Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ridawati
"This research aims was to obtain the active edible coating of with the addition of red rice
extract as meatballs coating. This research was conducted in four steps: extraction of
antimicrobial compounds from red rice, preparation the red rice edible coating, formulation
meatballs and application the red rice edible coating, and analysis of physical properties and
organoleptic. The quality of meatballs was strongly influenced by the quality of materials that
has been used and the process of production. The addition of red rice extract as much as
0,125%, 0,25% and 0,5% compared with the control and analysis by the sensory test.
Statistically, the addition of red rice extract on making meatballs did not effect the level of
panelists from the aspect of shape, flavor, color and aroma of the meatballs (α = of 0,05%).
The use of red rice extracts in the production of edible film for coating the meatballs affect the
texture of the meatballs that has been stored for 0, 6, 12 and 18 hours. Most of the panelists
mentioned meatballs controls have somewhat glutinous, dry, elastic and compact. After 18
hours of storage meatball has a glutinous, wet, slimy, less elastic and less compact,
especially meatballs controls (38,5%).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pelapis tipis aktif dapat di makan (active
edible coating) dari maltodekstrin dengan penambahan ekstrak angkak sebagai pelapis
bakso. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap, yaitu ekstraksi senyawa antimikroba dari
angkak, pembuatan larutan active edible coating dengan penambahan ekstrak angkak,
pembuatan bakso dan pelapisannya dengan larutan active edible coating, dan analisis sifat
fisik, organoleptik produk bakso yang telah dilapis dengan active edible coating. Dari
penelitian ini diperoleh informasi tentang teknologi proses pembuatan active edible coating
dari maltodekstrin dengan penambahan senyawa antimikroba dari angkak, aktivitas
antimikroba dari larutan active edible coating yang dikembangkan, serta produk bakso yang
diberi active edible coating. Kualitas dari bakso daging sapi sangat dipengaruhi oleh kualitas
bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta proses pembentukan adonan.
Penambahan ekstrak angkak sebanyak 0,125%, 0,25% dan 0,5% dibandingkan dengan
control tetap disukai oleh panelis. Secara +statistik, penambahan ekstrak angkak pada
pembuatan bakso tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis dari aspek bentuk,
rasa, warna, dan aroma dari bakso (α=0,05%). Penggunaan ekstrak angkak dalam
pembuatan edible film untuk pelapis bakso berpengaruh terhadap tekstur dari bakso selama
penyimpanan 0, 6, 12 dan 18 jam. Sebagian besar panelis menyebutkan bakso kontrol memiliki tekstur agak lengket-lengket, kering, kenyal dan kompak. Setelah penyimpanan 18
jam bakso memiliki tekstur lengket, basah, berlendir, kurang kenyal dan kurang kompak,
terutama bakso kontrol (38,5%)."
Tanggerang: Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Terbuka, 2016
502 JMSTUT 17:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Angelina
"Sebagai negara beriklim tropis, masyarakat Indonesia cenderung terkena paparan panas berlebih yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan kulit, salah satunya hiperpigmentasi. Pitera, yang berasal dari filtrat fermentasi jamur Galactomyces pada pembuatan sake dengan bahan baku beras, ditemukan berkhasiat sebagai antipenuaan dan memberikan efek perlindungan terhadap pajanan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak fermentasi beras merah (Oryza sativa L. var. Inpari 24) dengan ragi tapai terhadap aktivitas antioksidan, aktivitas antitirosinase, kandungan flavonoid total, dan pengamatan profil senyawa dengan metode LC-MS/MS. Lima ekstrak fermentasi beras merah dari berbagai waktu fermentasi (2, 4, 6, 8, dan 10 hari) diuji aktivitas antioksidannya dengan metode FRAP. Sampel dengan aktivitas antioksidan tertinggi lalu diuji kandungan flavonoid totalnya dengan metode kolorimetri AlCl3 dan diuji aktivitas antitirosinasenya dengan menggunakan enzim tirosinase dan substrat L-DOPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fermentasi hari kesepuluh merupakan sampel dengan aktivitas antioksidan metode FRAP tertinggi (1,304 gram FeSO4 ekuivalen/100 gram ekstrak). Kandungan flavonoid total yang terukur adalah sebesar 1,034 mgQE/g ekstrak. Pada pengujian aktivitas antitirosinase, ekstrak ini memiliki nilai IC50 sebesar 17.189,11 μg/mL dan termasuk ke dalam kategori sangat lemah. Pengamatan profil senyawa dengan LC-MS/MS menunjukkan bahwa lima senyawa terbanyak yang terdeteksi pada ekstrak fermentasi hari kesepuluh adalah 3-Asetilakonitin, Patuletin-7-O-[6-(2-metilbutiril)]-glukosida, Viskumneosida II, Asam suksinat, dan Nortropanolin. Diperlukan optimasi lebih lanjut untuk mempelajari potensi ekstrak dalam aktivitas antioksidan dan antitirosinasenya.

Indonesian who live in tropical climates, tend to get excess sunlight exposure which can lead to many skin problems, such as hyperpigmentation. Pitera, which came from Galactomyces yeast ferment filtrate in sake production with rice as the raw material, has efficacy in anti-aging and protective effects against environmental exposures. This research aimed to find the potency of fermented red rice (Oryza sativa L. var. Inpari 24) with tapai yeast in terms of its antioxidant activity, antityrosinase activity, and total flavonoid content. The phytochemical compounds of the extract were analyzed by LC-MS/MS method. Five red rice fermented extracts from different fermentation times  (two, four, six, eight, and ten days) were tested with FRAP antioxidant assay. Extract with the highest FRAP antioxidant activity was analyzed with colorimetry AlCl3 method for total flavonoid content, and antityrosinase activity assay was done using tyrosinase enzyme and L-DOPA substrate. The results showed that extract with ten days of fermentation had the highest FRAP antioxidant activity (1,304 gram FeSO4 equivalent/100 g extract). Besides that, the calculated total flavonoid content of the extract was 1,034 mgQE/g extract. In the antityrosinase activity assay, this extract had an IC50 value of 17.189,11¼g/mL and was categorized as very low potency. The observation of phytochemical compounds with LC-MS/MS showed that the five main compounds in the extract were 3-Acetylaconitine, Patuletin-7-O-[6-(2-methylbutyryl)]-glucoside, Viscumneoside II, Succinic acid, and Nortropanoline. Further optimization is needed to study the potential of the extract in its antioxidant and antityrosinase activities."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Putri Sukma Indrakusumawati
"Beras merah (Oryza sativa L. var. Inpari 24) mengandung polifenol dan oryzanol yang bermanfaat sebagai anti-aging. Fermentasi dapat meningkatkan kandungan fenolik dan flavonoid sehingga fermentasi air rendaman beras merah berpotensi meningkatkan aktivitas antielastase untuk pencegahan penuaan kulit. Mikroorganisme seperti bakteri pada hasil fermentasi dapat dikembangkan menjadi produk perawatan kulit karena diketahui dapat menangkal sinar ultraviolet. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan aktivitas antielastase pada air rendaman beras merah yang difermentasi secara spontan (FS), dengan ragi tapai (FR), dan tidak difermentasi (NF). Selain itu, untuk mengetahui bakteri apa yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan dasar produk skincare. Metode ekstraksi dilakukan dengan perebusan beras merah dan UAE, fermentasi dilakukan secara spontan dan dengan penambahan ragi tapai. Identifikasi bakteri dilakukan dengan metode PCR. Setiap sampel ditetapkan kadar fenol dan flavonoid total, serta diuji aktivitas antielastasenya dengan mengukur absorbansi sampel. Hasil pengukuran persentase inhibisi enzim elastase sampel FS, FR, dan NF berturut-turut sebesar 66,20% (meningkat 18,36% dibanding NF); 71,79% (meningkat 28,35% dibanding NF); dan 55,93% dengan konsentrasi 150.000 ppm. Dari sampel FS dan FR dilakukan isolasi bakteri dan didapatkan lima isolat dari sampel FS dan dua isolat dari sampel FR. Hasil isolasi bakteri kemudian dilakukan PCR, dianalisis sekuensing, dan dianalisis dengan pohon filogenetik. Berdasarkan analisis filogenetik, isolat FS berkerabat dekat dengan Enterobacter sp., Pantoea agglomerans, Enterobacter mori dan Enterobacter hormaechei. Sementara itu, isolat FR berkerabat dekat dengan Enterobacter cloacae dan Enterobacter mori. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan aktivitas penghambatan terhadap enzim elastase secara signifikan yang mungkin terjadi akibat adanya Enterobacter dan Pantoea agglomerans selama fermentasi.

Red rice (Oryza sativa L. var. Inpari 24) contains polyphenolic compounds and oryzanol, which have anti-aging properties. Fermentation can increase phenolic and flavonoid content, thus fermentation of red rice water has the potential to enhance antielastase activity for skin aging prevention. Microorganisms such as bacteria in the fermentation product can be develop into skincare products due to their known ability to counteract ultraviolet rays. Therefore, this study aims to compare the antielastase activity of spontaneously fermented red rice water (FS), fermented with tapai yeast (FR), and unfermented (NF). Additionally, it aims to identify bacteria that could be considered as a base for skincare products. The extraction method involved boiling red rice and UAE, fermentation was carried out spontaneously and with the addition of tapai yeast. Bacterial identification was done using the PCR method. Each sample was then determined for total phenol and flavonoid content and tested for antielastase activity by measuring sample absorbance. The inhibition percentages of elastase enzyme for FS, FR, and NF samples were 66.20% (increased by 18,36% compared to NF); 71.79% (increased by 28,35% compared to NF); and 55.93% respectively, at a concentration of 150,000 ppm. From the FS and FR samples, bacterial isolation was conducted, yielding five isolates from the FS sample and two isolates from the FR sample. The bacterial isolates were then subjected to PCR, sequenced, and analyzed phylogenetically. Based on the phylogenetic analysis, FS isolates were kin to Enterobacter sp., Pantoea agglomerans, Enterobacter mori, and Enterobacter hormaechei. Meanwhile, FR isolates were kin to Enterobacter cloacae and Enterobacter mori. This study indicate that fermentation can significantly enhance elastase enzyme inhibition, possibly due to the presence of Enterobacter and Pantoea agglomerans during fermentation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buang Abdullah
"ABSTRAK
Biortifikasi adalah paradigma baru di duni pertanian dan merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan gizi masyarakat. Beras yang merupakan makanan pokok di Indonesia dapat ditingkatkan kangdungan gizinya melalui program pemuliaan tanaman guna menghasilkan varietas padi yang berasnya mengandung vitamin, mineral, dan/ atau senyawa lain seperti antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan. Antosianin dapat dihasilkan oleh tanaman secara alami. Biofortifikasi beras yang mengandung antosianin tinggi telah dilakukan melaluiprogram perakitan varietas padi beras merah dan beras hitam denfab ptosedur pemulihan konvensiona. Dua varietas unggul padi fungsional yang mengandung antosianin tinggi telah dilepas yaitu Inpari-24 Gabusan sebagai varietas unggul padi beras merah dengan kandungan antosianin 8 ug/100g dan Inpari-25 Opak Jaya sebagai varietas ketan merah dengan kandungan antosianin 11 ug/100g. varietas unggul padi beras merah hasil biofortifikasi telah berkembang luas di beberapa daerah karena disukai konsumen dan menguntungkan petani. Beberapa galur harapan padi beras merah dan beras hitam yang mengandung antosianin lebih tinggi masih dalam tahap pengujian daya hasil dan multilokasi. Beberapa di antara galur tersebut diharapkan dapat dilepas sebgai varietas unggul padi beras merah dan beras hitam yang lebih baik dari varietas yang sudah ada. untuk mengatasi penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes, dan hipertensi, dengan mengonsumsi pangan fungsional hasil biofortifikasi lebih efektif dibandingkan dengan pangan hasil fortifikasi karena senyawa pentig yang ditambahkan melalui biofortifikasi bersifat diwariskan dan langgeng."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2017
630 JPPP 30:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Farsya Nurulnisa
"Beras merah diketahui memiliki senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan yang baik. Senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan tersebut juga berpotensi untuk menghambat aktivitas elastase dalam penuaan kulit. Fermentasi diketahui dapat memperkaya senyawa aktif dalam tumbuhan, sehingga aktivitas antioksidan dan anti kerutan tumbuhan dapat meningkat. Terdapat sebuah pengolahan makanan dengan proses fermentasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun, yaitu tapai. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan penghambatan aktivitas elastase beras merah yang difermentasi dengan ragi tapai. Fermentasi beras merah dilakukan dengan menggunakan 1%, 5%, dan 9% ragi tapai dan dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak hasil fermentasi tersebut. Kemudian dilakukan penghambatan aktivitas enzim elastase, penetapan kadar fenol total, dan penapisan fitokimia pada ekstrak dengan nilai IC50 terendah. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan DPPH yang paling tinggi adalah ekstrak fermentasi dengan ragi 5% (IC50 1550,39 µg/mL), lalu fermentasi dengan ragi 1% (2243,35 µg/mL), dan fermentasi dengan ragi 9% (2990,46 µg/mL). Kadar fenol total ekstrak fermentasi beras merah dengan ragi tapai 5% adalah 4,01±0,06 mg GAE/g sampel, senyawa yang teridentifikasi pada penapisan adalah terpenoid dan glikosida, dan nilai IC50 dari uji antielastase ekstrak adalah 8847,41 µg/mL. Oleh karena itu, ekstrak fermentasi beras merah tidak memiliki aktivitas antioksidan dan ekstrak fermentasi beras merah dengan ragi tapai 5% memiliki kadar fenol total yang rendah dan aktivitas antielastase yang tidak baik.

Red rice is known to have high phenolic content and good antioxidant activity. Phenolic compounds and antioxidant activity also have the potential to inhibit elastase activity in skin aging. Fermentation is known to enrich active compounds in plants, and that may increase the antioxidant and anti-wrinkle activity of plants. There is a type of food that is made using fermentation that has been passed down by Indonesian people for generations, namely tapai. Therefore, this research was aimed to find out the antioxidant activity and elastase inhibition of red rice that was fermented with tapai yeast. Fermentation of red rice was made using tapai yeast in the concentration of 1%, 5%, and 9%. The result of the fermentation was extracted and the antioxidant activity of each extract was tested with DPPH method. Inhibition of elastase enzyme activity assay, determination of total phenolic content, and phytochemical screening is done to the extract with the lowest IC50 value. The extract that had the highest DPPH antioxidant activity was the extract of red rice fermented with 5% tapai yeast (IC50 1550.39 µg/mL), followed by 1% tapai yeast (IC50 2243,35 µg/mL) and 9% tapai yeast (IC50 2990,46 µg/mL). The total phenolic content of the extract was 4.01 ± 0.06 mg GAE/g sample, the compounds identified in the screening were terpenoids and glycosides, and the IC50 value of the extract’s antielastase assay was 8847.41 µg/mL. Therefore, the extract of red rice fermented with 1%, 5%, and 9% tapai yeast does not have antioxidant activity and the extract of red rice fermented with 5% tapai yeast has low phenolic content and the antielastase activity is not good."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
"ABSTRAK
Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi
beras merah pecah kulit terhadap kadar malondialdehida plasma postprandial
setelah makan makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Desain
penelitian ini adalah desain uji klinis, cross over, tersamar tunggal. Penelitian ini
melibatkan 13 subyek: 8 laki-laki dan 5 perempuan, dengan rerata usia 38,3 ± 6,7
tahun. Subyek penelitian diberikan makanan tinggi lemak dalam tiga waktu
makan, yaitu makan pagi, makan siang, dan snack di antara dua waktu makan
tersebut, dan diberikan juga nasi dari beras merah pecah kulit atau nasi dari beras
putih sebagai kontrol. Total lemak yang diberikan sebesar 140 g. Kadar MDA
plasma diukur pada basal, 2 jam, dan 3 jam setelah makan siang. Hasil penelitian
ini menunjukkan kecenderungan terjadinya stres oksidatif postprandial yang lebih
rendah pada kelompok yang diberikan nasi dari beras merah pecah kulit
dibandingkan dengan kelompok yang diberikan nasi dari beras putih pada jam
kedua dan ketiga postprandial walaupun tidak bermakna secara statistika (p >
0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya tendensi konsumsi beras merah pecah
kulit dapat menurunkan stres oksidatif postprandial yang terjadi setelah
mengonsumsi makanan tinggi lemak, pada orang dewasa sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the effect of whole red rice on
postprandial plasma MDA concentrations after a high-fat meal intake in healthy
adults. This is a clinical trial, cross over, single blind design which involved 13
subject, 8 men, and 5 women, with aged was 38,3 ± 6,7 years old. The subjects
were given high fat meal for breakfast, lunch, and snacking between them. For
each breakfast and lunch, the subjects were given rice from whole red rice or
white rice as a control. Totally, the fat contents was 140 g. Blood samples for
plasma MDA were assesed at baseline, 2 hours, and 3 hours after lunch. This
study indicate a tendency in which whole red rice did lower degree of postprandial
oxidative stress than white rice on two or three hours postprandial although no
statistically significant (p > 0,05). The results of this pilot study shows a trend that
intake of whole red rice may decreased postprandial oxidative stress that occur
after intake of high fat meal in healthy adults."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library