Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Wahyuni
"Insidensi TB di Indonesia menempati urutan kedua terbesar di dunia tahun 2016. Buruknya, sebagian besar provinsi di Indonesia masih belum bisa mencapai target keberhasilan pengobatan tahun 2016, salah satunya DKI Jakarta. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya jumlah putus pengobatan (default treatment). Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk yaitu peningkatan kasus TB MDR. Oleh karena itu faktor yang berhubungan dengan kejadian putus pengobatan perlu identifikasi, namun faktornya bervariasi di berbagai tempat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian putus pengobatan pada pasien TB MDR di RSUP Persahabatan tahun 2016-2018. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang menggunakan rekam medis dan wawancara 60 subjek.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi TB MDR dengan riwayat putus pengobatan di RSUP Persahabatan tahun 2016-2018 adalah 16,9%. Berdasarkan analisis bivariat, faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan putus pengobatan adalah perilaku merokok (p=0,008). Melalui analisis multivariat diketahui bahwa hanya perokok sedang yang berhubungan dengan putus pengobatan (p = 0,035, OR = 4,364; KI95% = 1,112-17,128). Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa perokok sedang merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian putus pengobatan TB pada pasien TB MDR.

TB incidence of Indonesia ranks the second largest in the world in 2016. Poorly, most provinces in Indonesia still cannot reach the target of successful TB treatment in 2016, one of which is DKI Jakarta. This can be caused by the large number of dropouts (treatment default). This finding is worrisome, individuals who default from tuberculosis (TB) treatment experience an increased risk of multi drugs resistance tuberculosis cases. Therefore it is important to identify local risk factors for default and for further research to demonstrate the best programme models for reducing default.
This study aims to determine the factors associated with default from TB treatment in multi drugs resistance tuberculosis patients in RSUP Persahabatan in 2016-2018. The study was conducted with a cross-sectional design using medical records and 60 tuberculosis patients were interviewed.
The results showed the prevalence of multi drugs resistance tuberculosis with a history of default tb treatment at RSUP Persahabatan in 2016-2018 is 16.9%. Based on bivariate analysis, significant factor associated with default for drug-sensitive TB programmes is smoking behavior (p = 0.008). In multivariate logistic regression, it was found that only moderate smokers were associated with default from treatment (p = 0.035, OR = 4.364; CI95% = 1.112-17.128). From these results it was concluded that moderate smokers were a factor identified to be associated with treatment default in multi drugs resistance tuberculosis patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Farihatun
"ABSTRAK
Prevalensi DO pada pasien TB MDR terus meningkat setiap tahunnya di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian DO pada pasien TB MDR di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011-2015 berdasarkan faktor risiko umur, jenis kelamin, status HIV, masa pengobatan, kepatuhan berdasarkan tipe pasien, riwayat pengobatan TB sebelumnya, dan jumlah resistansi OAT. Data yang digunakan adalah data sekunder data register kohort e-TB Manager dengan jumlah sampel sebanyak 516 pasien. Desain penelitian studi kuantitatif observational cross sectional. Prevalensi DO pasien TB MDR pada penelitian ini 44.6 yang merupakan prevalensi kasar. Tren prevalensi DO pada penelitian ini cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga 2015 dan selalu melebihi angka 10 setiap tahunnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk dapat mengurangi jumlah kasus DO pada pasien TB MDR. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan program P2TB yang lebih baik dan tepat sasaran.

ABSTRACT
The prevalence of DO among MDR TB patients increases every year in DKI Jakarta Province. This research aims to analyse DO among MDR TB patients in DKI Jakarta Province in 2011 2015 based on risk factors of age, sex, HIV status, treatment periode, adherence based on type of patients, history of TB treatment, and number of OAT resistance. The data used is secondary data cohort registration e TB Manager with sample of 516 patients. The design study is an observational cross sectional quantitative study. The crude prevalence of DO among MDR TB patients was 44.6. Prevalence tren of DO among MDR TB increases since 2011 untill 2015 and always more than 10 in every year. Therefore, it is necessary efforts that can decrease DO cases among MDR TB patients. This study expected to be a reference for DKI Jakarta Province Health Office in implement P2TB Program and reach target precisely. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Naura Irbah
"Latar Belakang: Anemia diketahui sebagai salah satu komplikasi pada penyakit TB. Konsentrasi hemoglobin yang rendah diasosiasikan dengan keterlambatan waktu konversi kultur sputum pada pasien TB namun hubungannya pada pasien TB MDR masih belum diketahui. Konversi kultur sputum pasien TB MDR dari positif menjadi negatif merupakan prediktor utama indicator keberhasilan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi anemia pada pasien TB MDR dapat memperlambat waku konversi sputum.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif dengan metode total sampling untuk memperoleh data pemeriksaan hematologis, status klinis, dan status demografis dari rekam medis pasien TB MDR di RSUP Persahabatan selama tahun 2016. Data mengenai waktu konversi sputum diperoleh dari database online Indonesia, e-TB-Manager, di bawah pengawasan pihak yang berwenang di RSUP Persahabatan.
Hasil: Dari seluruh 363 rekam medis, terdapat 201 data yang memenuhi kriteria inklusi dengan keterangan sebanyak 83/118 41.3 mengalami anemia. Analisis data dengan uji kesintasan menunjukkan bahwa status anemia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterlambatan konversi sputum, sedangkan klasifikasi dan jenis anemia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses konversi sputum.
Kesimpulan: Kondisi anemia meningkatkan risiko konversi sputum yang lebih lama pada pasien TB MDR dibandingkan dengan pasien tanpa diserta anemia. Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan status gizi dan profil hematologis pada pasien TB MDR yang disertai dengan anemia.

Background: Anemia was known to be the complication of Tuberculosis TB . Low hemoglobin concentration was associated with prolonged time of culture sputum conversion in TB but the association in MDR TB is still unknown. Sputum culture conversion in MDR TB was the main predictor of successful therapy outcome. This study aims to understand whether anemia amongs MDR TB patients could prolong the time for sputum conversion.
Method: This retrospective cohort study used total sampling method to obtain hematological laboratory data, clinical status, and demographic status from medical records of MDR TB patients in Persahabatan Hospital during the year of 2016. The time of sputum conversion was obtained from Indonesian online database e TB Manager under supervision of Persahabatan Hospital authorized staffs.
Result: Of the 363 medical records within a year, only 201 datas fitted into inclusion criteria in which 83 of 118 MDR TB patients 41.3 have anemia. Survival analysis rate showed a significant rate difference in conversion time based on the anemic status. However, there is no significant relation of classification and types of anemia towards the conversion time.
Conclusion: Anemia increased the risk of prolonged time in spuum conversion in MDR TB patients compared to those without anemia. Therefore, there should be an effort in improving the nutritional status and hematological profile in MDRt TB patients with anemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Virgiani
"TB MDR merupakan masalah yang lebih sulit ditanggulangi dibandingkan dengan TB biasa, hal ini karena pengobatan menjadi lebih lama, lebih mahal dan tingkat keberhasilan pengobatan yang masih kurang. Kasus TB MDR di Kota Sukabumi pertama kali dilaporkan tahun 2012. Selama 5 tahun terakhir jumlah kasus TB MDR yang dilaporkan sebanyak 45 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian TB MDR di Kota Sukabumi tahun 2012 - 2017. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan kasus adalah penderita TB MDR dan control adalah penderita TB BTA (+). Sampel sebesar 45 orang perkelompok diambil dari buku register TB dari tahun 2012 - 2017. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa PMO (p=0.04), riwayat pengobatan TB dengan relaps (p=0,013),  riwayat pengobatan TB dengan gagal (p<0,001) dan fasyankes DOTS (p=0,04) berhubungan dengan kejadian TB MDR. Untuk mencegah terjadinya TB MDR Dinas kesehatan Kota Sukabumi harus melakukan tindakan pencegahan baik dengan sosialisasi dan penyuluhan pada masyarakat, pengadaan pelatihan pada petugas kesehatan yang dipelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, melakukan monitoring dan evaluasi program TB secara berkelanjutan pada semua pelayanan kesehatan.  Selain itu dinas harus mendorong petugas kesehatan yang ada di Puskesmas untuk memantau faktor risiko TB MDR.

MDR TB is a more difficult problem than TB, because MDR TB had longer treatment, more expensive treatment and less successful treatment.
In Sukabumi, the first case of MDR TB found in 2012, in the last 5 years found cases of MDR as many as 45 cases.
This research aims to find the risk factors of MDR TB in Sukabumi City at 2012 -2017.
This research used case control study design with cases is TB MDR and control is TB BTA (+) .
Number of samples 45 respondents for each group from register TB book. The results its PMO (p = 0.04), a history of relapse treatment (p = 0.013),  a history of failed treatment (p <0.005) and DOTS (p = 0,04) association with  MDR TB.
To preventif  MDR TB the Dinas Kesehatan always to conduct prevention efforts both with counseling for community, provision of training for health worker, monitoring and evaluation of sustainable TB program for health service.
Dinas Kesehatan has support Puskesmas to observed risk factors of MDR TB.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerfitri
"ABSTRAK
Tingginya angka insidens TB MDR di Indonesia, dibarengi dengan tingginya tingkatLost to Follow-up LTFU pada pengobatan pasien TB MDR. Pasien TB resisten obatmemiliki kemungkinan LTFU lebih besar dibandingkan pasien TB sensitif obatdikarenakan durasi pengobatan yang lebih lama. Selain itu, pasien TB MDR yang tidakmelanjutkan pengobatannya sampai tuntas memiliki peningkatan risiko kematian akibatTB. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rujuk balik dan tipe pasien terhadapkejadian LTFU pada pasien Multidrug-Resistant Tuberculosis TB MDR di Indonesia.Studi dilakukan pada Mei-Juni 2018 di Subdit TB ndash; Direktorat P2PML, Ditjen P2PKementerian Kesehatan RI. Desain studi yang digunakan adalah desain studi kohortretrospektif. Jumlah sampel pada studi ini adalah 961 pasien. Sampel diambil secaratotal sampling. Berdasarkan status rujuk baliknya, 86,3 pasien dilakukan rujuk balikdan 13,97 pasien tidak dirujuk balik. Berdasarkan kategori tipe pasien, 35,17 kasuskambuh, 5,52 pasien baru, 13,94 pasien pernah LTFU, 23,10 kasus gagalpengobatan kategori 1, 20,29 kasus gagal pengobatan kategori 2, 1,9 lain-lain pasien tidak diketahui riwayat pengobatan TB sebelumnya . Dari studi ini, diketahuibahwa proporsi kejadian LTFU sebesar 28,40 dengan kumulatif hazard LTFU sebesarsebesar 1,12 selama 39 bulan pengamatan, sehingga didapatkan hazard rate sebesar2,88/100 orang-bulan. Hasil analisis multivariabel dengan regresi cox time-dependentmenunjukkan bahwa rujuk balik menurunkan peluang terjadinya LTFU sebesar 46 HR 0,54; 95 CI 0,35-0,84 pada kondisi variabel tipe pasien dan umur sama adjusted . Untuk tipe pasien, tipe pernah LTFU, gagal pengobatan kategori 2 dan tidakdiketahui riwayat pengobatan TB sebelumnya meningkatkan peluang terjadinya LTFUmasing-masing sebesar 50 HR 2,02; 95 CI 1,18-3,45 , 53 HR 2,13; 95 CI1,240-3,66 , dan 74 HR 3,80; 95 CI 1,54-9,36 dibandingkan dengan tipe pasienkambuh baseline pada kondisi variabel rujuk balik, jenis kelamin, dan umur sama adjusted . Pada laki-laki, efek tipe gagal pengobatan kategori 2 lebih rendah 0,26 kalidibandingkan dengan pasien wanita dengan tipe gagal pengobatan kategori 2. Petugaskesehatan perlu meluangkan waktu yang lebih banyak untuk memberikan komunikasi,informasi, dan edukasi mengenai pengobatan TB serta mengenai manfaat rujuk balikkepada pasien TB MDR. Risiko LTFU meningkat pada pasien yang bertipe pernahLTFU, gagal pengobatan kategori 2, dan tidak diketahui riwayat pengobatan TBsebelumnya dibandingkan pasien dengan tipe kambuh, karena tipe kambuh sudah terujikepatuhannya terhadap pengobatan sebelumnya. Perlunya skrinning tipe pasien denganbaik untuk mengidentifikasi risiko LTFU berdasarkan tipe pasien sejak awal pasienmemulai pengobatan.Kata kunci: LTFU, rujuk balik, tipe pasien, TB MDR

ABSTRACT
The high incidence rate of MDR TB in Indonesia is accompanied by high rate of lost tofollow up LTFU in the treatment of MDR TB patients. Drug resistant TB patients havea greater risk of LTFU than drug sensitive TB patients due to longer treatmentduration. In addition, MDR TB patients who did not continue treatment completely hadan increased risk of dying from TB. The aims of this study were to determine thedecentralization influence and patient type on the incidence of LTFU in Multidrug Resistant Tuberculosis MDR TB patients in Indonesia. This study was conducted inMay June 2018 at Subdirectorate of TB Directorate of Prevention and CommunicableDisease Control, Directorate General of Prevention and Disease Control Ministry ofHealth of the Republic of Indonesia. The study design was retrospective cohort. Thenumber of samples in this study was 961 patients. Samples were taken in total sampling.Based on the decentralization status, 86.3 of patients were decentralized. Based onthe type of patient category, 35.17 of relapse, 5.52 of new, 13.94 of after LTFU,23.10 of failure category 1, 20.29 of failure category 2, 1.9 of other patients unknown history of previous TB treatment . The proportion of incidence of LTFU is28.40 with cumulative hazard of LTFU equal to 1.12 during 39 months ofobservation, so hazard rate is 2.88 100 person month. In multivariable analysis withcox regression time dependent revealed that decentralization reduced the probability ofLTFU up to 46 HR 0.54, 95 CI 0.35 0.84 after controlled by type of patient andage. For patient type, treatment after LTFU, failure category 2 and unknown history ofprevious TB treatment increased the probability of LTFU by 50 HR 2,02 95 CI1,18 3,45 , 53 HR 2,13 95 CI 1,240 3,66 , and 74 HR 3,80 95 CI 1,54 9,36 consecutively compared with the type of relapse patients baseline after controlled bythe decentralization, gender, and age. In male patients with failure treatment category2, the effect was 0.26 times lower compared with failure category 2 in female patients.Health workers need to spend more time in communicating, informing and educatingabout TB treatment and the benefits of decentralization to MDR TB patients. The risk ofLTFU increased in type of patient after LTFU, treatment failure category 2, andunknown history of previous TB treatment compared with patients with relapse types.The need for good patient type screening to identify the risk of LTFU by type of patientfrom the initial of treatment.Keywords LTFU, decentralization, type of patient, MDR TB"
2018
T49937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Puji Pratiwi
"Malnutrisi meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan kematian pada penderita TB-MDR. Oleh karena itu, deteksi malnutrisi secara cepat dan tepat sangat diperlukan dalam penatalaksanaan TB-MDR. Salah satu alat skrining status gizi yang cepat dan sederhana adalah Malnutrition Screening Tool MST. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan menggunakan MST dan bacterial load pada penderita TB-MDR. Studi cross sectional ini dilaksanakan di RSUP Persahabatan Jakarta pada bulan Juni-Oktober 2017 dengan subjek sebanyak 81 penderita TB-MDR yang belum mendapatkan pengobatan TB-MDR. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, pengukuran antropometri, dan pemeriksaan laboratorium. Dari 81 subjek, 54 subjek berisiko malnutrisi dan 47 subjek mempunyai IMT kurang dari 18 kg/m2. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara MST dan bacterial load pada penderita TB-MDR p=0,923. Walaupun begitu, perbedaan proporsi bacterial load positif antara kelompok berisiko dan tidak berisiko malnutrisi mencapai 11,2. Selain itu, pada kelompok berisiko malnutrisi, bacterial load cenderung positif.

Malnutrition in patients with MDR TB may increase the risk of treatment failure and death. Therefore, rapid and precise malnutrition detection is essential in the management of MDR TB. One of the fastest and simplest nutritional screening tools is the Malnutrition Screening Tool MST. This study aims to determine the association between nutritional status using MST and bacterial load in patients with MDR TB. This cross sectional study was conducted in RSUP Persahabatan Jakarta in June October 2017 with the subject of 81 MDR TB patients who had not received MDR TB treatment. Data were collected using questionnaires, anthropometric measurements, and laboratory examination. Of 81 subjects, 54 subjects at risk of malnutrition and 47 subjects have BMI less than 18 kg m2. Bivariate analysis showed that there is no association between MST and bacterial load in patients with MDR TB p 0.923. However, the difference in the proportion of positive bacterial loads between the at risk and non risk groups of malnutrition is 11,2. In addition, at risk group of malnutrition, bacterial load tends to be positive."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revina Tiara Putri
"Tuberkulosis yang resisten terhdap obat merupakan ancaman bagi pengobatan dan pencegahan kasus tuberkulosis, sehingga masih menjadi perhatian utama pada sektor kesehatan di seluruh dunia. Indonesia menempati posisi keempat negara dengan insidensi TB MDR terbanyak di dunia yaitu mancapai 32.000 kasus di tahun 2016. TB MDR dapat terjadi karena beberapa sebab yang salah satunya disebabkan oleh gagal pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko TB MDR dengan riwayat gagal terapi di RSUP Persahabatan periode 2016-2018. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan melibatkan 80 subjek dengan rincian 40 subjek berasal dari poli TB MDR dan 40 subjek berasal dari poli paru. Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan (tidak sekolah dan SD) dengan kejadian gagal terapi TB (p=0,016 ; OR= 9,552 ; 95% CI= 1,531 – 59,610).

Drug-resistant tuberculosis is a threat to the treatment and prevention of tuberculosis cases, so it is still a major concern in the health sector throughout the world. Indonesia ranks fourth in the world with the highest incidence of MDR TB, reaching 32,000 cases in 2016. MDR TB can occur due to several reasons, one of reason is caused by treatment failure. This study aims to determine the risk factors for MDR TB with a history of treatment failure in RSUP Persahabatan for the period of 2016-2018. This study is a cross-sectional study and involved 80 subjects with details of 40 subjects from poly MDR TB and 40 subjects from pulmonary poly. The results of bivariate and multivariate analysis showed that there was a significant relationship between the level of education (not in school and elementary school) with TB treatment failure (p = 0.016; OR = 9.552; 95% CI = 1.531 - 59.610)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanti Zuswayudha Soepandi
"Pengobatan TB-MDR memerlukan waktu yang lama, yakni sekitar 18-24 bulan dan biaya yang sangat tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pengobatan dan variabel-variabel biaya pengobatan TB-MDR/XDR. Penelitian ini merupakan penelitian operasional dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Sampel dalam penelitian adalah semua pasien TB-MDR/XDR yang mulai diobati pada bulan Agustus 2009 sampai 31 Desember 2010 yang berjumlah 104 orang. Penelitian ini membuktikan bahwa keberhasilan pengobatan TB MDR jauh lebih baik (80,9%) dibandingkan dengan keberhasilan pengobatan TB XDR yang hanya mencapai 42,9%. Angka keberhasilan ini jauh lebih tinggi dari angka keberhasilan di dunia. Biaya pasien sampai sembuh pada pasien TB-XDR adalah Rp 91.704.767,33, dan untuk pasien TB MDR, biaya pengobatan adalah sebesar Rp 72.260.081,73. Biaya pasien TB-XDR yang meninggal Rp 63.246.069,00 dan ini lebih tinggi dari biaya pasien TB-MDR yang sebesar Rp 34.142.692,44. Hal ini juga terjadi pada total biaya pengobatan TB-XDR dengan efek samping ringan yang lebih tinggi biayanya dari pada pasien TB-MDR. Penambahan lama pengobatan berpeluang peningkatan biaya sebesar Rp 115.205,00 per hari. Pasien TB-XDR laki-laki yang bertempat tinggal di Jakarta Timur dengan lama pengobatan kurang dari 569 hari memiliki peluang kesembuhan 1.7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien TB-XDR perempuan, yang bertempat tinggal di daerah dengan lama pengobatan yang sama."
Depok: Pusat kajian administrasi kebijakan kesehatan (FKM_UI), 2014
351 JARSI 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Apriani
"Masalah resistensi obat pada pengobatan TB khususnya TB-MDR menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting dan merupakan hambatan terhadap efektivitas program penanggulangan TB. Berbagai upaya pengendalian TB-MDR telah dilakukan, namun penyakit ini sulit diberantas karena gagal pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan pengobatan pasien TB-MDR di Indonesia tahun 2009 - 2014.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari aplikasi eTB manager di Subdit Tuberculosis, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) - Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan RI. Desain penelitian adalah cohort retrospective. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 889 pasien TB-MDR dimana 592 pasien (59,50%) sembuh, 20 (2,25%) pengobatan lengkap, 62 (6,97%) gagal pengobatan, 132 (14,85%) lost to follow up dan 83 (9,33%) meninggal dunia.
Dari penelitian ini diketahui bahwa penderita yang resisten terhadap OAT lini ke-1 + injeksi lini ke-2 + fluorokuinolon berisiko 3 kali lebih besar untuk terjadi gagal pengobatan dibanding kelompok yang resisten terhadap RH (HR 3.016; 95% CI 1.696 - 5.364). Penderita yang mengalami konversi >6 bulan berisiko 4 kali lebih besar untuk mengalami gagal pengobatan dibanding kelompok dengan konversi sputum ≤6 bulan (HR 3.955; 95% 1.642 - 9.529), dan penderita yang tidak mengalami konversi berisiko 22,4 kali lebih besar untuk mengalami gagal pengobatan dibanding kelompok yang konversi sputum ≤6 bulan (HR 22.436; 95% CI 11.425 - 44.059). Penderita dengan kavitas paru berisiko 2,2 kali lebih besar untuk terjadi gagal pengobatan dibandingkan yang tidak ada kavitas paru (HR 2.192; 95% CI 1.265 - 3.80). Diperlukan penanganan secara intensif pasien TB-MDR di Indonesia dengan memperhatikan resistensi terhadap OAT, konversi sputum dan kavitas paru.

Drug resistance problem in the TB treatment especially MDR-TB, become an important public health problem and an obstacle to the TB control programs effectiveness. Various efforts to control MDR-TB have been conducted, but the disease is difficult to eradicate because of failed treatment. The purpose of this study is to determine the various factors associated with failure treatment on patients with MDR-TB in Indonesia in 2009 - 2014.
The study was conducted using secondary data from the e-TB manager application in Sub Directorate Tuberculosis ? Directorate of Prevention and Communicable Disease Control, Direcorate General of Prevention and Disease Control - Ministry of Health. The study design was a retrospective cohort. The number of samples in this study were 889 patients with MDR-TB in which 592 patients (59.50%) cured, 20 (2.25%) complete treatment, 62 (6.97%) failed treatment, 132 (14.85%) lost to follow up and 83 (9.33%) died.
From this research it is known that patients who are resistant to first lines TB drugs + 2nd lines injection + fluoroquinolone have a risk 3 times more likely to occur as treatment failures compared to the group that is resistant to Rifampicin and Isonazid (HR 3016; 95% CI 1.696-5.364). Patients who experience a sputum conversion >6 months have 4 times greater risk for treatment failure compared to the group with sputum conversion ≤6 months (HR 3.955; 95% 1.642-9.529), and patients who do not undergo a sputum conversion have 22.4 times greater risk for experiencing failed treatment than they who have ≤6 months sputum conversion (HR 22.436; 95% CI 11.425-44.059). Patients with lung cavities have 2.2 times greater risk for treatment failure than they who have no lung cavity (HR 2.192; 95% CI 1.265 - 3.80). Intensive care is required in patients with MDR-TB in Indonesia with regard to TB drugs resistance, conversion of sputum and lung cavity
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Kardita
"ABSTRAK
Pendahuluan: Tuberkulosis Multi Drug Resistan TB MDR merupakan tantangan besar dalam pencegahan dan pemberantasan tuberkulosis TB . N-Asetiltransferase 2 NAT2 adalah enzim pemetabolisme yang diketahui dapat mempengaruhi variabilitas farmakokinetik isoniazid INH . Penelitian sebelumnya menemukan kadar INH pada pasien TB lebih rendah pada kelompok asetilator cepat dibandingkan kelompok asetilator lambat. Keadaan subterapi merupakan faktor risiko terjadinya resistensi obat yang didapat. Teori yang berkembang sebelumnya meyakini bahwa polimorfisme gen NAT2 tidak mempengaruhi keluaran pengobatan pasien termasuk resistensi, namun data terbaru menunjukkan arah yang sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan polimorfisme gen NAT2 dengan kejadian TB MDR pada pasien dengan riwayat pengobatan obat antituberkulosis.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional pendahuluan. Dari 30 pasien TB MDR dan 30 pasien TB kelompok pembanding diambil sampel darah untuk pemeriksaan genotip NAT2. Isolasi DNA dilakukan dari sampel darah kemudian amplifikasi dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction PCR . Produk PCR kemudian disekuensing.Hasil: Dari 60 subjek didapatkan 57 data genotip NAT2. Delapan alel NAT2 yang ditemukan dari keseluruhan sampel yaitu NAT2 4, NAT2 5A, NAT2 6A, NAT2 6C, NAT2 6F, NAT2 7B, NAT2 12, dan NAT2 13. Alel yang paling banyak ditemukan pada kedua kelompok adalah NAT2 4. Alel pembawa sifat asetilator cepat ditemukan 74.1 pada kelompok TB-MDR dibandingkan 71.4 pada kelompok pembanding. Proporsi asetilator cepat pada kelompok TB MDR memperlihatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan kelompok pembanding 89.65 vs 85.71 dan asetilator lambat yang lebih sedikit pada kelompok TB MDR dibandingkan kelompok pembanding 10.35 vs 14.29 . Namun demikian perbedaan yang ditemukan tidak terlalu besar dan tidak bermakna secara statistik p=0.706 Kesimpulan: Hasil penelitian ini memperlihatkan tidak ada hubungan antara polimorfisme gen NAT2 dengan kejadian TB MDR pada pasien TB dengan riwayat pengobatan sebelumnya. Diperlukan penelitian dengan jumlah subjek yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.

ABSTRACT
Background Multi Drug Resistance Tuberculosis MDR TB is a major challenge in the prevention and eradication of tuberculosis TB . N Acetyltransferase 2 NAT2 is an enzyme known to affect the pharmacokinetic variability of isoniazid INH . Previous research in TB patients found INH levels were lower in rapid acetylators compared to slow acetylators. Subtherapeutic state of INH is a risk factor for acquired drug resistance. It has been argued that NAT2 genetic polymorphism did not influence the treatment outcomes of TB patients, including resistance, but recent findings suggest the opposite direction. This study aimeds to assess the NAT2 genetic polymorphism assosiation with the occurrence of MDR TB in patients with history of previous anti tuberculosis drug treatment.Methods This study is a preliminary observational study. Blood samples were taken from 30 MDR TB patients with history of previous anti tuberculosis drug treatment and 30 TB patients as a control group. DNA was isolated from blood sampels, then amplified using the polymerase chain reaction followed by DNA sequencing.Results Among 60 subjects, 57 NAT2 genotype data were obtained. Eight NAT2 alleles were found from the overall sample which are NAT2 4, NAT2 5A, NAT2 6A, NAT2 6C, NAT2 6F, NAT2 7B, NAT2 12, and NAT2 13. NAT2 4 allele is the most common allel in both groups. Fast acetylator alleles were 74.1 in MDR TB group, compared to 71.4 in the control group. When converted to predicted phenotypes, proportion of fast acetylators in MDR TB arm was higher than the comparator arm 89.65 vs 85.71 while the slow acetylator were fewer in MDR TB arm compared to the comparator 10.35 vs 14.29 . However, the differences were small and didn rsquo t meet statistical significance criteria p 0.706 .Conclusions. This study showed no association between polymorphism of NAT2 gene and the occurrence of MDR TB. Larger study with more subjects is required to confirm these findings."
2017
T55640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>