Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Menaldi Rasmin
"Penyakit infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah, tidak hanya di negara berkembang bahkan juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Pada survei kesehatan nasional di Amerika yang dilakukan pada tahun 1981, diduga lebih dari 200 juta episode infeksi saluran napas muncul setiap tahunnya dan 1,5% di antaranya adalah pneumonia (dikutip dari 1). Angka mortalitas akibat pneumonia cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 per 100.000 penduduk setiap tahunnya sebenarnya sudah menurun 10 kali dibandingkan 40 tahun yang lalu (2): Pada penderita usia tua, angka mortalitas akibat pneumonia di Inggris dan Amerika Serikat adalah sekitar 24-31 % (3). Pada pneumonia pneumokok bakteremik angka mortalitas dapat lebih dari 50 %, umumnya terjadi pada orang tua dengan penyakit jantung atau paru (4). Data WHO yang dikumpulkan di lima benua dengan jumlah penduduk 1200 juta, menunjukkan angka kematian karena ISNA (infeksi saluran napas akut) pada tahun 1972 adalah sebesar 666.000. Pneumonia oleh virus atau kuman menempati 75 % dari angka kematian tersebut ( dikutip dari 5 ).
Di Indonesia, pada survei kesehatan rumah tangga tahun 1980 oleh Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa penyakit yang terbanyak ditemukan adalah ISNA (26,1% ) dan penyebab kematian terbanyak ialah radang saluran napas bawah (17,8 %). Survei serupa yang dilakukan pada tahun 1986, ISNA tetap pada peringkat pertama (25,6%), sedangkan kematian akibat infeksi saluran napas bawah adalah sebesar 16,8 % (6,7). Di UPF Paru RS Persahabatan Jakarta, pada tahun 1989 tercatat 127 penderita bronkiektasis (8 %), 101 pneumonia (6 %), 66 pleuritic (4 %), 44 bronkopneumonia (2,8%) dan 52 empisema (3,3%), dari seluruh penderita yang masuk rawat. Pada tahun 1990 dari 1229 penderita yang dirawat, tercatat bronkiektasis 73 penderita (5,94%) dan pneumonia 63 penderita (5,13 %) (8). Setidaknya infeksi saluran napas akan menyebabkan hilangnya hari sekolah dan kerja, serta biaya pengobatan yang tidak sedikit (1,2)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joon Sumargono
"Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, ISPA menempati urutan paling atas dalam daftar penyebab kematian seluruh golongan umur (13,7%) dan menurut pola penyakit pada bayi didapatkan ISPA 42,4% dan pada umur 1-4 tahun 40,6. Dalam Pelita IV prioritas utama dalam bidang kesehatan adalah penurunan angka kematian bayi, yang di galakkan dalam kegiatan terpadu K5-Kesehatan (Posyandu) tetapi belum terlihat adanya program khusus untuk menanggulangi ISPA.
Keterbatasan sumber dana operasional menyebabkan pemberantasan ISPA terlambat di mulai walaupun sudah sejak lama diketahui bahwa masalah ISPA di Indonesia sangat besar. Di negara berkembang termasuk Indonesia, pola kebiasaan hidup erat hubungannya dengan tingginya "rate" dari ISPA yang disebut sebagai faktor risiko yang berhubungan erat dengan tingkat sosial ekonomi seperti tinggal dilingkungan yang padat, ventilasi rumah yang kurang, polusi asap dapur, pendidikan yang rendah, higiene perorangan yang buruk dan sebagainya. Maka mengurangi atau menghindari faktor risiko merupakan salah satu cara yang dapat mencegah terjadinya ISPA.
Dengan dasar hal-hal diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko tersebut dan seberapa jauh pengaruhnya. Jenis penelitian ini adalah kohort prospektif pada 534 balita yang dipilih secara random sampling pada tiap berdasarkan pemilikan barang dalam keluarga. Pemantauan dilakukan selama tiga bulan untuk melihat jumlah episod ISPA yang terjadi. Teknik analisa yang digunakan adalah Chi Square, RR dan Logistik Regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh terbesar untuk jumlah episod ISPA ringan secara berturut-turut adalah pencemaran udara, pendidikan ibu, gizi balita, umur balita dan imunisasi. Untuk jumlah ISPA sedang pengaruh terbesar berturut-turut adalah pemilikan barang dalam keluarga, pencemaran udara dan kepadatan dalam rumah.
Selanjutnya disarankan agar dilakukan perbaikan kesehatan lingkungan, dalam hai ini terutama ditujukan pada perbaikan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penyuluhan tentang pengaruh buruk dari merokok pada kesehatan balita, meningkatkan pendidikan kesehatan pada ibu-ibu balita mengenai ISPA. Juga disarankan untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan meningkatkan gizi balita di Posyandu serta menambah keterampilan ibu balita untuk dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Terakhir disarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang pengaruh faktor-faktor risiko yang tidak dapat di buktikan dalam penelitian ini. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathy Priscilla Glory
New York: John Wiley & Sons, 1981
616.200 4 EMA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Khairunnisa
"Latar Belakang: Laporan puskesmas di wilayah Lenteng Agung terdapat 51% kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hal ini sejalan dengan peningkatkan PM10 di wilayah tersebut sebesar 26,64 μg/m3. Selain itu, konsentrasi PM10 dapat meningkat karena banyak industri mebel di sepanjang jalan, sebuah industri konstruksi serta jalan raya yang ramai kendaraan. Pekerja mebel merupakan kelompok rentan terkena gangguan ISPA di ruang kerja. Pekerja tersebut memerlukan perhatian yang besar sehingga hasil sampingan dari proses kerjanya tidak mengakibatkan kejadian ISPA.
Tujuan: untuk mengetahui hubungan antara PM10 dengan kejadian infeksi saluran pernapasan pada pekerja industri mebel di Lenteng Agung. Selain itu, melihat pengaruh faktor karakteristik pekerja (umur, lama kerja, kebiasan merokok dan penggunaan APD) dan faktor lingkungan kerja (suhu, kelembaban, kecepatan angin dan jarak dari industri konstruksi) terhadap hubungan PM10 dengan kejadian ISPA.
Metode: Disain studi yang digunakan adalah cross sectional, selama satu hari pada tanggal 30 November 2013. Dari 30 industri mebel, hanya 12 titik yang dijadikan pengukuran. Pengambilan responden menggunakan teknik quota sampling, dengan kuota sebanyak 38 responden.
Hasil: Rata-rata konsentrasi PM10 sebesar 163,21 μg/m3, dengan ambang batas sebesar 150 μg/m3. Suhu yang tinggi mendominasi, mempengaruhi kelembaban rendah pada ruang kerja. Selain itu, kecepatan angin yang rendah dan dekatnya jarak dengan industri konstruksi meningkatkan konsentrasi PM10. Rata-rata pekerja mebel berumur produktif kerja dengan kerja yang melebihi jam kerja normal. Kebanyakan juga pekerja memiliki kebiasaan merokok dan tidak menggunakan alat pelindung diri.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara PM10 dengan kejadian ISPA pada pekerja mebel di Lenteng Agung. Konsentrasi PM10 hanya menjadi faktor resiko kejadian ISPA pada pekerja tersebut. Selain itu, faktor lingkungan kerja dan karakteristik juga hanya menjadi faktor resiko gangguan ISPA pada pekerja mebel di Lenteng Agung.

Background : Report from primary health care provider (Puskesmas) at South Jakarta, 51% patients suffer from acute respiratory tract infection. It is in line with the increasing of concentration of PM10 there 26.64% μg/m3. The increasing is caused by existence of many furniture industries, a cement industry, and high mobilization of transportations. Therefore, workers of furniture industry are vulnerable population to the illness because of PM10 exposure.
Objective : Analyzing the relationship between PM10 and acute respiratory tract infection among furniture industry workers at Lenteng Agung, South Jakarta. Researcher also relates some covariate factors such as characteristics of worker (age, work hour, smoking behavior, and wearing of personal protection equipment) and environmental factors (temperature, humidity, speed of wind, distance between cement industry and research location) to the research.
Method : The method is a cross sectional study in November 30th 2013. Those are 12 sampling points of air measurement. Then, researcher uses quota sampling technique with 38 workers which are in productive years.
Result : Mean of concentration of PM10 is 163,21 μg/m3 with TLV 150μg/m3. Temperature in the workplace is high so that it effects to humidity that becomes low. Speed of wind and cement industry factor contributes to concentration of PM10. Based on interview result, some workers stayed in workplace beyond work hour. Most of workers are also active smoker. Yet, during in the workplace, most of workers do not wear personal protection equipment. As a result, many workers suffer from acute respiratory tract infection.
Conclusion : Statistically, there is no relationship between PM10 and acute respiratory tract infection among furniture industry workers at Lenteng Agung. Yet, based on some references, the characteristics of worker and environmental factors are risk factor for acute respiratory tract infection among workers beside concentration of PM10.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Tryanni
"Gangguan respirasi merupakan masalah kesehatan yang perlu menjadi perhatian. Selain angka mortalitas yang tinggi, gangguan ini juga menunjukkan angka morbiditas yang tinggi. Rumah susun sendiri merupakan salah satu alternatif tempat tinggal untuk kota padat seperti Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan respirasi dengan perilaku warga rumah susun di wilayah rumah susun Jakarta. Selain itu diliat juga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, dengan demikian dapat diketahui cara modifikasi perilaku paling efektif.
Metode: Metode yang digunakkan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dimana pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengukuran keadaan lingkungan. Penelitian ini melibatkan 120 keluarga yang tinggal di daerah rumah susun di Jakarta.
Hasil: Dari 513 penghuni rumah susun didapatkan prevalensi gangguan respirasinya adalah 44.2%. Dimana gangguan yang paling sering dialami adalah gangguan saluran nafas atas termasuk ISPA, rhinitis,sinusitis, faringitis mencapai 32.9%. Setelah itu disusul oleh TBC (7.6%) , PPOK (1.8%) dan asma (1%). Keluhan yang paling sering dialami diluar batuk adalah sesak nafas yang mencapai 4.1% . Dari hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara gangguan respirasi baik. Analisis juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perilaku seseorang dengan jenis kelamin, pekerjaan serta pendidikan.
Diskusi: Perilaku dan indikator tidak menunjukkan hal yang bermakna mungkin dikarenakan analisis ini menilai hubungan perilaku respondent dan gangguan respirasi pada keluarga, padahal belum tentu semua anggota keluarga memiliki perilaku yang sama. Hal ini akhirnya kurang menggambarkan hubungan perilaku seseorang dengan gangguan respirasi yang dialaminya.

Respiratory disorder is a health problem that needs our attention. In addition to the high mortality rate, this disorder also show high morbidity number. The purpose of this study is to determine the prevalence of respiratory disorder and its relationship with human behavior in residents of flat in Jakarta. Other than that this study also looked for factor that influence a person?s behavior, thus it can be seen most efficient way to modify behavior.
Method:This study methodology is cross sectional. The data is obtanaid by quostionare filling and measurement for some indicator. This study involved 120 family that live in flats in Jakarta.
Results: Of 513 residents of the apartement the prevalence of respiratory disorder was 44.2%. Where the most often experienced disorder is upper respiratory illness, includeig upper respiratory infections, rhinitis, sinusitis, phrayngitis wich reach 32.9%. Follow by lung tuberculosis (7.6%), COPD (1.8%), and asthma (1%). The most experienced symptoms is shortness of breath (4.1%) beyond cough. From the analysis found no significant relationship between repiratory disorder and overall behavior. The analysis also showed there was no correlation between the behavior of a person with gender, occupation and education.
Discussion: Overall behavioral and each indicators do not show significant correlation may caused by this analysis assessing the relationship of respondent behavior and respiration disoreder in the family, though not necessarily all members of the family have the same behavior. It is less describes the relationship between human behavior and respiratory disorder they going through."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wyka, Kenneth A.
New York: Delmar , 2012
616.200 4 WYK f;616.200 4 WYK f (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lumb, Andrew B.
""This book is your concise, one-stop guide to all aspects of respiratory physiology in health, disease, and in the many physiologically challenging situations and environments into which humans take themselves - with coverage from basic science to clinical applications. This most comprehensive single volume on respiratory physiology will be invaluable to those in training or preparing for examinations in anaesthesia, intensive care, respiratory medicine or thoracic surgery." -- Publisher."
Edinburgh : Elsevier, 2017
612.2 LUM n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Martha
"Dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia, angka kematian dan kesakitan karena ISPA cukup tinggi. Sementara itu penggunaan pelayanan kesehatan oleh ibu-ibu yang balitanya terkena ISPA khususnya pnemoni masih sangat kurang, padahal mereka ini perlu segera dibawa ke pelayanan kesehatan, karena pnemoni bisa dengan cepat mendatangkan kematian. Disisi lain masih banyak ibu-ibu yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni memberikan obat warung untuk menanggulangi peayakit tersebut. Dilakukannya penelitian Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA, adalah untuk mempelajari hubungan antara Karakteristik sosial ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji perbedaan proporsi (X2) dan uji regresi logistik.
Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional. Untuk keperluan analisa, responden dibagi atas kelompok yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni, karena dalam tindakan penatalaksanaan antara kedua kelompok ini berbeda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni; pendidikan, pekerjaan, sikap terhadap pengobatan dukun, sikap terhadap pengobatan melalui ibu, dan sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan, mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan, sedangkan pada kelompok responden yang balitanya bukan pnemoni; sikap terhadap pengobatan dukun, sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan serta kepercayaan terhadap umur bayi sakit yang boleh diberi obat, yang mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
Namun dari semua variabel bebas, yang menunjukkan hubungan yang sangat erat adalah variabel pekerjaan pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni, sedangkan pada kelompok responden yang bukan pnemoni tidak terlihat hubungan yang erat satupun. Untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan ini, perlu dilakukan intervensi berupa penyuluhan terhadap responder dan keluarga, selain itu perlu peningkatan penatalaksanaan program ISPA kemasyarakat.

In developing countries, including Indonesia, morbidity and mortality rates for acute respiratory infection is high. At the same time, the utility rates of mothers whose children suffer from pneumonia is still very low. Even though those children should be taken to a health facility as soon as possible since pneumonia can lead to sudden death. On the other side, many mothers whose child suffers from pneumonia or another acute respiratory infection often treat their children with drugs bought in a local shop.
This research studies the relation between characteristic social economic, knowledge, attitudes and beliefs of mothers and the use of health services for children under five years of age Buffering from acute respiratory infection. The statically analysis used is proportional difference test (X2) and logistic regression test. The design used in this research is cross-sectional. During analysis, the respondents are divided in groups according to the acute respiratory infections of their children (pneumonia or non-pneumonia), because the behavior between these groups differ.
The research shows that the group whose child suffer from pneumonia, education, occupation and attitude towards traditional treatment, attitude towards self-treatment and the attitude not to bring a child with a cough a health facility, relate to the use of health facilities. In the group mothers whose child suffers a non-pneumonia infection, the attitude towards traditional treatment, attitude not to bring a child with a cough to a health facility and the beliefs regarding a certain age on which a child can be given drugs, also relate to the use of health services.
From all the independent variables, the highest relationship shown between the use of health facility is the variable occupation of the group whose child suffers from pneumonia, while the group whose child suffers from a non pneumonia infection, non of the variable show a strong relation. To increase the utility rates of the health facilities, and education intervention towards the respondents and their families is needed. Besides that, improvement of the respiratory infections program in order to reach the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T4461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sulistyowati Soetardjo
"ABSTRAK
Dampak penting akibat pembangunan industri antara lain adalah perubahan kualitas udara yang disebabkan oleh pencemaran udara. Salah satu kegiatan industri yang diduga menimbulkan dampak tersebut adalah industri Pabrik Semen Tonasa yang berada di desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran udara oleh kegiatan P.T. Semen Tonasa terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan yang ada di masyarakat sekitarnya.
Digunakan rumus Gaussian Model untuk mengetahui konsentrasi partikel debu dalam menentukan titik lokasi penelitian, yaitu sebagai tempat pengukuran kualitas udara ambien dan pengambilan sampel penelitian.
Mencari derajat hubungan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada di masyarakat sekitar dengan faktor-faktor yang berkaitan yaitu Jenis Pekerjaan, Masa Kerja Dan Lama Tinggal serta faktor lain yang mungkin memberikan kontribusi terjadinya penyakit saluran pernapasan yaitu faktor kesehatan lingkungan human dalam hal ini adalah kondisi rumah hunian masyarakatnya yang meliputi ventilasi, kepadatan hunian dan bahan bakar rumah tangga yang digunakan.
Dilakukan survei dengan pendekatan cross sectional, di sekitar ke 4 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien dilakukan pula pengambilan sampel penelitian secara acak dan proporsional sebanyak 120 responden.
Dengan menggunakan uji statistik multivariabel regresi logistik, didapatkan hasil sebagai berikut : Jenis pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Adapun Lama Tinggal tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada. Kenyataan tersebut di atas ditunjang dengan basil pengukuran kualitas udara ambien terhadap konsentrasi partikel debu yang masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sebagaimana yang ditetapkan berdasarkan Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 02/MenKLH/1988 Tanggal: 19 Januari 1988, Jakarta 1988 yaitu 0,260.mg/m3
Dalam penelitian ini ditemukan risiko terjadinya penyakit saluran pernapasan adalah 3 kali lebih besar bagi responden dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan masa kerja di atas 4 tahun dibandingkan dengan jenis pekerjaan tidak berhubungan dengan debu dan masa kerja kurang hingga 4 tahun.
Faktor kondisi kesehatan lingkungan hunian (ventilasi, kepadatan hunian, dan bahan bakar rumah tangga) yang diduga sebagai faktor pengganggu ternyata mempunyai kontribusi yang tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan. Didapatkan model regresi logistik yang fit terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan adalah Jenis Pekerjaan dan Masa Kerja.
Hasil lain yang ditemukan adalah bahwa estimasi kemungkinan (EK) orang menderita penyakit saluran pernapasan di sekitar PT. Semen Tonasa tertinggi sebesar 5,06% bila kondisi orang dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan mass kerja di atas 4 tahun, sebaliknya jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka EK turun hingga menjadi 0,89%.

ABSTRACT
One of the significant impacts generated by industrial activities is the change in air quality due to air pollution. The Tonasa Cement Factory operated by P.T. Semen Tonasa in Mangilu Village, Bungoro Sub-district, District of Pangkajene Kepulauan, South Sulawesi, is assumed to belong to those industries that pollute the air.
The objective of the research is to determine the relation of air pollution generated by the activities of P.T. Semen Tonasa on the incidence of respiratory diseases suffered by the people living around the location of the cement factory.
By applying the Gaussian Model to fix the location of sampling sites, the ambient air quality was measured to determine the concentration of dust particles in the air.
Furthermore, activities were conducted to determine the level of correlation between the incidence of respiratory diseases suffered by the people surroundings of the cement factory and such factors as the type of work, extent of employment, and the period of time living in the surroundings of the factory. Also, a correlation was determined related to their settlement environmental conditions such as the conditions of houses including the condition of house ventilation, density, and the kind of fuel used by the households.
Conducting surveys and using a cross-sectional approach, from the four air sampling sites, chose 120 respondents randomly and proportionally.
The type of work shows statistically significant correlation with the incidence of respiratory diseases. However, the period time of living in the surrounding of the cement factory does not. These finding are supported by the results of the determination of the concentration of dust particles which amounted to less than the Upper Threshold Value (i.e. 0,260 mg/m3) as stated in the Decree of the States Minister of the Environment No.Kep- 02/MenKLH/1988 of January 19, 1988.
The research showed that the risk of respiratory diseases is three times greater among respondents whose work is related to dust and their extent of employment is more than four years. The condition of the houses (ventilation, density, and kind of fuel used) which was assumed to be contributing factors to the incidence of respiratory diseases, proved to be not the case.
A logistic regression model, which fitted the incidence of respiratory diseases, was found in the case of type of work and extent of employment.
Also results were obtained concerning the estimation probabilities of people living in the surroundings of the cement factory who suffer from respiratory diseases. This amounted to a maximum of 5.06 percents of people whose work are related to dust and whose extent of employment exceeds four years. On the other hand, the estimation probabilities dropped to 0.89 percents of people whose work is not related to dust and whose extent of employment is less than four years.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martiem Mawi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Ruang di sistem pernafasan yang tidak ikut dalam pertukaran gas disebut ruang rugi. Ruang rugi fisiologik terdiri dari ruang rugi anatomik dan ruang rugi alveolar. Pengukuran ruang rugi fisiologik mempunyai arti penting di klinik antara lain, rasioruang rugi fisiologik (V0) dan volume alun nafas (VT) merupakan indikator sensitif untuk gangguan perfusi paru, misalnya emboli paru.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai V pada orang normal dan penderita penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), serta faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan pada 30 pria sehat berumur 40 tahun ke atas dan 30 pria penderita PPOM dengan umur yang sama. Penderita PPOM terdiri dari kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, serta kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Dilakukan pengukuran volume alun nafas, tekanan CO2 darah arteri (P C02) dan tekanan CO2 rata-rata udara ekspirasi (PECO2). Pengukuran PEC02 dilakukan dengan cara baru, yaitu berdasarkan analisis kapnogram. Nilai VD diperoleh berdasarkan persamaan Bohr dari ketiga parameter di atas dikurangi dengan besarnya ruang rugi alat.
Hasil dan Kesimpulan: Nilai VD kelompok PPOM adalah 361,6 ± 91,6 ml (X ± SD), dan pada kelompok kontrol 201,03 ± 26,83 ml. Pada kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, VD 381 ± 21,24 ml, tidak berbeda dari kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema yaitu 344,43 ± 26,43 ml. Tidak ada hubungan antara VD dengan lama sakit maupun dengan FEV1 pada kelompok PPOM. Demikian pula antara kelompok bronkitis kronik dan asma kronik dengan kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Penyakit paru obstruksi menahun menyebabkan peningkatan ruang rugi fisiologik. Pengukuran PECO2 dengan analisis kapnogram lebih praktis, hanya menggunakan satu macam alat, waktu pemeriksaan lebih singkat, dan hasil yang diperoleh ekivalen dengan cara konvensional. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1990
T58403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>