Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Darheni
"In the Indonesian language have been found three type of the passive sentence,that is, the canonical passive, the passive which has the surface from of on object topicalization, and the other type. Even though, in the Indonesian language only has two type of the passive sentence, that is , the canonical passive and the other type . The passive which has the surface from of on object topicalization is not been found in the Sundanesse language and the passive sentence in the Indonesian language which the surface from of on object topicalization form. Its will always become the canonical passive form in the Sundanesse language."
Bandung: ITB, 2010
495 JUSOS 9:19 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: Sogang University, 2004
KOR 495.78 KOR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Nurina
"ABSTRAK
Makalah ini membahas kalimat yang mengalami pergeseran struktur setelah diterjemahkan. Sebagai korpus data digunakan empat artikel terjemahan di laman Goethe-Institut Indonesia dengan fokus analisisnya adalah teks sasaran, yaitu bahasa Indonesia. Fokus makalah ini terletak pada pergeseran struktur kalimat terjemahan menurut teori Hasan Alwi. Digunakan pula teori dari Kridalaksana, Kushartanti, Nieder dan Stern sebagai penunjang. Metode penelitian analisis kontrastif diterapkan untuk membandingkan teks sumber dengan teks sasaran yang kemudian dicari perbedaannya. Dari hasil analisis diperoleh 25 kalimat yang mengalami pergeseran struktur berdasarkan lima kriteria yang telah ditetapkan oleh penulis. Terdapat lima kalimat yang sesuai dengan teori Hasan Alwi, sedangkan 20 kalimat lainnya tidak, karena teori tersebut hanya berlaku untuk kalimat tunggal, sedangkan data yang dianalisis juga menunjukkan kalimat-kalimat kompleks. Alasan lainnya karena perbedaan aturan tata bahasa Indonesia dengan bahasa Jerman.

ABSTRACT
This paper discusses sentences that possess shifted structure on translation. Four translation articles from official website Goethe-Institut Indonesia are used as the data. The focus of this analysis is target text, Indonesian, and the focus of this paper lies on the shifted structure of sentence after being translated according to Hasan Alwi rsquo;s theory. Theories by Kridalaksana, Kushartanti, Nieder and Stern are also used as addition. The method of this paper is contrastive analysis which is used to comparing source text with target text and look for the differences. The result of the analysis shows that there are 25 sentences have experienced the structural shift after the writer arranged five criteria. There are five sentences are into Hasan Alwi rsquo;s theory, while the remaining 20 sentences are not included because the theory only valid to simple sentence. But in fact, corpus data also pointed the complex sentences. Furthermore due to the differences in grammatical rules. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Fenty Debora
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola-pola dasar kalimat mahasiswa dalam menulis karangan. metode penelitian dirancang dengan metode deskriptif kualitatif. dalam hal ini, subjek penelitian adalah mahasiswa bahsa inggris semester satu. setiap mahasiswa diarahkan menuliskan teks recount dan selanjutnya peneliti menganalisanya. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar dari mahasiswa hanya mampu menggunakan tiga pola kalimat dasar yaitu s+v, s+v+o, dan s+lv+adj. pola kalimat lainnya seperti sv+io+o, s+v+o+oc, s+lv+n belum ditemukan. disamping itu terdapat beberapa kesalahan dalam grammar seperti tenses, penggunaan linking verb, parts of speech, dsb. ini menunjukkan bahwa mahasiswa semester satu jurusan pendidikan bahasa inggris masih sangat lemah dalam menggunakan pola-pola kalimat bahasa inggris."
Sumatera Utara: Universitas HKBP Nommensen, 2018
VISI 26:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Hartono
"Kajian tentang bagaimana mengukur kompleksitas pertuturan (stylistic complexity) seseorang berdasarkan analisis linguistik merupakan salah satu kajian yang dipandang kompleks dalam analisis linguistik. Kajian ini secara linguistik sangat penting untuk dilakukan. Melalui kajian ini diharapkan dapat menemukan ukuran yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan tingkat kesulitan pemahaman suatu pertuturan.
Penelitian ini ingin menjawab masalah (1) bagaimanakah pola kalimat berdasarkan konstituen klausa dan proporsi kemunculannya di dalam wacana anak usia fase operasional konkret berusia 7-12 tahun? (2) bagaimanakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut? (3) apakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut berbeda secara bertahap dalam setiap tahun? (4) apakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti dalam setiap peningkatan tahun usia? Untuk itu, dilakukan (1) deskripsi pola kalimat wacana anak fase operasional konkret berusia anak usia 7-12 tahun, (2) deskripsi sebaran tingkat kompleksitas kalimat wacana anak itu berdasarkan rata-rata panjang kalimat, rata-rata panjang blok informasi, dan rata-rata kedalaman klausa sematan, (3) pengukuran variasi kompleksitas kalimat wacana anak usia itu, dan (4) pengukuran peningkatan kompleksitas kalimat wacana anak usia itu.
Untuk mencapai tujuan itu direkamlah tuturan lisan Bahasa Indonesia anak fase operasional konkret berusia 7-12 tahun, yang didapat dari pengamatan alamiah maupun dengan pemancingan tuturan. Korpus data wacana penelitian ini berupa transkripsi 48 tuturan lisan-yang terdiri atas 1053 kalimat-terbagi dalam 6 tingkatan usia. Tiap-tiap tingkatan usia terwakili 8 wacana. Dari 8 wacana setiap tingkatan usia ditemukan 249 kalimat untuk tingkat usia 7 tahun, 169 kalimat tingkat usia 8 tahun, 194 kalimat tingkat usia 9 tahun, 156 kalimat tingkat usia 10, 147 kalimat tingkat usia 11, dan 138 kalimat tingkat usia 12 tahun.
Berdasarkan hasil analisis data, di dalam wacana anak fase operasional konkret berusia 7-12 tahun ditemukan 34 pola kalimat. Pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola A, diikuti pola A+A, AB, dan BA, sedangkan pola yang lain hanyalah pola variasi. Pada wacana anak usia 7 tahun, ditemukan 9 pola kalimat dan pola yang paling banyak muncul adalah pola A, disusul pola A+A, A+A+A, dan AB. Pada wacana anak usia 8 tahun ditemukan 7 pola kalimat dan poles kalimat yang paling banyak muncul adalah A, disusul pola A+A, AB. Pada wacana anak usia 9 tahun ditemukan 14 pola kalimat dan pola yang paling banyak muncul adalah A, diikuti pola A+A, BA, dan AB. Pada wacana anak usia 10 tahun ditemukan 19 pola kalimat dan pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola. A, diikuti pola A+A, AB, dan BA. Pada wacana anak usia 11 tahun ditemukan 16 pola kalimat dan pola. kalimat yang paling banyak muncul adalah pola BA, diikuti pola A+A, A, dan AB. Pada wacana anak usia 12 tahun ditemukan 23 pola kalimat dan pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola A+A, diikuti pola A, AB, dan BA.
Hasil analisis kompleksitas kalimat wacana anak usia fase operasional konkret berusia 7-12 tahun menunjukkan bahwa kompleksitas kalimat, baik berdasarkan rata-rata panjang kalimat, rata-rata panjang blok informasi, maupun rata kedalaman klausa sematan itu berbeda. Perbedaan tingkat kompleksitas ini menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di samping itu, jika usia anak itu bertambah, kompleksitas kalimat wacana pun ikut bertambah. Dengan kata lain, semakin tinggi usia anak, semakin tinggi kompleksitas kalimat wacananya. Peningkatan kompleksitas kalimat itu menunjukkan peningkatan kompleksitas kalimat yang signifikan. Adapun berdasarkan golongan tingkatan kompleksitasnya, kompleksitas kalimat wacana anak usia face operasional konkret berusia 7﷓12 tahun berdasarkan rata-rata panjang kalimat adalah 1,86 tergolong kompleksitas tingkat II atau sedang; berdasarkan rata-rata panjang blok informasi adalah 1,32 tergolong tingkat II atau sedang; dan berdasarkan rata-rata kedalaman klausa sematan adalah 1,24 tergolong tingkat II atau sedang.

The study how to measure stylistic complexity of a person based linguistic analysis is one of the complicated study in linguistic analysis. This study is worth doing linguistically. Through this study, it is expected that standard of measurement for comprehension level of difficulties of style is found out.
The research aims to answering the following problems (1) What sentence patterns, based on clause constituent and the frequency of occurrence in the discourse of concrete operational phase age of children of 7 to 12 years old? (2) How complex is the discourse sentence in those ages? (3) Are the complexities of the discourse sentences for every difference of one year's age? (4) Is there any improvement in the complexities that are significantly seen as their age increasing of their age? For those purposes the following steps are taken (1) Describing discourse sentence patterns concrete operational phase children of 7 - 12 years. (2) Describing the distribution of children discourse sentence complexities based on sentence length, information block length, embedded clause depth averages. (3) Measuring the children discourse sentence complexities, and. (4) Measuring the improvement/increase the complexities of the children sentence discourse.
To achieve the goals the oral style of the children was re corded, by means of natural observation or by probing questions. The corpus of this research discourse consists of transcription of 48 says of oral style--consisting of 1053 sentences--divided into 6 levels based in the age of the children. Each level of ages is represented in 6 discourse. In those levels can be found out the following, 249 sentences in 7 year level, 169 in 8 year level, 194 in 9 year level, 156 sentences in 10 years old level, 147 sentences in 11 years old level, and 138 sentences in 12 years old level.
Based on the data analysis, 34 sentence patterns are found out in the concrete operational phase children discourse of the age 7 - 12 years. The sentence patterns frequency in their order of their frequencies is, A pattern, A+A pattern, AB and BA, and the frequency are patterns of variation. In the children discourse of 7 year old 9 sentence pattern are found, and their order of frequency is A, A+A, AB, and A+A+A. In the children discourse of 8 years 7 sentence patterns, in the order of A, A+A, and AB. Fourteen sentence patterns are for found in the 14 years old children discourse with the order of frequency A, A+A, BA, and BA. From the 10 years old children discourse, 19 sentence patterns are found with their order of frequency, A, A+A, AB, and BA. In the discourse of 11 years old children, 16 patterns are found out with the order of frequency BA, A+A, A and AB. From the discourse of 12 year old children, 23 patterns are found with the order of frequency A+A, A, AB, and BA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syinta Dewi
"Skripsi ini berisi tentang pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa yang terdapat dalam naskah Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See karya Dwi Woro Mastuti. Naskah tersebut menceritakan perjalanan tokoh dari Tiongkok yang bernama Sik Jin Kwi berperang ke Barat guna menumpas kejahatan. Pelanggaran prinsip kesantunan yang dapat ditemukan di dalamnya berupa kata/frase/kalimat. Teori yang digunakan adalah teori maksim kesantunan berbahasa menurut Leech. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan kata/frase/kalimat yang dilanggar dalam naskah Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See. Hasil analisis menyatakan bahwa pelanggaran prinsip kesantunan Leech di dalam naskah Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See didominasi oleh frase dan pelanggaran maksim yang paling produktif yaitu maksim pujian, maksim kerendahhatian, maksim kesepakatan, dan maksim simpati.

This undergraduate thesis tells about violation to politeness principles in a manuscript of Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See, written by Dwi Woro Mastuti. Those manuscript narrates the tale of a man from Tiongkok who had a journey to the West for criminality extermination mission. Violation to politeness principles occur in this manuscript formed word/phrase/sentence. I used the maxim politeness principles theory from Leech to make an analysis for this thesis. This research purposeful look on word/phrase/sentence violated in a manuscript of Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See. It all boils down to are violation to politeness Leech principles in a story of Sik Jin Kwi Ceng See is dominated by phrase and the most productive maxims are approbation maxim, modesty maxim, agreement maxim, and sympathy maxim."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11713
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Saiful Mubin
"

Intonasi merupakan salah satu aspek yang perlu dikuasai seorang pemelajar bahasa asing karena jika intonasi tidak dituturkan secara tepat, hal itu akan berakibat pada kesalahpahaman (Penny, 1991). Begitu pula pemelajar Korea yang belajar bahasa Indonesia. Penelitian ini menginvestigasi bagaimana intonasi tuturan deklaratif dan interogatif bahasa Indonesia dituturkan oleh pemelajar Korea. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian pemelajar BIPA dari Korea yang berada pada tingkat pemula, madya, dan tinggi. Data penelitian berupa tiga tuturan bahasa Indonesia yang terdiri atas dua kalimat tunggal dan satu kalimat majemuk dalam percakapan yang diperankan sebanyak tiga kali. Penelitian ini mengaplikasikan pendekatan IPO dengan tiga kegiatan utama: eksperimen produksi ujaran, analisis akustik ujaran, dan eksperimen uji persepsi ujaran. Kajian ini menunjukkan bahwa ciri akustik yang menandai ketiga tingkat pemelajar adalah kontur intonasinya. Tinggi nada tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat pemelajar. Tinggi nada secara khusus hanya menandai kontras tuturan deklaratif dan interogatif. Ciri akustik tuturan tingkat pemula dan madya masih menunjukkan adanya kesamaan dengan pola intonasi bahasa Korea, sedangkan pola intonasi tuturan tingkat tinggi tidak sama dengan bahasa Korea maupun bahasa Indonesia. Hanya kontras tinggi nada tuturan dekalaratif dan interogatif tingkat tinggi yang cenderung sama dengan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, semua tuturan dari semua tingkat diterima dengan baik oleh orang Indonesia.

 

 


Intonation is one of the aspects that need to be mastered by a foreign language learner because if intonation is not spoken correctly, it will result in misunderstanding (Penny, 1991). The idea is applied to Korean who learns Bahasa Indonesia. This study investigates how Korean learners make use of intonation to express declarative and interrogative utterances of Bahasa Indonesia. The subject of this study is native Koreans who study BIPA at the beginner, intermediate, and advance levels. The data of this study are three utterances in Bahasa Indonesia consisting of two single sentences and one compound sentence which then each subject needed to utter for three times. IPO approach is applied with three main activities: speech production experiment, speech acoustic analysis, and speech perception test experiment. This study showed that there is a particular relation between intonation contour and the learners level of comprehension. However, it failed to prove any relationships between pitch and the level of the learners. Regardless, the study found that pitch only marks the contrast of declarative and interrogative speech. The acoustic characteristics of beginner and intermediate speech levels still show similarities with the Korean intonation patterns, while the high-level speech intonation patterns are not the same as Korean and Indonesian. Only the high contrast of high-level declarative and interrogative speech tones tends to be the same as Indonesian. Nevertheless, all speeches from all levels were well received by Indonesians.

 

Keywords: Indonesian intonation pattern; Korean intonation pattern; Indonesian language learners level; declarative sentence; interrogative sentence

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Furqon Khakim
"

 

Hakim sebagai bagian dari sistem peradilan, memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat dalam bentuk pengambilan keputusan pada suatu peradilan perkara. Namun, acap kali keputusan yang diambil hakim memberikan ketidakpastian hukum seperti disparitas pidana. Disparitas pidana dapat diartikan sebagai ketidak samaan putusan yang dijatuhkan pada perkara-perkara yang memiliki kesamaan. Sehingga, ketidaksamaan ini bisa memberikan rasa ketidak adilan kepada narapidana. Salah satu teori yang membahas disparitas pidana adalah teori legal realism. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa dalam pengambilan suatu keputusan, hakim tidak hanya mendasarkan pada fakta-fakta hukum yang disajikan dalam persidangan, tetapi hakim juga mempertimbangakn faktor psikoligi, politik dan sosial. Dengan kata lain, hakim bisa saja menggabungkan faktor legal dan non-legal tersebut untuk menarik suatu keputasan suatu perkara peradilan. Disparitas pidana dan teori legal realism mendorong penulis melakukan suatu penelitian untuk melihat hubungan antara faktor legal dan non-legal terhadap durasi penahanan pada narapidan anak, dan juga untuk menguji coba beberapa hipotesa guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masa tahanan narapidana anak di Indonesia. Dengan menggunakan metode model regresi Ordinary Least Square, penelitian ini menemukan adanya suatu hubungan beberapa faktor legal dan non legal terhadap masa penahanan narapidana anak. Dari delapan faktor yang diuji, hanya terdapat dua faktor yaitu lokasi peradilan dan tingkat kejahatan yang secara signifikan mempengaruhi hakim dalam menentukan masa penahanan. Hasil dari penelitan ini bisa digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak terkait dalam rangka mengurangi disparitas pidana terutama untuk narapidana anak.

Kata kunci: disparitas, faktor legal, faktor extralegal, narapidana anak,  putusan hakim,

 


The judge as the main actor in the justice system, plays a significant role in providing justice and legal certainty for the society through every decision made in court. However, in practice, the judges decision often leads to legal uncertainties such as the disparity in sentencing. Disparity in sentencing is defined as the application of an unequal sentencing to similar offenses in practice of the court, specifically with regard to the duration of the final sentence. Hence, it may bring a sense of inequality in justice for the defendants. One legal theory discussing disparity in sentencing is the legal realism theory. Legal realists argue that not only rational application of laws, but also psychological, political, and social factors need to be considered by the judges in making the final sentence. In other words, the judges may combine legal and extra-legal elements to derive final decision for the cases. Sentencing disparity and legal realism theory inspired the author to conduct a research to examine the correlation between legal-extralegal factors and the duration of the final sentence, and also hypotheses testing to figure out the influencing factors on that affect the duration set for juvenile defendants in Indonesia. Applying quantitative methods with Ordinary Least Square regression model, this research found the correlation of some legal and extralegal factors to the length of incarceration among juvenile defendants. In addition, among eight factors examined in this research, only two factors, namely the location of the court and seriousness level of crime were found to significantly influence the judges on sentencing. The findings of the study can be used to set legal policy to reduce the disparity in the final sentence especially for juvenile defendants.

Keywords: disparity, final sentence juvenile defendant, legal-extralegal factors, legal realist

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina Nur Rahmasari
"Penelitian ini membahas poster partai SPD, Die Gr nen, dan Die Linke dalam kampanye pemilihan Bundestag 2013 yang dianalisis dari segi sintaksis, semantis, dan semiotis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tanda verbal maupun nonverbal yang terdapat pada poster. Tanda verbal berupa slogan pada poster dianalisis menggunakan teori struktur kalimat dan teori jenis makna. Tanda nonverbal pada poster dianalisis menggunakan teori semiotik.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Bentuk kalimat slogan kampanye yang ditemukan pada poster memiliki struktur kalimat tidak lengkap. Jenis makna yang dapat ditemukan pada poster adalah makna afektif, asosiatif, referensial, dan makna situatif. Sementara itu, tanda nonverbal yang ditemukan pada poster adalah gambar, gestik, ekspresi fasial, dan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tanda nonverbal dapat mendukung penyampaian pesan verbal berupa slogan.

This research examines analysis of SPD, Die Gr nen, and Die Linke posters in Bundestag election campaign 2013. Posters are observed from the perspectives of syntax, semantics, and semiotic studies. This research aims to ascertain the use of verbal as well as nonverbal signs within posters. Verbal sign which is in the form of slogan were analyzed by using the theory of sentence structure and meaning type. Nonverbal sign were analyzed by using the theory of semiotic.
This research used descriptive analysis method. The slogan sentences seen on the posters are incomplete sentence. The meaning type that can be found are affective, associative, referential, and situative. Nonverbal sign consist of picture, gesture, facial expression, and colour. This research shows that the use of noverbal sign can support the delivery of verbal message in the form of slogan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>