Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titik Pudjiastuti
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
D1553
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan dan kedudukan tokoh agama dalam birokrasi kerajaan Islam Banten abad 16 - 18, melalui data-data sejarah masa lalu, dan bukti-bukti arkeologis. Beberapa kasus dan peristiwa dari sumber lokal memperlihatkan bahwa kedudukan dan peran dari tokoh agama ini cukup penting dan diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh agama dalam sumber lokal itu dapat diidentifikasikan melalui penelusuran terhadap sejumlah nama-nama yang disebutkan dalam sumber lokal. Diantaranya adalah Sunan Gunung Jati, Molana Hasanuddin, Molana Yusup, Molana Muhammad, Kiyahi Dukuh, Surasaji, Senapati Pontang, Dipati Jayanegara, Ki Waduaji, dan Ki Wijamanggala, Ki Amar, Lebe Panji, Tisnajaya, Wangsaraja, Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, Ki Pekih, Nyai Mas Eyang, Entol Kawista, Santri betot, Sayid Alli, Abulnabi, Haji Salim, dan Ki Haji Abbas. Di samping itu ada juga tokoh lain di dalam sejarah Banten yang tidak terekam di dalam sumber lokal, tetapi peran dan kedudukannya sebagai tokoh agama cukup penting yaitu adalah Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji, Syekh Yusuf, dan Kyai Tapa. Peranan para tokoh agama tersebut dapat terbagi kepada tokoh yang bertindak dan berperilaku sebagai tokoh agama layaknya sekaligus berperan dalam kehidupan politik pemerintahan sebagai penguasa atau pejabat kerajaan Islam, dan tokoh agama yang benar-benar berkecimpung dalam kegiatan keagamaan saja seperti memberi pelajaran Al qur'an kepada anak didiknya, memberi pelajaran keagamaan kepada masyarakat serta melakukan da'wah agama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Pudjiastuti
"PENDAHULUAN
'Sajarah Banten' adalah sebuah karya sastra klasik Jawa bersifat sejarah. Seperti halnya kebanyakan teks klasik Jawa, teks ini pun tidak menyebutkan nama penulis atau raja yang memerintahkan penulisannya. Menurut Braades dan Djajadiningrat mungkin sekali teksnya disusun pada tahun 1662/63 AD (Brandes, 1920: 112 catatan, Djajadiningrat, 1913: 10). Djajadiningrat menyatakan, pada tahun 1701/02 AD teks tersebut telah disadur dengan agak bebas dan atas dasar itulah muncul redaksinya yang termuda yang berangka tahun 1732 AD (1913: 10).
Dari penelitian naskah 'Sajarah Banten' yang telah dilakukan, ditemukan dua puluh buah naskah yang berisi duapuluh empat teks. Sebelas teks merupakan 'Sajarah Banten Besar' yang --lima di antarauya-- menyebutkan tahun 1732 AD sebagai sumber penyalinannya, sedangkan sisanya bersumber dari naskah bertanggal lebih muda yang disebut dengan 'Sajarah Banten Kecil' (D jajadiningrat,1983:14--15).
Karya sastra sejarah (kranik) seperti 'Sajarah Bunten' ini di Jawa lazim disebut babad. Dalam bahasa Jawa babad berarti menebang pohon-pohonan di hutan atau memangkas semak belukar (Gericke-Roarda 1901. Poervvadruminta 1939). Berdasarkan arti ini Darusuprapta (1975 : 3-4) mengemukakan suatu perkiraan mengenai penggolongan babad yaitu:
1) yang melukiskan cerita pembukaan suatu daerah atan hutan untuk kemudian didirikan suatu ibu kota kerajaan atau pusat pemerintahan di atasnya, seperti: Babad Majapahit, BabadMataram, Babad Kartasura, BabadNgayogyakarta;
2) yang pusat ceritanya menitikberatkan kepada hal ihwal dalam suatu daerah tertentu, seperti: Babad Banten, Babad Cirebon, Babad Kebumen, Babad Pasaraan, Babad Besuki, Babad Belambangan, dan
3) yang pusat ceritanya berupa peristiwa-peristiwa dalam suatu babakan waktu tertentu, seperti: Babad Pacinan, Babad Paliban Nagari, Babad Pakepung, Babad Dipanegara, den Babad Surenglagan.
Sementara itu, Brander seperti yang dikemukakan oleh Berg (1974: 80), mengelompokkan babad menjadi tiga golongan besar, yakni:
1) yang isinya tidak sesuai dengan judulnya; artinya judulnya tidak mencerminkan isi ceritanya, seperti: Babad Jenggala, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, dan Babad Kartasura;
2) yang isinya menceritakan sejarah setempat; artinya isinya banya menceritakan tentang sejarah suatu daerah tertentu saja, seperti: Babad Banten, Babad Cirebon, Babad Banyumas dan Babad Blambangan, dan
3) yang menceritakan suatu periode tertentu dari sejarah Jawa; maksudnya menceritakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu mesa tertentu, seperti: Babad Bedab Ngayogyakarta den Babad Mangkanegaran.
Walaupun Brandes dan Daresuprapta telah mengelompokkan babad dalam 3 golongan, namun menurut penulis masih terdapat 1 golongan babad lagi yang belum dinyatakan oleh kedua ahli tersebut. Golongan yang ke-4 adalah babad yang isi ceritanya seawal dengan judulnya, seperti: Babad ing Sengkala.
Darusuprapta, selain mengungkapkan masalah penggolongan babad juga menyatakan pendapatnya tentang perbedaan istilah babad berdasarkan has cakupan daerahnya. Umiak membedakan babad yang lebih luas cakupan daerahnya seperti "Babad Tanah Jawi" , 'Sajarah Banten? disebut dengan istilah babad pasisir (Darusuprapta, 1974: 4).
Apabila ditinjau dari isinya, sebagian besar cerita 'Sajarah Banten? memang merupakan untaian peristiwa sejarah yang berlangsung di Banten pada kurun waktu abad 16 -- 17, sedangkan sisanya adalah uraian mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di Jawa sebelum Islam. Sebagai karya sastra sejarah, dalam uraian mengenai rangkaian peristiwanya terlihat kandungan nilai sastra yang menyatu dengan kroniknya. Nilai sastra itu berupa aspek estetis dan fiktif (Berg 1974, Darusuprapta 1975, Teeuw 1976). Menurut Darusuprapta, kedua aspek ini menjadi ramuan di dalam struktur sastranya yang terwujud dalam bentuk: mitologi, lagenda, lagiografi, dan simbolisme (1975:6)?."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elin Erlina
"Banten Sultanate is a region known having active and productive ulema (the savants) in writing and copying manuscripts (works) especially religious manuscripts. The process of works writing got full support from the ruler. It had been recorded since Sultan Abu Mafakir Mahmud Abd al-Qadir regime (ruled 1626-1651), and furthermore, the productive period of process of works writing continued until the 19th century. Many of them belonged to Middle East ulema alumnae and stayed in Mecca for a long time, while being there they were active in writing work. Banten Sultanates had a religion counselor, who was one of ulema alumnus, at the same time as a royal work writer who was used to write on his king request. Some religious manuscripts were /dab literature which contained religious teaching an advices, for example filch, theology, Sufism or mysticism, tafsir, nahwu and sarI(Arabic grammer), akhlaq (morals and Islam etics), etc. They were written in Arabic, Sundanesse, Javanesse, and Malay with Pegon, Jawi, Arabic and Latin writing character. And those manuscripts haven't been much researched yet until to day primarity from philological approach. One of Bantenese who had ever been in Mecca is Abdullah bin Abd al-Qahhar al-Bantani - henceforth we call him al-Bantani - he was a writer and copier of the 18""' century's works in the rule of Sultan Abu Nasr `Arif al-Din Zain al-`Asyigin bin `Abd al-Fath Syifa' 7ain al-`Arifin (1753-1777). He wrote three religious books and one of them is Fat/i al Muluk Liyasila ila Malik al-Mu/0k `ala Qa `idat Ahl al-Su/ilk (FM) that contained mysticism. This book had neo¬sufism typical written based on Sultan's request in 1183 H (1769M) and become one of Sultan's private library collections. He is also considered as a great Bantenes ulemas after Yusuf al-t Makassari (d. 1699M). The other his works and copies in manuscripts now are still kept in National Library of Indonesia and have not been published yet. FM is a codex unicus and autographic manuscript which in this research as an object that is done using philological and intertextual approach with editing of the text and content analysis. FM's content represents description of Sufism tendency happened commonly in the world of Islam in the 17d' - 18' centuries. In that era, Sufism tended to Islam orthodhox that was tighter and was reconciled with al-Ghazali teaching. While al-Ghazali was considered as a sunni sufic mystic prominent figure. Around the 16tl' - 17d' centuries, sufism world tended to heterodhox and heretical teaching, for instance wandat al-wujud (the unity of being) doctrine of Ibn `Arabi which is considered as a philosophical sufic mystic. Through FM, al-Bantani did reconciliation between al-Ghazali's teaching and Ibn 'Arabi's teaching, and based this reconciliation (or combination) of teaching on the main source of syari a (Islamic formal law, Sacred law); the Koran and the sunna (the prophet tradition). It made al-Bantani's teaching and thought categorized Neo-sufism. This reconciliation of the two teaching (al-Ghazali's and Ibn `Arabi's) was reflected primarily on al-Bantani's thought of relation between God and Nature which regarded as the relation between Khhliq (The Creator) and khalq (the creature). In such a relation, al-Bantani made the concept of tajalli (manifestation of God) of Ibn `Arabi becoming more accessible from the syaz a side, that is Allah does tajalli with creature in His tanzih (purification) and His tasybth (assimilation) so the only and only God as The One Reality is Allah who is pure from all countable creature - He is an Uncountable - and similarity to the creature. His tajalli or tanazzul is..."
2007
T37302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"ABSTRAK
Banten adalah daerah yang terkenal, di antaranya karena suka memberontak. Dalam abad ke-19 terjadilah serangkaian pemberontakan terhadap Belanda yang mencapai puncaknya pada pemberontakan petani tahun 1888. Tahun 1926 di daerah ini terjadi lagi pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia yang mencemaskan pemerintah Hindia Belanda. Semasa pendudukan Jepang, kaum ulama mendapat kedudukan-kedudukan resmi yang panting.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, di daerah ini terjadi suatu revolusi sosial yang dilakukan oleh kerjasama antara kaum ulama, komunis setempat dan jawara. Namun masa kekuasaan kaum revolusioner itu tidak lama, hanya sekitar tiga bulan, setelah itu pemerintahan jatuh
ke tangan pemerintah RI setempat.
Pada waktu Belanda melancarkan aksi militernya yang pertama, tahun 1947, daerah ini luput dari serangan itu. Namun daerah ini diblokade Belanda sedemikian rupa sehingga Banten cukup menderita.
Mengingat sifat rakyat Banten yang suka memberontak maka cukup menarik untuk melihat keadaan Banten pada masa akhir revolusi, saat daerah ini diserang dan diduduki Belanda. Mengapa Banten barn diserang Belanda pada aksi militer kedua? Bagaimanakah aksi militer Belanda kedua berjalan, bagaimana perlawanan dari pihak Banten dan bagaimana keadaan daerah itu setelah daerah itu diduduki Belanda?
Dari hasil penelitian nenunjukkan bahwa Banten sebagai daerah yang diblokade, cukup menderita. Jual-beli pernah dilakukan secara barter, namun demikian, rakyat Banten tetap tabah dan teguh pendiriannya.
Pada tanggal 23 Desember 1948 Banten diserbu Belanda dengan aksi militernya kedua. Daerah ini diduduki, namun pemerintah RI tetap bertahan yaitu mengungsi ke daerah pedalaman bersama-sama tentara. Dari sana penerintah sipil mengatur pemerintahan, dan militernya melakukan perang gerilya. Terdapat kerjasama yang baik sekali antara pemerintah dengan TNI dan rakyat setempat. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda meninggalkan Banten dan daerah ini kembali ke tangan RI.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri F. Isnaeni
Jakarta: CV Kreasi Cendekia Pustaka, 2012
959.8 HEN d (1);959.8 HEN d (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Mardhotillah
"Skripsi ini membahas pembentukan Provinsi Banten pada 1963?2001. Perjuangan masyarakat Banten dalam mengubah status dari Karesidenan menjadi Provinsi berjalan sampai 47 tahun. Pembentukan Provinsi Banten dibagi menjadi tiga fase, yaitu inisiasi, integrasi, dan deklarasi. Masyarakat Banten melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan Banten menjadi sebuah provinsi, seperti dibentuk Panitia Pembentukan Propinsi Banten (PPPB), Kelompok Kerja Pembentukan Provinsi Banten (Pokja-PPB), Komite Pembentukan Provinsi Banten (KPPB), dan Sub Komite Pembentukan Provinsi Banten (SKPPB). Pembentukan Provinsi Banten ini mengalami berbagai tantangan terutama pada 1960-an, pembentukan Provinsi Banten dianggap didalangi oleh PKI. Banten resmi menjadi sebuah provinsi pada 4 Oktober tahun 2000 yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukam Provinsi Banten.

The focus of this study discuses efforts to break away from the mains: establishment of Banten Province in 1963?2001. Banten people struggle in an attempt to change the status of residency became the Province run until 47 years. The formation of Banten Province is divided into three phases, namely initiation, integration, and declaration. Banten community made various efforts to fight Banten became a province, such as Panitia Pembentukan Provinsi Banten (PPPB), Kelompok Kerja Pembentukan Provinsi Banten (Pokja-PPPB), Komite Pembentukan Provinsi Banten (KPPPB), Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten (Bakor-PPPB), and Sub Komite Pembentukan Provinsi Banten (SKPPB). The formation of Banten Province, have difficult experince, especially in the 1960s, the establishment of Banten Province is considered masterminded by the PKI. Banten officially became a province on October 4, 2000 established by Decree Law No. 23 of 2000 on Pembentukan Banten."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tb Dony Nurpatria
"Sewaktu agresi militernya yang pertama pasukan Belanda tidak menyerang Banten namun pada tanggal 23 Desember 1948 Banten tidak luput dan serangan pasukan Belanda. Hanya dalam waktu kurang dan seminggu semua kota-kota besar di Karesidenan Banten telah dikuasai pasukan Belanda. Dikuasainya kota-kota itu memaksa para pamong praja dan tentara yang anti Belanda untuk pergi dari kota dan pergi mengungsi kepedalaman. Tempat yang telah disepakati antara pihak militer dengan sipil adalah suatu daerah di Pandeglang Selatan yaitu di Kawedanaan Cibaliung dan Munjul. Dari tempat itulah semua strategi diatur dan disusun baik oleh pihak sipil maupun pihak militer. Kerjasama antara kedua belah pihak berjalan sangat erat, pihak militer beserta seluruh unsur perjuangan melakukan pertempuran digaris depan dengan cara bergerilya sedangkan pihak sipil atau pamong praja yang banyak terdiri dari ulama berusaha untuk menenangkan hati rakyat dan menumbuhkan semangat juang rakyat dan tentara dan juga menyediakan perbekalan bagi kelangsungan perjuangan. Selama kurang lebih satu tahun pertempuran berkecamuk diseluruh Banten dengan Pandeglang Selatan sebagai pusat komando gerilyanya. Pada akhirnya gencatan dilakukan antara pihak RI dengan Belanda sesuai dengan persetujuan Konfrensi Meja Bundar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Pudjiastuti
"ABSTRAK
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa meskipun arsip-arsip Banten dan teks-teks SB berada dalam satu konteks, tetapi tidak scmua inforrnasi yang tennuat dalam arsip Banten dapat digunakan untuk menafsirkan teks-teks SB. Banyak hat, terutama yang berkenaan dengan unsur-unsur kehidupan dari zaman ketika teks SB ditulis tidak ditemukan penjelasannya dalam arsip-arsip Banten. Umpamanya, gambaran yang rnencrangkan tang peperangan yang terjadi antara Banten dan Belanda, sehingga menghasilkan damaian yang menguntungkan Banten atau gambaran yang menunjukkan kebesaran item di masa lalu seperti yang tercermin dalam teksnya. mernuat keterangan mengenai silsilah Sultan Banten juga berisi `cerita' yang menjelaskan berdirinya kesultanan Banten oleh Molana i lasanudin. Akan halnya arsip-arsip l3anten yang dapat digunakan untuk menunjukkan kesamaan peritiwa dengan teks-teks SB kelompok SBK cukup hanyak, di antaranya pada arsip Inv 19, 26, 85, 63, 64, 81h, 74, 80, dan CO 77/14. 3 dan 4. Peristiwa-peristiwa yang berisi penggambaran situasi keadaaan negara Banten di mansa pemerintahan Sultan Abu Nassr Abul Kahar (Sultan Haji) terdpat dalarn arsip inv. 19 dan 26, sedangkan peritiwa penting yang menggamharkan situasi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Ahu Nassr Abul Kahar (Sultan I laji), perjanjian antara Ahu Nassr Abul Kahar (Sultan I laji) dan Belanda, dan huhungan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Inggris yang hanya terdapat dalarn teks T dan Dd2 termuat dalarn arsip: 63, 64, 81 b, CO 77/14. . Adapun peristiwa yang menyehutkan pengangkatan Ratu Syarifah (Ratu Sarip) dan Sultan Ishak yang te4ipat dalarn teks T tercatat dalam arsip nomor Inv. 74 dan 80. Adapun cerita rakyat Banten yang menunjukkan unsur kesejarahan seperti yang tercermin dalam teks-teks SB terlihat pada cerita rakyat yang herjudul Tuhuv dan Bunten I6NO. Pada cerita Tubu, peristiwa sejarah yang digambarkan adalah peristiwa pengislaman Banten oleh Molana I lasanuddin, sedangkan peristiwa sejarah yang tergambar dalarn cerita Banteng Banten 1680 adalah peristiwa peperangan antara Sultan Ageng Iirtayasa dan putranya Sultan Abu Nassr Abul Kahar (Sultan Haji)."
2000
D1668
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Pudjiastuti
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2010
899.222 TIT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library