Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Fitriana
"Sitokrom P450 isoform 2C9 (CYP2C9) merupakan enzim utama
pemetabolisme fenitoin. Inhibisi enzim ini dapat menyebabkan peningkatan
kadar plasma fenitoin. Simetidin diketahui meningkatkan kadar plasma
fenitoin dalam tubuh. Saat ini, interaksi antara fenitoin dan simetidin secara
molekuler belumlah jelas. Suatu metodologi komputasional, penambatan
molekuler, berorientasi pada afinitas ikatan struktur kompleks yang terbentuk
antara ligan dengan makromolekul target secara tiga dimensi (3D). Berdasar
alasan tersebut, peneliti dapat menggunakannya untuk menganalisis interaksi
yang terdapat pada struktur kompleks yang terbentuk. Program penambatan
molekuler yang paling banyak digunakan, AutoDock, memperlihatkan
efisiensi kegunaan menilai ligan yang terikat pada situs aktifnya, sehingga
dapat digunakan untuk memahami interaksi antara fenitoin dan simetidin
pada CYP2C9.
Struktur 3D CYP2C9 yang digunakan adalah struktur kompleks
dengan flurbiprofen (PDB ID 1R9O) yang memiliki konformasi terbuka dan
struktur kompleks dengan S-warfarin (PDB ID 1OG5) yang memiliki
konformasi tertutup. Hasil penambatan molekuler menggunakan struktur
kristal 1R9O lebih efektif dibandingkan 1OG5. Substrat fenitoin distabilkan
pengikatannya pada CYP2C9 dengan adanya ikatan hidrogen, interaksi
dengan Arg108 sebagai residu kationik, interaksi hidrofobik khususnya dengan residu Phe114. Sedangkan inhibitor simetidin distabilkan pengikatannya pada CYP2C9 dengan adanya ikatan hidrogen dengan
beberapa residu asam amino termasuk Glu300 yang juga berperan sebagai
residu anionik, serta adanya interaksi hidrofobik. Simetidin menjadi inhibitor
kompetitif CYP2C9 pada situs pengenalan substrat fenitoin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32671
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irya Yohannes
"Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat tersedia sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Obat merupakan bagian penting dalam pelayanan dokter kepada pasien di Rumah sakit. Ksrena itu perlu memehami cost effectivenees analysis dari berbagai produk sejenis. Untuk menentukan jenis obat eensial pada daftar obat esensial nasional (DOEN) ditetapkan melaluianalisis biaya manfaat pada seleksi obat yang digunakan di semua tingkat pelayanan kesehatan. Ranitidin merupakan obat pilihan pertama pada pengobatan gastritis akut sedangkan di RSU Mayjen H.A. Thalib Kerinci masih digunakan simetidin dengan jumlah yang hampir sama dengan ranitidin. Simetidin adalah obat anti gastritis akut yang memiliki harga yang berbeda dengan ranltidin maka perlu diadakau Cost Effectiveness Analysis untuk mengetahui mana yang lebih pantas digunakan.
Teori yang dlgunakan pada penelitian ini adalah teknik evaluasi ekonomi Cost Effictiveness Analysis (CEA) dengan naalisis biaya menggunakn metode perhitungan oppertunity cost. Out put yang dlgunakan dari kedua altematif obat adalah cakupan, rata-rata waktu hilangnya gejala klinis dan hari yang hilang karena gastritis akut. Pada penelitian ini didapatkao bahwa basil perhitungan Cost Electiveness Ratio (CBR) dldapatkao bahwa CBR ranitidln lebih kecil dibaudlngken CBR Simetidin, dhnana (CBR) ranitidln = 67.986 sedangken CBR shnetidln 97.414 Proporsi kejadian efek sarnping ranltidln lebih kecil dlbandingkan dengan simetidin dlmana dari 58 pasien yang diobati dengan ranltidin thnbul efek samping pada 4 pasien berupa saki!kepala dan atau prutitus ( ruam kulit }, sedangkan dari 33 pasien yang diobati dengan simetidin timbul efek samping berupa sakit kepala dan atau prutitus {ruam kulit) 4 orang pasien. Waktu yang dibutuhkan ranitidin untuk menghilangkan gejala klinis juga lebih kecil dibandingkan dengan simetidin, dimana rata-rata yang dibutuhkan ranitidine untuk menghilangkan gejala klinis adalah 13,6 jam sedangkan simetidin membutuhkan waktu 16,6 jam. Rata-rata hari yang hilang kelompok ranitidine lebih kecil dari kelompok simetidin. Secara umum hasil analisis menunjukkan bahwa ranitidin lebih cost effectiveness dibandingkan dengan simetidin dalam mengobati gastriris akut. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada pihak Manajemen Rumah Sakit agar memilih ranitidin sebagai obat gastritis akut untuk dimasukkan dalam formularium, selain itu disarankan melakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang memadai."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T11540
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library