Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Junita Ilyas
"Tesis ini membahas seksisme dalam pemberitaan media online terhadap pelaku korupsi perempuan dan laki-laki. Penelitian ini mengangkat empat subjek penelitian yakni dua pelaku korupsi perempuan yaitu Malinda Dee dan Ratu Atut Chosiyah, dan dua pelaku korupsi laki-laki yaitu Ahmad Fathanah dan Tubagus Chaeri Wardana. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seksisme ditampilkan dalam pemberitaan di situs berita online mengenai kasus korupsi, khususnya pada keempat subjek tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi di tiga situs berita online yakni Detik.com., Kompas.com, dan Tribunnews.com. Hasil penelitian menemukan bahwa pelaku korupsi perempuan ditampilkan sebagai objek seksual dengan banyak menampilkan tubuh dan penampilan sebagai berita yang diluar konteks dan cenderung sensasional, sedangkan pelaku korupsi laki-laki, ditemukan pemberitaan mengenai perempuan-perempuan di sekitar mereka yang juga ditampilkan sebagai objek seksual dan adanya stigma perempuan bersalah atas kasus korupsi yang dilakukan oleh laki-laki. Komentar masyarakat sebagai respon atas pemberitaan kasus tersebut pada umumnya menggunakan kata-kata yang kasar dan seksis, utamanya ditujukan pada perempuan pelaku korupsi dan perempuan di sekitar pelaku korupsi laki-laki.

This thesis discusses sexism in the online news media coverage of female and male corruption perpetrators. The research studied four research subjects; two female corruption perpetrators I.e. Malinda Dee and Ratu Atut Chosiyah, and two male corruption perpetrators I.e. Ahmad Fathanah and Tubagus Chaeri Wardana. The purpose of this research was to describe how sexism is displayed in corruption cases covered by online news sites, focusing on the four subjects. The data collection was done using documentation study of three online news sites, namely Detik.com, Kompas.com, and Tribunnews.com. The study found that female corruption perpetrators were often displayed as sexual objects with news featuring their female body partsor appearance making the newsout of the context and tend to be sensational. On the other hand,news on male corruption perpetratorswere often found to be about the women around them who were also shown as sexual objects and with a stigma that these women were guilty of the corruption committed by these men. Public comments in response to news wereoften found to be using abusive and sexist language, mostly targetted to the female corruption perpetrators and the women around male corruption perpetrators."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Gustin Santoso
"Perilaku seksisme masih dijumpai di negara dengan tingkat kesetaraan gender yang cukup tinggi, salah satunya negara Jerman. Di era feminisme yang cukup baik, perilaku seksisme justru dilakukan oleh sesama perempuan. Sesama perempuan ini membentuk persaingan intraseksual atau feminine rivalry dengan standar yang dibuat laki-laki. Standar tersebut dibuat bukan karena pengaruh langsung dari laki-laki, melainkan melalui proses internalisasi objektifikasi perempuan terhadap diri sendiri dan orang lain. Isu tersebut akan diteliti melalui film Freibad (2022) yang disutradarai oleh Doris Dörrie. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori Representasi oleh Stuart Hall dan teori film Auteur. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa persaingan antar perempuan banyak terjadi di ruang lingkup feminisme. Kehadiran laki-laki yang minim nyatanya masih memiliki pengaruh besar terhadap pandangan perempuan terhadap sesamanya. Kebebasan perempuan masih terkekang oleh standar laki-laki yang diaplikasikan kepada diri sendiri dan perempuan lain.

Sexist behavior is still found in countries with high gender equality index, such as Germany. In the feminism era, sexist behavior is actually carried out by fellow women. These women form an intrasexual competition or feminine rivalry with standards made by men. These standards are no longer made because of direct influence of men, but through the internalization process of women’s objectification of themselves and others. This issue will be researched through the film Freibad (2022) directed by Doris Dörrie. This study is conducted using the qualitative method through Representation theory by Stuart Hall and Auteur film theory. The results of this study show that competition between women occurs in the scope of feminism. The insignificant presence of men still has big influence on women’s view towards each other. Women’s freedom is still limited by male standards applied to themselves and other women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fitri Izzati Ramadhani
"Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) gagal mengesahkan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada 2019, yang merupakan RUU usulan DPR pada 2016 dalam RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2014-2019. Pembahasan RUU ini cukup lama sejak dirumuskan pada 2014, dan hingga 2019 pembahasan hanya sampai pada tingkat pertama karena menuai pro-kontra di masyarakat. Studi ini fokus menganalisis kegagalan DPR dalam mengesahkan RUU PKS ini dengan menggunaka metode kualitatif berupa wawancara mendalam dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan pada dasarnya merupakan isu krusial yang memerlukan solusi melalui sebuah regulasi. RUU PKS dianggap dapat melindungi hak-hak perempuan dari kekerasan. Tetapi pada sisi lainnya, RUU PKS dinilai bertentangan dengan moral maupun ajaran agama bahkan sampai dianggap melegalkan seks bebas ataupun LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Masih melekatnya budaya patriarki, kurangnya komitmen maupun pemahaman representasi politik para anggota legislatif dalam membela hak-hak perempuan, juga masih adanya seksisme institusional di lembaga legislatif Indonesia, menjadi temuan dari penelitian terkait penyebab gagalnya pengesahan RUU PKS pada tahun 2019.

The People's Representative Council of the Republic of Indonesia (DPR RI) failed to pass the Bill on the Elimination of Sexual Violence (RUU PKS) in 2019, which was the draft proposed by the DPR in 2016 in the 2014-2019 Priority National Legislation Program (Prolegnas) Bill. The discussion of this bill has taken a long time since it was formulated in 2014, and until 2019 discussions only reached the first level because of the pros and cons in society. This study focuses on analyzing the failure of the DPR in passing the PKS Bill by using qualitative methods in the form of in-depth interviews and literature review. The results showed that sexual violence against women is basically a crucial issue that requires a solution through a regulation. The PKS Bill is considered to be able to protect women's rights from violence. But on the other hand, the PKS Bill is considered to be contrary to moral and religious teachings and is even considered legalizing free sex or LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender). The inherent patriarchal culture, lack of commitment and understanding of the political representation of legislators in defending women's rights, as well as institutional sexism in the Indonesian legislature, are findings from research related to the failure to ratify the PKS Bill in 2019."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Irina De Fretes
"Korban pemerkosaan seringkali dipersalahkan atas pemerkosaan yang mereka alami karena adanya mitos-mitos terkait pemerkosaan. Mitos pemerkosaan itu sendiri merupakan suatu hal yang dipengaruhi berbagai faktor, antara lain seksisme benevolent dan religiositas. Penelitian terdahulu menunjukkan semakin seorang menunjukkan seksisme benevolent dan religiositas yang tinggi, semakin tinggi mereka menerima mitos pemerkosaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah keduanya dapat berperan sebagai prediktor dari penerimaan mitos pemerkosaan pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada partisipan penelitian yang berasal dari universitas di wilayah Jabodetabek. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa seksisme benevolent dan religiositas dapat memprediksi penerimaan mitos pemerkosaan secara signifikan adjusted R2=0,312

Rape victims are often blamed for the rape they went through because of myths surrounding rape. Rape myths themselves are correlated with many factors, such as benevolent sexism and religiosity. Previous studies have shown that people who show benevolently sexist attitudes and high religiosity tend to show higher rape myth acceptance. Present study aims to find out whether or not benevolent sexism and religiosity can predict rape myth acceptance in university students. This study was conducted with students from universities in Jabodetabek as participants. Using multiple regression analysis, present study shows that benevolent sexism and religiosity significantly predicts rape myth acceptance adjusted R2 0,312"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67096
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carina Putri Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya dalam bentuk pemerkosaan, merupakan masalah serius yang terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, masih belum tercipta kondisi yang mendukung bagi korban karena adanya penerimaan mitos pemerkosaan. Studi ini dilakukan untuk menguji peranan seksisme ambivalen dan objektifikasi seksual terhadap perempuan dalam memprediksi penerimaan mitos pemerkosaan pada mahasiswa laki-laki di wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan bahwa seksisme ambivalen ? = 0,412, t 2, 272 =8,118.

Sexual violence against woman, particularly in the form of rape, is a serious problem that occurs in Indonesia. However, the condition for rape victim is still not supporting enough because of rape myth acceptance. This study is conducted to examine the role of ambivalent sexism and sexual objectification of women to predict rape myth acceptance among male college student in Jabodetabek region. The result shows that ambivalent sexism 0,412, t 2, 272 8,118."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alicia Wynona Tjahjadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika direksi terkait gender, khususnya dampak seksisme dan keberadaan sutradara perempuan. Sampel yang digunakan adalah direktur wanita yang masih menjabat di perusahaan publik. Penelitian ini melakukan triangulasi terhadap dua metode penelitian. Metode kuantitatif bertujuan untuk menguji hubungan frekuensi pengalaman seksisme dengan persepsi dinamika direksi, serta mengkaji peran masa kritis sebagai variabel moderasi. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner dengan menggunakan skala likert 5 poin dengan 46 responden. Metode kualitatif melalui wawancara terstruktur dengan 8 informan bertujuan untuk mengetahui perlakuan yang dialami direktur wanita di dunia kerja, serta persepsi peran direktur wanita dalam dinamika direksi dan kontribusinya terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara frekuensi pengalaman seksisme terhadap persepsi dinamika direksi, serta pengaruh moderasi yang kuat dengan pencapaian situasi massa kritis. Hasil penelitian kualitatif membuktikan bahwa sutradara perempuan sering mengalami perlakuan seksis di dunia kerja. Ada juga persepsi bahwa direktur wanita memiliki peran sebagai mediator dan spesialis dengan keterampilan unik, dan mereka berkontribusi pada kinerja non-keuangan perusahaan. Terakhir, kehadiran direktur perempuan membawa feminitas ke dalam tata kelola perusahaan, sehingga prinsip-prinsip etika kepedulian lebih mungkin diterapkan.

This study aims to analyze the dynamics of directors related to gender, particularly the impact of sexism and the existence of female directors. The sample used is a female director who is still serving in a public company. This study triangulated two research methods. The quantitative method aims to examine the relationship between the frequency of sexism experiences and the dynamic perceptions of the directors, as well as to examine the role of the critical mass as a moderating variable. The data collection instrument was a questionnaire using a 5-point Likert scale with 46 respondents. The qualitative method through structured interviews with 8 informants aims to determine the treatment experienced by female directors in the world of work, as well as the perceptions of the role of female directors in the dynamics of directors and their contribution to company performance. The results showed that there was a negative relationship between the frequency of sexism experiences on the dynamic perception of directors, as well as a strong moderation effect with the attainment of critical mass situations. Qualitative research results prove that female directors often experience sexist treatment in the world of work. There is also a perception that women directors have a role as mediators and specialists with unique skills, and they contribute to the non-financial performance of the company. Finally, the presence of female directors brings femininity to corporate governance, so that ethical principles of care are more likely to be applied."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Dhamayantie
"Isu mengenai kesejahteraan perempuan dan kesetaraan gender kini sedang marak dibahas, termasuk di Indonesia. Sayangnya, kelompok perempuan yang kerap menyuarakan isu-isu perempuan, termasuk kelompok feminis, seringkali mendapatkan penolakan dan diberikan stigma. Contoh stigma dari feminis adalah pembenci laki-laki, dan juga anti-pernikahan. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk menguji kebenaran tersebut dengan mencari hubungan antara sikap feminis dan ambivalensi terhadap laki-laki, sikap feminis dan sikap terhadap pernikahan, serta hubungan antara ambivalensi terhadap laki-laki dan sikap terhadap pernikahan. Sikap feminis diukur dengan Liberal Feminist Attitude and Ideology Scale-Short Form (LFAIS-short form) (Morgan, 1996), sikap terhadap pernikahan diukur dengan General Attitudes toward Marriage Scale (GAMS) (Park & Rosen, 2013) dan ambivalensi terhadap laki-laki diukur menggunakan Ambivalence toward Men Inventory (AMI) (Glick & Fiske, 1999). Partisipan penelitian (n = 958) merupakan mahasiswi dengan rentang usia 18-25 tahun yang berdomisili atau berkuliah di Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada ketiga hipotesis tersebut.

There has been a rise of interest in women’s movement and gender equality, including in Indonesia. Unfortunately, women activists who express their support in the movement, particularly feminists, often received rejection and stigmatized. Being a man-hater and anti-marriage are the prominent stigmas. This correlational research aims to test the rightness of those two stigmas by finding the relationship between feminist attitude and ambivalence towards men, feminist attitude and attitude towards marriage, also ambivalence towards men and attitude towards marriage. The feminist attitude is measured by Liberal Feminist Attitudes and Ideology Scale-Short Form (LFAIS-Short Form) (Morgan, 1996), attitude towards marriage measured by General Attitudes toward Marriage Scale (GAMS) (Park & Rosen, 2013), and ambivalence towards men measured by Ambivalence toward Men Inventory (AMI) (Glick & Fiske, 1999). Participants of this study (n = 958) are women college students aged 18-25 years old that lives or have their college located in Jabodetabek. The result shows that there are significant correlations on three of the hypotheses."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ening Megumi Laksmiati
"Gerakan feminisme menjadi sangat mendunia sekarang ini. Sudah banyak media yang digunakan untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan dan keadilan gender. Seksisme serta domestikasi terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk diskriminasi gender yang masih sering dijumpai di berbagai lapisan masyarakat. Persoalan ini banyak diangkat di berbagai media termasuk film. Film Wunderschön (2022) hadir dengan berbagai persoalan yang dihadapi perempuan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif serta teori film feminis milik Smelik dan sinematografi dari Brown, penelitian ini menganalisis bagaimana representasi bentuk domestikasi serta internalisasi seksisme yang terjadi pada salah satu tokoh dalam film bernama Sonja. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya bentuk represi pada tokoh Sonja yang ditampilkan melalui sudut tatap perempuan dengan nyata dan baik. Penelitian ini menyimpulkan bagaimana tokoh Sonja berjuang melawan diskriminasi gender dan stereotip standar kecantikan yang berujung pada internalisasi yang seksis.

The feminism movement has become very global today. Many media have been used to build public awareness of the importance of gender equality and equity. Sexism and domestication of women is one form of gender discrimination that is still often found in various layers of society. This issue is widely raised in various media including movies. The movie Wunderschön(2022) comes with various problems faced by women. Using a qualitative approach as well as Smelik's feminist film theory and Brown's cinematography, this research analyzes how the representation of domestication and internalization of sexism occurs in one of the characters in the film named Sonja. The results of the research show that there is a form of repression on Sonja's character which is shown through the angle of the female gaze in a real and good way. This research concludes how Sonja struggles against gender discrimination and stereotypes of beauty standards that lead to sexist internalization."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ariva Zulfira
"Karya sastra dapat menjadi medium untuk menyoroti permasalahan gender dalam masyarakat, baik modern maupun tradisional. Salah satu karya yang mengangkat isu ketimpangan gender dalam warna lokal adalah novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo. Novel ini bercerita tentang tokoh Magi Diela yang menjadi korban praktik kawin tangkap di Sumba. Praktik tersebut adalah bentuk penyelewengan tradisi akibat penyalahgunaan kekuasaan oleh Leba Ali. Hal ini menimbulkan tindakan seksisme terhadap Magi yang kemudian mendorongnya membuat strategi perlawanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi yang dilakukan Magi Diela untuk melawan seksisme, serta dampak dari strategi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif. Fokus penelitian terletak pada unsur intrinsik, yaitu tokoh dan penokohan Magi Diela. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan teori gender dengan konsep seksisme ambivalen, feminisme multikultural, relasi kuasa, dan pembelajaran transformatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa strategi perlawanan yang dilakukan Magi Diela terdiri atas tiga fase, yaitu fase perlawanan awal, fase pembelajaran, serta fase aksi dan implementasi. Selain itu, hasil analisis data juga menunjukkan bahwa strategi tersebut memberikan dampak terhadap diri Magi sendiri, pandangan masyarakat adat di sekitarnya, serta penyelesaian masalah penyimpangan tradisi kawin tangkap dalam novel.
Literary works can serve as a medium to highlight gender issues in society, both modern and traditional. One such work that addresses gender inequality within a local context is the novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam by Dian Purnomo. This novel tells the story of Magi Diela, who becomes a victim of the kawin tangkap (bride kidnapping) practice in Sumba. This practice is a form of tradition misused due to the abuse of power by Leba Ali, leading to acts of sexism against Magi, which in turn motivates her to develop resistance strategies. This study aims to examine the strategies employed by Magi Diela to combat sexism and the impact of these strategies. The research method used is descriptive qualitative. The focus of the study is on the intrinsic elements, specifically the character and characterization of Magi Diela. This research uses gender approaches and theories with the concepts of ambivalent sexism, multicultural feminism, power relations, and transformative learning. The findings reveal that Magi Diela's resistance strategies consist of three phases: the initial resistance phase, the learning phase, and the action and implementation phase. Furthermore, the data analysis results also show that these strategies have an impact on Magi herself, the surrounding traditional community's views, and the resolution of the deviation of the kawin tangkap tradition in the novel."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Rehan
"Media sebagai elemen sentral saat ini masih banyak menampilkan gambaran-gambaran atau peran gender yang seksis, tidak terkecuali dalam Webtoon (Komik Digital). Penggambaran gender yang digambarkan secara seksis dalam Webtoon terdiri dari berbagai bentuk, salah satunya penggambaran karakter damsel in distress. Melalui penggambaran ini para penikmat atau audience secara halus diberikan penggambaran-penggambaran terkait peran gender yang berkecenderungan merugikan perempuan. Tidak hanya itu penggambaran karakter damsel in distress juga memperlihatkan nilai-nilai yang mendukung dominasi laki-laki. Hal ini seperti yang tampak dalam Webtoon Eggnoid. Pada dasarnya penggambaran karakter damsel in distress dalam Webtoon Eggnoid memperlihatkan bagaimana perempuan digambarkan melalui stereotip negatif dengan penggambaran perempuan sebagai makhluk yang lemah, rentan, dan tidak berdaya yang pada akhirnya diselamatkan oleh munculnya karakter laki- laki. Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perempuan digambarkan dalam media, khususnya Webtoon dan melalui penggunaan metode analisi isi (content analysis) dan penggunaan teori feminis radikal maka dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggambaran karakter damsel in distress berhubungan dengan penggambaran stereotipikal yang ada dalam media dan berkaitan dengan pelanggengan dan penerimaan penindasan terhadap perempuan. Penggambaran karakter damsel in distress dapat dikatakan sebagai bentuk seksisme terhadap perempuan yang ada dalam media.

The media as a central element today still displays sexist images or gender roles, including Webtoons (Digital Comics). The depiction of gender that is sexist in Webtoon consists of various forms, one of which is the depiction of the character damsel in distress. Through this depiction, the connoisseurs or audience are subtly given depictions regarding gender roles that tend to harm women. Not only that, the depiction of the character damsel in distress also shows values that support male dominance. This is as seen in the Webtoon Eggnoid. Basically the depiction of the character damsel in distress in the Webtoon Eggnoid shows how women are portrayed through negative stereotypes by depicting women as weak, vulnerable and helpless creatures who are ultimately saved by the appearance of male characters. This study aims to see how women are portrayed in the media, especially Webtoons and through the use of content analysis methods and the use of radical feminist theory, in this study it was found that the depiction of the character damsel in distress is related to the stereotypical depiction in the media and related to with the perpetuation and acceptance of the oppression of women. So that the depiction of the character damsel in distress can be said to be a form of sexism towards women in the media."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>