Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Resinta
"Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa, sehingga harus ditangani dengan cara yang luar biasa juga. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 memberikan peran bagi Tentara Nasional Indonesia dalam penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia. Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksana dari pasal tentang pelibatan TNI tersebut masih dalam tahap penyusunan. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji peraturan tentang tindak pidana terorisme, TNI, Polri dan BNPT. Pemisahan peran dan wewenang antara TNI, Polri dan BNPT dalam penanganan tindak pidana terorisme harus jelas, begitu juga batasan tentang tindakan yang dapat dilakukan oleh TNI dalam menangani terorisme dan bentuk tindak pidana terorisme yang memerlukan keterlibatan TNI. Pelibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia akan menggunakan konsep pencegahan, penindakan dan pemulihan. Adapun peran TNI sealama ini dalam menangani tindak pidana terorisme di Indonesia merupakan tugas perbantuan kepada Polri, apabila situasi diluar kapabilitas Polri maka TNI dapat bertindak. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme merupakan leading sector dalam koordinasi antar lembaga penanggulangan terorisme di Indonesia.

Terrorism is an extraordinary crime, so it must be handled in an extraordinary way too. Law Number 5 Year 2018 provides a role for TNI in handling criminal acts of terrorism in Indonesia. The Presidential Regulation as the implementing regulation of the article on TNI involvement is still in the drafting stage. The method used is normative legal research by reviewing the regulation on criminal acts of terrorism, TNI, Polri, and BNPT. Separation of roles and authority between TNI, Polri and BNPT in handling terrorism must be clear, as well as restrictions on actions that can be taken by TNI in handling criminal acts of terrorism and forms of criminal acts of terrorism that require TNI  involvement. The involvement of TNI in handling criminal acts of terrorism in Indonesia will use the concepts of prevention, repression and recovery. As for the role of the TNI in handling criminal acts of terrorism in Indonesia at this time, it’s a duty of assistance to Polri, if the situation is beyond the capability of the Polri, TNI will act. The National Counter Terrorism Agency (BNPT) is the leading sector in coordination between counter-terrorism institutions in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Fajar Aditya
"Tesis ini membahas upaya kontra narasi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana terorisme (PTPT) sebagai upaya deradikalisasi di Indonesia. Penulis menilai bahwa PTPT mampu menjadi salah satu pegiat deradikalisasi yang kredibel mengingat mereka pernah menjadi salah satu bagian dari jejaring terorisme dan mengetahui kelemahan dari narasi yang dibangun.
Penulis akan membagi tesis ini ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) Penyampai kontra narasi yang dispesifikan kepada pelaku tindak pidana terorisme (PTPT) sebagai pegiat deradikalisasi; 2) Dekonstruksi narasi relijius yang disalahpersepsikan untuk melegitimasi kekerasan, yaitu: thâghût, takfÄ«r, hijrah, i’dad, syahîd dan jihâd; 3) Media yang digunakan oleh PTPT dalam menyampaikan konten kontra narasi.
Penulis menilai walaupun masih terdapat keterbatasan dari PTPT untuk membantu merubah pemahaman penerima manfaat deradikalisasi (PMD) hingga ke tahap pemahaman yang moderat namun PTPT masih dapat mengambil peran aktif untuk melakukan deradikalisasi. Mereka mengetahui narasi yang dipahami PMD dan konten kontra narasi yang masih berada dalam rentang penerimaan PMD. Penulis turut menganalisis bahwa media yang paling efektif untuk menyampaikan kontra narasi dilakukan melalui pertemuan secara personal di dalam lembaga pemasyarakatan/ rumah tahanan secara konsisten dibandingkan deradikalisasi melalui media online.
Penelitian dalam tesis ini bersifat kualitatif. Penulis melakukan wawancara semi-terstruktur dengan pertanyaan yang bersifat terbuka. Untuk mendukung data yang didapat dari hasil wawancara, peneliti turut merujuk berbagai sumber sekunder. Peneliti menggunakan sejumlah teori dalam penelitian ini, yaitu teori narasi, kontra narasi, deradikalisasi dan dekonstruksi.

This thesis tries to discuss the efforts of counter-narrative carried out by perpetrators of criminal acts of terrorism (PTPT) as an effort of de-radicalization in Indonesia. The author assessed that PTPT was able to become one of the credible deradicalization agents in Indonesia, considering that they had been part of a terrorist network and knew the weaknesses of the narrative that had been built even though there are limitations to achieve the ideal goal of deradicalisation to change the ideology of beneficiaries of de-radicalization to moderate level.
The author will divide this thesis into 3 (three) sections, namely: 1) Counter-narrative messenger specified to the perpetrators of criminal acts of terrorism (PTPT) as actor of deradicalization; 2) Deconstruction of religious narratives that are mispercepted to legitimize violence, namely: thâghût, takfÄ«r, hijrah, i’dad, martyrdom and jihâd; 3) Media used by PTPT in delivering counter-narrative content.
The researcher assessed that although there were still limitations of PTPT to help change the understanding of beneficiaries of deradicalisation (PMD) to the moderate level of understanding, PTPT could still take an active role in carrying out deradicalization. They know the narrative understood by PMD and counter narrative content which is still within the range of PMD acceptance. Researchers also analyzed that the most effective media for delivering counter narratives was carried out through personal meetings in prisons/ detention centers compared to online deradicalization.
The research in this thesis is qualitative research. The author conducted semi-structured interviews with open-ended questions. To support data obtained from interviews, researchers also quote from various secondary sources. The author used several theories in this study, namely the theory of narrative, counter-narrative, deradicalization, and deconstruction.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nazal Fawwaz
"Fenomena terorisme dalam satu dasawarsa terakhir telah menjadi fiturgerakan sosial yang sangat memprihatinkan di berbagai belahan duniaDeradikalisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk memutus hubunganradikal baik secara ideologis maupun tindakan kelompok radikal yangmenjadi binaan di Indonesia. Pentingnya Program DeradikalisasiNarapidana Tindak Pidana Terorisme diharapkan bisa menjadi solusi bagiindoktrinisasi narapidana tindak pidana terorisme. Penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus EksNarapidana Arief Budi Setyawan, pemilihan narasumber dengan teknikpurposive sampling. Lokasi penelitian di BNPT, Densus 88 AT, dan LapasSalemba. Hasil penelitian menunjukkan pertama, Maksud Arief Tubandalam melakukan aksi terornya adalah untuk membantu perjuanganfisabilillah melawan musuh ndash; musuh Islam diluar agama Islam, yangmemerangi umat Muslim dan juga termasuk didalamnya adalahpemerintahan Indonesia yang sah. Kedua, Proses deradikalisasi yangdilakukan terhadap Arif Tuban dimulai dari awal proses penyidikan yangdilakukan oleh pihak Detasemen Khusus 88 Anti Teror, pentingnya 7x24jam masa penangkapan, proses penuntutan dan peradilan sampai di LapasSalemba dan Ketiga, Dampak program deradikalisasi terhadap Arief BudiSetyawan ini meliputi aspek sosial kemasyarakatan dengan adanya interaksisosial dengan pihak ndash; pihak lain, aspek ideologi berbangsa dan bernegarayang ditemukan masih adanya pola pikir dan ideologi yang cukup militant,aspek ekonomi dan kemandirian.

Implementation of deradicalized programs on napi ex criminal action of terrorism case study ex Prisoner Arief Budi Setyawan. The phenomenon of the emergenceof terrorism in the last decade has been a feature of social movements that arevery apprehensive in various parts of the world. Deradicalization is an attemptmade to break the radical relations both ideologically and the actions of radicalgroups that were built in Indonesia. The Importance of the Program for theDeradicalization of Prisoners of Criminal Acts of Terrorism is expected to be asolution for the indoctrination of inmates of criminal acts of terrorism. Thisresearch uses descriptive qualitative approach with case study of Ex PrisonerArief Budi Setyawan, selection of resource by purposive sampling technique.Research location in BNPT, Densus 88 AT, and Salemba Prison. The results showthat first, Arief Tuban 39 s intention in doing the terror act is to help the fisabilillahstruggle against the enemies of Islam outside of Islam, which are fighting theMuslims and also includes the legitimate Indonesian government. Second,Implementation of deradicalization process carried out on Arif Tuban is startedfrom the beginning of the investigation process conducted by the SpecialDetachment 88 Anti Terror, the importance of 7x24 hours of arrest, prosecutionand judicial process until inside Panitentiary of Salemba and Third, the impact ofderadicalization program given to Arief Budi Setyawan this includes socialaspects with the social interaction with other parties, the aspect of the ideology ofthe nation and the state that found still the mindset and ideology that is quitemilitant, the economic aspect and independencenapi arief budi setyawan."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidajaya Barus
"Pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme merupakan sebuah bahasan yang sangat jarang untuk dibicarakan khalayak umum. Pembahasan mengenai pengelolaan aset ini patut menjadi perhatian oleh pemerintah, karena Indonesia secara keseluruhan masih menjadi sarang atau tempat berkumpulnya organisasi teroris dan operasi terorisme. Pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme ini dapat menjadi sumber daya yang berharga bagi negara untuk melawan tindak pidana terorisme dengan melakukan penelusuran mengenai mekanisme aset tersebut memiliki keterkaitan dengan tindak pidana terorisme. Pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme ini secara tersirat juga menjadi alat bagi negara untuk membantu memulihkan keadaan yang sudah dirusak oleh tindak pidana terorisme. Dalam melaksanakan pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme. Terdapat beberapa hal yang wajib diketahui sebelum melakukan pengelolaan aset rampasan. Hal yang wajib diketahui adalah bagaimana cara mengetahui aset rampasan tersebut terkait dengan tindak pidana terorisme. Urgensi untuk mengetahui bahwa aset rampasan tersebut terkait dengan tindak pidana terorisme adalah untuk mengetahui langkah apa yang akan dilakukan pemerintah dalam hal mengelola aset yang sudah dirampas tersebut. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai peraturan yang terdapat Indonesia dan juga pada dunia Internasional mengenai pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme. Beberapa peraturan yang akan dituliskan ini akan dijelaskan secara jelas dan rinci, karena sering terjadi kesalahan penerapan peraturan dan kewenangan antar lembaga dan institusi negara. Terakhir, pembahasan yang akan dibawa adalah tentang peran PPATK dalam pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme.  Peran PPATK akan menjadi vital dalam pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Penelitian ini juga akan membahas mengenai bentuk kolaboratif dan tingkat efektivitas yang dipunyai oleh PPATK dalam melaksakan pengelolaan aset rampasan tindak pidana terorisme di Indonesia.

The management of confiscated assets in terrorism criminal acts in Indonesia is a topic that is rarely discussed by the general public. The discussion on the management of these assets deserves the attention of the government, as Indonesia continues to be a breeding ground or gathering place for terrorist organizations and operations. The management of confiscated assets in terrorism criminal acts can be a valuable resource for the country to combat terrorism by tracing the mechanisms through which these assets are linked to terrorism criminal acts. Implicitly, the management of confiscated assets in terrorism criminal acts also serves as a tool for the state to help restore the damage caused by terrorist activities. In carrying out the management of confiscated assets in terrorism criminal acts, there are several important factors that need to be known before proceeding with asset management. One crucial aspect to be aware of is how to determine the connection between the confiscated assets and terrorism criminal acts. Understanding whether the confiscated assets are related to terrorist activities is essential to determine the government's course of action in managing the seized assets. Furthermore, the regulations in Indonesia and the international community regarding the management of confiscated assets in terrorism criminal acts will be explained. These regulations will be discussed in a clear and detailed manner, as there are often errors in the implementation of regulations and the delineation of authority between government agencies and institutions. Lastly, the role of the Financial Transaction Reports and Analysis Centre (PPATK) in the management of confiscated assets in terrorism criminal acts will be addressed. The role of PPATK is vital in managing the confiscated assets in accordance with its functions and authorities. This research will also explore the collaborative efforts and effectiveness levels demonstrated by PPATK in implementing the management of confiscated assets in terrorism criminal acts in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library