Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
PATRA 13 (1-4) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Aryanti
"Skripsi ini mendeskripsikan Kue Keranjang dalam masyarakat Tionghoa di Pasar Lama. Kue Keranjang merupakan bagian dari kebudayaan Tionghoa yang berkaitan dengan teknologi pengolahan makanan. Kue Keranjang yang selalu dikaitkan dengan Perayaan Imlek, ikut berpindah bersamaan dengan perpindahan orang Tionghoa ke Indonesia, khususnya Pasar Lama. Kue Keranjang dipertahanankan sebagai sebuah tradisi secara turun-temurun dan selalu dikaitkan dengan pelaksanaan perayaan Imlek. Kue Keranjang bagi Masyarakat Tionghoa di Pasar Lama memiliki peranan penting sebagai sesaji, atribut penunjuk identitas, dan komoditas. Pembahasan Kue Keranjang menjadi sebuah perantara untuk mendapatkan gambaran tentang kebudayaan Masyarakat Tionghoa. Kue Keranjang juga memberikan gambaran tentang bagaimana agama leluhur Masyarakat Tionghoa menjadi bagian dalam kebudayaan mereka sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.

This undergraduate thesis describes Kue Keranjang in Chinese Society at Pasar Lama. Kue Keranjang is a part of Chinese culture which is related with food processing technology. Along with the movement of Chinese people to Indonesia. Kue Keranjang that is always associated with Chinese New Yaer, also moved to Indonesia, especially Pasar Lama. Kue Keranjang is maintained to be a tradition throughout generations. For Chinese Society at Pasar Lama, Kue Keranjang has important roles as offering, identity indicator attribute, and commodity. Explanation about Kue Keranjang can be intermediary to get a description about the culture of Chinese Society. Kue Keranjang also gives description about how the religion of Chinese can be a part of their culture. Therefore, both of them cannot be separated.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Upacara Tradisional Larung Tumpeng Sesaji di Telaga Sarangan merupakan salah satu bentuk produk budaya lokal di Wilayah kabupaten Magetan,Provinsi Jawa Timur yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat pendudkungnya
"
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dikha Ayu Kurnia
"This study aims at examining the historicity of petik laut (a maritime tradition) as part of the local genius of cultural hybridization between Islam and ancestral beliefs. Sense of belonging possessed by the Puger community has become the start of the foundation of a multicultural society in the community. This multicultural spirit eventually strengthens nationalism in the country. The methods used in this historical study are respectively (1) heuristics, namely the collection of data through observations, library research, in depth interviews with related parties, (2) criticism, namely internal criticism through the testimony of fishermen and the juru kunci (ritual leader) of the Larung Sesaji tradition in Puger, and external criticism through lecturers and cultural experts, (3) interpretation, explanation of verified data, (4) historiography, namely writing history. The results of the study revealed that a series of maritime ritual is a blend of Islam and animistic traditions. The purpose and objective of the various maritime rituals are usually the same, that is, to ask Gods blessings so that the fishermen will be provided with abundant fish and will be freed from any disaster when fishing. Most of fishing communities believe that the sea is guarded by supernatural beings. In a policentric society, every single maritime ritual is a solidarity making event."
D.I. Yogyakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
400 JANTRA 13:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhianita Kusuma Pertiwi
"ABSTRAK
Indianisasi yang berlangsung kira-kira semenjak abad ke-2 Masehi di beberapa daerah di Nusantara, termasuk Jawa, menyebabkan akulturasi antara kebudayaan India dan Jawa. Cerita lakon wayang purwa sebagai salah satu bentuk dalam karya sastra Jawa yang sampai hari ini masih mengadaptasi narasi yang terdapat dalam Mahābhārata dan Ramayana. Tesis ini difokuskan untuk mengkaji transformasi tekstual dan ideologis dalam adaptasi Sabha-parva, kitab kedua Mahābhārata (hipoteks), ke lakon wayang purwa Sesaji Raja Suya (2013) karya Ki Purbo Asmoro (hiperteks). Dengan menggabungkan kajian tekstual, adaptasi, dan studi lapangan, serta penerapan teori intertekstualitas oleh Gerard Genette, ditemukan tiga teknik transformasi yang terdapat dalam adaptasi hipoteks ke hiperteks, yakni pengembangan, pengeditan, dan pengurangan. Ketiga teknik tersebut diterapkan untuk mentransformasi sejumlah unsur naratif, yakni bentuk dan struktur fisik teks, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan; serta penggunaan kata dan istilah. Berdasarkan analisis tekstual, ditemukan bahwa hiperteks menunjukkan kecenderungan untuk mengglorifikasikan kekuatan dan keunggulan Pandawa dengan menerapkan teknik-teknik transformasi tersebut. Hasil kajian tekstual dianalisis lebih lanjut menggunakan konsep kekuasaan tradisional India Kuno oleh Jan Gonda dan konsep kekuasaan Jawa yang dielaborasikan oleh Benedict Anderson, Koentjaraningrat, dan Soemarsaid Moertono. Analisis ideologis menemukan adanya transformasi konsep kekuasaan yang direpresentasikan oleh masing-masing teks. Tesis ini menyimpulkan bahwa aspek dari konsep kekuasaan Jawa yang ditekankan dalam hiperteks adalah gagasan Jawa-sabrang yang memercayai identitas ke-Jawa-an merupakan nilai ideal bagi seorang raja atau pemimpin.

ABSTRACT
Indianization that occurred approximately since the 2nd century in several regions of Nusantara, including Java, had triggered cultural acculturation. Wayang act maintains the tradition of adapting Mahābhārata and Ramayana. This research is aimed at analyzing textual and ideological transformation in the adaptation of Sabha-parva, the second book of Mahābhārata (hypotext), to Sesaji Raja Suya wayang act by Purbo Asmoro (hypertext) by combining textual and literary adaptation analysis, and field study. Textual analysis identified three techniques: amplification, editing, and reduction, to transform the narrative elements, including: form and structure, sequence of events and plot, characterization, settings, and also specific terms. The textual transformation techniques are used to glorify the power and sovereignty of Pandawa as the main protagonists. The results of textual analysis were further studied by implementing the concept of power in Ancient India by Jan Gonda and the concept of power in Javanese culture by Benedict Anderson, Koentjaraningrat, and Soemarsaid Moertono. Ideological analysis has proven the transformation of the concept of power in the adaptation of the hypotext to hypertext. This research concludes that the hypertext underlines the idea of Jawa-sabrang, or the ethnocentric view which believes Javanese identity as the ideal value for a king or ruler."
2019
T52758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marista Christina Shally Kabelen
"Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari nilai. Bagi masyarakat Yogyakarta, nilai selalu mengiringi setiap ritual dalam siklus kehidupan manusia. Salah satu bentuk ritual yang masih dilestarikan masyarakat Yogyakarta adalah slametan. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengkaji nilai dalam slametan masyarakat Yogyakarta dalam perspektif Max Scheler. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut; slametan masyarakat Yogyakarta adalah fenomena yang menekankan pengalaman intuitif terhadap pemahamannya atas Yang Mutlak. Dalam perpektif Max Scheler slametan sebagai ritual memiliki makna simbol dalam sesajinya mengandung empat gugus nilai, yakni: nilai kenikmatan, nilai vitalitas, nilai spiritual, dan nilai kesucian.

Human's life can not be detached from value. For Yogyakarta?s society, value always accompanied each rituals in human's life cycle. One form of ritual still preserved by Yogyakarta?s society is slametan. The purpose of this research is to assess the value in slametan of Yogyakarta?s society in Max Scheler's perspective. This research using interpretation method through literature review. The outcome of this research are; The Yogyakarta?s society?s slametan is a phenomena that stressed the intuitive experiences on its comprehension of The Absolute. In Max Scheler's perspective, slametan as ritual has symbol meaning in its sesaji (offerings) consists four values, which are: pleasure value, vitality value, spiritual value, and holiness value."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusumawati
"Tesis ini pada dasamya mengkaji bagaimana cara orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis mempertahankan tradisi pemujaan leluhur.Dalam hal ini fokus penelitian penulis adalah upaya penyesuaian yang dilakukan pada makanan sesaji yang dipersembahkan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis dalam upacara pemujaan leluhur. Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan pendekatan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss untuk mengetahui sejauh mana penyesuaian itu terjadi dan pada tingkat apakah terjadi perubahan itu.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi, yang memusatkan perhatian pada upaya yang dilakukan penganut Khonghucu di Cimanggis dalam makanan sesaji pada upacara pemujaan leluhur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengarnatan, wawancara mendalam dan penggunaan literatur yang relevan.
Hasil penelitian yang penulis lakukan pada orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis memperlihatkan bahwa salah satu cam yang dipilih dan diinginkan oleh mereka untuk mempertahankan tradisi pemujaan leluhur adalah dengan melakukan resistensi pasif Yang dimaksud dengan resistensi pasif adalah suatu penolakan untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah, kekuasaan, pemaksaan atau kekerasan tanpa memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya) terhadap orang yang melakukan pemaksaan tersebut atau lingkungan yang berubah. (Horace B & English, 1958: 460). Orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis menolak untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah atau beberapa peraturan diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun mereka juga tidak memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya). Untuk tetap mempertahankan kebudayaan Tionghoa ini, mereka lalu melakukan beberapa penyesuaian.
Dengan menggunakan pendekalan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss, penulis melihat bahwa dalam hal makanan sesaji, penyesuaian yang dlakukan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis sebetulnya hanya terjadi pada struktur permukaan dari set of knowledge orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis. Struktur dalamnya sama sekali tidak berubah. Selain itu konsep ?sudah menjadi takdir Tuhan? , konsep ?habis bagaimana lagi?, konsep da-tong yang berarti satu dunia atau universal harmony dan konsep chuantong yang berarti tradisi sangat membantu orang-orang Tionghoa berkompromi dan menggunakan kebijaksanaan yang praktis dalam memecahkan kesulitan yang mereka hadapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library