Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rut Oktaria
"Abstract. In their effort to amend the legislation of Value Added Tax (VAT), the government and the House of Representatives
have amended the latest Law Number 8 of 1983 with Law Number 42 of 2009 pertaining to the third amendments of VAT on
Goods and Services and Luxury Sales Tax (LST). Substantial changes, occurred in the policy of Input VAT refund for Taxable
Enterprise experiencing production failures, is the focus of this research. This study aims to describe the background of the
issuance of the Input VAT restitution refund policy for Taxable Enterprise experiencing production failure, and create inventory
of the potential problems that may arise in relation to the issuance of the aforementioned policy. This study uses qualitative
approach and library and field research as its data collection techniques. The result shows that there are incongruities among
the Law, the general concept and the legal character of VAT. On the other hand, the regulation is amended to prevent any
abuse on the mechanism of VAT restitution. The problems that may potentially arise from this new regulation are the issues
related to the regulation consistency within the basic concept of VAT, and economic disincentives that can be experienced by
Taxable Enterprises from certain industries. Therefore, at the macro level, this policy may hamper the growth of investment in
Indonesia."
2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Dwi Pebiyanti
"Salah satu sumber keuangan negara berasal dari pajak tanah/bangunan. Mengingat pentingnya pajak bagi negara, diperlukan peran serta penegak hukum agar pemungutan pajak dapat terlaksana dengan maksimal. Pemungutan pajak penjualan tanah/bangunan seringkali melibatkan peran serta PPAT. Menarik diteliti mengenai keabsahan peran dan tanggung jawab PPAT yang menerima kuasa pembayaran pajak tanah/bangunan sebagai perantara wajib pajak dengan petugas pajak dalam upaya memaksimalkan pendapatan negara. Pada prinsipnya pengurusan pajak bukanlah kewenangan pokok PPAT sebagaimana diamanatkan undang-undang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap data-data sekunder, belum ada dasar ketentuan yang secara tegas dan spesifik mengatur tentang keabsahan peran PPAT terkait kuasa pembayaran pajak penjualan tanah/bangunan. Pembayaran pajak oleh PPAT pada dasarnya bentuk dari kesepakatan yang pada praktiknya seringkali terjadi secara diam-diam dimana PPAT menerima permintaan dari wajib pajak untuk mewakili dirinya melakukan pengurusan pajak berdasarkan kuasa. Selanjutnya, dalam hal terjadi peristiwa hukum yang tidak sebenarnya terkait dasar nilai pengenaan pajak yang disetorkan diperlukan batasan tanggung jawab yang dapat dibebankan kepada PPAT. Hal ini mengingat harga jual beli yang menjadi dasar pengenaan pajak merupakan kesepakatan yang mengikat para pihak. PPAT hanya menkonstantir keinginan para pihak, terkecuali jika PPAT ikut terlibat maka kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban.

One of the financial sources of the state comes from land and building taxes. Given the importance of taxation to the state, it requires a role as well as law enforcement to maximize tax collection. Interestingly, research has been conducted on the validity of the role and responsibility of the PPAT, which accepts the power to pay the land or building tax as an intermediary between the taxpayer and the tax officer in an effort to maximize the income of the state. In principle, tax management is not the substantive authority of the PPAT as prescribed by law. The research method used in this research is doctrinal. Based on the results of the analysis that has been carried out on the secondary data, there is no basis for provisions that explicitly and specifically regulate the validity of the role of PPAT in relation to the power to pay the tax on the sale of land or buildings. The payment of taxes by PPAT is basically a form of agreement that, in practice, often occurs in secret, where PPAT receives a request from a taxpayer to represent itself in carrying out tax management on the basis of authority. Furthermore, in the event of an untrue legal event relating to the basis of the value of taxation deposited, a limitation of liability is required, which can be imposed on PPAT. This is given that the purchase price, which is the basis for the taxation, is a binding agreement between the parties. PPAT only contends with the wishes of the parties, except if PPAT is involved, then it can be claimed liabilitty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Irianto
"ABSTRAK
Salah satu pembaharuan perpajakan yang dilakukan pemerintah pada tanggal 31 Desember 1983 adalah mengganti Undang undang Pajak Penjualan 1951 dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, dengan tujuan utama untuk penerimaan yang sebanyak-banyaknya mendapatkan Dalam membahas masalah Undang-undang Perpajakan perlu diperhatikan tentang syarat-syarat umum yang merupakan penerapan asas perpajakan baik secara yuridis, ekonomis dan finansial yang dijabarkan dalam beberapa pokok pembahasan, baik terhadap Undang-undang Pajak Penjualan 1951 maupun Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Dengan menggunakan asas perpajakan diharapkan dapat diketahui apakah secara yuridis, ekonomis dan finansial Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dengan segala kelebihan dan kekurangannya mampu menggantikan kedudukan dan peranan Undang-undang Pajak Penjualan 1951. Penelitian yang dilakukan guna penulisan skripsi ini bersifat Deskriptis-Analitis, dan untuk pengumpulan data digunakan metode Library Research serta Field Research. Dari hasil penelitian didapatkan ternyata baik Undang-undang Pajak Penjualan 1951 maupun Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 telah mengikuti asas perpajakan yang ada baik yuridis, ekonomis maupun finansial walaupun dari masing masing undang-undang ada terdapat pokok bahasan yang tidak diindahkan. Dan ternyata secara yuridis, ekonomis maupun finansial Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 lebih baik dibandingkan Undang-undang Pajak Penjualan 1951, sehingga mampu menggantikan kedudukan dan peranan Undang-undang Pajak Penjualan 1951. Yang perlu diperhatikan kembali adalah mengenai penerapan prinsip accrual basis dalam Undang-undang Pajak Pertam bahan Nilai 1984, terutama terhadap penjualan dengan cara kredit jangka panjang. Perlu diperhatikan pula adanya dualisme penerapan prinsip saat terhutangnya pajak baik accrual basis untuk penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang mendahului pernbayaran, maupun cash basis untuk pembayaran yang mendahului penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Hendaknya diupayakan pula agar setiap keputusan dan penegasan yang dikeluarkan dapat berlaku secara umum dan untuk jangka waktu yang cukup lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvie Widya Hanum Hafitri
"Skripsi ini membahas mengenai dasar pertimbangan pemerintah, target yang ingin dicapai pemerintah, dan analisis insentif kebijakan PPnBM ditinjau dari teori daya saing nasional dalam mengeluarkan insentif kebijakan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kendaraan bermotor dalam rangka mendukung peningkatan daya saing nasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah mendukung peningkatan daya saing nasional melalui pemberian insentif PPnBM terhadap kendaraan bermotor yang murah dan ramah lingkungan.

This research disscusses the basic of consideration of the government, the target of government to be achieved, and analysis incentives luxury sales tax policy from review of the theory of national competitiveness in issuing the incentive policy of the imposition of luxury sales tax policy for motorized vehicles in order to support the enhancement of national competitiveness. This study was a qualitative research with descriptive type of research. The result suggest that the government support the enhancement of national competitiveness through the provision of incentives to the sales tax on luxury motorized vehicles low cost green car.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Safira
"Dalam teori, pajak umumnya mengenal dua fungsi, yaitu fungsi budgeter untuk meningkatkan penerimaan dan fungsi regulerend untuk mengatur masyarakat dan mencapai tujuan tertentu. Ketika diatur ulang melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2019, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) pada kendaraan bermotor diubah menjadi lebih didasarkan pada tingkat emisi dalam rangka mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, dengan mengenakan dasar pengenaan pajak yang lebih besar terhadap kendaraan yang menghasilkan emisi lebih besar pula. Hal ini menyiratkan adanya tujuan pengendalian emisi dari PPnBM kendaraan bermotor, khususnya melalui fungsi regulerend. Penelitian ini membahas bagaimana penerapan PPnBM ditinjau dari fungsi budgeter dan fungsi regulerend dan bagaimana penerapan PPnBM Kendaraan Bermotor menurut PP No. 73 Tahun 2019 dapat berpengaruh terhadap emisi kendaraan bermotor. Penelitian ini ditulis dengan menggabungkan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan studi pustaka dengan metode analisis doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPnBM memiliki kedua fungsi budgeter maupun regulerend, adapun PPnBM kendaraan bermotor yang berlaku saat ini tidak berkaitan langsung dengan emisi, namun kaitan antara PPnBM dengan emisi dapat dipertegas melalui earmarking pendapatan PPnBM kendaraan bermotor.

In theory, taxes commonly know two functions, the budgeter function to increase revenue and the regulerend function to regulate people and achieve certain goals. When re-regulated through Government Regulation No. 73 of 2019, the Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM) on motorized vehicles is modified to be based more on emission levels in order to encourage the use of energy-efficient and environmentally friendly motor vehicles, by imposing a larger tax base on vehicles that produce more emissions. This implies the objective of controlling emissions of PPnBM on motor vehicles, particularly through the regulerend function. This study discusses how PPnBM is implemented according to the budgeter and regulerend functions and how the application of PPnBM on motorized vehicles, according to Government Regulation No. 73 of 2019, can affect motor vehicle emissions. This research is written by combining secondary data in the form of regulations and literature with a legal-doctrinal analysis method. The result of the study shows that PPnBM has both budgeter and regulerend functions, as for the current PPnBM on motorized vehicle is not directly related to emissions, but the connection between PPnBM and emissions can be emphasized through earmarking the revenue of PPnBM on motorized vehicles."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Bagaskara
"Barang mewah adalah salah satu benda yang tidak bisa dilepaskan di dalam kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya untuk masyarakat kalangan atas. Semakin banyak permintaan terhadap barang mewah dijadikan kesempatan untuk para penyelundup untuk memperoleh keuntungan dengan cara penyelundupan barang mewah. Barang mewah khususnya yang diperoleh melalui impor merupakan salah satu barang kena pajak yang tergolong tinggi yang termasuk dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan berperan besar dalam pemasukan negara. Apabila terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran mengenai barang mewah tentu akan mempengaruhi pemasukan negara.
Penyelundupan adalah pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau karena menyelundupkan barang terlarang yang dilakukan oleh pelaku. Regulasi terhadap penyelundupan impor barang mewah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. Namun dalam hal regulasi khusus terhadap barang mewah belum diatur secara rinci. Selain itu pengenaan sanksi yang bersifat kumulatif akan sangat merugikan negara dalam hal menerima pemasukan. Pemerintah Indonesia seharusnya mengatur lebih jelas regulasi mengenai pengenaan sanksi terhadap Tindakan penyelundupan impor barang mewah serta menggunakan konsep “pengembalian kerugian negara” untuk mengoptimalkan pemasukan dan menghindari kerugian negara. Dengan ini negara akan menerima haknya serta masyarakat secara adil dapat merasakan pembangunan dan kesejahteraan melalui pemasukan negara yang optimal.

Luxury goods are one of the things that cannot be separated from the needs of the Indonesian people, especially for the upper class. The increasing demand for luxury goods is used as an opportunity for smugglers to make a profit by smuggling luxury goods. Luxury goods, especially those obtained through imports, are one of the high taxable goods which are included in the Sales Tax on Luxury Goods (PPnBM) and play a major role in state revenue. If there is abuse and violations regarding luxury goods, it will certainly affect state income. Smuggling is the illegal entry of goods to avoid import duties or because of the smuggling of prohibited goods by the perpetrator. The regulations for the smuggling of imports of luxury goods are regulated in Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeaan. However, the specific regulations for luxury goods have not been regulated in detail. In addition, the imposition of cumulative sanctions will greatly harm the state in terms of receiving revenue. The Indonesian government should set more clearly the regulations regarding the imposition of sanctions against the smuggling of luxury goods imports and use the concept of "return of state losses" to optimize revenues and avoid state losses. With this the state will receive its rights and the people can fairly experience development and prosperity through optimal state revenue."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzah
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap kendaraan bermotor beroda dua yang hanya dikenakan bagi kendaraan bermotor beroda dua dengan isi silinder di atas 250 cc. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan pengenaan PPnBM bagi kendaraan bermotor beroda dua dengan isi silinder di atas 250 CC adalah karena konsep barang mewah tersebut berkembang seiring kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi, serta perubahan pola konsumsi masyarakat. Pihak perindustrian yang diwakilkan oleh Kementerian Perindustrian pun menginginkan adanya tarif 0% bagi PPnBM atas kendaraan bermotor beroda dua dengan isi silinder di atas 250 cc, sehingga dapat memajukan industri dalam negeri.
This thesis discusses the application of luxury sales tax to the two-wheeled motorized vehicles are only charged for two-wheeled motor vehicles with a cylinder above 250 cc. The study was a descriptive qualitative research. The results suggest that the reason for the imposition of luxury sales tax for twowheeled motor vehicles with a cylinder above the 250 CC is because the concept of luxury goods is growing as technology advances, economic growth, as well as changes in consumption patterns. Sides of industry are represented by the Ministry of Industry also wanted the luxury sales tax rate of 0% for the twowheeled motor vehicles with a cylinder above 250 cc, so as to promote domestic industries."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
F. Shinta Inandia Putri
"Penelitian ini membahas evaluasi perubahan kebijakan pungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan cukai pada Minuman Mengandung Etil Alkohol. Penelitian ini meneliti tentang evaluasi perubahan kebijakan PPnBM dan cukai atas MMEA dengan menggunakan empat kriteria yaitu biaya pemungutan pajak, pertumbuhan ekonomi dan efisiensi, kesederhanaan dan kewajaran penerimaan bagi pemerintah.
Pertanyaan penelitian ini yaitu apa yang menjadi latar belakang perubahan kebijakan atas PPnBM dan cukai atas MMEA dan bagaimana evaluasi perubahan kebijakan pemungutan PPnBM dan Cukai atas MMEA ditinjau dari prinsip pajak ideal. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil dari penelitian menunjukkan tidak ada perubahan biaya administrasi atau biaya kepatuhan pajak. Kenaikan tarif cukai atas MMEA membuat beberapa pabrik MMEA tutup dan peningkatan mutu MMEA dari produsen yang berhasil bertahan.. Pengadministrasian pemungutan cukai menjadi lebih sederhana dan dapat memprediksi jumlah penerimaannya.

This research discusses the evaluation of of policy change in sales tax on luxury goods and excise over ethyl alcohol beverage. The research is about evaluation of policy change in sales tax on luxury goods and excise over ethyl alcohol beverage by using four criterias which are economy in collection, economic growth and efficiency, simplicity and appropiate government revenue.
The research questions are what is the background of policy changes in sales tax on luxury goods and excise over ethyl alcohol beverage and how does the evaluation of policy changes in sales tax on luxury goods and excise over ethyl alcohol beverage with good tax policy principle. The study was descriptive qualitative research. This research used qualitative method.
The results of the research are no differences of the administrative cost and the complaince cost after the policy applied. The increase of excise rate cause some factory shut down and increase the quality of ethyl alcohol beverage. Administration of collecting excises are more simple than before. Using specific rate in excise lead to predictable revenues.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herdianti
"Pemerintah melakukan perubahan ambang batas hunian mewah yang dikenakan PPnBM menjadi Rp 30 miliar yang dituangkan dalam PMK Nomor 86/PMK.010/2019. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang formulasi perubahan ambang batas hunian mewah yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah dan proses formulasi kebijakan perubahan ambang batas hunian mewah yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini adalah tujuan dinaikkannya batasan PPnBM hunian mewah adalah sebagai upaya pemerintah mendukung pertumbuhan industri properti residensial yang sedang melemah. Sedangkan proses formulasi kebijakan dilakukan dengan cara dimulai dari pemberian masukan oleh REI. Setelah itu, dilakukan pembahasan substansi kebijakan yang dipimpin oleh BKF dengan pihak-pihak terkait. Pihak tersebut diantaranya adalah DJP, Kemenko Perekonomian, dan Kementerian PUPR. Lalu, dilakukan rapat perumusan RPMK dengan mengundang biro hukum masing-masing Kementerian dan Kemenkumham.

The government made changes to the luxury residential threshold subjected to PPnBM into IDR 30 billion as outlined in PMK Number 86/PMK.010/2019. This study aims to analyze the background of the formulation of changes in the threshold for luxury residences subjected to sales tax on luxury goods and the policy formulation process for changing the threshold for luxury residences subjected to sales tax on luxury goods. This study uses a qualitative approach with in-depth interview data collection techniques and qualitative data analysis methods. The results of this study are the purpose of increasing the PPnBM threshold for luxury residences as an effort by the government to support the growth of the residential property industry which is currently slowing down. While the policy formulation process is carried out by starting from providing input by REI. After that, a discussion of the substance of the policy led by the Fiscal Policy Agency (BKF) was carried out with related parties. These parties include the DGT, the Coordinating Ministry for the Economy, and the Ministry of Ministry of Public Works and Public Housing. Then, a meeting was held to formulate the RPMK by inviting the legal bureaus of each Ministry and the Ministry of Law and Human Rights."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherina Milenia
"Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas kendaraan listrik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2019 s.t.d.d Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2021. Dalam peraturan ini diatur mengenai insentif PPnBM atas kendaraan listrik untuk tipe hybrid, PHEV, FCEV, dan BEV. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan PPnBM atas kendaraan listrik di Indonesia sesuai dengan prinsip kebijakan insentif kendaraan listrik yang efektif dan strategi penerapan kebijakan insentif PPnBM atas kendaraan listrik dengan membandingkan penerapan kebijakan cukai atas kendaraan listrik di Thailand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma post positivism dan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan PPnBM atas kendaraan listrik di Indonesia memenuhi prinsip jenis dan waktu pemberian insentif, kesederhanaan insentif, daya tahan insentif, tetapi tidak memenuh ketersediaan insentif yang menjadi salah satu tantangan penerapan kebijakan insentif PPnBM atas kendaraan listrik. Selanjutnya, strategi penerapan yang telah disiapkan oleh pemerintah adalah 1) mengkaji ulang persyaratan TKDN agar kendaraan listrik dapat mendapatkan tarif insentif PPnBM, 2) meningkatkan jumlah infrastruktur pengisian publik, 3) menyelaraskan kebijakan antara kendaraan konvensional dan kendaraan listrik, dan 4) sosialisasi mengenai kendaraan listrik dan kebijakan insentif atas kendaraan listrik.

The Government of Indonesia issued an incentive policy of Sales Tax on Luxury Goods on electric vehicles which is regulated in Government Regulation No. 73 of 2019 as amended by Government Regulation No. 74 of 2021. This regulation regulates PPnBM incentives for electric vehicles for hybrid, PHEV, FCEV, and BEV types. This study aims to analyze the luxury tax policy on electric vehicles in Indonesia in accordance with the principles of an effective electric vehicle incentive policy and the strategy for implementing the luxury tax incentive policy on electric vehicles by comparing the implementation of the excise policy on electric vehicles in Thailand. The research was conducted using a quantitative approach with a post-positivism paradigm and a descriptive type of research. The results of this study indicate that the luxury tax policy on electric vehicles in Indonesia meets the principles of type and timing of incentives, simplicity of incentives, durability of incentives, but does not meet the availability of incentives which are one of the challenges of implementing luxury tax incentive policies on electric vehicles. Furthermore, the implementation strategies that can be carried out by the government are 1) reviewing the local content requirements so that electric vehicles can get luxury tax incentive rates, 2) increasing the number of public charging infrastructures, 3) aligning policies between conventional vehicles and electric vehicles, and 4) socializing about electric vehicle and incentive policies for electric vehicles."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>