Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatma Afira
"Latar Belakang: Luka bakar merupakan suatu cedera berat yang memerlukan tata laksana khusus multidisiplin. Untuk mengukur kinerja dari pelayanan luka bakar dibutuhkan luaran yang terstandardisasi untuk memungkinkan perbandingan dan penentuan efek dari tata laksana tersebut. Penulis ingin mengevaluasi efek dari eksisi dini sebagai tata laksana awal pada kondisi sumber daya yang terbatas menggunakan LA50 sebagai luaran.
Metode: Sebuah studi kohort retrospektif terhadap pasien luka bakar akut dilakukan dari bulan Januari 2013 hingga Desember 2018 untuk menentukan luaran dari pelayanan luka bakar yang mencakup mortalitas dan LA50 serta untuk membandingkan luaran dari eksisi dini (EEWG) sebagai tata laksana awal dibandingkan dengan eksisi dini dan tandur kulit (EESG) atau eksisi tertunda dan tandur kulit (DESG).
Hasil: Terdapat 256 pasien yang memenuhi kriteria penelitian, mayoritas berada dalam kelompok usia 15-44 tahun dengan lebih dari setengah pasien memiliki luas luka bakar 20-50% TBSA dan median TBSA 26%. Angka mortalitas keseluruhan adalah 17.9% dengan peningkatan seiring usia dan TBSA. Peningkatan mortalitas yang signifikan didapatkan pada kelompok TBSA 40.5-50.0%, yang terus meningkat dan mencapai puncaknya pada TBSA 70% ke atas. Akibat keterbatasan sampel dan jumlah kematian, hanya kelompok usia 15-44 tahun dan 45-64 tahun yang dapat memberikan LA50, masing-masing sebesar 43% dan 45%. Angka LA50 keseluruhan adalah 49% terlepas dari adanya penurunan angka mortalitas. Data awal menunjukkan bahwa persentase tertinggi kematian didapatkan pada kelompok tanpa perlakuan, dengan tidak adanya pasien yang meninggal pada kelompok EESG dan DESG. Rasio odds pada kelompok EEWG adalah 2.11 (p-value 0.201, CI95% = 0.65-6.80) dibanding kelompok DEWG.
Simpulan: Penggunaan luaran yang terstandardisasi berupa LA50 memberikan masukan yang lebih objektif dibanding angka mortalitas dan memungkinkan perbandingan internal dan eksternal di masa mendatang. Pembedahan pada pasien dengan TBSA 40- 50% perlu diprioritaskan untuk meningkatkan kesintasan. Pengembangan dari sumber daya untuk menutup defek perlu ditingkatkan untuk memungkinkan eksisi dini secara total. Sedikitnya jumlah pasien tindakan eksisi dini dan tandur kulit menunjukkan perlunya skrining dan triase yang lebih cermat untuk pasien yang membutuhkan tindakan tersebut. Diperlukan studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menentukan efek dari eksisi dini tanpa tandur kulit sebagai tata laksana awal pada pusat pelayanan dengan sumber daya terbatas.

Background: Burn is a highly debilitating injury requiring a specialized and multidisciplinary care. Measuring the outcome of burn care demands a standardized outcome to enable comparison and determine impact of treatment. In a limited resource setting, the author sought to evaluate the effect of early excision as a preliminary treatment using LA50 as an outcome measurement.
Methods: A retrospective cohort study of acute burn patients was conducted from January 2013 to December 2018 to establish outcomes of burn care including mortality and LA50 and to compare the outcomes between treatment groups undergoing early excision without skin graft (EEWG), early excision and skin graft (EESG), and delayed excision and skin graft (DESG).
Results: Out of 390 patients available for screening, 256 were eligible for further study. Most patients were within age group 15-44 years and almost half were within 20-50% TBSA with median TBSA percentage of 26%. The overall mortality was 17.9% with an increase linear with age and TBSA. A significant mortality increase was observed from 40.5-50.0% TBSA group, which reached a plateau from TBSA 70% and up. Due to limited sample size and patient deaths, only age groups 15-44 years and 45-64 years could provide individual LA50 at 43% and 45%, respectively. The overall LA50 was identified at 49% despite lower mortality compared to a previously published number. Preliminary data showed that the highest percentage of deaths was seen in no treatment group, with no deaths seen in treatment groups EESG and DESG. The odds ratio for mortality in EEWG group was 2.11 (p-value 0.201, CI95% = 0.65-6.80) compared to DEWG group.
Conclusion: The use of a standardized outcome in the form of LA50 provides a more objective insight compared to crude mortality and enables future internal and external comparison. Surgery for patient with 40-50% TBSA should be prioritized to increase survival, and development of resources for defect closure should be encouraged to enable total early excision. The small number of patients undergoing early excision and skin grafting calls for a more attentive screening to triage and select candidates who may benefit from this procedure. Further study with bigger sample size is required to examine the effect of early excision without skin grafting as a preliminary procedure in a limited resource setting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hemastia Manuhara H.
"Pendahuluan: Salah satu konsentrat faktor pertumbuhan autologus terbaru yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan meningkatan bioaviabilitas adalah platelet rich fibrin (PRF). Belum ada penelitian aplikasi PRF di luka pasca panen tandur kulit dapat mempercepat proses epitelisasi.
Metode: Studi multipel measure dengan general linear model adalah untuk mengevaluasi luka pasca panen tandur kulit, luka pasca panen tandur kulit dibagi menjadi dua kelompok dengan atau tanpa aplikasi PRF pada area tersebut. Untuk mengevaluasi epitelisasi luka di lokasi donor, kami memberikan perawatan luka yang sama pada kedua sisi dan evaluasi foto analisis pada hari ke 1,3, 7, 14 dan 30 menggunakan perangkat lunak ImageJ. Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS 20.0. Nilai P lebih rendah dari 0,05 dianggap signifikan.
Hasil: Penggunaan PRF telah membuktikan kemampuannya untuk mempercepat proses epitelialisasi proses penyembuhan situs donor p 0,000. Reaksi inflamasi kelompok PRF (hiperemik, nyeri, hipertermia, dan edema) di situs donor berkurang.
Kesimpulan: Aplikasi PRF akan memperbaiki kondisi luka, khususnya dengan menyediakan faktor pertumbuhan di lingkungan luka yang membantu mempercepat proses epitelisasi dan menghasilkan manajemen luka yang efektif.

Introduction: One of the newest concentrate autologous growth factors for wound healing process is platelet rich fibrin (PRF), used to accelerating wound healing process. PRF application on donor site after skin grafting would accelerated epithelialization process.
Methods: This multiple measure with general linear model study is to evaluate after harvesting, donor site defect was divided into two groups with or without PRF application. To evaluate of epithelialization of donor site wound, we give same treatment of wound care of both side and evaluated at day 1,3, 7, 14 and 30 using ImageJ software. Data obtained were analyzed with SPSS 20.0. The P-values lower than 0.05 considered as significant.
Result: The use of PRF has proven its ability to accelerate the epithelialization process of donor site healing process p 0,000. Inflammation reaction of PRF group (hyperemic, pain, hyperthermia, and edema) on donor site wound less.
Conclusion: PRF application would improve the condition of the wound, in particular by providing growth factor in the wound environment that help accelerate the epithelialization process and resulting in cost effective wound management.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Sakura Rini
"PENDAHLUAN : Terapi tekanan negatif pada luka adalah suatu metode memanfaatkan tekanan subatmosferik untuk menangani luka sulit sembuh. Berdasakan sistem yang ditemukan oleh pasangan Argenta dan Morykwas, kami mencoba membuat modifilcasi sederhana Sistem Vacuum-Assisted Closure (sistem VAC). Alat ini tidak menggunakan tenaga listrik untuk membentuk tekanan negatif sebagaimana pada VAC ash, tetapi spuit 50 cc yang dipasangi katup secara terbalik. Penelitian ini terdiri dari studi pendahuluan untuk memastikan alat modifikasi ini aman, dan penelitian experimental utnuk membandingkan efektifitas penggunaan alat ini dengan pemasangan balutan konvensional (tie-over) untuk mengamankan split- thickness skin graft (STSG) pada Iuka sulit sembuh.
METODE : 18 luka esudatif yang terkontaminasi staphylococcus aureus pada 3 babi yorkshire dilakukan penutupan luka dengan STSG. Setiap luka pada kelompok acak diberi perlakuan berupa pemasangan alat modifikasi VAC dan balutan konvensional (tie-over), pada hari kedua, kelima dan ketujuh pasca skingraft dihitung juga yang takedengna Auto CAD Map.
HASIL : Terdapat pengaruh yang sangat bermakna (p 0.000) antara perlakuan pemakaian alat modifilcasi sederhana sistem VAC dan pemasangan tie-over terhadap pengamanan STSG pada luka sulit sembuh. Berarti bahwa antara luka yang menggunakan that dengan yang tidak menggunakan alat terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p =0.000).
DISKUSI : Luas graft yang take serta kualitas graft pada pemakaian alat cukup signifikan. Setiap bagian dad alai ini dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita Semua komponen disusun secara konsisten sesuai standar mekanis dan memperoleh manfaat yang sama dengan prinsip pada sistem VAC berlisensi.
KESIMPULAN : Modifikasi sederhana sistem VAC dapat meningkatkan keberhasilan skin graft pada luka yang eksudatif. Aplikasi sederhana, pemakaian lebih mudah, biaya murah dan dapat dibawa kemana-mana. Masih membutuhkan penelitian lebih lanjut ditingkat klinis.

INTRODUCTION : A Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is well known method for using subatmospheric pressure to promote difficult wound healing. On the basis of the system by Argenta and Morykwas, we try to create a simple modified Vacuum Assisted Closure (VAC) system. The major difference between the original closure device is no power supply. A controlled reverse valve over a 50 cc disposable syringe, instead of the vacuum suction pump was used to apply negative pressure. This study consist of a preliminary study to elaborate whether this modified system is a safe device, and an experimental study to compare the effectiveness of a simple modified VAC system to conventional tie-over dressing for securing split- thickness skin graft (STSG)I difficult wound.
METIIODE : 18 exudative burn wound contaminated of staphylococcus aureus in 3 yorkshire pig underwent STSG placement. Each wound randomized in group to receive either a conventional dressing or negative pressure dressing, then graft outcome assessed at second, fifth and seventh day postgrafting using AutoCAD Version Software.
RESULT : There was significant differences in split-thickness skin graft (STSG) survival between a simple modified VAC system to convensional tie-over dressing method (p),0000).
DISCUSSION :. The quantitative graft take in wound using negative pressure was significant and quality was subjectively determined to be better in all sample. Each part of device using readily available materials as easy to find in our daily live. All part of this device is consistent to standard mechanical action property with respect to encouraging result obtained with original device.
CONCLUSION : This animal study have shown a good result in using negative pressure to improving skin graft survival. However a simple modified VAC system gives a promising result The application is simple, low cost, no technical difficulties, less skill needed. The device is small in size so that suitable for ambulatory candidate. Further research using randomized clinical trials is needed prospectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firtanty Tasya Andriami Syahputri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Rekonstruksi pada pasien Fournier Gangrene membutuhkan hasil yang baik secara fungsi dan estetik karena dapat mempengaruhi kondisi psikosologis pasien. Karena, penilaian penampilan estetik sangat subjektif, kami mengumpulkan data persepsi estetik pasien Fournier gangrene yang telah dilakukan prosedur STSG menggunakan Visual Analog Scale.
Tujuan: Mendapatkan data mengenai persepsi estetik terhadap pasien Fournier Gangrene
Metode: Residen bedah plastik, pasien Fournier gangrene dan pasangannya diberikan foto pasien Fournier gangrene yang telah menjalani prosedur STSG. Mereka memberikan nilai bedasarkan VAS. Kami menanyakan apakah ada keluhan tambahan pada pasien.
Hasil: Dari Januari 2011 hingga Agustus 2019, didapatkan 91 pasien Fournier gangrene di RSHS. Kami melakukan seleksi pada pasien menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi dan mendapatkan 11 pasien. Hampir semua pasien menyatakan bahwa hasil prosedur STSG secara estetik baik, mean 8,10 (SD 0,74). Sedangkan semua residen bedah plastik dan pasangan dari pasien memberikan nilai yang baik atas hasil operasi, mean 8,36 (SD 0,50) dan 8,22 (SD 0,62). Tidak ada pasien yang mengeluhkan keluhan tambahan setelah prosedur STSG.
Kesimpulan: Tiap kelompok penelitian memiliki latar belakang yang berbeda, namun didapatkan hasil persepsi estetik yang sama (baik) atas prosedur STSG tersebut.

ABSTRACT
Background: Reconstruction of Fournier Gangrene patient is required functional and aesthetic appearance for psychological reasons. However, aesthetic perfection varies greatly and depends on subjective perception.
Methods: Plastic Surgery residents, Fournier gangrene patients and their spouses are given the photos of patients after STSG. They made score based on VAS. We also asked for any complaints after the procedure.
Aim: Provide database regarding aesthetic perception of Fournier gangrene patient after STSG.
Result: From January 2011 until August 2019, there is 91 fournier gangrene patients at Hasan Sadikin hospital. We got 11 patients after selecting those using inclusion and exclution criteria. Almost all patients claimed that the aesthetic result after STSG procedure were good, the mean value were 8,10 (SD 0,74). While, all off the plastic surgery residents and the spouses of the patients argued that the aesthetic outcome of Fournier gangrene patients after STSG procedure were good. The mean value were 8,36 (SD 0,50) and 8,22 (SD 0,62). All of the patients didnt complaint any additional complaint.
Conclusion: While each subject group has different background, we got same aesthetic perception from all groups (good result)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syukri
"Ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi diabetes melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Salah satu penanganan medis yang dilakukan adalah tindakan pembedahan skin graft. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pasien ulkus kaki diabetik post operasi skin graft di RSUP Fatmawati dengan menerapkan intervensi perawatan luka untuk mencapai penyembuhan luka optimal. Perawatan luka ini dilakukan selama lima hari dengan hasil kondisi graft mengalami vaskularisasi sesuai dengan tahap yang ada, yaitu graft mengalami fase revaskularisasi, pengerutan kulit, dan regenerasi. Pasien dianjurkan untuk mengontrol kadar gula darah untuk membantu penyembuhan luka. Oleh karena itu, perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien post operasi skin graft berdasarkan evidence based practice yang ada. Kata kunci: perawatan luka, skin graft, ulkus kaki diabetik.

Diabetic foot ulcers as a complication of diabetes mellitus is an urban public health problem. One of the medical treatments is skin graft surgery. This final work of Ners Scientific aims to give description of nursing care of diabetic foot ulcer patient on skin graft surgery at Fatmawati Hospital by applying wound care intervention to achieve optimal wound healing. This wound treatment was performed for five days with the result of graft condition having vascularization according to the existing stage, ie graft experiencing revascularization phase, skin shrinkage, and regeneration. Patients are encouraged to control blood sugar levels to help wound healing. Therefore, nurses are expected to improve the quality of nursing care in post operative skin graft patients based on existing evidence based practice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library