Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afiri Dianti
"ABSTRAK
Tingkat kerawanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia cukup tinggi. Tanah gambut merupakan salah satu kontribusi tertinggi pada kebakaran tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tertinggi se-Asia Tenggara, dengan lebih dari 50 jenis gambut tropis dimiliki. Hasil pembakaran pada gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan berdampak pada global warming. Sifat bara pada pembakaran gambut membuat deteksi dan pemadaman menjadi sulit. Tidak hanya itu, adapun dampak kerusakan hutan, seperti rawan longsor, penurunan lapisan tanah dan kerusakan lapisan meningkat. Tajuk api yang tidak terlihat mendorong badan restorasi gambut membuat metode pencegahan kebakaran. Penataan air yang dilakukan dengan metode pembasahan ulang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembaban tanah gambut. Penelitian dilakukan guna menganalisis sifat pembakaran pada gambut kering dan pengaruh gambut hasil pembasahan ulang pada laju permbaraan. Sampel gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S: -3 47 rsquo;34 rdquo; , E: 113 55 rsquo;15 rdquo; dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S: 01 55 rsquo;14, 11 rdquo;, E: 138 6 rsquo;17, 35 rdquo;. Laju perambatan pembakaran diukur dengan menggunakan termokopel dengan jarak 80 mm diantaranya. Massa yang diukur menunjukkan penurunan yang signifikan akibat proses evaporasi yang dialami gambut basah. Penulis menemukan risiko bahaya kebakaran yang lebih tinggi pada gambut yang dikelilingi gambut hasil pembasahan ulang. Laju perambatan membara jauh lebih tinggi pada gambut hasil pembasahan ulang dengan kelembaban awal le; 10 pada gambut Bagaiserwar. Sifat hidrofobik yang dimiliki gambut membuat sifat penyimpanan air pada gambut berubah. Hal ini memicu terjadinya proses oksidasi pembakaran dan terdapat pembentukan char pada gambut hasil pembasahan ulang. Sifat penyalaan gambut juga menjadi isu utama agar metode pencegahan dapat lebih efektif. Lamanya waktu penyalaan gambut menjadi referensi bagi deteksi zona potensial kebakaran berdasarkan persentase kelembaban yang dimiliki.

ABSTRACT
Probability of land and forest fire in Indonesia is quite high. Peat land is one of the highest contribute of the fire disaster. Indonesia is the country with the highest peat land in Southeast Asia, with more than 50 of tropical peat species. Combustion of peat produce carbon emission with large quantities and affect to global warming. Characteristic of smoldering combustion of peat cause detection and extinction be difficult. Moreover, there are another impact such as high erosion potential, structural collapse and soil layer damage. Flameless on peat smoldering causes peat restoration institution build fire prevention method. Regulation of water table on peat land with rewetting method aims to maintain and restore the moisture of peat. The experiment aims to understand characteristic of smoldering combustion of rewetting peat. Sample used in the experiments was taken from Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S 3 47 rsquo 34 rdquo , E 113 55 rsquo 15 rdquo dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S 01 55 rsquo 14, 11 rdquo , E 138 6 rsquo 17, 35 rdquo . Fire spread rate is measured with thermocouples at interval 80 mm. Mass loss rate indicates derivation caused by evaporation on wet peat. Author discovered a fire risk is higher than natural combustion in experiments with rewetting peat as barrier. Spread rate of smoldering is high on rewetting peat with initial MC before rewetting is le 10 as barrier. Hydrophobic of peat cause retention of water on peat changes. This phenomenon causes peat undergoes oxydation reaction and produce char on rewetted peat. The critical ignition time of peat is also the main issue of prevention method. Time of ignition of peat is being important for detection of fire potential based by moisture content."
2018
T50957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randitia Andika Putra
"ABSTRAK
Pembakaran smoldering menjadi mekanisme dominan pada kebakaran gambut. Pembakaran smodering ditandai dengan pembakaran yang lambat, bersuhu rendah, dan tidak menimbulkan jilatan api. Tingkat penyebaran smoldering gambut dianggap menjadi parameter utama terhadap tingkat bahaya kebakaran. Penyebaran smoldering gambut ditentukan oleh suplai oksigen, jumlah panas yang dihasilkan dan jumlah panas yang dilepaskan ke lingkungan. Karena keseimbangan panas dari proses pembakaran yang membara dipengaruhi oleh jumlah panas yang dihasilkan dan panas yang dibuang ke lingkungan, ukuran lapisan gambut menjadi faktor penting dalam menentukan penyebaran smoldering yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dampak dari ketebalan lapisan pada penyebaran sampel gambut dari Papua, Indonesia. Pekerjaan eksperimental dilakukan pada reaktor yang dilengkapi dengan papan insulasi untuk meminimalkan panas yang dibuang ke lingkungan. Satu set termokopel, sistem akuisisi data, dan kamera inframerah FLIR One digunakan untuk mengamati pembakaran yang terjadi. Sampel gambut kering (MC 3-5%) dinyalakan menggunakan electric coil heater dengan daya 100 watt, dan penyebaran panas diamati menggunakan sirkuit termokopel dan kamera inframerah. Eksperimen dilakukan pada lapisan gambut tipis 2 cm, 3 cm, dan 4 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penyebaran membara untuk kedalaman 3 cm dan 4 cm adalah 4,10 cm/jam dan 5,01 cm/jam. Sedangkan pada gambut dengan ketebalan 2 cm tidak terjadi penyebaran panas. Gambut dengan ketebalan 4 cm memiliki rata-rata temperatur puncak yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketebalan 3 cm.

ABSTRACT
Smoldering is the dominant mechanism of combustion in peat fires. It is represented by a slow burning, low temperature, and flameless types of combustion. The rate of spread of smoldering peat is generally considered as the main feature in relation to the rating of fire hazards. It is determined by the oxygen supply, the amount of heat generated and the amount of heat loss that is released into the environment. Since the heat balance of a smoldering combustion process is affected by the amount of heat generation and heat loss to the environment, therefore the size of the peat layer plays a great role. This study aims to observe the impact of the layer thickness on the smoldering spread of a peat sample from Papua, Indonesia. The experimental works were carried out in an adjustable reactor equipped with insulation board to minimize the heat loss to the environment, a set of thermocouples spread evenly throughout the reactor, a data acquisition system, and a FLIR One infrared camera. The dry peat sample (MC 3-5 % wet base) was ignited using an electric coil heater which was powered by 100 watts of electricity, and the spread of the heat is observed using a thermocouple circuit and the infrared camera. Experiments were carried on thin peat layers of 3 cm and 4 cm. The results show that the average smoldering spread for 3 cm and 4 cm depths are 4.10 cm/h and 5.01 cm/h respectively.  No smoldering spread occurs in peat with 2 cm depth. Higher peak temperature was observed for 4 cm depth than the 3 cm depth

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairun Naziri Batubara
"Kebakaran lahan gambut berulang kali terjadi di Indonesia menjadikan kebakaran lahan gambut permasalahan lingkungan yang harus diatasi. Para peneliti terus berupaya memahami berbagai metode yang efektif dalam memadamankan kebakaran gambut. Penelitian ini berfokus pada supresi gambut yang membara dengan menggunakan metode injeksi berbasis air dalam percobaan skala laboratorium. Eksperimen dilakukan untuk mempelajari keefektifitasan metode injeksi berbasis air pada supresi kebakaran gambut Palangkaraya. Variabel penelitian pada penelitian ini adalah variabel water flowrate sebesar 100 ml/menit dan 140 ml/menit. Sampel gambut dimasukkan kedalam reaktor dengan ukuran 200 mm x 200 mm x 100 mm, yang terdapat koil pemanas pada sisi dinding calcium silicate board di reaktor dan koil pemanas dinyalakan dengan 100 W selama 2 jam. Terdapat juga termokopel, kamera thermal dan loadcell untuk mendapatkan distribusi temperatur dan kehilangan massa gambut. Injeksi air dilakukan saat termokopel kedalaman paling bawah terukur mencapai temperatur permulaan pembakaran smouldering dengan temperatur 215 ˚C dan penempatan injeksi air pada dasar gambut yang terbakar membara. Hasil penelitian menunjukkan dengan metode injeksi air hanya berdampak memadamkan gambut terbakar membara yang berdekatan dengan alat injeksi. Keefektifitas air dalam memadamnkan satu kilogram gambut terbakar membara sebesar 29.3 Liter untuk water flowrate 100 ml/menit dan 39.4 Liter air.

Peatland fires repeatedly occur in Indonesia, making peatland fires an environmental problem that must be overcome. Researchers are constantly working to understand the various methods that are effective in fighting peat fires. This study focuses on suppression of smoldering peat by using a water-based injection method in a laboratory scale experiment. Experiments were conducted to study the effectiveness of the water-based injection method in suppressing Palangkaraya peat fires. The research variables in this study were water flowrate variables of 100 ml/minute and 140 ml/minute. The peat sample was inserted into the reactor with a size of 200 mm x 200 mm x 100 mm, there was a heating coil on the side wall of the calcium silicate board in the reactor and the heating coil was turned on at 100 W for 2 hours. There are also thermocouples, thermal cameras and load cells to get the temperature distribution and peat mass loss. Water injection is carried out when the lowest measured depth thermocouple reaches the initial temperature of the smouldering combustion with a temperature of 215 C and the placement of water injection on the bottom of the burning peat. The results showed that the water injection method only had an impact on extinguishing the burning peat adjacent to the injection device. The effectiveness of water in extinguishing one kilogram of burning peat is 29.3 liters for a water flow rate of 100 ml/minute and 39.4 liters of water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeihan Kartika Hapsari
"Dengan memiliki karakterisitik yang berbeda dengan tanah yang biasa, menjadikan gambut dapat dengan mudah untuk terbakar pada kondisi tertentu. Ketika pembaraan dinyalakan, api pada gambut menjadi sulit untuk diprediksi dan dipadamkan. Pembaraan pada lahan gambut cenderung dapat menumbangkan vegetasi yang berada di permukaan hutan, yang mana ini menunjukkan dinamika ekosistem yang berkepanjangan di lahan gambut. Oleh karena itu, dengan mengkuantifikasi efek dari vegetasi terhadap propagasi yang membara di tanah gambut dapat membantu dalam mengetahui karakteristik dari kebakaran lahan gambut yang kerap terjadi di Indonesia dan juga secara global. Penilitian ini dapat mengevaluasi secara eksperimen efek dari propagasi membara dalam reaktor bukaan atas dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm yang diisi dengan tanah gambut dari Palangkaraya. Proses pengkuantifikasian ini meliputi monitori permukaan dengan menggunakan kamera visual dan inifrared (IR), dan mendeteksi distribusi temperature dengan menggunakan 39 set termokopel pada empat ketinggian berbeda. Hasil dari penilitian ini akan diberikan dan dianalisis secara detail pada skripsi.

Has a different characteristic compared to the normal soil, making peat become easily to burn under certain conditions. Once the smoldering combustion ignited, the peat fire will be highly unpredictable and hard to extinguish. The tendency of smoldering peat to uproot the existing vegetations on the forest floor implicate a long-term ecosystem dynamics in peat soil. Therefore, quantifying the effect of vegetation to the smoldering propagation in peat soil would help to acknowledge the characteristics of peatland forest fires occurred in Indonesia and globally. This work evaluates experimentally the effect of vegetation to smoldering propagation in a 20 x 20 x 20 cm open-top reactor filled with Palangkarayan peat soil. The quantifying activities include surface monitoring using the visual and infrared (IR) camera and the detection of temperature distribution using 39 sets of thermocouples at four different layers of height. The main results and outcomes of this work will be provided and analysed in the full paper."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Pramesti
"Kebakaran lahan gambut di Indonesia masih memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi untuk terjadi. Hal ini membuat Badan Restorasi Gambut membuat teknik pencegahan dan pengendalian bahaya kebakaran. Salah satunya adalah dengan memperhatikan penataan air dalam metode rewetting yang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembapan lahan gambut. Metode rewetting ini menjadi dasar dari penerapan teknik canal blocking yang digunakan di beberapa lahan gambut, contohnya pada Kesatuan Hidrologi Gambut Sungai Buluh Besar. Studi kasus ini dilakukan guna menganalisis dampak dari lahan gambut yang mengalami kekeringan dan pengaruh gambut yang menggunakan metode rewetting dalam penyebaran titik api. Lahan gambut yang mengalami defisit air ternyata meningkatkan laju perambatan dari pembakaran membara dan berpotensi meningkatkan sifat hidrofobik yang dimiliki gambut. Hal ini harus dicegah dengan penjagaan tinggi muka air lahan gambut yang tidak boleh berada di bawah 0.4 m dari permukaan gambut sesuai dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup KLHK No.16 Tahun 2017. Berdasarkan keputusan tersebut, maka Badan Restorasi Gambut bekerjasama dengan masyarakat setempat melakukan pengambilan data terkait penyekatan di KHG Sungai Buluh Besar. Setelah peneliti melakukan pengolahan data yang diambil dari dokumen Rencana Tindakan Tahunan Restorasi Gambut 2018 dan halaman situs sipalaga.brg.co.id, maka didapatkan nilai keandalan penjagaan tinggi muka air di lahan gambut dengan penyekatan adalah sebesar 95.83%. Ini membuat nilai neraca air per tahunnya mengalami surplus dengan asumsi kelebihan volume air di musim hujan ditampung pada kolam penampung. Fluktuasi nilai neraca air yang dihasilkan per tahunnya dikaitkan dengan penemuan hotspot di sekitar lahan gambut tersebut. Dari data data yang didapatkan menunjukkan bahwa semakin banyak neraca air yang dihasilkan maka semakin sedikit jumlah hotspot yang ditemukan.

Peatland fires in Indonesia still have a high level of vulnerability to occur. This incident made the Peat Restoration Institution make a fire prevention method. One of that is to pay attention to water arrangement in the rewetting method that aims to maintain and restore peatland moisture. This rewetting method forms the basis of the application of canal blocking technique used in several peatlands, such as in the Buluh Besar Peat Hydrology Unit. This case study was conducted to analyze the impact of peatlands experiencing drought and the effect of peat using rewetting methods in spreading hotspots. Peatlands that experience a water deficit increase the propagation rate of smoldering combustion and have the potential to improve the hydrophobic nature of peat. This fact must be prevented by maintaining the peatland water level that must not be below 0.4 m from peat surface based on the decision of the Ministry of Environment (KLHK) No.16 of 2017. Based on this decision, the Peat Restoration Agency, in collaboration with the local community, collected data related to the canal blocking in KHG Sungai Buluh Besar. After the researchers conducted data processing taken from the 2018 Peatland Restoration Annual Action Plan document and sipalaga.brg.co.id, the reliability value of water level guarding in peatlands with canal blocking is 95.83%. It makes the annual water balance value surplus with the assumption that the excess volume of water in the rainy season is accommodated in the reservoir. Fluctuations in the value of the water balance produced annually are associated with the discovery of hotspots around the peatlands. From the data obtained shows that the more water balance produced, the less number of hotspots found."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Pratantyo
"Smoldering (pembakaran membara) adalah pembakaran yang lambat, bersuhu rendah, dengan jilatan api yang tidak terlihat dan sering terjadi di kebakaran lahan gambut. penyebaran smoldering terjadi karena tercapainya parameter besar suplai oksigen, panas yang dihasilkan dan panas yang dilepas ke lingkungan. Kondisi tanah gambut yang berpori dan berserat menyebabkan mudah masuknya suplai oksigen. Sulitnya menuju lokasi lahan gambut yang terbakar adalah salah satu masalah untuk melakukan pemadaman. Penelitian ini bertujuan mengamati secara visual bagaimana pengaruh permeabilitas gambut palangkaraya terhadap fenomena perambatan smoldering dengan cara melakukan pemadatan pada gambut. Proses pemadatan dilakukan sebagai konstruksi awal dalam pembuatan jalan dan dapat mengurangi permeabilitas dan densitas serta nilai pori pada tanah, sehingga dapat memutus suplai oksigen di tanah yang terpadatkan. Pekerjaan eksperimental dilakukan di reaktor stainless steel 20 x 20 cm dengan papan insulasi pada dinding reaktor untuk meminimalisir panas yang terbuang ke lingkungan. Eksperimen dilakukan dengan memadatkan sampel gambut yang telah dikeringkan (MC ~11%) di bagian tengah reaktor dengan alat pemadat. Gambut dinyalakan dengan electric coil heater dengan daya 100 watt di salah satu sisi reaktor. Proses pembakaran yang terjadi di permukaan diamati dengan kamera normal, kamera inframerah FLIR dan sistem penyimpanan data. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perlambatan smoldering pada bagian tanah yang terpadatkan dibanding pada smoldering tanah gambut undisturbed, walaupun pada akhirnya smoldering tetap terjadi di seluruh bagian reaktor.

Smoldering is a slow burning, low temperature, a flameless combustion and frequently happens in peatland fires. The smoldering spread occurs because of the parameter achievement in oxygen supply, generated heat and heat released to environment. The condition of porous and fibrous peat soils makes oxygen supply easily happens. The difficulty of getting to the location of the burning peatland is one of the problems to extinguish the fire. This study aims to observe with thermal visual the permeability impact on Palangkaraya peat to smoldering propagation phenomenon with peat compaction. Compaction is an initial step on road construction and reduces permeability and pore value in soils, so it can cut off the oxygen supply on compressed soil. The experimental works were carried out in a stainless 20 x 20 cm reactor with an insulation board on reactor walls to minimize the heat that wasted to environment. The experiment works by compacting a dried peat samples (MC ~11%) in the center region of the reactor with a compactor. Peat then ignited using an electric coil heater powered by 100 watts of electricity on one side of the reactor. The combustion process that occur in the surface are observed by a normal camera, an infrared FLIR Camera and data storage system. The results showed a slowdown effects of smoldering on the compacted soil compared to undisturbed peat smoldering, although in the end smoldering stil occurs in all region of the reactor"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Salsabila
"Rokok memiliki dampak signifikan terhadap kebakaran, terutama akibat pembuangan puntung rokok yang masih membara secara sembarangan. Data menunjukkan bahwa rokok merupakan penyumbang sekitar 300.000 kematian akibat kebakaran setiap tahunnya. Penulis melanjutkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tinggi reaktor mempengaruhi probabilitas dan peristiwa transisi membara menjadi menyala. Dalam studi ini, penulis menyelidiki fenomena penyalaan tumpukan kertas menggunakan sumber panas dari bara rokok dengan ukuran diameter yang bervariasi. Metode penelitian yang digunakan berupa sampah kertas koran ditempatkan dalam reaktor dengan diameter 11,25 cm; 18,75 cm; dan 22,5 cm dengan kondisi lingkungan yang terkontrol. Kemudian, dipantik api pada puntung rokok dan diamati bagaimana kebakaran berkembang dari pembakaran membara menjadi menyala menggunakan sensor termokopel, kamera handycam, dan kamera termal. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ukuran diameter reaktor pembakaran berpengaruh terhadap probabilitas peristiwa menyala. Semakin besar diameter reaktor, semakin tinggi probabilitas transisi dari pembakaran membara menjadi menyala. Reaktor dengan diameter 18,75 cm dan 22,5 cm memiliki probabilitas tertinggi 100%, sedangkan reaktor dengan diameter 11,25 cm memiliki probabilitas 40%. Kecepatan penyebaran termal antara ketiga reaktor tidak memiliki perbedaan signifikan. Pola penyebaran api dimulai dari tengah atas reaktor, menyebar ke tengah, dan meluas ke tepi. Transisi dari pembakaran membara menjadi menyala terjadi saat termokopel sudah mencapai suhu sekitar 500℃ pada fase smoldering

Cigarettes have a significant impact on fires, particularly due to the improper disposal of smoldering cigarette butts. Data shows that cigarettes contribute to approximately 300,000 fire-related deaths each year. The author continued a previous study that indicated the height of the reactor affects the probability and occurrence of the transition from smoldering to flaming. In this study, the author investigated the ignition phenomenon of paper stacks using a heat source from cigarette butts with varying diameters. The research method involved placing newspaper waste in reactors with diameters of 11.25 cm, 18.75 cm, and 22.5 cm, under controlled environmental conditions. The cigarette butts were lit, and the fire development from smoldering to flaming was observed using thermocouples, a handycam, and a thermal camera. The results of this study indicate that the diameter of the combustion reactor influences the probability of flaming events. Larger reactor diameters have a higher probability of transitioning from smoldering to flaming. Reactors with diameters of 18.75 cm and 22.5 cm had the highest probability of 100%, while the reactor with a diameter of 11.25 cm had a probability of 40%. The thermal spread rate among the three reactors did not show significant differences. The fire spread pattern originated from the upper-middle of the reactor, spread towards the center, and expanded towards the edges. The transition from smoldering to flaming occurred when the thermocouples reached temperatures around 500℃ during the smoldering phase."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duhita Anindyajati
"Pembakaran smoldering adalah tipe dari pembakaran yang unik, ditandai dengan pembakaran yang berkelanjutan, lambat, dan tanpa adanya lidah api. Smoldering menimbulkan ancaman serius, karena mampu menyalakan sumber panas yang lemah di sekitarnya yang dapat menyebabkan pembakaran flaming. Salah satu contoh yang paling umum dari pembakaran smoldering adalah rokok. Rokok juga merupakan salah satu penyebab utama kebakaran rumah, 20% kebakaran rumah di Amerika Serikat sekitar tahun 1992-1996 dimulai oleh rokok. Dengan demikian, kita perlu analisis karakterisasi rokok. Ketika dibakar pada kemiringan tertentu, rokok akan menunjukkan beberapa karakteristik. Laju pengurangan massa tercepat ditemukan di kemiringan 270˚, sedangkan laju yang paling lambat ditemukan di kemiringan 0˚. Hal ini disebabkan efek buoyancy yang membantu penyebaran pembakaran, yang mencapai tingkat maksimum pada kemiringan 270˚. Juga, perambatan api smoldering tercepat ditemukan di kemiringan 270˚. Karakteristik interaksi rokok dengan kain sangat dipengaruhi oleh sudut yang dibentuk oleh kain. Semakin kecil sudut, area yang terbakar akan lebih besar. Hal ini disebabkan permukaan kontak yang besar, dibentuk oleh sudut kain. Dengan demikian, daerah yang memiliki luasan area terbakar yang terbesar ditemukan di sudut 50˚.

Smoldering combustion is a unique type of combustion, characterized by flameless, self-sustained, and slow form of burning. Smoldering poses a serious threat, as it is able to ignite weak heat source around it that leads to flaming combustion. One of the most common examples of smoldering combustion is cigarette. Cigarette is also one of the leading causes of residence fire, as 20% residential fire in USA around 1992-1996 was started by cigarette. Thus, we need to analyze its characteristic. When burned on certain inclination, cigarette will show some characteristic. The fastest mass loss rate was found at 270˚ inclination, while the slowest is found at 0˚ inclination. This is due to buoyancy effect that helped the propagation of combustion that reached its maximum rate at 270˚ inclination. Also, the fastest smoldering propagation was found on 270˚ angle. The characteristic of cigarette interaction with fabric is heavily influenced by angle formed by the fabric. The smaller the angle, the bigger burned area would be. This is due to bigger contact surface caused by the angle of the fabric. Thus, the biggest burned area was found on 50˚ fabric.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizha Mulyasih
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan gambut yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan dan Sumatera di Indonesia pada tahun 2019 menjadi keperihatinan banyak kalangan. Para peneliti terus berupaya mempelajari terkait fenomena terjadinya proses pembakaran, metode penangulangan, metode pemadaman hingga mempelajari emisi yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium dilakukan untuk mempelajari fenomena dalam skala kecil agar mendapatkan hasil yang lebih mendekati dengan kondisi riil di lapangan. Penelitian ini melihat pengaruh ukuran reaktor uji dengan mengunakan reaktor ukuran 10x10x10 cm dan 40x40x20 cm untuk mempelajari fenomena perpindahan panas yang terjadi. Sampel yang digunakan berasal dari Palangkaraya, Kalimantan dan daerah Rokan hilir, Sumatra. Pada penelitian pembakaran membara gambut skala laboratorium dengan melihat pengaruh ukuran reaktor uji didapatkan hasil bahwa reaktor kecil dengan ukuran 10x10x10 cm akan menyebabkan laju perambatan pembakaran membara pada sampel dengan kecepatan laju 3 cm jam tidak dapat dilihat sebagai nilai yang tepat dikarenakan pada reaktor tersebut akan mengalami fenomena panas yang terakumulasi sehingga perpindahan panas tidak dapat dilihat sebagai fungsi laju aliran panas yang berpindah. Sedangkan dalam pengujian dengan reaktor 40x40x20, laju perambatan dapat dihitung karena perpindahan panas yang terjadi bersifat mengalir pada media berpori gambut dan tidak mengalami efek panas yang terakumulasi.

ABSTRACT
Peat fires that hit several regions in Kalimantan and Sumatra in Indonesia 2019 became a concern for many people. The researchers continue to study the peat smoldering phenomena with the combustion process, methods of handling, extinguishing methods to study the emissions produced. This research is conducted on a laboratory scale to study small-scale phenomena to obtain results that are closer to the real conditions on the field. This study looks at the effect of the size of the reactor by using reactors the size of 10x10x10 cm and 40x40x20 cm to learn the phenomenon of heat transfer that occurs. The samples used were from Palangkaraya, Kalimantan and Rokan hilir, Sumatra. The research on laboratory scale of peat smoldering combustion by looking at the effect of the reactor size, it was found that a small reactor with a size of 10x10x10 cm will cause the spread rate of the sample at a rate of 3 cm hour cannot be seen as the right value because the reactor will experience the phenomenon of heat that accumulates so that heat transfer cannot be seen as a function of heat flow that moves. Whereas in testing with a 40x40x20 reactor, the spread rate can be calculated because the heat transfer that occurs is flowing on the porous media and does not have heat accumulated.
"
2019
T55184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Fitriani
"Pembakaran membara (smoldering) merupakan fenomena pembakaran yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dimana telah dikaji luas namun terbatas dari sisi jenis material yang digunakan. Sehubungan dengan sifat pembakaran membara yang berlangsung untuk jangka wkatu yang lama membuat pembakaran membara ini sangatlah berbahaya. Bahaya yang dihasilkan tidak hanya untuk manusia namun juga bagi lingkungan. Sebuah eksperimen telah dilakukan untuk mempelajari tentang pengaruh yang dihasilkan oleh aliran udara yang diberikan terhadap pembakaran membara searah pada material selulosa berupa tembakau. Eksperimen dilakukan dalam skala kecil pada aparatus berbentuk silinder dalam arah vertikal dengan aliran udara terkontrol yang diberikan ke dalam silinder tersebut. Aliran udara yang diberikan dikontrol dengan menggunakan flowmeter. Data temperatur saat pembakaran berlangsung diukur dengan menggunakan termokopel tipe K untuk mendapatkan profil distribusi temperatur di dalam silinder. Timbangan digunakan selama pembakaran berlangsung untuk merekam massa untuk melihat laju penurunan massa dari material tembakau yang dibakar. Opacitymeter juga diletakkan di atas silinder untuk mengukur ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran yang ada. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa besar aliran udara yang diberikan mempengaruhi distribusi temperatur, laju penurunan massa, dan juga ketebalan asap yang dihasilkan.

Smoldering fire is a phenomenon that is still less studied. To take in consideration of smoldering fire tendency which lasts for a really long time, smoldering fire brings so many bad effects not only to human but also to environment. An experiment has been conducted to study the effects of forced air flow on an upward forward oriented smoldering combustion of tobacco material. Experiments are done in a small-scale, vertically oriented smoldering cylindrical apparatus. The forced air flow was being controlled by a flowmeter. Temperature histories of tobacco are measured by 6 type-K thermocouples to get the temperature distribution profile inside the cylinder during the combustion. Weight-scale was being used to record the mass to get the mass loss rate of the tobacco. Opacitymeter was also being placed at the top of cylinder to record the smoke opacity produced by the combustion of the tobacco. The results show that the forced air flow effects the temperature distributions, mass loss rate of the tobacco, and the smoke opacity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>