Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tidak ada korelasi yang signifikan antara skor MMSE dan kadar testosteron (r=0,038). Penelitian ini menunjukkan bahwa pada laki-laki berusia 50 tahun ke atas dengan keluhan penurunan kognitif memiliki penurunan skor MMSE tetapi memiliki kadar testoteron dalam batas yang normal. Tidak ditemukan adanya korelasi antara skor MMSE dan kadar testosteron, hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar pasien telah memiliki kadar testosteron yang rendah."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Morgentaler, Abraham
New York: McGraw-Hill, 2009
612.61 MOR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Susbantarsih
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Hormon steroid telah lama digunakan sebagai alat kontrasepsi pada wanita. Didasarkan pada keberhasilan penggunaan hormon ini pada wanita, maka sekarang sedang dikembangkan untuk digunakan pada pria. Akan tetapi, dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan hormon steroid khususnya progestogen pada wanita dapat meningkatkan produksi radikal bebas di dalam tubuh. Diduga penggunaan hormon steroid pada pria, juga akan meningkatkan radikal bebas. Bila terjadi peningkatan radikal bebas, diharapkan pemberian vitamin E sebagai antioksidan dapat mencegah peningkatan radikal bebas tersebut. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan menggunakan model hewan coba yaitu tikus jantan. Untuk penentuan radikal bebas, parameter yang diukur adalah kadar peroksida lipid secara spektrofotometris pada panjang gelombang 531 rim, dan kadar glutation pada panjang gelombang 412 am. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam anova dua faktorial, sebelumnya data diuji normalitasnya dan homogenitasnya.
Hasil dan kesimpulan : Penyuntikan kombinasi hormon TE & DMPA pada tikus jantan tidak meningkatkan kadar peroksida lipid plasma darah (P>0,05). Pemberian vitamin E pada tikus jantan yang disuntik kombinasi hormon TE & DMPA, tidak menurunkan kadar peroksida lipid plasma darah (P>0,05). Pemberian vitamin E pada tikus jantan yang disuntik kombinasi hormon TE & DMPA, dapat mempertahankan kadar GSH plasma darah (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin E pada tikus jantan yang disuntik dengan kombinasi hormon TE & DMPA, tidak berpengaruh terhadap kadar peroksida lipid tetapi dapat mempertahankan kadar glutation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza
"Dalam masyarakat, sebagian pria beranggapan kontrasepsi urusan kaum wanita. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat, karena pembuahan adalah pertemuan antara sel telur yang berasal dari wanita dan sel sperma berasal dari pria. Jadi kalau kita berikhtiar hanya menghambat pematangan sel telur, ini berarti kita mengabaikan peranan sel sperma yang juga mempunyai andil setara dalam hal terjadinya pembuahan.
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli di bidang Andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar aman, efektif dan bersifat reversibel. Usaha tersebut didorong oleh kesadaran penuh akan pertambahan jumlah populasi manusia di dunia (Tadjudin, 1986).
Secara garis besar pelaksanaan Keluarga Berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat Keluarga Berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam Keluarga Berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir (Afandi, 1987).
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Hormon atau anti hormon yang dapat menggangu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan Keluarga Berencana pada pria (Tadjudin,1986). Obat-obat tersebut dapat bekerja di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan Keluarga Berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku kejantanan (Moeloek,1987). Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi "Gonadotropin Releasing Hormone" (GnRH), pada tingkat hipofisis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jangkrik sangat berguna sebagai bahan makanan karena memiliki kandungan
protein yang tinggi. Sebagai obat tradisional jangkrik kalung (Gryllus testaceus.
Walk) dapat dibuat untuk meningkatkan gairah seks karena mengandung
hormon testosteron. Pada penelitian ini ekstrak jangkrik kalung (Gryllus
testaceus. Walk) diformulasikan menjadi sediaan granul effervescent
menggunakan metode peleburan. Serbuk simplisia diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut metanol absolut. Serbuk ekstrak kering dibuat
dengan menambahkan maltodekstrin pada ekstrak kental jangkrik kalung
dengan perbandingan 1:1,5. Granul effervescent dibuat dalam 3 formula
dengan penambahan effervesnet mix yang terdiri dari asam sitrat, asam tartrat
dan natrium bikarbonat dengan berbagai perbandingan. Campuran ekstrak
kering dan effervescent dikeringkan dalam oven dengan suhu 50o C. Granul
effervescent dievaluasi berdasarkan waktu larut, laju alir, sudut diam, kadar air
dan pH. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil ketiga formula memenuhi
syarat-syarat granul effervescent."
Universitas Indonesia, 2007
S32588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Basukarno
"Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Testosteron merupakan hormon penting untuk spermatogenesis. Peningkatan FSH serum dan penurunan testosteron berhubungan dengan spermatogenesis abnormal. Azoospermia dapat diklasifikasikan sebagai azoospermia obstruktif dan nonobstruktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai batas untuk pemeriksaan testosteron dan FSH dalam memprediksi azoospermia obstruktif dan non-obstruktif. Dari 1.064 pasien, 120 pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Terdapat 66,7% pada kelompok obstruktif dengan 33,3% pada kelompok non-obstruktif. Tidak ada perbedaan dalam hal usia (36,83 vs 36,62 tahun). Testosteron adalah 405.54 ± 186.14 ng/dL vs 298.84 ± 161.45 ng/dL (p = 0.002) sedangkan FSH adalah 8,53 ± 8,43 mIU/mL vs 20,12 ± 11,89 mIU / mL (p <0,001) untuk azoospermia obstruktif dan non-obstruktif masing-masing. Rata-rata testis 17,74 ± 4,03 cc dan 17,50 ± 4,23 cc sedangkan pada kelompok non obstruktif masing-masing 12,97 ± 5,18 cc dan 13,37 ± 5,31 cc untuk testis kiri dan kanan. Nilai FSH diatas 10,36 mIU/mL mempunyai sensitivitas 82,1% dan spesifisitas 79,5% untuk memprediksi azoospermia non obstruktif. Sayangnya, Testosteron tidak dapat digunakan untuk memprediksi klasifikasi azoospermia. Azoospermia obstruktif dan non-obstruktif dapat diprediksi menggunakan FSH tetapi tidak dengan kadar serum testosteron. Populasi testosteron yang lebih tinggi harus digunakan untuk studi lebih lanjut.

Follicle-stimulating hormone (FSH) and Testosterone are important for spermatogenesis. Increased serum FSH and decreased testosterone are related to abnormal spermatogenesis. Azoospermia can be classified as obstructive and nonobstructive azoospermia. This study aims to discover cut-off value of Testosterone and FSH in predicting obstructive and non-obstructive azoospermia. From 1064 patients, 120 fulfilled inclusion and exclusion criteria. There were 66.7% in obstructive with 33.3% in non-obstructive group. No difference in terms of age (36,83 vs 36,62 y.o). Testosterone were 405.54 ± 186.14 ng/dL vs 298.84 ± 161.45 ng/dL (p = 0.002) while FSH was 8,53 ± 8,43 mIU/mL vs 20,12 ± 11,89 mIU/mL (p < 0.001) for obstructive and non-obstructive azoospermia respectively. Average testicular were 17.74 ± 4.03 cc and 17.50 ± 4.23 cc while in non-obstructive group are 12.97 ± 5.18 cc and 13.37 ± 5.31 cc for right and left testis respectively. FSH value above 10.36 mIU/mL has sensitivity 82.1% and specificity 79.5% for predicting non-obstructive azoospermia. Unfortunately, Testosterone could not be used in predicting azoospermia classification. Obstructive and non-obstructive azoospermia could be predicted using FSH but not testosterone serum level. Higher testosterone population should be used for further study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Roselina Panghiyangani
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Kombinasi hormon steroid TE dan DMPA sedang dikembangkan untuk digunakan sebagai alat kontrasepsi bagi pria. Dari hasil penelitian dilaporkan penggunaan hormon steroid khususnya progestogen pada wanita dapat menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas. Didasarkan pada penelitian tersebut, maka diduga penyuntikan hormon steroid pada pria, juga akan meningkatkan radikal bebas. Jika terjadi peningkatan radikal bebas, maka pemberian vitamin C sebagai antioksidan, diharapkan dapat mencegah peningkatan radikal bebas tersebut. Untuk membuktikan hal itu, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan tikus jantan strain SD sebagai hewan model. Konsentrasi radikal bebas ditentukan dengan mengukur konsentrasi peroksida lipid dalam plasma darah, yang ditunjang dengan pengukuran konsentrasi GSH. Konsentrasi peroksida lipid diukur dengan spektro-fotometer pada panjang gelombang 530 nm, GSH diukur pada panjang gelombang 412 nm. Data yang didapat, diuji norrnalitas dan homogenitasnya kemudian dilakukan uji sidik ragam dengan anova dua faktorial.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: Penyuntikan kombinasi hormon TE dan DMPA pada tikus jantan strain SD (1) tidak menyebabkan peningkatan konsentrasi peroksida lipid dalam plasma darah (P>0,05). Pemberian vitamin C pada tikus jantan yang disuntik TE dan DMPA (1) tidak menurunkan konsentrasi peroksida lipid dalam plasma darah (P>0,05), (2) mempertahankan konsentrasi GSH dalam plasma darah (P>0,05). Dari basil ini dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin C pada tikus jantan strain SD yang disuntik kombinasi hormon TE dan DMPA tidak berpengaruh terhadap konsentrasi peroksida lipid dan glutation dalam plasma darah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Parwanto
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dewasa ini kontrasepsi hormon pada wanita sudah sangat banyak dan penelitian pada pria juga mulai banyak dikambangkan. Perlu dikembangkan metoda kontrasapsi hormon pada pria yang mamenuhi syarat ideal, yaitu: aman, efektif, reversibel dan dapat diterima oleh masyarakat. Metoda kontrasepsl hormon pada pria diudukan pada penekanan spermatogenesis melalui pores hipotalamus - hipofis - testis. Testosteroan enantat (TE) dapat menekan gonadotropin sehingga menurunkan produksi spermatozoa. Depot medroksi progesteron asetat (DMPA) juga dapat menekan gonadotropin dan sudah lama digunakan untuk kontrasepsi wanita. Kombinasl TE + DMPA lebih efektif dalam menekan spermatogenesis dibanding TE saja. TE termasuk androgen dan DMPA termasuk progasteron, keduanya adalah steroid. Penggunaan androgen untuk kontrasepsi dapat menimbulkan masalah metabolisme, misalnya abnonualitas lipid/lipoprotein. Androgen mempengaruhi metabolisme lipoprotein, antara lain meningkatkan lipase lipoprotein (LLP) dan lipase trigliserida hati (LTH). Peningkatan LLP dan LTH menghasilkan peningkatan trigliserida (FG) dalam jaringan adiposa dan menurunnya high dentity lipoprotein (HDL) dalam sirkulasi plasma. Penggunaan DMPA tidak meningkatkan resiko penyakit arteria koronaria. Diduga penggunaan TE + DMPA untuk kontrasepsi pria tidak mempangaruhi profil lipid. Profil lipid tersebut meliputi trigliserida (TG), kolasterol total (KT), kolasterol Low Dentity Lipoprotein (K-LDL) den kolesterol high dentity lipoprotein (K-HDL). Untuk ini telah dilakuken penelitian pada 20 orang pria normal yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 10 orang. Kelompok I disuntik TE + DMPA dosis rendah (TE 100 mg + DMPA 100 mg) den kelompok II disuntik TE + DMPA dosis tinggi (FE 250 mg + DMPA 200 mg). Panyuntikan dilakukan setiap bulan selama satu tahun. Pengukuran profil lipid dilakukan setiap tiga bulan. Parameter yang diukur yaitu: TG, KT, K LDL dan E-HDL.
Hasil dan Kesimpulan: Penyuntikan TE + DMPA pada kelompok I dan II menyebabkan perubahan tidak bermakna atau tidak mempengaruhi kadar TG, KT, KLDL dan K-HDL (p > 0,05). Oleh karena itu semua hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil uji regresi polinominal orthogonal menunjukkan kadar TG pada kelompok I cenderung meningkat bermakna secara linier, kelompok II cenderung mendatar. kadar KT dan K-LDL kedua kelompok cenderung mendatar. Kadar. K-HDL pada kelompok I cenderung mendatar, kelompok II cenderung berubah bermakna secara kuartik. Jadi TE + DMPA dosis rendah dan dosis tinggi untuk kontrasepsi hormon pria cukup aman selama 12 bulan ditinjau dari profil lipid.

ABSTRACT
Scope and Methods of study : Recently, methods of hormonal contraception for women is common, and research for men is developed. The ideal prerequisite hormonal contraceptive development for men, are: safe, effective, reversible and is acceptable. Method; of hormonal contraception for men have, therefore, centered on attempts to suppress spermatogenesis' through suds hypothalamus - bypophyils - testis. TE suppression or gonadotropin, so must reduce the production or speimsteaoa. DMPA can also suppression of gonadotropln and is commonly used for the contraception for women. The combination TE + DMPA would suppress spermatogenesis more effectivelly than TE alone. TE belongs to androgen and DMPA belongs to progesterone, both are steroid. The use of androgen in contraception can Induce metabolism problem, such as lipid/lipoprotein abnormality. Androgen influences lipoprotein metabolism, such as increase lipase lipoprotein (LPL) and hepatic trlglycerida lipase (HTGL). The increase of LLP and ETOL stimulates the Increase of TG In adipocytes and decrease HDL levels in the circulation. The long-term DMPA for women did not cause any abnormality In serum lipids. In this present study, we tested the hypothesis that the suppression of TE + DMPA to spermatogenesis no significant changes of lipid profile. For this, a research has been made on 20 normal men was divided into 2 groups with 10 person respectively. Group I was injected of TE + DMPA low dome (PE 100 mg + DMPA 100 mg) and group II was injected of TE + DMPA high dose (TE 250 mg + DMPA 200 mg). The injection is carried out once a month in one year. The measurement of lipid profile is taken for quarterly. The parameters measured are: TO, TC, LDL-C and HDL-C.
Result and Conclusion: The injection of TE + DMPA to group I and If causes no significant changes or does not Influence the TO, TC, LDL-C and BDL-C levels (p > 0.05). In this case all of the hypotheses of this research are accepted. The evaluation or polynomial orthogonal regresion shows that the TG levels In group I tends to significant increase linearly and it shows horizontally in group It. TC and LEL-C levels In both groups tends to be horizontal. HDL-C levels in group I tends to be horizontal, whereas in group U tends to significant change in quartic mariner. Based on the lipid profile, so monthly injection of TE + DMPA low dose and high dose are safe during 12 months for hormonal contraception for men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Kusumawardhani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis konsentrasi pajanan personal debu PM2.5 dan kadar testosteron dalam darah pada petugas uji mekanik di Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor Unit Pulo Gadung tahun 2015. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan mengukur konsentrasi pajanan debu PM2,5 yang dilakukan melalui pengukuran personal sampling dengan menggunakan alat Leland Legacy Pump dan Sioutas Cascade Impactor kepada 12 petugas uji mekanik, serta kadar testosteron dalam darah petugas didapatkan dari hasil analisis sampel darah petugas dengan menggunakan metode electrochemiluminescent immunoassay (ECLIA). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsentrasi pajanan personal PM2.5 selama pekerja pada periode penelitian yang diterima oleh petugas uji mekanik PKB unit Pulo Gadung adalah sebesar 354,123 μg/m3 dan rata-rata kadar testoteron pada petugas uji mekanik PKB unit Pulo Gadung adalah 445,04 ng/dl.

This study aimed to measure and analyze personal exposure concentrations of PM2,5 and testosteron level in blood on mechanic in Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) unit Pulo Gadung in 2015. This research is using quantitive descriptive study by measuring the concentration of PM2,5 through personal sampling measurement by using Leland Legacy Pump and Sioutas Cascade Impactor to 12 mechanics and levels of testosteron in blood obtained from analyze mechanics's blood samples using electrochemiluminescent immunoassay (ECLIA). The result showed the average personal exposure concentrations of PM2.5 in the study period received by the clerk of mechanical testing amounted to 354,123 μg/m3 and the average levels of testosteron in blood on mechanics is 445,04 ng/dl."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>