Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satya Wydya Yenny
"ABSTRAK
Penyebab PV adalah Malassezia spp. atau disebut juga Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ova/a, merupakan jamur serupa ragi yang bersifat saprofit, dalam kondisi tertentu berubah menjadi bentuk miselium yang bersifat patogen. Dalam hal kesembuhan, PV prognosisnya baik tetapi masalah utama adalah kekambuhan yang sangat tinggi. Tingkat kekambuhan pada tahun pertama setelah pengobatan 60% dan pada tahun kedua setelah pengobatan 80%. Hal ini terjadi karena Malassezia spp. merupakan flora normal pada kulit, kadang terdapat lebih dalam pada folikel rambut, selain itu juga karena faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari.
Berbagai faktor yang berperan pada penyakit ini antara lain faktor lingkungan yang lembab dan panas, pakaian tertutup, genetik, hormonal, imunodefisiensi, kulit berlemak, malnutrisi, hiperhidrosis, pengobatan dengan kortikosteroid atau imunosupresan, dan penggunaan antibiotika jangka lama, serta pemakaian kontrasepsi oral. Faktor lingkungan yang berperan pada PV antara lain adalah lingkungan mikro pada kulit, misalnya kelembaban kulit. Kelembaban kulit dinilai dengan mengevaluasi skin capacitance (SC) dan transepidermal water loss (TEWL). Pada kulit normal SC dan TEWL seimbang, pada kulit lembab SC meningkat sedangkan TEWL berkurang. Pada pasien PV diduga kelembaban kulit tinggi.
Sepengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai hubungan PV dengan kelembaban kulit. Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat membantu memberikan asupan dalam penatalaksanaan PV.
Malassezia spp. merupakan flora normal pada kulit. Pada kondisi tertentu bentuk ragi berubah menjadi bentuk miselia yang memberi gambaran Minis PV. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan ini adalah kelembaban kulit yang tinggi, yang dicerminkan oleh SC dan TEWL.
Perumusan masalah
Apakah ada perbedaan skin capacitance dan transepidermal water loss kulit non-lesi pasien pitiriasis versikolor dengan non-pitiriasis versikolor?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radityo
"[Kulit kering merupakan penyebab tersering keluhan gatal pada pasien HIV. Terapi antiretroviral pun dikaitkan dengan kulit kering, namun pemberiannya diperlukan oleh pasien HIV dalam jangka waktu yang lama. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara lama terapi antiretroviral dengan derajat kekeringan kulit pada pasien HIV. Studi potong lintang dan kasus kontrol ini dilaksanakan pada Juni 2015 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Didapatkan 97 subjek. Lama terapi antiretroviral lini dua berkorelasi positif terhadap nilai transepidermal water loss dan lama terapi antiretroviral berkorelasi negatif terhadap nilai skin capacitance. Lama terapi antiretroviral merupakan faktor risiko terhadap penurunan nilai skin capacitance.;Xerosis is the most common etiology for itch in HIV patients. Antiretroviral therapy is also associated with xerosis, but this drug is needed to be given in a long course. Therefore, the purpose of the study is to determine the association between duration of antiretroviral therapy and degree of xerosis in HIV patients. This cross sectional and case control study was done in June 2015 in Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 97 subjects. Duration of second line antiretroviral therapy is positively correlated to transepidermal water loss value and duration of antiretroviral therapy is negatively correlated with skin capacitance value. The duration of antiretroviral therapy is a risk factor for the decrease of skin capacitance value. , Xerosis is the most common etiology for itch in HIV patients. Antiretroviral therapy is also associated with xerosis, but this drug is needed to be given in a long course. Therefore, the purpose of the study is to determine the association between duration of antiretroviral therapy and degree of xerosis in HIV patients. This cross sectional and case control study was done in June 2015 in Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 97 subjects. Duration of second line antiretroviral therapy is positively correlated to transepidermal water loss value and duration of antiretroviral therapy is negatively correlated with skin capacitance value. The duration of antiretroviral therapy is a risk factor for the decrease of skin capacitance value. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Oktarina
"Peningkatan frekuensi penggunaan hand sanitizer dan mencuci tangan dengan sabun disinyalir menyebabkan peningkatan insidens dermatitis pada tangan. Tenaga nonmedis yang bekerja di rumah sakit juga mengimplementasikan hand hygiene secara rutin sehingga ikut mengalami peningkatan kejadian dermatitis pada tangan. Penelitian ini bertujuan menganalisis dermatitis pada tangan tenaga nonmedis, derajat keparahannya, serta penggunaan hand sanitizer terhadap transepidermal water loss (TEWL) dan skin capacitance. Penelitian observasional dengan desain potong lintang ini dilakukan pada bulan Juli hingga September 2022 di ruang penelitian kelompok staf medis (KSM) Dermatologi dan Venereologi, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Subjek dipilih berdasarkan kriteria penelitian dengan metode cluster random sampling. Identitas, data penggunaan hand sanitizer dan mencuci tangan, stigmata atopi, dan durasi dermatitis pada tangan didapatkan melalui anamnesis. Penilaian keparahan dermatitis pada tangan dilakukan dengan hand eczema severity index (HECSI). Pemeriksaan TEWL dan skin capacitance dilakukan dengan Tewameter® TM 300 dan Corneometer® CM 825. Analisis data dilakukan dengan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0. Terdapat masing-masing 24 subjek yang direkrut pada kelompok dengan dan tanpa dermatitis pada tangan. Berdasarkan karakteristik sosiodemografik dan klinis, tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok kecuali frekuensi mencuci tangan dengan air dan sabun. Subjek dengan dermatitis lebih sering mencuci tangan dengan air dan sabun dibandingkan dengan subjek tanpa dermatitis (6 vs 4,5 kali/hari; p = 0,005). Proporsi kejadian dermatitis pada tangan pada tenaga nonmedis pengguna hand sanitizer adalah 10% dengan median durasi penyakit 22 minggu dan rerata nilai HECSI 9,25 ± 6,33. Tidak terdapat perbedaan TEWL dan skin capacitance yang bermakna kedua kelompok (p > 0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara TEWL dan skin capacitance dengan skor HECSI (p > 0,05). Mayoritas tenaga nonmedis yang mengalami dermatitis pada tangan memiliki derajat keparahan ringan. Kerusakan sawar kulit kemungkinan sudah terjadi akibat peningkatan praktik hand hygiene walaupun belum tampak gejala secara klinis sehingga tidak terdapat perbedaan fungsi sawar dan hidrasi kulit yang bermakna antara kelompok dermatitis dan kelompok tanpa dermatitis.

Increased frequency of hand sanitizer use and washing hands with soap allegedly caused the increasing incidence of hand eczema (HE). Nonmedical personnel who work in the hospital also implement hand hygiene practices routinely so they also experience increased incidence of HE. This study aims to analyze the HE in nonmedical personnel, its severity, and the effect of hand sanitizer use on transepidermal water loss (TEWL) and skin capacitance. This observational cross-sectional study was conducted from July to September 2022 at the Department of Dermatology and Venerology, Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital, Jakarta. Subjects were recruited based on the study criteria with cluster random sampling method. Subject’s identity, data related to hand sanitizer use and hand washing, atopic stigmata, and duration of HE were documented through history taking. The severity of HE was assessed with hand eczema severity index (HECSI). TEWL and skin capacitance were measured with Tewameter® TM 300 and Corneometer® CM 825. Data were analyzed with Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) version 21.0. Both HE and control groups consisted of twenty-four subjects, respectively. Based on sociodemographic and clinical characteristics, there was no significant difference between both groups, except for the frequency of hand washing. Subjects with HE washed hands more frequently compared to normal subjects (6 vs 4.5 times/day; p = 0.005). The proportion of HE incidence in nonmedical personnel using hand sanitizer was 10% with median duration of disease of 22 weeks and mean HECSI score of 9.25 ± 6.33. There was no significant difference of TEWL and skin capacitance between both groups (p > 0.05). There was no significant correlation between TEWL and skin capacitance with HECSI scores (p > 0.05). Majority of nonmedical personnel suffering from HE had mild severity. The disruption of skin barrier might have already occurred due to increased of hand hygiene practice although clinical symptoms had not become visible, leading to no significant difference of barrier function and skin hydration in both groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rhida Sarly Amalia
"Latar belakang: Air mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Asupan air yang tidak adekuat, dapat menimbulkan berbagai masalah pada manusia. Dehidrasi paling sering terjadi pada lanjut usia (lansia) yang menyebabkan kulit kering dan berbagai masalah kulit. Kulit memiliki peran penting dalam mencegah kekeringan pada tubuh manusia. Air mendominasi kulit sekitar 30% dan berkontribusi pada kekenyalan, elastisitas, dan ketahanan kulit. Saat ini belum terdapat cukup data untuk membuktikan hubungan antara asupan cairan dengan peningkatan hidrasi kulit.
Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif analitik potong lintang yang dilakukan pada lansia berusia 65-80 tahun di panti Tresna Werdha Budi Mulia 3. Pengukuran dilakukan dengan menilai asupan cairan selama 7 hari. Pada hari ke-9 dilakukan penilaian status hidrasi melalui Urine Specific Gravity (USG), kekeringan kulit melalui Specified Symptom Sum Score (SRRC), dan karakteristik sawar kulit melalui Transepidermal Water Loss (TEWL) dan Skin Capacitance (SCap).
Hasil: Sebanyak 67 SP mengikuti penelitian ini dengan median usia 70 tahun. Terdapat korelasi negatif lemah bermakna antara status hidrasi dengan asupan cairan (nilai p <0,0001). Terdapat korelasi negatif lemah bermakna antara asupan cairan pada lansia dengan SRRC (p<0,0001). Tidak terdapat korelasi antara asupan cairan pada lansia dengan TEWL dan SCap (p = 0.613 and p = 0.060).
Kesimpulan: Asupan cairan yang adekuat dapat meningkatkan kelembapan kulit. Rekomendasi asupan cairan dari Kementerian Kesehatan Indonesia dapat dianjurkan pada lansia.

Background: Water plays a crucial role in human life. Inadequate water intake can result in various issues in humans. Dehydration most commonly occurs in the geriatric, leading to dry skin and various skin problems. The skin plays a vital role in preventing bodily desiccation. Water constitutes around 30% of the skin and contributes to its resilience, elasticity, and durability. Currently, there is insufficient data to establish a definitive relationship between fluid intake and improved skin hydration.
Methods: This study is a cross-sectional analytical descriptive study conducted on elderly individuals aged 65-80 years at the Tresna Werdha Budi Mulia 3 nursing home. Measurements were performed by assessing fluid intake over a 7-day period. On the 9th day, assessments were conducted for hydration status using Urine Specific Gravity (USG), skin dryness through the Specified Symptom Sum Score (SRRC), and skin barrier characteristics using Transepidermal Water Loss (TEWL) and Skin Capacitance (SCap).
Results: Sixty-seven subjects participated in this study, with a median age 70 years. There was a statistically significant weak negative correlation between hydration status and fluid intake (p-value < 0.0001). Additionally, other parameters also showed significant weak negative correlations between hydration status and SRRC with p-values of <0.0001. Nevertheless, there was no significant difference observed in the correlation between fluid intake and both TEWL and SCap value (p = 0.613 and p = 0.060).
Conclusion: Adequate fluid intake can enhance skin moisture. The recommendations of fluid intake from the Indonesian Ministry of Health can be advised for the geriatric population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library