Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Abdoel Djamali
Jakarta: Abardin, 1988
340.112 ABD t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Alzena Bernadine
"Pelaksanaan telekonsultasi dalam praktik telemedicine seharusnya perlu dikuti dengan adanya payung hukum yang dapat menaungi layanan tersebut. Hal ini disebabkan pelaksanaan layanan tersebut dapat menimbulkan suatu ketidakpastian dalam hubungan antara dokter dan pasien. Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia dan Inggris. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine di Indonesia hanya berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang belum mengatur secara khusus hubungan antara dokter dan pasien, sedangkan Inggris telah memiliki berbagai pengaturan tentang telemedicine khususnya layanan telekonsultasi yang diterbitkan oleh lembaga dan organisasi kesehatan yang berwenang di Inggris. Hasil dari perbandingan pengaturan layanan telekonsultasi dalam praktik telemedicine ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang signifikan antara Indonesia dan Inggris. Oleh karena itu, agar terdapat kepastian hukum dalam pelaksanaan layanan telekonsultasi pada praktik telemedicine di Indonesia, diharapkan Inggris dapat menjadi contoh bagi Indonesia agar mengatur secara jelas pelaksanaan layanan tersebut.

The implementation of teleconsultation in the practice of telemedicine should be followed by the existence of a legal protection that can cover the service. This is because the implementation of these services can create an uncertainty in the relationship between doctors and patients. This thesis discusses the comparison of teleconsultation service arrangements in telemedicine practice in Indonesia and England. This research was conducted using a qualitative research method with a normative juridical research form. The regulation of teleconsultation services in telemedicine practice in Indonesia is only based on the Regulation of the Minister of Health Number 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine Services between Health Care Facilities which has not specifically regulated the relationship between doctors and patients, while England already has various regulations regarding telemedicine, especially teleconsultation services issued by England health authorities and organizations. The results of this comparison of teleconsulting service arrangements in telemedicine practice indicate that there are some significant similarities and differences between Indonesia and England. Therefore, so that there is legal certainty in the implementation of teleconsultation services in telemedicine practices in Indonesia, it is hoped that England can become an example for Indonesia to clearly regulate the implementation of these services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Rahimy
"Dalam upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter, terdapat risiko-risko tinggi yang tidak dapat dihilangkan, yang dapat berupa kerugian yang diderita oleh pihak dokter maupun pihak pasien. Terhadap kerugian yang diderita oleh pasien, terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana pertanggungjawaban dokter atas kerugian yang diderita pasien, akibat tindakan medis yang dilakukan. Salah satu hai yang diperdebatkan saat ini adalah kemungkinan penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hubungan dokter dengan pasien. Untuk itu penulisan tesis bermaksud mengetahui Bagaimana hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana tanggung jawab dokter terhadap kerugian yang dialami pasien dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? Dan bagaimana kecenderungan pertanggungjawaban dokter terhadap kerugian pasien dalam beberapa putusan pengadilan di Indonesia? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni lebih mengacu kepada penelitian kepustakaan yang bersumber pada data sekunder seperti norma-norma hukum tertulis, baik peraturan perundang-undangan, maupun putusan-putusan pengadilan, serta literatur tertulis lainnya. Kemudian sebagai pendukung analisis data sekunder, penulis juga menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Data yang didapat kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis yakni menggambarkan, menganalisa, serta menjelaskan mengenai hubungan hukum dan tanggung jawab dokter terhadap kerugian pasien. Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara dokter dengan pasien dapat terjadi karena transaksi atau perjanjian terapeutik dan karena perintah undang-undang, yakni zaakwarneming. Dalam perjanjian terapeutik yang menjadi prestasi dokter pada umumnya adalah upaya penyembuhan, bukan hasiL Oleh karena itu perjanjian terapeutik bersifat inpanningverbintenis. Salah satu faktor penting dalam perjanjian terapeutik adalah kesepakatan pasien untuk dilakukan tindakan medis, yang disebut informed consenl atau persetujuan tindakan medis. Dalam informed consent, persetujuan yang diberikan harus berdasarkan informasi dari dokter mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Dalam hal terjadi kerugian yang diderita pasien, pada umumnya dokter dapat dikenakan pertanggungjawaban jika dokter dapat dipersalahkan karena melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan standar atau dokter tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, sehingga pasien menderita kerugian. Selain itu juga ditemukan beberapa pemikiran yang memungkinkan dokter untuk dapat dikenakan pertanggungjawaban dengan menggunakan hukum perlindungan konsumen. Dalam praktik di Pengadilan terdapat ketidakseragaman dalam memandang tanggung jawab dokter. Namun terdapat pertimbangan Majelis Hakim yang mendekati dengan prinsip dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan prinsip praduga lalai dan praduga bertanggung jawab berdasarkan doktrin res ispa loquitor.

In the healing effort by the physician, there are high risk which cannot be eliminated. The risks can be in the form of loss suffered by physician or patient. According to ioss suffered by patient, there are different opinion about physician’s liability, as a consequences of medical action. One interesting discourse in this problem nowadays is the possibility of applying of UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection to physician-patient relationship. The purposc of the writing of this ihesis WHS to disctiss the discourse and to reveal how contractual terms between physician and patient in law and regulation in Indonesia, and how they implemented in some court decisions in Indonesia. The research use normatif yuridis type research, namely more related to research of bibliography steming to written law nonns, either regulations or court decisions, by using primary and secondary data, including interview wherever needed. The data analysed by using analytical descriptive method, especially to describe, analyse, and explain the physician’s liability regarding the contractual terms between physician-patient, to loss suffered by patient From the analysis which had been done, i t can be concluded that contractual terms between physician and patient were happenerf due to therapeutic-ttansaction or therapeutic-agreement and due to cornand of law, namely zaakwameming. In therapeutic-transaction or therapeutic-agreement the physician’s duty is the healing effort, not the result Therefore therapeutic-agreement has the character of inpanningverbintenis. One important factor in therapeutic-agreement is the informed-consent, that is the patient’s agreement for the medical action. after receiving proper Information from the physician. In infonned ConsCnt, given approval bave to pursuant to infonnation of physician conceming medical action to be conducted. In the case of loss suffered by patient, the physician’s liability can be blamed if the physician can be blamed due to brake the standar operation procedure or the physician no execute its obligation, and the patient suffer a loss, and there is causality relation between those two (brake the standar operation procedure and patient’s loss). Beside that, it was also found that physician’s liability can also be insist using UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection. In implementation, as analysed from court decisions collected for this thesis writing, there are differences in looking at physicians liability. However, there are consideration of Judges which using fault based liability principle with presumption of negligence and presumption liability principle, base on “res ispa loquisor" doctrine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Rifa Rahadina
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang inspanningverbintenis dan resultaatverbintenis dalam praktik bedah plastik serta kaitannya dengan tanggung jawab hukum dokter yang melakukan praktik diluar kompetensinya. Pembahasan dilakukan melalui studi kasus pada putusan No.1207/Pid.S/1992/PN.SBY dan No. 944/Pid.Sus/2015/PN.JKT.SEL, serta wawancara dengan ahli bidang hukum kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa antara inspanningverbintenis dan resultaatverbintenis, keduanya dapat diterapkan dalam praktik bedah plastik. Inspanningverbintenis dapat diterapkan pada bedah plastik rekonstruksi, sedangkan resultaatverbintenis dapat diterapkan pada bedah plastik estetik. Tindakan bedah plastik haruslah dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya, apabila seorang dokter terbukti melakukan pelanggaran disiplin profesi, maka dapat dikenakan sanksi disiplin.

ABSTRACT
This thesis discusses inspanningverbintenis and resultaatverbintenis in the practice of plastic surgery and its relation to the legal responsibility of doctors who practice outside of its competence. The study was conducted through case studies on the decision number 1207 Pid.S 1992 PN.SBY and number 944 Pid.Sus 2015 PN. JKT.SEL, as well as interviews with the experts in the field of medical law. This research is a qualitative research in the form of normative juridical study. The results of this study concluded that between inspanningverbintenis and resultaatverbintenis, both of which can be applied in the practice of plastic surgery. Inspanningverbintenis can be applied to reconstructive plastic surgery, while resultaatverbintenis can be applied to aesthetic plastic surgery. Plastic surgery should be performed by doctors who are competent in their fields, if a doctor was guilty of violation of professional discipline, he or she could be subjected to the disciplinary sanctions."
2017
S67310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davita Masari Putri
"Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum.
Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com. Misdiagnosis yang dilakukan oleh dokter merupakan tanggung jawab dari rumah sakit dan juga dokter yang melakukan perbuatan tersebut. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai misdiagnosis medis, salah satunya adalah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Penulis akan membahas mengenai unsur apa saja untuk sebuah misdiagnosis dapat dikatakan sebagai tindakan malpraktik dan perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melihat hal tersebut, penulis menggunakan metode penulisan yuridis normatif-empiris, jadi penulis mewawancarai beberapa narasumber dan membandingkan beberapa doktrin dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai studi kasus, penulis menggunakan kasus dari sebuah website bernama www.rememberaidan.com.

A misdiagnosis that was caused by a doctor is a liability for the hospital and the doctor itself. There are some rules that governing about medical misdiagnosis, one of them is Undang undnag No. 44 Tahun 2009. The writer will discuss the element whether a misdiagnosis can be categorize as a malpractice and as an action against the law.
To get the conclusion, the writer is using juridical normative empirical writing method, so the writer interviewing several people and comparing some doctrine and regulation in Indonesia. As a case study, the writer is using a case from a website named www.rememberaidan.com.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Michelle
"Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan tanggung jawab hukum dokter terkait pelaksanaan perintah jangan lakukan resusitasi dengan melakukan studi perbandingan tiga negara, yaitu Indonesia, Belanda dan Uni Emirat Arab. Hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini terdiri dari: (1) perbandingan regulasi perintah jangan lakukan resusitasi di Indonesia, Belanda, dan Uni Emirat Arab, (2) perbandingan regulasi tanggung jawab dokter yang melaksanakan penolakan tindakan medis di Indonesia, Belanda, dan Uni Emirat Arab, (3) perbandingan regulasi tanggung jawab dokter yang melaksanakan perintah jangan lakukan resusitasi di Indonesia, Belanda, dan Uni Emirat Arab. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan sumber data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perintah jangan lakukan resusitasi diakui di Indonesia, Belanda, maupun Uni Emirat Arab. Dokter tidak bertanggung jawab atas akibat atau efek samping yang ditimbulkan dari pelaksanaan penolakan tindakan medis dan perintah jangan lakukan resusitasi baik di Indonesia, Belanda, maupun Uni Emirat Arab. Penulis berpendapat perlu adanya pengaturan yang lebih komprehensif mengenai batas usia kompeten pasien yang dapat mengajukan penolakan tindakan medis, praktik jangan lakukan resusitasi, dan dokter penilai. Selain itu, Indonesia dapat mencontoh praktik jangan lakukan resusitasi di Belanda yang lebih efisien.

This study aims to explain the physicians' liability regarding the implementation of the do not resuscitate order by conducting a comparative study of three countries, which include Indonesia, the Netherlands, and the United Arab Emirates. The subjects discussed in this thesis consist of: (1) comparison of regulations on the do not resuscitate order in Indonesia, the Netherlands, and the United Arab Emirates, (2) comparison of the regulations on physicians' liability who carry out informed refusal in Indonesia, the Netherlands, and the United Arab Emirates, (3) comparison of the regulations on the physicians’ liability who carry out the do not resuscitate order in Indonesia, the Netherlands, and the United Arab Emirates. The research method used in this study is normative juridical with data sources obtained from literature study and interview. The results of the study show that the do not resuscitate order is recognized in Indonesia, the Netherlands, and the United Arab Emirates. The physician is not liable for the consequences or side effects arising from the implementation of the informed refusal and the order do not resuscitate order either in Indonesia, the Netherlands, or the United Arab Emirates. In the author's opinion, more comprehensive regulation is needed regarding the age limit for patients who can submit informed refusals, the practice of do not resuscitate, and the assessing physician. Furthermore, Indonesia can follow the more efficient do not resuscitate practice in the Netherlands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library