD cTnI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Dina Liastuti
"Keluaran APTS bervariasi. Kejadian koroner pada APTS dilaporkan cukup tinggi, termasuk yang dilaporkan di RSJHK 5 tahun yang lalu. Saat ini telah dikembangkan suatu metode baru pemeriksaan Troponin T, yaitu protein kontraktil yang spesifik untuk miokard dan sangat sensitif, yang beredar dalam darah pada keadaan disintegrasi semikroinfark. Berdasarkan hal tersebut diatas, dilakukan penelitian prospektif mengenai kadar Troponin T pada APTS untuk mengetahui hubungannya dengan perjalanan penyakit APTS. Hipotesis penelitian adalah Troponin T pada kadar tertentu mempunyai makna pada kejadian koroner. Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam meningkatkan upaya tatalaksana kasus APTS dengan resiko kejadian koroner.

APTS output varies. The incidence of coroners in APTS is reported to be quite high, including those reported at RSJHK 5 years ago. A new method has been developed to examine Troponin T, a myocard-specific and highly sensitive contractile protein, which circulates in the blood in a state of seumicroinfarction disintegration. Based on the above, a prospective study was conducted on the level of Troponin T in APTS to determine its relationship with the course of APTS disease. The research hypothesis is that Troponin T at a certain level has significance in coronary events. The results of this study are expected to be useful in improving efforts to manage APTS cases
with the risk of coronary events.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arinto Bono Adji Hardjosworo
"ABSTRAK
Objektif: infark miokard perioperatif merupakan salah satu komplikasi pada CABG. Prediksi untuk terjadinya komplikasi tersebut dan deteksi dini pada fase paska operasi sangat penting dilakukan untuk menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Penelitian kaii ini dilakukan untuk mencari Faktor-faktor predisposisi terjadinya infark miokard perioperatif serta peran troponin T sebagai biomarker prediktor dan deteksi dini komplikasi tersebut.
Metoda: empat puluh enam pasien yang akan menjalani CABG saja dan untuk pertama kali secara elektif diobservasi secara prospektif. Data faktor predisposisi, faktor intraoperasi dan paska operasi pada periode perioperatif dicatat. Diagnosis infark perioperatif ditegakkan berdasarkan EKG dan nilai CK-MB. Nilai troponin T diambil pada 24 jam preoperasi, 1 dan 6 jam setelah total revaskularisasi.
Hasil : enam pasien (13%) teridentifikasi mengalami infark. perioperatif. Mortalitas terjadi pada 1 orang (2,1%) yaitu pada kelompok infark. Faktor preoperasi yang mempunyai hubungan bermakna untuk terjadinya infark adalah EuroSCORE dan angina tidak stabil. Pada fase intraoperasi, faktor yang teridentifikasi bermakna adalah konversi OPCAB ke on pump karena gangguan hernodinamik dan adanya gangguan hemodinamik signifikan preinsisi. Walaupun kurang bermakna, teknik CABG on pump memiliki prosentase infark yang lebih tinggi (19%) dibandingkan dengan teknik OPCAB (7%). Pada CABG on pump, penggunaan CPB, klem silang aorta, waktu iskemia lebih lama pada kelompok infark dan kardioplegia juga lebih sering diberikan. Morbiditas berupa penambahan lama waktu intubasi (p=0,009) dan lama penggunaan inotropik juga terjadi pada kelompok infark (61 jam) dibandingkan non infark (15 jam). Troponin T pada infark sudah berbeda secara bermakna 6 jam setelah revaskularisasi dengan nilai rerata 1 ng/ml (p=0,002). Nilai troponin T preoperatif juga sudah berbeda preoperasi antara kelompok infark dan non infark (0,01 vs 0,02 ng/ml) walaupun secara statistik kurang bermakna. Kenaikkan troponin T juga berkorelasi positif dengan lama pemakaian inatropik, lama intubasi, dan kadar CK-MB paska operasi.
Kesimpulan: infark miokard perioperatif meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas pada fase perioperatif. Empat faktor teridentifikasi sebagai faktor resiko. Trapanin T mampu mengidentifikasi terjadinya infark perioperatif 6 jam paska operasi dengan nilai 1 ng/ml. Terdapat kemungkinan untuk memprediksi resiko terjadinya infark perioperatif dengan pemeriksaan troponin T preaperasi apabila terjadi kenaikkan di alas 0,02 ng/ml."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Background: cardiac function in patients with septic shock at the cellular level can be assessed by measuring troponin I and NT Pro BNP levels. Venous oxygen saturation is measured to evaluate oxygen delivery and uptake by organ tissue. Our study may provide greater knowledge and understanding on pathophysiology of cardiovascular disorder in patients with septic shock. This study aimed to evaluate the roles of echocardiography, cardiovascular biomarkers, venous oxygen saturation and renal function as predictors of mortality rate in patients with septic shock.
Methods: this is a prospective cohort study in patients with infections, hypotension (MAP < 65 mmHg) and serum lactate level of > 2 mmol/L. On the first and fifth days, septic patients underwent echocardiography and blood tests. Statistical analysis used in our study included t-test or Mann-Whitney test for numeric data and chi-square test for nominal data of two-variable groups; while for multivariate analysis, we used Cox Regression model.
Results: on 10 days of observation, we found 64 (58%) patients died and 47 (42%) patients survived. The mean age of patients was 48 (SD 18) years. Patients with abnormal left ventricular ejection fraction (LVEF) had 1.6 times greater risk of mortality than those with normal LVEF (RR 1.6; p = 0.034). Patients with abnormal troponin I level showed higher risk of mortality as many as 1.6 times (RR: 1.6; p = 0.004). Patients with impaired renal function had 1.5 times risk of mortality (RR 1.5; p = 0.024). Patients with abnormal troponin I level and/or impaired renal function showed increased mortality risk; however, those with normal troponin I level and impaired renal function also showed increased mortality risk. Multivariate analysis revealed that left ventricular ejection fraction and troponin I level may serve as predictors of mortality in patients with septic shock. (HR 1.99; 95% CI: 1.099 - 3.956 ; p = 0.047 and HR: 1.83 ; 95%CI: 1.049 - 3,215 ; p = 0.043). Conclusion: left ventricular ejection fraction and biomarkers such as troponin I level are predictors of mortality in septic shock patients."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putu Putri Setyawati
"Mikrokantilever merupakan salah satu jenis biosensor yang didesain seperti pelat lentur sehingga mudah untuk terdefleksi bila terjadi pengikatan antara antibodi dan troponin. Pendeteksian ini dilakukan sebagai langkah pencegahan bagi para pengidap penyakit jantung. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai defleksi yang dihasilkan karena adanya pengaruh konsentrasi dan kecepatan alir. Sistem yang digunakan untuk proses pendeteksian berukuran 300 m x 400 m x 200 m dan mikrokantilever berukuran 135 m x 50 m x 20 m. Pada penelitian ini nilai awal konsentrasi yang disimulasikan adalah 0 mol/m3 dan 4,1E-7 mol/m3 dan kecepatan aliran dengan kecepatan 0,3 m/s. Simulasi ini menggunakan Comsol Multiphysic 5.2.
Berdasarkan hasil simulasi, diperoleh profil konsentrasi yang alirkan pada sistem ini, nilai defleksi karena adanya pengaruh kecepatan aliran, nilai defleksi karena adanya pengaruh konsentrasi dan nilai defleksi gabungan pada kedua variabel bebas. Nilai defleksi yang dihasilkan pada pengaruh kecepatan aliran yaitu 0,02 m, nilai defleksi yang dihasilkan pada pengaruh konsentrasi adalah 7,63E-23 m dan nilai defleksi gabungan pada pengaruh kecepatan aliran dan konsentrasi adalah 0,02 m. Pada mode dinamis, nilai frekuensi yang dihasilkan dengan massa 5,2E-22 kg dan 10,4E-22 kg menghasilkan nilai frekuensi resonansi 9,38 E10 Hz dan 6,64E10 Hz.

Microcantilever is one type of biosensor that is designed such as bending plates so it is easy to be deflected in case of binding between antibody and troponin. This detection is done as a preventive measure for people with heart disease. This simulation is done to know the change of deflection value which resulted from the influence of concentration and flow rate. The system used for the detection process measuring 300 m x 400 m x 200 m and microkantilever size 135 m x 50 m x 20 m. In this study the initial value of the simulated concentration is 0 mol m3 and 4,1E 7 mol m3 and flow velocity with a velocity of 0,3 m s. This simulation uses Comsol Multiphysic 5.2.
Based on the simulation results, obtained the concentration profile that flows on this system, the deflection value due to the influence of flow velocity, the deflection value due to the influence of concentration and the combined deflection value on the two independent variables. The deflection value produced at the influence of flow velocity is 0,02 m, the resulting deflection on the effect of concentration is 7,63E 23 m and the combined deflection value on the influence of the flow velocity and the concentration is 0.02 m. In dynamic mode, the frequency value generated with the mass of 5,2E 22 kg and 10,4E 22 kg yields resonance frequency values of 9,38 E10 Hz and 6,64E10 Hz.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudjo Rahasto
"ABSTRAK
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat gangguan regulasi pejamu sebagai respons terhadap infeksi. Renjatan sepsis adalah subset sepsis dengan abnormalitas sirkulasi, selular, dan metabolisme yang berkaitan dengan risiko kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menilai peran ekokardiografi, biomarker kardiovaskular, fungsi ginjal dan saturasi oksigen vena sebagai prediktor kematian pasien renjatan sepsis. Pada pemeriksaan ekokardiografi dinilai fungsi diastolik E/e rsquo;, Fraksi Ejeksi Bilik Kiri, Indeks Kardiak, TAPSE, sedangkan biomarker kardiovaskular dinilai Troponin I dan NT Pro BNP, dengan disain penelitian kohort prospektif. Tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang, Banten. Selama periode 2 tahun penelitian ada 111 pasien masuk dalam kriteria renjatan sepsis yaitu adanya infeksi, hipotensi MAP < 65 mmHg dan Laktat darah > 2 mmol/L. Pada hari pertama dan kelima dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan laboratorium darah pada semua pasien renjatan sepsis. Pada pengamatan selama 10 hari diperoleh pasien yang meninggal 64 58 dan yang hidup 47 42 . Rerata umur pasien 48 18 tahun. Analisis bivariat ditemukan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri abnormal memiliki risiko kematian 1,6 kali dibanding normal RR 1,6; p = 0,034 . Biomarker Troponin I abnormal menunjukkan risiko kematian 1,6 kali dibanding normal RR 1,6; p = 0,004 . Pasien dengan gangguan fungsi ginjal memiliki risiko kematian 1,5 kali RR 1,5; p = 0,024 . Pasien dengan Troponin I abnormal dengan atau tanpa gangguan fungsi ginjal menunjukkan peningkatan risiko kematian, demikian pula pada pasien dengan Troponin I normal yang disertai gangguan fungsi ginjal. Hasil analisis multivariat menunjukkan prediktor kematian pasien renjatan sepsis adalah kadar Troponin I dan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri RR 1,83; IK95 1,049 ? 3,215; p = 0,043 dan RR 1,99; IK95 1,009 ? 3,956; p = 0,047 Simpulan: Troponin I dan Fraksi Ejeksi Bilik Kiri merupakan prediktor kematian pasien renjatan sepsis. Kata kunci :Ekokardiografi, Kematian, NT Pro BNP, Renjatan Sepsis, Troponin I.

ABSTRACT
Sepsis is a life threatening organ dysfunction caused by host regulation disorder in response to infections. Septic shock is a subset of sepsis with circulatory, cellular, and metabolic abnormalities associated with the risk of mortality. The aim of this study is to assess the role of echocardiography, cardiovascular biomarker, renal function and oxygen vein saturation as predictors of mortality in patients with septic shock. In this study, echocardiography examination including diastolic function E e 39 , Left Ventricle Ejection Fraction LVEF , Cardiac Index CI , and TAPSE, whereas cardiovascular biomarker Troponin I and NT Pro BNP were assessed. Research design of this study is cohort perspective. The study took place in Tangerang Regional General Hospital, Banten Province. During two years of research, there were 111 patients included in septic shock category, which indicated by the presence of infections, hypotension MAP 65 mmHg and serum lactate 2 mmol L. On the first and the fifth day, examinations on echocardiography and laboratory blood test were conducted on each patient of septic shock. During ten days of observation, 64 patients died 54 and 47 patients were survived 42 . The mean age of the patients was 48 18 years old. Bivariate analysis showed abnormal LVEF had 1.6 times higher mortality risk than normal RR 1.6 p 0.034 . Abnormal Troponin I biomarker showed 1.6 higher mortality risk, compared to normal RR 1.6 p 0.004 . The patients with kidney function disorder had 1.5 times higher mortality risk RR 1.5 p 0.024 . Patients with abnormal Troponin I with or without kidney function disorder showed increase in mortality risk. Normal Troponin I with kidney function disorder also increase in mortality risk. Multivariate analysis showed Troponin I and Left Ventricular Ejection Fraction as predictors of mortality in patients with septic shock RR 1.83 CI95 1.049 3.215 p 0.043 dan RR 1.99 CI95 1.009 3.956 p 0.047 In conclusion, Troponin I biomaker and Left Ventricular Ejection Fraction are predictors of mortality in patients with septic shock. Keyword Echocardiography, Death, NT Pro BNP, Septic Shock, Troponin I "
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital dengan insidens tertinggi dan memerlukan pemantauan berkala. Pemeriksaan ekokardiografi memerlukan fasilitas dan tenaga ahli yang belum tersedia secara luas di Indonesia. Troponin I merupakan biomarker spesifik jantung yang terdeteksi pada awal terjadinya kerusakan miokardium. Data mengenai penggunaan biomarker jantung pada pasien anak dengan PJB masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar troponin I dengan parameter hemodinamik pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 53 subyek dengan PJB asianotik pirau kiri ke kanan yang berobat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai jenis PJB, ukuran defek, dan parameter hemodinamik yaitu Qp/Qs, tekanan sistolik arteri pulmoner, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Kadar troponin I dinilai melalui enzyme linked fluorescent assay (ELISA) dengan sampel darah diambil pada hari yang sama dengan ekokardiografi..
Hasil: Median usia subyek adalah 16 (3-135) bulan dengan jenis kelamin perempuan 54,7% (n=53). Diagnosis PJB terbanyak adalah ASD (45,3%), dengan proporsi terbanyak defek berukuran sedang (43,4%). Peningkatan kadar troponin I didapatkan pada 7 (13,2%) subyek. Tidak ada perbedaan bermakna kadar troponin I pada berbagai jenis PJB. Ada korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,391, p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri, sementara tidak ada korelasi bermakna dengan parameter hemodinamik lainnya

Background: Congenital heart disease (CHD) is the most frequent congenital abnormality and requires regular monitoring. Echocardiographic examination requires facilities and experts which are not widely available in Indonesia. Troponin I is a heart-specific biomarker that is detected early in myocardial damage. Data regarding the use of cardiac biomarker in pediatric CHD patients are still limited.
Objective: To determine the correlation between troponin I level and hemodynamic parameters in acyanotic CHD patients with left-to-right shunts.
Methods: A cross-sectional study of 53 subjects with left-to-right shunt acyanotic CHD as inpatient or outpatient at dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Hospital. Echocardiography was performed to assess the type and size of CHD, as weel as hemodynanic parameters (Qp/Qs, pulmonary artery systolic pressure, left ventricular ejection fraction/EF, and tricuspid annular plane systolic excursion/TAPSE). Troponin I level was determined by enzyme linked fluorescent assay (ELISA) with blood samples taken on the same day as echocardiography.
Results: The median age of the subjects was 16 (3-135) months, with 54.7% female (n=53). Most prevalent of the CHD type was ASD (45.3%), most of the defect were medium-sized (43.4%). Increased troponin I levels were found in 7 (13.2%) subjects. There was no significant difference in troponin I level in various CHD types. There was a weak negative correlation between troponin I level and EF (r=-0.391, p=0.002).
Conclusion: There was a weak negatif correlation between troponin I level and EF, while there was no significant correlation with other hemodynamic parameters.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>