Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Sunardi
"Tujuan: Mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengetahui hubungan antara pola pemberian ASI dan MP·ASI dengan stunting pada bayi usia 6-12 bulan dan mengkatkan kadar seng serum bayi usia 6-12 bulan.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain nested case control. Subyek penelitian adalah bayi stunting dan tidak stunting.
Hasil: Jumlah subyek 90 bayi usia 6-12 bulan, 30 kasus, 60 kontrol. Kelompok kasus diambil secara purposive, sedangkan kelompok kontrol adalab bayi tidak stunting dengan matching jenis kelamin dan usia dalam rasio satu banding dua yang diambil acak sederhana. Subyek terdiri atas 45 bayi perempuan dan 45 bayi Iaki-laki. Sebagian besar (73,3%) subyek berusu.9-12 bulan. Berat badan lahir <-1 SD ditemukan pada 24,4% subyek dan panjang badan lahir <-1 SD pada 15,9% subyek (n= 44). Responden, yaitu ibu subyek, sebagian besar (87,8%) berusia antara 17-'15 lahun dan 58,9"10 berpendidikan rendah. Hampir seluruh subyek (96,7%) mendapat asupan seng di bawah AKG 2004. Pada penelitian ini didapatkan BB lahir <-1 SD merupakan faktor risiko yang bennakna (OR =1,51; P < 0,001) Untuk stunting. Uji statistik menuujukkan pola pemberian ASI dan MP-ASI kalegori tidak baik meningkatkan risiko stunting (OR = 1,122; 95% CI 0,351-3,581), walaupun seeara statistik tidak bermakna. Dengan analisis tambahan didapatkan tidak dilanjutkanya ASI setelah mendapat MP-ASI merupakan faktor risiko bermakna Untuk stunting (p ~0,039; OR 5,8). Rerata kadar seng serum bayi stunting 12,4 ± 1,7 umoL, yaitu termasuk dalam rentang marjinaI (10,7-<13 umol/L). Sebanyak 56,1% subyek stunting mempunyai kadar seng serum di bawah niIai normal (13 umol/L) dan 20% mempunyai kadar seng serum rendah «10,7 umol/L). Uji kore1asi menunjukan tidak ada hubungan antara kadar seng serum dengan asupan seng dan panjang badan untuk usia.
Kesimpulan: Pola pemberian ASI dan MP-ASI kategori tidak baik meningkatkan risiko stunting. Rerata kadar seng serum bayi stunting pada peneitian ini berada dalam rentang marjinal.

Objective: Aim of the study was to optimize child grosth by investigating the relationship between breastfeeding and complementary feeding practice and stunting among 6-12 mo infants, and to examine the zinc status of 6-12 months old stunted infants.
Method : A "nested" case-control design was used in this study. Subjects were stunted and nonstunted infants.
Results : A total of90 subjects of 6-12 mo infants in Tangerang participated in this study (30 cases and 60 _Is). Purposive sampling was used to obtain cases, while simple random sampling was used among matched controls (by gender and age). Gender were equally distributed in both groups. Mostof1he subjects (733%) were between 9-12 mo. Birth weight <-1 SD were found in 24.4% and length (n = 44) <-I SO in 15.9% subjects. Respondents, the subjects'mothers; mostly (87.8%) were between 17-35 yr and 58.9% were low educated.. Almost all (96.7%) subjects had zinc intake below Indonesian RDA 2004. This study demonstrated that birth weight <-1 SD was a significance risk factor (p<0.001; OR = 7.57) fur stunting. Statistical analysis showed that inappropriate breastfeeding and complementary feeding practice increased 1he risk fur stunting (OR= 1.122; 95% Cl 0351-3587), although statistically not significant. Further analysis showed that not continuing breastfeeding was a significant risk further for stunting (OR = 5.8 and p = 0.039). Mean serum zinc levels of 1he stunted subjects was 12.4 ± 1.7 umol/L (marginal levels 10.7-<13 pmollL). Serum zinc levels of 56.7% stunted subjects were under be normal levels (13 umol/L) and 20% hail low serum zinc levels <10.7 umol/L). Serum zinc levels did not show relationship with zinc in lake and height for age Z-score.
Conclusion : inappropriate feeding practice increased 1he risk for stunting. Mean serum zinc levels of stunted subjects in this study were in marginal range.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Nugraha
"[ABSTRAK
Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit menahun folikel pilosebasea yang banyak dijumpai remaja dan dewasa muda. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan antara seng dan AV. Penelitian dengan desain kasus kontrol ini bertujuan mencari hubungan kadar seng serum dengan derajat keparahan AV berdasarkan klasifikasi Lehmann dan dengan jumlah lesi inflamasi. Tujuh puluh subyek dengan AV, terdiri atas 35 AV ringan (AVR) [kelompok A] dan 35 AV sedang (AVS) dan AV berat (AVB) [kelompok B] berdasarkan klasifikasi Lehmann diperiksakan kadar seng serum yang diukur menggunakan Atomic absorption spectrophotometry. Hasil kadar seng serum kelompok A median (min-maks) 11,15 (10,23-14,21) μmol/L dan kelompok B median (min-maks) 9,93 (6,72-10,69) μmol/L. Kadar seng serum kelompok A lebih tinggi dibandingkan kelompok B (p<0,001). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara kadar seng serum dengan jumlah lesi inflamasi pada AV(r -0,488). Sebagai tambahan didapatkan korelasi negatif kadar seng serum dengan jumlah lesi non inflamasi (r-0,582) ataupun total lesi AV (r-0,662). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kadar seng serum berhubungan dengan derajat keparahan AV menurut klasifikasi Lehmann, yakni kadar seng serum lebih rendah pada AV derajat berat dan sedang dibandingkan derajat ringan, dan sejalan dengan hubungannya terhadap jumlah lesi, baik inflamasi, non inflamasi, dan total lesi.

ABSTRACT
Acne vulgaris (AV) is a chronic cutaneous disorder in pilosebaceous follicles affecting many of the adolescents and young adults. Several studies have reported an association between serum zinc level and acne vulgaris. This case-control study aimed to find the relationship between serum zinc level with severity of AV according on Lehmann?s classification and the number of inflamatory lesions. Seventy AV subjects, consisting of 35 subjects with mild AV (Group A) and 35 subjects with moderate and severe AV (Group B) based on Lehmann?s classification are measured their serum zinc levels with Atomic absorption spectrophotometry. In group A serum zinc level median (min-max) was 11,15 (10,23-14,21) μmol/L and in group B, median (min-max) was 9,93 (6,72-10,69) μmol/L. Serum zinc levels in group A were statistically significant higher than group B (𝑃𝑃<0,001). There was a negative correlation between serum zinc levels with the number of inflammatory lesions (r-0,488). Additional result obtained were negative correlation between serum zinc levels with number of non-inflammatory lesions (r-0,582) and total lesion of AV (r-0,662). The results of this study proved that serum zinc levels was associated with the severity of AV according to Lehmann?s classification,i.e. serum zinc levels were lower in severe and moderate acne compared with mild acne, and in line with its correlation to number of lesions, either inflammatory, non-inflammatory, and total lesions.;Acne vulgaris (AV) is a chronic cutaneous disorder in pilosebaceous follicles affecting many of the adolescents and young adults. Several studies have reported an association between serum zinc level and acne vulgaris. This case-control study aimed to find the relationship between serum zinc level with severity of AV according on Lehmann?s classification and the number of inflamatory lesions. Seventy AV subjects, consisting of 35 subjects with mild AV (Group A) and 35 subjects with moderate and severe AV (Group B) based on Lehmann?s classification are measured their serum zinc levels with Atomic absorption spectrophotometry. In group A serum zinc level median (min-max) was 11,15 (10,23-14,21) μmol/L and in group B, median (min-max) was 9,93 (6,72-10,69) μmol/L. Serum zinc levels in group A were statistically significant higher than group B (𝑃𝑃<0,001). There was a negative correlation between serum zinc levels with the number of inflammatory lesions (r-0,488). Additional result obtained were negative correlation between serum zinc levels with number of non-inflammatory lesions (r-0,582) and total lesion of AV (r-0,662). The results of this study proved that serum zinc levels was associated with the severity of AV according to Lehmann?s classification,i.e. serum zinc levels were lower in severe and moderate acne compared with mild acne, and in line with its correlation to number of lesions, either inflammatory, non-inflammatory, and total lesions., Acne vulgaris (AV) is a chronic cutaneous disorder in pilosebaceous follicles affecting many of the adolescents and young adults. Several studies have reported an association between serum zinc level and acne vulgaris. This case-control study aimed to find the relationship between serum zinc level with severity of AV according on Lehmann’s classification and the number of inflamatory lesions. Seventy AV subjects, consisting of 35 subjects with mild AV (Group A) and 35 subjects with moderate and severe AV (Group B) based on Lehmann’s classification are measured their serum zinc levels with Atomic absorption spectrophotometry. In group A serum zinc level median (min-max) was 11,15 (10,23-14,21) μmol/L and in group B, median (min-max) was 9,93 (6,72-10,69) μmol/L. Serum zinc levels in group A were statistically significant higher than group B (𝑃𝑃<0,001). There was a negative correlation between serum zinc levels with the number of inflammatory lesions (r-0,488). Additional result obtained were negative correlation between serum zinc levels with number of non-inflammatory lesions (r-0,582) and total lesion of AV (r-0,662). The results of this study proved that serum zinc levels was associated with the severity of AV according to Lehmann’s classification,i.e. serum zinc levels were lower in severe and moderate acne compared with mild acne, and in line with its correlation to number of lesions, either inflammatory, non-inflammatory, and total lesions.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grentina Dwi Prawesti
"Latar belakang: Pada trimester ketiga terjadi peningkatan patogen yang dapat disebabkan oleh gangguan kerja imunitas usus akibat defisiensi seng, sehingga menekan pertumbuhan Bifidobacterium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar seng serum dan jumlah Bifidobacterium usus pada kehamilan trimester ketiga.
Desain: Studi potong lintang pada 52 wanita hamil ≥32 minggu, berusia 19–44 tahun dan memenuhi kriteria penelitian di 10 Puskesmas Kacamatan Jakarta Timur. Dinilai asupan seng dan besi menggunakan SQ-FFQ. Asupan protein, lemak dan total kalori menggunakan 2x24 hours food recall. Dilakukan pengukuran seng serum dan penghitungan Bifidobacterium usus.
Hasil: Didapatkan asupan seng kurang dengan rerata 8,74±3,90 mg/hari. Defisiensi seng didapatkan pada 75% subjek. Jumlah Bifidobacterium usus subjek memiliki median sebesar 7,7 (5,12–9,50) log sel/gram. Kelompok defisiensi seng memiliki nilai median yang lebih rendah. Uji korelasi didapatkan nilai r=0,04 dengan p=0,81.
Kesimpulan: Tidak ditemukan korelasi antara kadar seng serum dan jumlah Bifidobacterium usus kehamilan trimester ketiga.

Background: Numbers of pathogen were increases in the third trimester of pregnancy that can be caused by impairment of gut immune function due to zinc serum deficiency, thereby suppressing the growth of Bifidobacterium. This study was conducted to investigate the relationship between zinc serum levels and gut Bifidobacterium numbers in the third trimester of pregnancy.
Design: A cross-sectional study recruited 52 pregnant women among 19–44 years old with gestational age ≥32 weeks and met the study criteria were conducted in 10 Community Health Center at East Jakarta. Dietary intake such as zinc and iron through SQ-FFQ, protein, fat and total calories using 2x24 hours food recall were assessed. Measurement of serum zinc level and quantification of gut Bifidobacterium numbers were generated.
Results: The entire subject had poor zinc intake with mean value 8,74±3,90 mg/day. Zinc deficiency was found in 75% subjects. Median number of gut Bifidobacterium was 7,7 (5,12–9,50) log cell/gram and subjects with zinc deficiency had lower median value. Correlation test score r=0,04 and p=0,81.
Conclusion: There was no correlation between serum zinc levels and gut Bifidobacterium numbers in the third trimester of pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliana
"[ABSTRAK
Pada kehamilan dibutuhkan asupan zat gizi yang adekuat untuk menunjang
pembelahan sel dan pertumbuhan yang cepat. Seng merupakan kofaktor dari hampir
sekitar 200 enzim yang berperan penting dalam embryogenesis. Defisiensi seng
berhubungan dengan komplikasi pada ibu selama kehamilan dan persalinan serta
gangguan pertumbuhan dan kelainan kongenital pada janin. Konsentrasi seng
serum menurun sejak kehamilan trimester pertama hingga ketiga. Penelitian ini
merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk
mengetahui korelasi antara konsentrasi seng serum maternal dengan tali pusat pada
kehamilan trimester ketiga. Penelitian dilakukan di 10 puskesmas di Jakarta Timur
pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015. Pengambilan subyek dilakukan
dengan cara konsekutif dan didapatkan 63 orang subyek yang memenuhi kriteria
penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara meliputi data usia, usia
kehamilan, paritas, pajanan rokok, pendapatan rumah tangga, pendidikan maternal,
serta asupan protein, besi, tembaga dan seng dengan metode Food Frequency
Questionnaire (FFQ) semikuantitatif. Pengukuran antropometri untuk menilai
status gizi dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi konsentrasi seng serum dan
tali pusat. Didapatkan rerata usia 27,63 ± 4,96 tahun dan sebagian besar subjek
berada dalam kategori pendidikan tinggi dan pendapatan tinggi. Asupan seng
menunjukkan 98,4% subjek memiliki asupan seng kurang dari Angka Kecukupan
Gizi (AKG) Indonesia. Nilai median konsentrasi seng serum maternal 53,70 (28.18
-67,61) μg/dL dan 82,5% subyek tergolong dalam kategori adekuat. Nilai median
konsentrasi seng serum tali pusat adalah sebesar 85,11
(57.54 - 154,88) μg/dL, sedangkan 65,1% subjek tergolong dalam kategori tidak
adekuat. Didapatkan rasio di antaranya 0,63 dengan korelasi tidak bermakna antara
konsentrasi seng serum maternal dengan tali pusat (r=0,04, p=0,78).

ABSTRACT
Pregnancy is a period of rapid growth and cell differentiation, when both of the
mother and the fetus are very susceptible to alterations in dietary supply, especially
of nutrients which are marginal under normal circumstances. Zinc is required for
cellular division and differentiation, and is an essential nutrient for normal
embryogenesis. Zinc deficiency has been associated with complications of
pregnancy and delivery, as well as growth retardation and congenital abnormalities
in the fetus. It has been found that zinc levels keep decreasing during pregnancy
from first trimester to third trimester. The aim of this cross sectional study was to
find the correlation between serum maternal and cordblood zinc level during third
trimester. Data collection was conducted during March 2015 to April 2015 on 10
selected primary health service in East Jakarta. Subjects were obtained using
consecutive sampling method. A total of 63 pregnant subjects had met the study
criteria. Data were collected through interviews including age, gestation age, parity,
tobacco exposure, household income, maternal education, zinc intake, protein
intake, iron intake, and copper intake. Anthropometry measurements to assess the
nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of maternal and
cordblood zinc. Mean age was 27.63 ± 4.96 years and majority of the subjects were
high-educated and well-income. Intake of zinc showed 98.4% of the subjects were
less than recommended dietary allowances (RDA). Median of serum maternal zinc
levels was 53.95 (27.97 ? 74.93) μg/dL, while 82.5% the of subjects were
categorized as adequate zinc levels. Median of serum cordblood zinc levels was
84.92 (56.95 ? 155.86) μg/dL. No significant correlation was found between serum
maternal and cordblood zinc (r=0.04, p=0.78) with the ratio between serum
maternal and cordblood zinc was 0.63, Pregnancy is a period of rapid growth and cell differentiation, when both of the
mother and the fetus are very susceptible to alterations in dietary supply, especially
of nutrients which are marginal under normal circumstances. Zinc is required for
cellular division and differentiation, and is an essential nutrient for normal
embryogenesis. Zinc deficiency has been associated with complications of
pregnancy and delivery, as well as growth retardation and congenital abnormalities
in the fetus. It has been found that zinc levels keep decreasing during pregnancy
from first trimester to third trimester. The aim of this cross sectional study was to
find the correlation between serum maternal and cordblood zinc level during third
trimester. Data collection was conducted during March 2015 to April 2015 on 10
selected primary health service in East Jakarta. Subjects were obtained using
consecutive sampling method. A total of 63 pregnant subjects had met the study
criteria. Data were collected through interviews including age, gestation age, parity,
tobacco exposure, household income, maternal education, zinc intake, protein
intake, iron intake, and copper intake. Anthropometry measurements to assess the
nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of maternal and
cordblood zinc. Mean age was 27.63 ± 4.96 years and majority of the subjects were
high-educated and well-income. Intake of zinc showed 98.4% of the subjects were
less than recommended dietary allowances (RDA). Median of serum maternal zinc
levels was 53.95 (27.97 – 74.93) μg/dL, while 82.5% the of subjects were
categorized as adequate zinc levels. Median of serum cordblood zinc levels was
84.92 (56.95 – 155.86) μg/dL. No significant correlation was found between serum
maternal and cordblood zinc (r=0.04, p=0.78) with the ratio between serum
maternal and cordblood zinc was 0.63]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
"Latar Belakang: Belum ada hubungan konsisten antara kadar seng dalam serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, tanpa gangguan fungsi eksekutif and anak non GPPH, dan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak GPPH.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong-lintang dengan kontrol. Sembilan puluh anak dari dua Sekolah Dasar di Jakarta diambil secara acak sebagai subjek penelitian yang dibagi dalam 30 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, 30 anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan 30 anak non GPPH. Kadar seng dalam serum diperiksa dengan metode Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry. Fungsi eksekutif didapatkan melalui pemeriksaan BRIEF versi bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.
Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Ditemukan 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif memiliki kadar seng tidak normal. Rerata serum seng pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif adalah 59.40 g/dL, pada anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif adalah 55.36 g/dL, dan pada anak non GPPH adalah 52.93 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna pada rerata serum seng antara tiga kelompok (p = 0.119). Korelasi antara kadar seng pada anak GPPH dengan fungsi eksekutif adalah r=0.128.
Kesimpulan: Kadar seng dalam serum tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, namun diduga berhubungan dengan gejala klinis GPPH. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jelas hubungan antara seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.

Background: It was assumed that there might be association between serum zinc level and executive function in children with ADHD. This study aimed to identify mean differences between serum zinc in ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children, and to find correlation between serum zinc level and executive function in children with ADHD.
Method: This was a cross-sectional study with control group. Ninety children from two elementary schools in Jakarta were randomly selected as research subjects. They were categorized into ADHD children with executive dysfunction (n=30), ADHD children without executive dysfunction (n=30), and non ADHD children (n=30). Serum zinc was analyzed using Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry method. Executive function was examined using BRIEF-Indonesian version. Data was analyzed using SPSS 20 for Windows.
Result: Seventy five percent of research subjects experinced zinc deficiency. Meanwhile, 60% of children with ADHD suffered from zinc deficiency. There was no significant difference in mean serum zinc between ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children (59.40 g/dL vs. 55.36 g/dL vs. 52.93 g/dL, p=0.119). The coefficient correlation between serum zinc level and executive function in ADHD children was 0,128.
Conclusion: Serum zinc level might not associate directly with executive dysfunction, however it might link with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be done in order to obtain a more clear understanding of serum zinc and executive function in children with ADHD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marie Antoinette Cherie Winokan
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah diketahuinya kadar seng serum pada pasien DM tipe 2
dan hubungannya dengan asupan seng, protein hewani, fitat, dan serat. Penelitian
ini merupakan studi potong Iintang pada pasn DM tipe 2 usia 40-64 tahun yang
berobat jaian di Poliklinik Metabolik Enclokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM pada bulan Mei sampai Juni 2009. Sebanyak 68 pasien DM tipe 2
menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini dan di akhir penelitian terdapat
58 subjek (85,29%) yang mengikuti penelitian ini dengan lengkap. Data diperoieh
dari wawancara, pengukuran antropometri, evaluasi asupan makanan
menggunakan rntode jizod recaff 2 x 24 jam, food record tiga hari, dan FFQ
semikuantitatifl Selain ilu juga dilakukan pemeriksaan kadar Seng serum, kadar
glukosa darah puasa, dan kadar giukosa darah dua jam setelah makan. Nilai
median asupan seng dari food record didapatkan sebesar 5,95 mg (4,92 - 7,l3
mg) pada laki-Iaki dan pada perempuan sebesar 5,|6 mg (4,54 »- 6,03 mg), hanya
3,-45% subjek yang mempunyai asupan seng yang cukup menurut AKG. Sebanyak
8l,03% subjek memiliki proporsi asupan protein hewani yang lebih rendah
daripda rekomendasi dan 93,l0% subjek memiliki tingkat estimasi tingkat
absorpsi Seng yang rendah, serta asupan sera! yang cukup. Sebagian besar (77,6%)
subjek penelitian termasuk kategori hiperglikemik dan sebanyak l2,07% subjek
penelitian memiliki kadar seng serum rendah, yaitu 3,45% pada laki-laki dan
8,62% pada perempuan. Didapatkan korelasi lemah bemnakna (r = 0,226, p =
04344) antara ltadar seng serum dengan asupan protein hewani, dan persentase
asupan protein hewani memiliki korelasi derajat cukup (r=0,375) dengan kadar
Seng serum (p=0,0U2). Tidal-t didapatkan hubungan bermakna antara kadar song
serum dengan asupan seng, protein hewani, serat, dan estimasi tingkat absorpsi
seng."
2009
T32879
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chintia Otami
"ABSTRAK
Penelitian yang membahas hubungan antara seng dan derajat keparahan akne masih terbatas dengan hasil yang tidak konsisten antara satu penelitian dengan penelitian yang lain. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang komparasi untuk menilai hubungan asupan seng dan konsentrasi seng serum dengan derajat keparahan akne vulgaris berdasarkan kriteria Indonesian Acne Expert Meeting. Dilakukan penilaian asupan seng dan pemeriksaan konsentrasi seng serum terhadap 60 pasien akne vulgaris di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Analisis data asupan seng terhadap derajat keparahan akne menggunakan uji T tidak berpasangan sedangkan analisis data konsentrasi seng serum terhadap derajat keparahan akne menggunakan uji Mann-Whitney. Pada penelitian ini, asupan seng pada seluruh subjek berada dibawah nilai Angka Kecukupan Gizi Indonesia dan rerata asupan seng pada kelompok akne ringan lebih tinggi dibandingkan kelompok akne derajat sedang berat. Konsentrasi seng serum pada kelompok akne ringan lebih tinggi dibandingkan kelompok akne derajat sedang berat. Ditemukan perbedaan yang bermakna antara asupan seng pada kelompok akne derajat ringan dengan kelompok akne derajat sedang berat, dan konsentrasi seng serum antara kelompok akne derajat ringan dengan kelompok akne derajat sedang berat.

ABSTRACT
Zinc recently known to have an effect on reducing the severity of acne, but this finding was still inconsistent between one study to another. A comparation cross sectional study was conducted to assess the association of zinc intake and serum zinc level with the severity of acne based on Indonesian Acne Expert Meeting criteria. A total of 60 acne patients in Cipto Mangunkusumo Hospital were selected. Data analysis on zinc intake on acne severity using unpaired T test while zinc serum concentration on acne severity with Mann Whitney test. In this study, zinc intake in all subjects was below the Indonesian Recommended Daily Allowance and mean of zinc intake in mild acne group was higher compare to the moderate severe acne group. Zinc serum level in mild acne group was higher compare to the moderate severe acne group. There was a significant difference between zinc intake in mild and moderate severe acne group, and zinc serum level between mild and moderate severe acne group."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Maya Sari
"ABSTRAK

Latar Belakang: Kehamilan merupakan suatu proses yang membutuhkan asupan seng yang adekuat guna menunjang kesehatan ibu dan janin. Defisiensi seng akibat kurangnya asupan dan bioavailabilitas seng dalam diet masih merupakan masalah di negara berkembang termasuk Indonesia.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kadar seng serum dan hubungannya dengan asupan makanan dalam upaya perbaikan asupan seng pada kehamilan trimester tiga.

Desain: Penelitian dilakukan terhadap 51 subjek ibu hamil trimester tiga dengan menggunakan desain studi potong lintang dan consecutive sampling.

Hasil: Dari penelitian diperoleh hasil rerata kadar seng serum pada subjek penelitian adalah 39,32±6,28 µg/dl dengan frekuensi seng serum rendah dari normal sebesar 92,16%. Semua subjek penelitian tidak memenuhi asupan seng, serat, energi dan protein sesuai AKG. Asupan besi subjek penelitian melebihi AKG pada 96,1% subjek dan semua subjek memiliki rasio molar fitat lebih dari 15. Terdapat korelasi lemah yang tidak bermakna secara statistik antara asupan seng (r=0.068), besi (r=0,09), fitat (r=0,081), serat (r=0,026), energi (r=0,073) dan protein (r=0,033) dengan seng serum subjek penelitian.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara asupan seng, besi, fitat, serat, energi dan protein dengan seng serum subjek penelitian. Dibutuhkan edukasi tentang bahan makanan sumber yang baik untuk memperbaiki asupan seng, besi, fitat, serat, energi dan protein pada ibu hamil.


ABSTRAK

Background: Pregnancy is a process that requires an adequate zinc intake to support maternal and perinatal health. However, zinc deficiency due to inadequate intake and zinc bioavailability in diet still remain a problem in developing countries, including Indonesia.

Objective: The aim of this study is to investigate serum zinc levels and its relation to food intake in order to improve zinc intake in late pregnancy.

Design: The method used in this study was cross sectional, consecutive sampling on 51 late pregnancy subjects.

Results: The study results mean serum zinc level was 39.32±6.28 µg/dl with prevalence of serum zinc below normal 92.16%. All of the subjects did not meet the RDI of zinc, fiber, energy and protein. As 96.1% subjects meet the RDI of iron and all subjects had phytate-zinc molar ratio more than 15. There was a weak correlation that not statistically significant between the intake of zinc (r=0.068), iron (r=0.09), phytate (r=0.081), dietary fiber (r=0.026), energy (r=0.073) and protein (r=0.033) with serum zinc.

Conclusion:This study conclude that there was no association between intake of zinc, iron, phytate, dietary fiber, energy and protein with serum zinc level in late pregnancy. Pregnant women need a nutritional education about good food source to improve zinc, iron, dietary fiber, energy, and protein intakes.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinontoan, Rosnah
"Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang bertujuan mengetahui korelasi antara kadar seng serum dengan aktivitas SOD eritrosit pada pasien geriatri non-frail dan frail di Poliklinik Geriatri RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pertengahan bulan Agustus 2014 sampai pertengahan bulan September 2014. Subjek didapatkan secara consecutive sampling, sebanyak 60 orang (30 orang untuk masing-masing kelompok non-frail dan frail) yang memenuhi kriteria penelitian dan mengikuti penelitian sampai selesai. Tidak didapatkan korelasi signifikan antara kadar seng serum dengan aktivitas SOD eritrosit subjek penelitian, baik secara keseluruhan maupun per kelompok.

This cross-sectional study aimed to know the correlation between serum zinc level and the erythrocyte SOD activity both in non-frail and frail geriatric patients. These subjects were collected from mid-August 2014 to mid-September 2014 from the clinic of Geriatric, Cipto Mangunkusumo General Hospital. Through conducting a consecutive sampling, 60 subjects who met the study criteria and completed all study progress, that consisted 30 persons who represent each non- frail and frail group, were enrolled into this study. Serum zinc level did not show significant correlation with erythrocyte SOD activity, both overall and per group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene
"Tujuan penelitian adalah diketahuinya kadar seng serum pada pasien kanker kepala dan leher serta hubungannya dengan status radiasi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien kanker kepala dan leher stadium lokoregional lanjut usia 19-59 tahun yang berobat jalan di Poliklinik Umum Radioterapi RSUPNCM pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Sebanyak 36 subyek mengikuti penelitian ini dengan lengkap. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran antropometri, penilaian asupan makanan menggunakan metode food record 2x24 jam dan pemeriksaan kadar seng serum. Nilai rerata asupan seng dari food record sebesar 7,11 ± 3,12 mg/hari. Sebanyak 100% subyek dalam kelompok belum radiasi termasuk dalam kelompok asupan seng kurang, sementara 35% subyek dalam kelompok sedang radiasi mempunyai asupan seng yang cukup. Terdapat perbedaan bermakna antara asupan seng pada kelompok belum radiasi dengan kelompok sedang radiasi (5,95 ± 2,57mg vs 8,04 ± 3,26mg; p=0,044). Sebanyak 52,8% subyek memiliki rasio fitat terhadap seng yang tinggi dan tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kelompok belum radiasi dengan kelompok sedang radiasi (p=l,OO). Sebanyak 88.89% subyek penelitian termasuk dalam kelompok dengan kadar seng serum rendah. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan seng maupun rasio fitat terhadap seng dengan kadar seng serum (p=0,873 dan p=0,243). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status radiasi dengan kadar seng serum (p=0,873).

The study aimed to assess serum zinc levels in head and neck cancer patients and its association with radiation status. This cross-sectional study involved 19-59 years locoregional advanced disease head and neck cancer outpatients in General Clinic of Radiotherapy Department, Cipto Mangunkusumo Hospital. Thirty six subjects · completed the study. Data were obtained from interviews, anthropometric measurements, and dietary assessments using 2x24 hours food record, and serum zinc measurements. Mean figure of zinc intake obtained from food record was 7.11 ± 3.12 mg/hari. All subjects in irradiated group had low zinc intake, while 35% subjects in radiated group had sufficient zinc intake. Significant difference on zinc intake was obtained between irradiated and radiated groups (5.95 ± 2.57mg vs 8.04 ± 3.26mg, p=0.044). High phytate zinc ratio was found in 52.8% subjects and there was no significant difforence on phytate zinc ratio between irradiated and radiated groups (p=I.OO). Majority of subjects was categorized as having low serum zinc levels (88.89%). There was no significant association between zinc intake and phytate zinc ratio toward serum zinc levels (p=0.873 dan p=0.243). No significant association was also seen between radiation status and serum zinc levels (p=0.873)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T58406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library