Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afiri Dianti
"ABSTRAK
Tingkat kerawanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia cukup tinggi. Tanah gambut merupakan salah satu kontribusi tertinggi pada kebakaran tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tertinggi se-Asia Tenggara, dengan lebih dari 50 jenis gambut tropis dimiliki. Hasil pembakaran pada gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan berdampak pada global warming. Sifat bara pada pembakaran gambut membuat deteksi dan pemadaman menjadi sulit. Tidak hanya itu, adapun dampak kerusakan hutan, seperti rawan longsor, penurunan lapisan tanah dan kerusakan lapisan meningkat. Tajuk api yang tidak terlihat mendorong badan restorasi gambut membuat metode pencegahan kebakaran. Penataan air yang dilakukan dengan metode pembasahan ulang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembaban tanah gambut. Penelitian dilakukan guna menganalisis sifat pembakaran pada gambut kering dan pengaruh gambut hasil pembasahan ulang pada laju permbaraan. Sampel gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S: -3 47 rsquo;34 rdquo; , E: 113 55 rsquo;15 rdquo; dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S: 01 55 rsquo;14, 11 rdquo;, E: 138 6 rsquo;17, 35 rdquo;. Laju perambatan pembakaran diukur dengan menggunakan termokopel dengan jarak 80 mm diantaranya. Massa yang diukur menunjukkan penurunan yang signifikan akibat proses evaporasi yang dialami gambut basah. Penulis menemukan risiko bahaya kebakaran yang lebih tinggi pada gambut yang dikelilingi gambut hasil pembasahan ulang. Laju perambatan membara jauh lebih tinggi pada gambut hasil pembasahan ulang dengan kelembaban awal le; 10 pada gambut Bagaiserwar. Sifat hidrofobik yang dimiliki gambut membuat sifat penyimpanan air pada gambut berubah. Hal ini memicu terjadinya proses oksidasi pembakaran dan terdapat pembentukan char pada gambut hasil pembasahan ulang. Sifat penyalaan gambut juga menjadi isu utama agar metode pencegahan dapat lebih efektif. Lamanya waktu penyalaan gambut menjadi referensi bagi deteksi zona potensial kebakaran berdasarkan persentase kelembaban yang dimiliki.

ABSTRACT
Probability of land and forest fire in Indonesia is quite high. Peat land is one of the highest contribute of the fire disaster. Indonesia is the country with the highest peat land in Southeast Asia, with more than 50 of tropical peat species. Combustion of peat produce carbon emission with large quantities and affect to global warming. Characteristic of smoldering combustion of peat cause detection and extinction be difficult. Moreover, there are another impact such as high erosion potential, structural collapse and soil layer damage. Flameless on peat smoldering causes peat restoration institution build fire prevention method. Regulation of water table on peat land with rewetting method aims to maintain and restore the moisture of peat. The experiment aims to understand characteristic of smoldering combustion of rewetting peat. Sample used in the experiments was taken from Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S 3 47 rsquo 34 rdquo , E 113 55 rsquo 15 rdquo dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S 01 55 rsquo 14, 11 rdquo , E 138 6 rsquo 17, 35 rdquo . Fire spread rate is measured with thermocouples at interval 80 mm. Mass loss rate indicates derivation caused by evaporation on wet peat. Author discovered a fire risk is higher than natural combustion in experiments with rewetting peat as barrier. Spread rate of smoldering is high on rewetting peat with initial MC before rewetting is le 10 as barrier. Hydrophobic of peat cause retention of water on peat changes. This phenomenon causes peat undergoes oxydation reaction and produce char on rewetted peat. The critical ignition time of peat is also the main issue of prevention method. Time of ignition of peat is being important for detection of fire potential based by moisture content."
2018
T50957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Pramesti
"Kebakaran lahan gambut di Indonesia masih memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi untuk terjadi. Hal ini membuat Badan Restorasi Gambut membuat teknik pencegahan dan pengendalian bahaya kebakaran. Salah satunya adalah dengan memperhatikan penataan air dalam metode rewetting yang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembapan lahan gambut. Metode rewetting ini menjadi dasar dari penerapan teknik canal blocking yang digunakan di beberapa lahan gambut, contohnya pada Kesatuan Hidrologi Gambut Sungai Buluh Besar. Studi kasus ini dilakukan guna menganalisis dampak dari lahan gambut yang mengalami kekeringan dan pengaruh gambut yang menggunakan metode rewetting dalam penyebaran titik api. Lahan gambut yang mengalami defisit air ternyata meningkatkan laju perambatan dari pembakaran membara dan berpotensi meningkatkan sifat hidrofobik yang dimiliki gambut. Hal ini harus dicegah dengan penjagaan tinggi muka air lahan gambut yang tidak boleh berada di bawah 0.4 m dari permukaan gambut sesuai dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup KLHK No.16 Tahun 2017. Berdasarkan keputusan tersebut, maka Badan Restorasi Gambut bekerjasama dengan masyarakat setempat melakukan pengambilan data terkait penyekatan di KHG Sungai Buluh Besar. Setelah peneliti melakukan pengolahan data yang diambil dari dokumen Rencana Tindakan Tahunan Restorasi Gambut 2018 dan halaman situs sipalaga.brg.co.id, maka didapatkan nilai keandalan penjagaan tinggi muka air di lahan gambut dengan penyekatan adalah sebesar 95.83%. Ini membuat nilai neraca air per tahunnya mengalami surplus dengan asumsi kelebihan volume air di musim hujan ditampung pada kolam penampung. Fluktuasi nilai neraca air yang dihasilkan per tahunnya dikaitkan dengan penemuan hotspot di sekitar lahan gambut tersebut. Dari data data yang didapatkan menunjukkan bahwa semakin banyak neraca air yang dihasilkan maka semakin sedikit jumlah hotspot yang ditemukan.

Peatland fires in Indonesia still have a high level of vulnerability to occur. This incident made the Peat Restoration Institution make a fire prevention method. One of that is to pay attention to water arrangement in the rewetting method that aims to maintain and restore peatland moisture. This rewetting method forms the basis of the application of canal blocking technique used in several peatlands, such as in the Buluh Besar Peat Hydrology Unit. This case study was conducted to analyze the impact of peatlands experiencing drought and the effect of peat using rewetting methods in spreading hotspots. Peatlands that experience a water deficit increase the propagation rate of smoldering combustion and have the potential to improve the hydrophobic nature of peat. This fact must be prevented by maintaining the peatland water level that must not be below 0.4 m from peat surface based on the decision of the Ministry of Environment (KLHK) No.16 of 2017. Based on this decision, the Peat Restoration Agency, in collaboration with the local community, collected data related to the canal blocking in KHG Sungai Buluh Besar. After the researchers conducted data processing taken from the 2018 Peatland Restoration Annual Action Plan document and sipalaga.brg.co.id, the reliability value of water level guarding in peatlands with canal blocking is 95.83%. It makes the annual water balance value surplus with the assumption that the excess volume of water in the rainy season is accommodated in the reservoir. Fluctuations in the value of the water balance produced annually are associated with the discovery of hotspots around the peatlands. From the data obtained shows that the more water balance produced, the less number of hotspots found."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hadi Kusuma
"Fenomena rewetting pada celah sempit persegi selama proses quenching berhubungan dengan manajemen termal ketika terjadinya suatu kecelakaan nuklir, baik kecelakaan karena kehilangan air pendingin maupun kecelakaan lain yang mengakibatkan lelehnya teras reaktor nuklir. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut di atas agar didapatkan pemahaman yang benar tentang keselamatan reaktor nuklir dari sisi pendinginan khususnya fenomena rewetting di celah sempit persegi selama proses quenching dan juga dapat berguna bagi perbaikan desain reaktor generasi selanjutnya.
Penelitian difokuskan pada penentuan suhu, waktu, dan kecepatan rewetting di celah sempit persegi berukuran 1 mm dengan 3 variasi suhu awal pelat persegi dan 3 variasi laju aliran air pendingin. Eksperimen dilakukan dengan menginjeksikan air pada laju aliran 0,1-0,3 liter/detik pada suhu air pendingin 85oC. Data transien suhu hasil pengukuran direkam melalui sistem akuisisi data. Data tersebut digunakan untuk mengetahui suhu transien pendinginan celah sempit persegi dan menentukan suhu, waktu, dan kecepatan rewetting dari proses quenching tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data eksperimen perubahan suhu dinding pelat panas selama proses quenching pada celah sempit persegi, memahami fenomena rewetting pada proses quenching pada celah sempit persegi, dan mempelajari pengaruh suhu awal pelat panas dan laju alir air pendingin terhadap rewetting. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada suhu 205°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 201,38-205°C, waktu rewetting terjadi pada 0 detik dan kecepatan rerata rewetting pada 0 meter/detik. Pada suhu 400°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 358,66-387,5°C, waktu rewetting terjadi pada 2,73-44,48 detik, dan kecepatan rewetting pada 0,0094-0,1037 meter/detik. Pada suhu 600°C dengan debit aliran 0,1-0,3 liter/detik, suhu rewetting terletak pada rentang 426,63-480,55°C, waktu rewetting terjadi pada 34,77-88,23 detik, dan kecepatan rerata rewetting pada 0,0025-0,0072 meter/detik.
Dari penelitian ini menunjukkan suhu terjadinya rewetting akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu permukaan pelat panas persegi. Pada suhu permukaan pelat panas persegi yang sama, semakin besar debit aliran air pendingin yang dilewatkan melalui celah sempit maka waktu dan kecepatan rewetting yang dibutuhkan untuk mendinginkan permukaan pelat persegi tersebut akan semakin cepat. Meningkatnya suhu pelat panas persegi bagian tengah pada suatu debit aliran yang sama akan menyebabkan semakin lamanya waktu yang dibutuhkan oleh air pendingin untuk melakukan rewetting. Dapat diperkirakan bahwa gelembung uap yang terbentuk akibat pemanasan pelat persegi tersebut bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya counter current yang menghambat laju aliran air pendingin untuk melakukan pendinginan celah sempit persegi.

Rewetting phenomena on a rectangular narrow gap during quenching process is related to thermal management when the occurrence of a nuclear accident due to loss of coolant accident or other kind of accidents resulting in core melted. In order to address the problem, it is crucial to conduct research to get a better understanding of nuclear safety reactor regarding to cooling especially in rewetting phenomena in a rectangular narrow gap during quenching process. The influence of the initial temperature of the hot plate and cooling water flow rate of rewetting was also observed.
The study focused on determining the temperature, time, and velocity of rewetting in 1 mm narrow gap with 3 variations of the initial temperature of hot plates and 3 variations of the cooling water flow rate. Experiments were carried out by injecting water into the hot plate whose temperature ranging from 205 to 600°C at a flow rate 0.1-0.3 liters/sec to 85°C cooling water temperature. Data of transient temperature measurements were recorded using a data acquisition system in order to record the temperature, time, and velocity of rewetting during the quenching process.
This study aims to understand the phenomenon of rewetting during the quenching process and to study the influence of the initial temperature of the hot plate and cooling water flow rate of rewetting on a rectangular narrow gap. The results shows that at 205°C with a flow rate 0.1-0.3 l/s, rewetting temperature range 201.38 - 205°C, rewetting time occurred at 0 second, and average rewetting velocity is 0 m/s. At 400°C with flow rates 0 - 0.3 l/s, rewetting temperature is 358.66 ? 387.5°C, the rewetting time is 2.73 ? 44.48 seconds, and average rewetting velocity is 0.0094 - 0.1037 m/s. At 600°C with flow rates from 0.1- 0.3 l/s, rewetting temperature range from 426.63 to 480.55°C, the rewetting time from 34.77 ? 88.23 seconds, and the average rewetting velocity from 0.0025 -0.0072 m/s.
The results indicates that rewetting temperature will increase with rising temperature of rectangular hot plate. At the same temperature of hot plate, the greater flow rate of cooling water passed through a rectangular narrow gap the faster the resulted time and velocity of rewetting will be. Increasing the temperature of the hot plate on the center plate in a similar flow rate will cause the length of time required by the cooling water for rewetting. It is estimated that the amount of gas formed by heating a rectangular plate moved up and resulted a counter current that inhibits the cooling water flow rate in the cooling of rectangular hot plate."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardika Fadmastuti
"ABSTRAK
Kebakaran lahan gambut 2015 merusak 2,6 juta ha lahan gambut Indonesia, dengan wilayah kerusakan terluas di Provinsi Kalimantan Tengah. Intervensi infrastruktur pembasahan perlu didukung dengan upaya partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan restorasi lahan gambut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model kualitatif partisipasi masyarakat dalam restorasi lahan gambut menggunakan
analisis jejaring. Pendekatan partisipasi yang diteliti di 7 desa dalam penelitian ini berfokus pada kajian partisipasi pada faktor pemahaman, peran, dan kedudukan masyarakat dalam rewetting. Partisipasi masyarakat mencapai tingkat yang paling tinggi ditemukan pada desa yang memiliki kepercayaan bahwa lahan gambut yang dikelola adalah aset untuk masa depan. Kepercayaan masyarakat terhadap nilai atas
lahan gambut adalah komponen utama dalam partisipasi masyarakat danmenjadikan restorasi lahan gambut berpotensi untuk berkelanjutan. Model kualitatif yang dibuat menunjukkan bahwa interaksi langsung antara masyarakat dengan restorasi lahan gambut dimana partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor kunci dalam keberlanjutan restorasi lahan gambut.

ABSTRACT
Peatland fires in 2015 damaged 2.6 million ha of Indonesia's peatlands, with the largest area of damaged peat in Kalimantan Tengah Province. The hydroulic infrastructure intervention requires support from community participation in order to reach the sustainability of peatland restoration. This study aims to create a qualitative model of community participation in peatland restoration using network analysis method. In this research, community participations are focused on the community understanding, the role and position of the community in rewetting
intervention as part of the peat restoration program which is studied in 7 villages in Kabupaten Pulang Pisau. Community participation is achieving the highest level is found in villages that have a local believe of peatland as an asset for the future. Community faith in the value of land is the most important component in community participation and acquires land restoration is potentially sustainable. A qualitative model in this research depicts the direct interaction between communities and peat restoration where community participation is one of the key factors in the sustainability of peatland restoration."
Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library