Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhitia Purnama Graha
"Latar belakang: Candida sp. merupakan flora normal di rongga mulut. Deteksi Candida sp. dari spesimen BAL dianggap sebagai kontaminasi atau kolonisasi yang tidak perlu diobati. Tetapi keberadaan Candida sp pada pasien yang berisiko dengan sistem kekebalannya yang rendah seperti pasien yang dirawat di ICU bisa meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Petugas kesehatan yang lalai dalam menjalankan program PPI dapat menjadi sumber penularan infeksi jamur Candida sp. secara sistemik, seperti kurangnya kebersihan tangan (hand hygiene) yang berkontak dengan alat-alat invasif yang digunakan pasien, lingkungan yang tercemar, walaupun bisa juga melalui penularan autoinfeksi oleh pasien sendiri.
Tujuan: Untuk mengetahui kemaknaan klinis Candida sp. yang diisolasi dari BAL pasien dengan faktor risiko untuk sebagai prediktor keluaran infeksi pasien rawat di ICU.
Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pengambilan sampel secara konsekutif di ICU-IGD dan ICU Dewasa Kanigara Lt.8 RSCM pada juli – desember 2023. Sampel diambil dari bilasan bronkoalveolar pasien dengan diagnosis pneumonia dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik Gram, KOH dan dikultur pada sabouraud dekstrosa agar. Jamur yang tumbuh diidentifikasi dan dilakukan uji kepekaan menggunakan mesin Vitekâ2. Sumber infeksi dicari dengan cara melakukan swab handrail tempat tidur dan meja status pasien. Audit kebersihan tangan dilakukan padapetugas kesehatan yang merawat pasien dengan positif kultur jamurnya, menggunakan panduan WHO
Hasil: Candida albicans 26,3% diisolasi dari sampel BAL pasien ICU. Keberadan Candida sp. kemungkinan dapat mempengaruhi pola kepekaan antibiotik bakteri potensi MDR 31,6%. Penggunaan Candida score >2,5 dapat digunakan sebagai dimulainya pemberian antijamur. Pada Ko-infeksi jamur dengan Influenza A dan rhinovirus terdapat 22,2% pasien meninggal. Berdasarkan pelacakan sumber infeksi, tidak ditemukan sumber kontaminasi di permukaan lingkungan sekitar pasien, audit tingkat kepatuhan kebersihan tangan petugas kesehatan rata-rata 83,1% hal ini belum memenuhi target yang ditetapkan Permenkes.
Kesimpulan: Identifikasi Candida sp. perlu dilakukan secara dini untuk mencegah terjadinya penyebaran di rumah sakit yang dapat tumbuh secara bersamaan dengan bakteri MDR. Selain itu Ko-infeksi Candida dengan influenza dan Rhinovirus mungkin dapat mempengaruhi keluaran klinis yang mengakibatkan kondisi klinis pasien menjadi lebih berat.

Background: Candida sp. are normal flora in the oral cavity. Detection of Candida sp. from BAL specimens is considered to be contamination or colonization that does not need to be treated. However, the presence of Candida sp in at-risk patients with low immune systems, such as patients treated in the ICU, can increase morbidity and mortality. Health workers who are negligent in implementing infection prevention and control programs can become a source of transmission of Candida sp fungal infections. systemically, such as lack of hand hygiene in contact with invasive tools used by patients, a polluted environment, although it can also be through transmission of autoinfection by the patient himself.
Objective: This study aims to determine the clinical significance of Candida sp. Isolated from BAL patients with risk factors for ICU as predictors of outpatient infection output.
Method: The study used a cross-sectional design with consecutive sampling in the ICU-IGD and Adult ICU Kanigara Floor 8 RSCM in July – December 2023. Samples were taken from the bronchoalveolar lavage of patients with a diagnosis of pneumonia and were subjected to Gram, KOH microscopic examination and cultured on sabouraud dextrose agar. The fungus that grows is identified and a sensitivity test is carried out using a Vitekâ2machine. The source of infection is sought by swabbing the bed handrail and patient status table. Hand hygiene audits were carried out on health workers caring for patients with positive fungal cultures, using WHO guidelines
Result: Candida albicans 26.3% was isolated from BAL samples of ICU patients. The presence of Candida sp. possibly influencing the antibiotic sensitivity patterns of potential MDR bacteria 31,6%. The use of a Candida score >2.5 can be used to start antifungal theraphy. In fungal co-infection with influenza A and rhinovirus, 22.2% of patients died. Based on tracking the source of infection, no source of contamination was found on surfaces in the environment around the patient, the audit level of hand hygiene compliance for health workers was an average of 83.1%, this does not meet the target set by the Minister of Health.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Marisa
"Laki-laki Seks laki-laki (LSL) memiliki risiko yang lebih tinggi tertular HIV 26 kali lebih tinggi dibanding populasi umum. Prevalensi HIV usia dewasa antara 15-49 tahun di Indonesia  adalah 0,7% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi HIV pada kelompok LSL di puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari aplikasi App.prepid.org, SIHA dan rekam medis pasien di Puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta. Populasi penelitian adalah semua LSL yang dilayani di puskesmas yang memberikan layanan PrEP di Jakarta, sampel 408 orang adalah seseorang LSL, berusia >17 tahun yang diperiksa data di aplikasi App.prepid.org, SIHA dan rekam medis nya lengkap. Variabel yang diteliti antara lain penggunaan PrEP, usia, tingkat pendidikan, penggunaan kondom, status HIV pasangan tetap, status HIV pasangan lainnya, riwayat IMS dalam 6 bulan terakhir.  Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menggunakan SPSS, untuk uji statistic p-value < 0,05 menunjukkan faktor Pendidikan perguruan tinggi (HR 0,028 CI 95% 0,002-0,486) dan penggunaan kondom (HR 0,205 CI 95% 0,026-1,624) menurunkan risiko infeksi HIV sedangkan status pasangan tetap ODHIV (HR 2,990 CI 95% 0,829-10,792) dan riwayat IMS dalam 6 bulan terakhir (HR 4,872 CI 95% 1,681-14,119) dapat mengingkatkan risiko terinfeksi HIV.

Men sex men (MSM) have a 26 times higher risk of HIV infection than the general population. The prevalence of HIV among adults aged 15-49 in Indonesia is 0,7% by 2022. This research aims to identify factors associated with the incidence of HIV infection in the MSM group in the puskesmas that provide PrEP services in Jakarta. The study uses a retrospective cohort design using secondary data from the App.prepid.org application, SIHA and medical records of patients in Puskesmas who provide PrEP services in Jakarta. The population of the study is all MSMs served in the PrEP service in Jakarta, the sample of 408 people is someone MSM, aged >17 years who examined the data in the app.preped.org, SIHA and his complete medical records. The variables studied include PrEP use, age, education level, condom use, history of a spouse staying with PLHIV, other spouse status unknown, history of STIs in the last 6 months. Research results based on multivariate analysis using SPSS, for a statistical test p-value < 0,05 showed that college education level (HR 0.028 CI 95% 0.002-0.486) and condom use (HR 0.205 CI 95% 0.026-1.624) reduced the risk of HIV infection while permanent partner status of PLHIV (HR 2.990 CI 95% 0.829-10.792) and history of STIs in the last 6 months (HR 4.872 CI 95% 1.681-14.119) can increase the risk of HIV infection."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Stephenson Tjeng
"Latar belakang : Infeksi daerah operasi (IDO) merupakan salah satu infeksi terkait perawatan di rumah sakit, dan meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan di rumah sakit. IDO pasca operasi jantung masih merupakan masalah serius. Prevalensi IDO pasca operasi jantung berkisar 0,25 sampai 6%. Banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian IDO. Baik faktor risiko pre-operatif, peri-operatif, intra-operatif maupun pasca-operatif. Faktor usia, status nutrisi, tindakan transfusi, lama rawat inap sebelum dilakukan tindakan dan ketepatan pemberian antibiotik profilaksis dapat menjadi faktor risiko yang memengaruhi kejadian IDO paska operasi jantung.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor risiko yang meningkatkan kejadian IDO operasi jantung anak dan kesintasan pada anak.
Metode : Penelitian kohort retrospektif dengan rancangan penelitian potong lintang yang mengalami IDO pada operasi jantung di RSCM. Data penelitian diambil dari rekam medis. Data yang dikumpulkan adalah usia, status nutrisi, tindakan transfusi, lama rawat inap pasien sebelum dilakukan tindakan operasi dan ketepatan pemberian antibiotik profilaksis terhadap kejadian IDO pasca operasi jantung. Data tersebut kemudian dianalisis dengan analisis univariat, bivariat dan analisis multivariat.
Hasil : Jumlah subyek yang direkrut sebesar 360 subyek, prevalensi IDO sebesar 13,8%. Faktor risiko usia tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p=0,178 RR 0,54(0,217-1,327) pada kelompok umur 0-1 tahun, p=0,415 RR 0,72(0,331 – 1,578) pada kelompok usia 1-5 tahun dan p=0,205 RR 0,27(0,035 – 2,052) pada kelompok usia 5 – 10 tahun. Status nutrisi tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p= 0,287 RR0,75(0,436-1,278). Lama rawat inap sebelum tindakan operasi tidak memengaruhi kejadian IDO dengan p=0,324 RR 0,772 (0,662-1,292). Ketepatan pemberian antibiotik profilaksis tidak memengaruhi kejadian IDO p=0,819 RR 1,011(0,918-1,114).
Simpulan : Faktor risiko usia, status nutrisi, lama rawat inap sebelum tindakan, ketepatan antibiotik profilaksis tidak memengaruhi kejadian IDO pada operasi jantung anak.

Background : Surgical site infection (SSI) is one of the hospital associated infections, and increases morbidity, mortality and hospital care costs. SSI Post cardiac surgery is still a serious problem. The prevalence of SSI post cardiac surgery ranges from 0.25 to 6%. Many risk faktors can increase the incidence of IDO. Faktors such as age, nutritional status, transfusion , length of hospitalization before surgery and accuracy of prophylactic antibiotik administration can be risk faktors that affect the incidence of IDO after cardiac surgery.
Aime : to investigate the risk faktors in pediatric cardiac surgery that will increase the incidence of SSI and to improve the survival of the child after cardiac surgery.
Method : Retrospective cohort study with cross-sectional research design that undergoes Surgical site infection in cardiac surgery at RSCM. The research data is taken from medical records. The data collected are age, nutritional status, transfusion procedure, length of hospitalization of the patient before surgery and accuracy of prophylactic antibiotik administration against the incidence of postoperative SSI cardiac surgery. The data were then analyzed by univariate, bivariate and multivariate analysis.Result : The number of subjects recruited was 360 subjects, the prevalence of SSI was 13.8%. Age risk factors did not affect the incidence of SSI with p=0.178 RR 0.54(0.217-1.327) in the age group 0-1 years, p=0.415 RR 0.72(0.331 – 1.578) in the age group 1-5 years and p=0.205 RR 0.27(0.035 – 2.052) in the age group 5 – 10 years. Nutrient status does not affect the incidence of SSI with p= 0.287 RR0.75(0.436-1.278). The length of hospitalization prior to surgery did not affect the incidence of SSI with p=0.324 RR 0.772 (0.662-1.292). The accuracy of prophylactic antibiotik administration did not affect the incidence of IDO p=0.819 RR 1.011(0.918-1.114).
Conclusion : risk faktors such as Age, nutritional status, length of hospitalization before treatment, accuracy of prophylactic antibiotiks do not affect the incidence of IDO in pediatric cardiac surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Artati Murwaningrum
"Latar Belakang: Infeksi HAP oleh bakteri multidrug-resistant (MDR) menyebabkan mortalitas yang tinggi, lama rawat yang memanjang dan biaya perawatan yang tinggi. Karena itu perlu diketahui gambaran faktor risiko terjadinya infeksi bakteri MDR pada pasien HAP.
Tujuan: Mengetahui gambaran faktor risiko terjadinya infeksi bakteri MDR pada pasien HAP di RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian dengan desain Kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien HAP yang memiliki hasil kultur sputum di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015-2016 dengan metode total sampling. Pasien HAP diklasifikasikan menjadi terinfeksi bakteri MDR dan terinfeksi bakteri bukan MDR berdasarkan kategori resistensi isolat yang paling resisten pada sputum yang pertama kali didiagnosis MDR. Evaluasi gambaran faktor risiko dilakukan kepada semua subjek. Seluruh analisis dilakukan menggunakan program Microsoft Excel.
Hasil: Proporsi HAP selama tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 6,12 dan 6,15/1000 admisi. Proporsi pasien HAP yang terinfeksi bakteri MDR selama tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 95% dan 82,1%. Gambaran proporsi faktor risiko infeksi bakteri MDR pada pasien HAP RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015-2016 mulai dari yang paling tinggi ke yang paling rendah berturut-turut adalah riwayat pemakaian antibiotik 90 hari sebelum diagnosis (100%), albumin <2.5 g/dL (100%), Charlson Comorbidity index≥3 (95,9%), usia> 60 (95,2%), lama rawat> 5 hari (92,5%), riwayat pemasangan NGT (92,1%), riwayat perawatan ICU/HCU sebelumnya (81,8%) dan penggunaan steroid setara prednison>10 mg/hari atau ekivalen selama>14 hari (28,6%).
Simpulan: Proporsi infeksi bakteri MDR pada pasien HAP RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2015 dan 2016 berturut-turut adalah 95% dan 82,1% dengan proporsi faktor risiko infeksi bakteri MDR yang paling tinggi adalah pada pasien dengan riwayat pemakaian antibiotik 90 hari sebelum diagnosis dan albumin <2.5 g/dL.
>
Background: Multi-drug Resistant (MDR) Hospital-acquired Pneumonia (HAP) is associated with high mortality, prolonged hospital stay and high cost. Therefore, it is important to have description risk factors distribution for MDR HAP.
Aim: To have description of risk factors proportion for infection with MDR bacteria in HAP patients hospitalized in Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods: A Cohort retrospective study with total sampling methode was conducted to collect medical records of HAP patients hospitalized in 2015-2016. Patients were classified as infected with MDR bacteria and infected with non-MDR bacteria based on the most resistant category of the sputum firstly diagnosed infected with multidrug-resistant bacteria. Risk factors evaluation were conducted to all subjects. All analysis was done using Microsoft Excel.
Results: Proportion of HAP during 2015 and 2016 respectively were 6.12 per 1000 admission and 6.15 per 1000 admission. Proportion of HAP patients infected with MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively. MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively. Description of risk factors proportion for infection with MDR bacteria from the highest to lowest respectively were prior antibiotic use 90 days before diagnosis (100%), albumin level <2.5 g/dL (100%), Charlson Comorbidity index≥3 (95,9%), age >60 years (95,2%), hospitalization>5 days (92,5%), NGT insertion (92,1%), prior ICU/HCU hospitalization in the last 90 days (81,8%) and prior steroid use equivalent to prednisone >10 mg/day for >14 days (28,6%).
Conclusion: Proportion of HAP patients infected with MDR bacteria in 2015 and 2016 were 95% and 82,1% respectively with the highest risk factors proportion for infection with multidrug-resistant bacteria were prior antibiotic use in 90 days before diagnosis and albumin <2,5 g/dL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Wasiatiningsih
"ABSTRAK
Virus hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling banyak terjadi di Indonesia. Ibu hamil menjadi salah satu populasi yang berisiko mengalami VHB. Penularan VHB dapat terjadi ke janin atau bayi selama fase perinatal (saat hamil dan sesaat atau setelah persalinan), yang mengakibatkan terjadinya hepatitis akut dan kemungkinan menjadi VHB kronis carrier. Pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki HBsAg reaktif tanpa intervensi, memiliki risiko terinfeksi VHB secara perinatal sebesar 90%. Pemberian terapi imunoprofilaksis menjadi salah satu intervensi kontrol infeksi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan MTCT VHB dari ibu ke janin atau bayi baru lahir. Pemberian ASI eksklusif pada juga berperan penting dengan melihat kandungan dari ASI itu sendiri, yang mengandung antibodi, faktor kekebalan, enzim, dan sel darah putih yang berperan dalam melindungi bayi dari berbagai penyakit dan infeksi. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis intervensi keperawatan kontrol infeksi dan konseling laktasi untuk mencegah penularan infeksi MTCT VHB dalam kehamilan hepatitis B. Hasil evaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan Ny. N didapatkan hasil bahwa masalah keperawatan risiko infeksi pada janin atau bayi baru lahir dapat teratasi dengan melakukan kontrol infeksi dan konseling laktasi dari fase antenatal, intranatal, sampai postnatal. Oleh karena hal tersebut, karya tulis ilmiah ini merekomendasikan perlu dilakukannya kelas edukasi prenatal pada ibu dengan kehamilan hepatitis B.

ABSTRACT
The hepatitis B virus is the most common type of hepatitis in Indonesia. Pregnant women are one of the populations at risk of developing HBV. HBV transmission can occur to the fetus or baby during the perinatal phase (during pregnancy and momentarily or after labor), which results in the occurrence of acute hepatitis and the possibility of becoming a chronic HBV carrier. Infants born from mothers who have HBsAg reactive without intervention have a perinatal risk of HBV infection by 90%. Giving immunoprophylaxis therapy is one of the infection control interventions that can be done to prevent the transmission of MTCT VHB from mother to fetus or newborn. The provision of exclusive breastfeeding also plays an important role by looking at the content of breast milk itself, which contains antibodies, immune factors, enzymes, and white blood cells that play a role in protecting babies from various diseases and infections. This scientific paper aims to analyze nursing control, infection control, intervention nursing and lactation counseling to prevent transmission of MTCT HBV infection in hepatitis B pregnancy. The results of evaluation of nursing interventions that have been done by Mrs. N found that nursing risk of infection risk in the fetus or newborn can be overcome by controlling infection and lactation counseling from the antenatal, intranatal, to postnatal phases. Because of this, the scientific paper recommends prenatal education classes for mothers with hepatitis B pregnancy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library