Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moch. Kastori
"ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan nasional sangat tergantung pada kualitas kepemimipinan aparatur yang merupakan sebagai perencana dan sekaligus sebagai pelaku pembangunan. Untuk mewujudkan kepemimpinan aparatur yang berkualitas dan bermutu tinggi, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan/menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 dan aturan pelaksanaannya.
Departemen Tenaga Kerja, merupakan salah satu instansi pemerintah yang melaksanakan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 dalam melakukan pembinaan karier jabatan struktural. Pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk memperoleh data yang akurat dan transparan, penulis melakukan penelitian dengan methoda analisis data sekunder pada Bagian Tata Naskah dan Statistik Kepegawaian Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Tenaga Kerja di Jakarta dan pembuatan kuesioner sebagai pedoman wawancara mendalam dengan para pakar kepegawaian atau pejabat pengambil keputusan dalam proses pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural (data primer).
Manfaat yang dapat dipetik dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah agar terdapatnya sinkronisasi, konsistensi, dan obyektivitas dalam pengangkatan pegawai negeri sipil dalam Jabatan struktural.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Candrasari
"Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan pembuat kebijakan masih sangat rendah baik pada demokrasi yang sudah mapan maupun bagi yang baru tumbuh. Jumlah perempuan menurut data statistik lebih dari 50 persen populasi, namun keterwakilan perempuan tidak proporsional pada semua tingkat pengaruh, pengambil keputusan dan pembuat kebijakan. Ketimpangan keterwakilan demokrasi yang sangat besar sebenarnya bergantung pada political will di tingkat para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan yang pertama-tama harus dimulai di dalam sebuah partai politik sebagai stake holder. Sebenarnya konsep kesetaraan gender sama sekali bukan hal mewah dan sudah tidak dapat ditangguhkan lagi bagi negara untuk memberlakukannya.
Dalam dunia politik Perbedaan gender yang pada akhirnya menciptakan ketidakadilan gender atau gender inequalities dan budaya patriarkhi yang dimaksud merupakan suatu sistem dari struktur dan praktek-praktek sosial dalam mana kaum laki-laki menguasai dan menghisap, kata kuncinya adalah kekuasaan laki-laki atas perempuan.
Ketidakadilan gender ini dapat dilihat dari hasil Pemilu 1999 jumlah perempuan yang mendapatkan kursi di tingkat nasional DPR RI hanya mencapai 9 persen dan hasil Pemilu 2004 ada sedikit peningkatan yakni menjadi 11,08 persen. Dan sebagai studi kasus dalam tesis ini diambil Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dengan pertimbangan sebagai salah satu partai terbesar dan partai nasionalis.
Dari hasil penelitian data perempuan di struktur harian PDI Perjuangan terutama pada Jabatan Ketua dan Sekretaris hampir dibawah 1 persen mengakibatkan posisi tawar untuk caleg jadi juga rendah karena ada peraturan yang dikeluarkan Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan yakni di dalam SK 304 dan SK 267,tahun 2004 tentang tata cara penjaringan dan penyaringan yang mengatur jabatan Ketua dan Sekretaris berhak mendapat prioritas utama untuk mendapat nomor unit jadi. Adanya standar ganda yang dipergunakan dan masih sangat bias gender karena tidak adanya political will dari para elit-elit partai. Tim penjaring dan penyaring untuk caleg PDI Perjuangan 99, 9 persen terdiri dari laki-laki yang sekaligus para elitis pengurus partai.
Para elit di struktur harian partai di PDI Perjuangan-beranggapan dengan memberikan quota 30 persen bagi perempuan adalah sangat tidak demokratis karena mengacu pada hak istimewa bagi perempuan sehingga mengabaikan laki-laki.
Sehingga di dalam perjalanan perempuan untuk mendapatkan hak-hak yang setara dengan laki-laki di dunia politik dirasakan perlu di definisikan kembali tentang peran gender dan mengkoreksi stereotip-strereotip dan ketidakseimbangan untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap sumber daya.
Jumlah halaman : 141 : pustaka : 56 buku : 8 dokumen : 12 artikel Surat Kabar/majalah :30 narasumber wawancara : 12 Tabel : 6 lampiran)

Daily Structural Position Influence in the Indonesia Democratic Party the Struggle Against Legislative Recruitment Pattern in the 2004 ElectionWomen involvement in decision and policy making is still underprivileged both in well established and the under developing democracy. Statistical data stated that women were more than 50 percent of population; nevertheless, women's representation is less likely proportional in every influencing level, within the decision and policy makers. This overwhelmingly unbalanced of democratic representation is actually depends on political will amongst those decision and policy makers, which initially started within a political party as the stake holder. Literally, the gender equality concept is not something considered as an inapplicable luxury, and it should not be postponed for the state to apply.
In the political world, gender differential, in which ends up by creating gender inequalities and patriarchy culture, meaning as a system of structure and social practices, where men rules and absorbs, the keyword is men rules over women.
This gender inequality can be seen from the result of the 1999 Election, where the number of women earned positions in the DPR RI at national level were only 9 percent, and from the result of the 2004 Election, there was only a minor increase to 11,08 percent. In consideration as one of the largest political and nationalist party, the case study for this thesis was taken from the Indonesia Democratic Party the Struggle (PDI Perjuangan).
Taken from the study on women's data in the daily structure of the Indonesia Democratic Party the Struggle, focused on its chairman and secretary, which nearly less than 1 percent causing ineffective position to inaugurated legislatives recruits, also low for the policy pronounced by the Central Administration Board of the Indonesia Democratic Party the Struggle, in its SK 304 and SK 267, year 2004, regarding procedures and conducts of recruitment and screening, which placing the Chairman and Secretary position in primary priority to have inaugurate serial number. The use of existing double standard and refractivity in gender caused by lack ness of political will from the Party's elites. The legislative recruitment and screening team of the Indonesia Democratic Party the Struggle were 99.9 percent are men; who also elite of the Party's administrative.
Elites in daily structure of the Indonesia Democratic Party the Struggle considers that, by giving 30 percent of quota to women is so not democratic, because it points to the women's special rights, thus ignoring men.
So that in women's journey toward equality of rights against men in political world is necessary to redefine the gender role and correcting stereotypes and inequalities, in regard to ensure that each citizen is having equal access to resources.
Pages : 141 : Literatures : 56 books : 8 documents : 12 newspaperlmagazine articles : 30 informant interviews : 12 tables : 6 appendixes)
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Budyartiningsih
"Efektifitas Diklatpim Tingkat III terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi "X" selama ini belum pernah diadakan evaluasi. Selama ini Diklatpim Tk. III berjalan begitu saja seakan-akan sebagai suatu keharusan yang harus diemban oleh setiap pegawai yang akan atau sudah duduk di jabatan struktural eselon III. Selama ini evaluasi terhadap Diklatpim Tk. III yang dikaitkan dengan kinerja pegawai belum dilakukan, sedangkan sebetulnya hal tersebut sangat penting untuk dilakukan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara temyata memang ada beberapa keluhan baik dari atasan peserta Diktat ataupun peserta sendiri mengenai efektifitas Diklatpim Tk. III terhadap peningkatan kinerja. Selama ini memang ada evaluasi tetapi yang berkisar pada penyelenggaraan Diklatpim TK. III saja.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis berusaha untuk memberikan alternatif salah satu pemecahan masalahnya yaitu dengan mempertimbangkan level-level evaluasi pelatihan sesuai teori Five Level Framework dari Phillips. Untuk mengetahui efektifitas Diklatpim Tk. III terhadap kinerja, maka perlu diadakan evaluasi terhadap program dimaksud dikaitkan dengan kinerja. Evaluasi yang akan dilakukan adalah evaluasi Diklatpim Tk. III bagi pegawai yang akan mengikuti Diklatpim Tk. III. Evaluasi Diktat menurut penulis dengan membuat suatu bentuk evaluasi minimal di level 3 yaitu Job application. Metode yang dipakai dalam mengevaluasi adalah dengan Pretest dan Postest. Yaitu evaluasi tersebut diberikan kepada pegawai sebelum mengikuti Diktat dan setelah mengikuti Diktat dan pada pegawai yang sama. Untuk lebih mengembangkan sistem evaluasi ini, dilakukan sosialisasi baik kepada atasan maupun pegawai sehingga diharapkan evaluasi level 3 dipahami dan diterapkan oleh seluruh pegawai. Rancangan evaluasi ini diharapkan pula dapat menjadi tahap awal bagi pengembangan sistem evaluasi Diklat-diklat di Pemerintah Daerah Provinsi "X"."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library