Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gerlach, Mary Jo Mirlenbrink
"Summary:
Overview: Now in its 6th Edition, ASSISTING IN LONG-TERM CARE is the complete learning solution for Certified Nursing Assistants! The user-friendly book delivers all required content to prepare you for the certification exam while developing career skills for long-term care and sub-acute hospital settings. Topics include professional communication, daily CNA responsibilities, residents' rights, nutrition and hydration, restorative care, resident mobility, and maintaining a safe environment - all according to federal OBRA standards for nursing home care. ASSISTING IN LONG-TERM CARE, 6th Edition also walks you through more than one hundred clinical procedures, detailing your role as a CNA in each. Available in hard copy and e-book formats, ASSISTING IN LONG-TERM CARE, 6th Edition's helpful study features include review questions and self-tests, icons that point out key material, and a robust package of interactive, supplemental learning tools."
Clifton Park, NY: Delmar, Cengage Learning, 2014
362.16 GER a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Ardiansyah
"Tujuh puluh persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah pekerja. Produktivitas kerja serta kelangsungan hidup para pekerja sangat dipengaruhi oleh derajat kesehatan yang dimiliki oleh pekerja. Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan salah satu dari bagian integral dari pelayanan kesehatan kerja dan merupakan unsur penting dalam pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja. Dari hasil laporan menunjukkan bahwa dengan adanya promosi kesehatan di tempat kerja berdampak pada kesehatan pekerja, pekerja yang sehat hanya sedikit sekali kehilangan hari kerja karena mengalami sakit.
Tujuan penelitian ini adalah diketahui gambaran faktor yang mempengaruhi absensi sakit dan prilaku Pekerja hidup pekerja terhadap kejadian absensi sakit di PT.X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Hasil yang didapatkan berdasarkan analisa bivariat yaitu variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian absensi karena sakit pada pekerja di PT. X selama periode waktu Maret 2009-Maret 2010 adalah usia (p = 0,030), jenis pekerjaan (p = 0,017), kebiasaan merokok (p = 0,014), pola tidur.

Seventy percent of the entire population in Indonesia is worker. Work productivity and the survival of the workers is strongly influenced by the degree of health which is owned by workers. Health promotion in the workplace is one of the integral part of occupational health services and is an important element in the maintenance and improvement of health status of workers. From the results of the report shows that with the existence of health promotion in the workplace affects the health of workers, health workers has very little loss of working days due to an illness.
The purpose of this study is to be seen the illustration Factors Related to sick absenteeism of worker at PT X during time period of March 2009-March 2010. This research is quantitative research with cross sectional design. Results obtained based on bivariate analysis are variables associated with the incidence of absenteeism due to illness of workers at the PT. X during the time period March 2009-March 2010 were age (p = 0.030), occupation (p = 0.017), smoking (p = 0.014), sleep pattern (p = 0.003). Researchers suggest to do health promotion in the workplace.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T41347
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sholah Imari
"ABSTRAK
Penanganan diare di rumah, merupakan :ara yang tapat untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada penderita diare. Tetapi penelitian untuk membuktikannya belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian cairan dan makanan selama diare terhadap terjadinya dehidrasi. Desain penelitian adalah kasus kontrol, pada anak berumur kurang dari 36 bulan, dengan kasus adalah dehidrasi berat sedang kontrol adalah bukan dehidrasi berat. Keduanya adalah penderita diare yang dirawat imap di rumah sakit
Bagian Anak Di Bngor. Analisis regresi Iugistik multivariat digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor yang diteliti dengan mengendalikan semua faktor laan yang ikut mempengaruhi asosiasi tersebut. Dari 73 kasus dan 113 kontrol yang dianalisis dapat
diketahui bahwa oralit yang diberikan pada anak yang menderita diare dapat mencegah terjadinya dehidrasi sebesar 73,5 % dibandingkgn dangan cairan biasa. Sedang pemberian makan yang cukup selama anak menderita diare dapat mencegah terjadinya dehidrasi sabesar 63,0 % dibandingkan apabila tidak diberikan makanan apapun selama diare. Anak yang menderita diare disarankan untuk segera mendapat oralit, haik sebagai cairan tunggal ataupun kumbinasi dengan cairan lain. Disamping itu, selama anak diare makanan tetap diberikan.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26834
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Gedung-gedung perkantoran umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara atau pendingin secara buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Namun, masih terdapat gejala-gejala sindrom gedung sakit (SGS). Salah satu gejala SGS adalah nyeri kepala SGS (NK SGS) Oleh karena itu perlu dikaji diidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh pekerja di kantor tersebut pada bulan Mei - Agustus 2002 di suatu perkantoran di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS selama satu bulan terakhir. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (15%). Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 57% [(rasio odds (OR) suaian = 0,43; 95% interval kepercayaan (CI): 0,19-0,95]. Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95% CI: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS. Pegawai perempuan mempunyai risiko NK SGS jika dibandingkan dengan laki-laki. Di samping itu, kecepatan gerakan udara yang lambat mempertinggi risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS terutama terhadap tempat kerja perempuan. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)

Even though office buildings are usually equipped with ventilation system or air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still found a number of sick building syndrome (SBS) symptoms. One of the symptoms of SBS is SBS headache. Therefore, it is crucial to identify risk factors related to SBS headache. Cases were subjects who have suffered SBS headache, and controls were subjects who did not suffered headache for the last one month. Cases and controls were selected through a survey on all of employees in the said office during the period of May to August 2002. Total respondents were 240 employees including 36 people suffered SBS headache (15%). Compared to the normal air movement, faster air movement decreased the risk of SBS headache by 57% [adjusted odds ratio (OR) = 0.43; 95% confidence intervals (CI): 0.19-0.95]. Female employees, compared to the males ones, had a higher risk of getting SBS headache by almost three times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache than those who have breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95% CI: 0.09-0.84). Temperature, humidity and smoking habits were not noted correlated to SBS headache. Female workers had greater risk of suffering SBS headache. In addition slower air movement increased the risk of SBS headache. Therefore, it is recommended to improve the progress of air in order to reduce the risk of SBS headache, especially for female workplace. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 171-177, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-171
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmi Savitri
"Latar belakang: Psoriasis adalah penyakit kronis, menyakitkan, merusak, dan melumpuhkan yang tidak ada obatnya, dengan dampak negatif yang besar pada kualitas hidup pasien. Kerusakan, kecacatan, dan hilangnya produktivitas, termasuk ketidakhadiran karena sakit adalah tantangan umum bagi orang-orang dengan psoriasis.
Tujuan: Untuk mengetahui risiko absenteeism pada pekerja dengan psoriasis.
Metode: Dilakukan pencarian literatur menggunakan mesin pencari PubMed dan Google Scholar. Kriteria inklusi adalah desain systematic review, cohort, atau case control; subyek penelitian adalah pekerja; indikator yang tercantum dalam judul adalah psoriasis yang tidak dibedakan dalam bentuk atau jenis psoriasis apa pun; dan luaran adalah absenteeism dan sinonimnya. Kriteria eksklusi adalah artikel ditulis tidak dalam bahasa Inggris, teks lengkap tidak tersedia, artikel telah digunakan dalam systematic review terbaru, subyeknya adalah pekerja kasar atau pekerja non-kantor, dan tidak relevan menurut PICO. Telaah kritis dilakukan menggunakan kriteria validitas standar untuk studi etiologi/bahaya/risiko.
Hasil: Terpilih 1 artikel retrospective matched case control analysis dengan tingkat kekuatan bukti 3b –. Pasien psoriasis secara signifikan lebih mungkin daripada kontrol untuk melewatkan jam kerja (OR = 1,37; 95% CI 1,00-1,89; p <0,05) dan hari (OR = 1,21; 95% CI 0,72 - 2,05) pada minggu sebelumnya karena alasan kesehatan.
Kesimpulan: Psoriasis meningkatkan risiko cuti sakit/absen karena penyakit daripada mereka yang tidak psoriasis. Tingkat keparahan penyakit tidak selalu menjadi satu-satunya faktor risiko peningkatan absenteisme. Area kelainan yang terkena, dapat menjadi faktor risiko peningkatan absenteeism pada pekerja dengan psoriasis.

Background: Psoriasis is a chronic, painful, destructive, and disabling disease that has no cure, with a large negative impact on a patient's quality of life (QoL). Damage, disability, and loss of productivity, including absence due to illness are common challenges for people with psoriasis
Aim: To know the absenteeism risk of workers with psoriasis.
Method: A literature search using search engine PubMed and Google Scholar was conducted. The inclusion criteria are systematic review, cohort, or case control study; the subjects of studies are workers; the indicator listed in the title is psoriasis that is not differentiated in any form or type of psoriasis; and the outcome is absenteeism and its synonyms. The exclusion criteria are the articles not written in English, full text is not available, the articles have been used in the recent systematic review, the subjects are blue collar worker or non-office worker, and not relevant according to PICO. Critical appraisal was conducted using standard validity criteria for etiologic/harm/risk studies.
Result: A retrospective matched case control analysis was selected with the level of evidence 3b –. Psoriasis patients were significantly more likely than controls to skip working hours (OR = 1.37; 95% CI 1.00 - 1.89; p <0.05) and days (OR = 1.21; 95% CI 0.72 - 2.05) at the previous week due to health reasons.
Conclusion: Psoriasis increases the risk of sick leave/absenteeism due to illness than those without psoriasis. The severity of the disease is not always the only risk factor for increased absenteeism. The area of abnormality affected can be a risk factor for increased absenteeism in workers with psoriasis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Oktora
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala non-spesifik yang dialami saat berada dalam suatu gedung yang terkait dengan kualitas udara dalam ruang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja yang bekerja di dalam gedung. Metode penelitian yang digunakan adalah disain studi cross sectional. Pada penelitian ini, suhu dan kelembaban udara merupakan variabel independen, dan kejadian SBS adalah variabel dependen. Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, lama/masa kerja, kebiasaan merokok, riwayat penyakit alergi dingin, dan kondisi psikososial) juga turut diteliti sebagai variabel independen lainnya. Jenis AC dan kepadatan orang dalam ruang diteliti sebagai faktor lain yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa factor karakteristik responden yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS hanya riwayat penyakit alergi dingin. Dari hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan yang signifikan kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian SBS. Hasil uji statistik chi-square, hubungan antara suhu udara dan SBS, diperoleh Pv = 0,011 dan OR = 3,363. Hasil uji statistik chisquare, hubungan antara kelembaban relatif dan SBS, diperoleh nilai Pv = 0,031 dan OR = 2,923."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duniantri Wenang Sari
"Tingginya angka pencemaran udara di dalam ruang perkantoran di DKI Jakarta diduga dapat mengakibatkan gejala Sick Building Syndrome bagi para pengguna gedung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kaitan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang dilakukan melalui pengukuran dan penyebaran kuisioner. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (konsentrasi debu partikulat PM10, PM2.5 dan PM1; suhu; kelembaban; dan pencahayaan) serta faktor confounding lainnya yaitu personal factor (umur, jenis kelamin, alergi, dan kebiasaan merokok), psikososial faktor, serta persepsi pekerja. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konsentrasi debu PM10 dan PM2.5 pada area basement di tiga gedung telah melebihi NAB yang ditetapkan oleh EPA tahun 2006 yaitu 0.15 mg/m3 untuk PM10 dan 0.035 mg/m3 untuk PM2.5. Namun pada middle floor dan top floor konsentrasi debu masih relatif berada di bawah NAB. Untuk hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan pencahayaan pada basement juga berada di luar standar yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sedangkan pada ruangan lain masih berada dalam batas aman kecuali pada Gedung 2. Dari hasil analisis, tidak ditemukan hubungan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala SBS. Hal ini diduga disebabkan karena keterbatasan penelitian yang dilakukan terutama responden yang mengisi kuesioner tidak semuanya adalah okupan yang berada pada ruangan yang diukur. Sedangkan untuk faktor confounding (personal factor, psikososial faktor, dan persepsi pekerja) yang diteliti hanya jenis kelamin yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap SBS dimana pada wanita, ditemukan kasus SBS yang lebih banyak dibandingkan pria.

Increasing the number of indoor air pollutant in DKI Jakarta was estimated to be the causes of Sick Building Syndrome (SBS) for the occupant. This study had been established to get the relation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. The study was cross sectional with observational quantitative that measured by environmental exposure and questionnaire. Physics parameter measured considering concentration of particulate matter (PM10, PM2,5, and PM1); temperature, relative humadity, and ilumination. Besides, another confounding factor are personal factor, perception, and pshychosocial. The measurement shown that the concentration of particulate matter (PM10 and PM2,5) and the other physics parameter over the limit value based on EPA and Government standar especially in basement area. Result using the chi square test shown no correlation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. This maybe caused by uncorrect admission filing of questionnaire and area of sampling measurement. Whereas, for confounding factor is no correlation between personal factor, perception, and pshycosocial factor with SBS except for gender variable, woman complaint the symptoms more than men because of their physics and phsychosocial condition."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ruth
"Skripsi ini membahas gambaran kejadian Sick Building Syndrome (SBS) dan faktor-faktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat graha Elnusa Tahun 2009. Sick Building Syndrome atau SBS merupakan sekumpulan gejala gangguan kesehatan pada tenaga kerja yang bekerja di gedung gedung bertingkat. Penelitian SBS di Indonesia telah menunjukkan angka yang relatif tinggi. Diduga penyebab dari SBS ini adalah kurangnya ventilasi di dalam gedung serta kinerja penyejuk udara (AC) yang buruk. Selain itu, ada sumber radikal bebas lain seperti mesin fotokopi, printer, mesin faksimili, pengharum ruangan, larutan pembersih, atau bahan kain pelapis dinding.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihan gambaran kejadian Sick Building Syndrome dan faktorfaktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat gedung Graha Elnusa Tahun 2009. Desain penelitian ini adalah crosssectional dan populasi yang di teliti adalah karyawan PT. Elnusa Tbk yang berada di lokasi pengukuran (suhu dan kelembaban udara) Graha Elnusa. Data yang digunakan adalah data primer, data perusahaan, pengukuran suhu dan kelembaban, dan observasi.
Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah, dari 152 responden yang mengalami kasus SBS di Graha Elnusa tahun 2009, hanya 56 responden (36,8%). Karakteristik responden yang mengalami kasus SBS adalah sebagai berikut 30 responden (33,7%). Yang lebih berisiko mengalami SBS yaitu responden yang berjenis kelamin wanita, responden yang berusia antara 21-30 tahun, responden bekerja kurang dari sama dengan 5 tahun (38,5%), responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok dalam ruangan (37,2%) dan responden yang mempunyai kondisi psikososial yang baik (37%).
Penelitian kualitas udara dalam ruang (fisik, kimia, dan mikrobiologi) sangat berperan dalam menanggulangi masalah Sick Building syndrome. Selain itu penelitian mengenai pencahayaan juga diperlukan karena pencahayaan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya SBS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>