Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Azkia Rifqi Amarullah
"Adanya kesepakatan Paris 2015 mengenai emisi gas rumah kaca membuat gas bumi mulai banyak dipilih sebagai bahan baku untuk pembangkit listrik. Distribusi gas bumi sebagai sumber bahan bakar alternatif mengharuskan dalam bentuk cair (Liquefied Natural Gas) apabila jarak yang ditempuh cukup jauh. Selain itu, apabila LNG akan digunakan sebagai sumber bahan bakar pembangkit listrik, dibutuhkan proses regasifikasi terlebih dahulu Oleh karena itu value chain dari rantai pasok LNG menjadi yang terpanjang dibanding bahan bakar lain. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan skema distribusi LNG yang optimal dengan melakukan optimisasi meminimalkan biaya distribusi dan biaya regasifikasi. Optimisasi dilakukan dengan cara mencari data investasi dan spesifikasi dari kapal LNG dan terminal regasifikasi, beserta permintaan LNG di lokasi pemenuhan rantai pasok. Optimisasi dilakukan dengan metode MILP menggunakan perangkat lunak GAMS dengan solver CPLEX. Hasil optimisasi memperlihatkan bahwa klaster Bangka-Belitung-Pontianak menggunakan jaringan distribusi hub-spoke dengan kapal LNG berukuran 1.500 m3 sebanyak satu buah, 2.500 m3 sebanyak satu buah, 10.000 m3 sebanyak empat buah, dan 12.000 m3 sebanyak dua buah serta kapasitas penyimpanan berukuran 2.000 m3, 3.000 m3, 3.500 m3, 15.000 m3 dan 17.000 m3. Biaya pengapalan pada klaster Bangka-Belitung-Pontianak berada pada rentang $1,06 - $3,23 per MMBtu dan biaya regasifikasi pada rentang $0,58 - $0,87 per MMBtu. Sedangkan untuk klaster Sulawesi menggunakan jaringan distribusi milk-run dengan ukuran kapal LNG 20.000 m3 sebanyak dua buah dan 23.000 m3 sebanyak dua buah serta kapasitas penyimpanan berukuran 1.000 m3, 2.000 m3, 3.000 m3, 4.500 m3, 8.500 m3, dan 10.000 m3. Biaya pengapalan pada klaster Sulawesi berada pada rentang $1,55 - $1,71 per MMBtu dan biaya regasifikasi pada rentang $1,18 - $1,66 per MMBtu. Perubahan sumber LNG pada masing-masing klaster tidak mengubah jaringan distribusi terpilih, namun tetap mengubah rute dan infrastruktur logistik sehingga mengubah pula biaya pengapalan dan biaya regasifikasi.

Paris agreement on greenhouse gas emissions has made natural gas chosen as a raw material for electricity generation. Natural gas distribution as an alternative fuel source requires in the form of liquid (Liquefied Natural Gas) if the distance traveled is far enough. Also, if LNG is to be used as a fuel source for power plants, a regasification process is needed. Therefore, the value chain of the LNG supply chain is the longest compared to other fuels. This study aims to obtain an optimal LNG distribution scheme by optimizing distribution costs and regasification costs. The optimization is carried out by finding investment data and specifications from the LNG ship and regasification terminal, along with LNG demand at the supply chain fulfillment location. Optimization using MILP method with GAMS software with the CPLEX solver. Optimization results show that Bangka-Belitung-Pontianak cluster uses hub-spoke distribution network with one 1,500 m3 LNG vessel, one 2,500 m3, four 10,000 m3, and two 12,000 m3 also storage capacity is 2,000 m3, 3,000 m3, 3,500 m3, 15,000 m3 and 17,000 m3. Shipping costs in Bangka-Belitung-Pontianak cluster are in the range of $1.06 - $3.23 per MMBtu and regasification costs in the range of $0.58 - $0.87 per MMBtu. As for the Sulawesi cluster, it uses milk-run distribution network with two 20,000 m3 LNG vessels and two 23,000 m3 LNG vessels also storage capacity is 1,000 m3, 2,000 m3, 3,000 m3, 4,500 m3, 8,500 m3, and 10,000 m3. Shipping costs in the Sulawesi cluster are in the range of $1.55 - $1.71 per MMBtu and regasification costs in the range of $1.18 - $1.66 per MMBtu. Changes in LNG sources in each cluster do not change the distribution network, but still change the route and logistics infrastructure so that it also changes shipping costs and regasification costs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Nur Altaf
"Dunia sedang memiliki tantangan besar dalam menangani emisi gas rumah kaca (GRK). Dengan timbulnya emisi gas rumah kaca ini memiliki banyak dampak yang begitu besar terhadap perubahan iklim. Sektor transportasi khususnya industri pelayaran sendiri menyumbang sebesar 3% dari emisi gas rumah kaca pada tahun 2022 (Sinay, 2023). Sektor pembangkit listrik juga memiliki peranan besar dalam permasalahan emisi gas rumah kaca dikarenakan penggunaan bahan bakar fosil yang cukup besar untuk kebutuhan pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur dan konversi pembangkit listrik berbahan bakar gas menjadi salah satu usaha untuk menghasilkan energi yang bersih dalam rangka mencapai target Net zero Emmision. Untuk itu Pemerintah Indonesia berkomitmen berusaha meningkatkan penggunaan gas untuk kebutuhan domestik, melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13K/13/MEM/2020 tentang Penugasan pelaksanaan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG), serta konversi penggunaan bahan bakar minyak dengan LNG dalam penyediaan Tenaga Listrik. Komitmen tersebut didukung oleh program pemerintah tahun 2015 mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW di Indonesia. Dengan kondisi geografis tersebut proses transportasi LNG dari lokasi sumber LNG menuju pembangkit listrik menjadi tantangan tersendiri dikarenakan keterbatasan jaringan pipa gas di Indonesia. Tantangan tersebut dapat diatasi dengan adanya Small Scale LNG Carrier (SSLNG). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) dan Linear Programming dengan fungsi objektif memperoleh sisa muatan distribusi paling minimum dari beberapa pilihan penggunaan jumlah kapal beserta variasi kecepatan. Analisa ekonomi juga dilakukan  berdasarkan kelayakan finansial. Hasil dari penelitian ini diperoleh masing-masing penggunaan model distribusi LNG untuk setiap kluster sebagai berikut, Kluster 1 yaitu Nusa Tenggara menggunakan model 1 dengan penggunaan 1 kapal  berkapasitas 15,600 CBM  dengan kecepatan 13 knot, Kluster 2 yaitu Maluku menggunakan model 1 dengan penggunaan 1 variasi kapal yaitu kapal berkapasitas 15,600 CBM dengan kecepatan kapal yang sama yaitu 13 knot, Kluster 3 yaitu Papua menggunakan model 2 dengan penggunaan 2 kapal yaitu 15,600 CBM dengan kecepatan 14 knot dan 10,000 CBM dengan kecepatan 11 knot. Berdasarkan hasil skenario pembuatan model distribusi LNG dengan perolehan rute dengan total sisa muatan paling minimum untuk Kluster 1 didapatkan total sisa muatan sebesar 4.23 CBM, untuk Kluster 2  didapatkan total sisa muatan sebesar 19.03 CBM dan Kluster 3 didapatkan total sisa muatan sebesar 121.52 CBM. Dari analisa ekonomi didapatkan untuk total CAPEX sebesar 421,700,883 US$. Untuk margin harga penjualan LNG setiap kluster sekurang kurangnya sebesar 1.5 USD/MMBTU pada kluster 1 dengan payback period dalam kurun waktu 8 tahun, 1 USD/MMBTU pada kluster 2 dengan payback period dalam kurun waktu 6 tahun dan 2 USD/MMBTU pada kluster 3 dengan payback period dalam kurun waktu 8 tahun.

The world is currently facing a significant challenge in addressing greenhouse gas (GHG) emissions. The emergence of these emissions has substantial impacts on climate change. The transportation sector, particularly the shipping industry, contributed 3% of global GHG emissions in 2022 (Sinay, 2023). The power generation sector also plays a significant role in GHG emissions due to the substantial use of fossil fuels for electricity generation. Developing infrastructure and converting fossil-fuel-based power plants to gas is one of the efforts to produce clean energy to achieve the Net Zero Emission target. Therefore, the Indonesian government is committed to increasing the use of gas for domestic needs through the Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 13K/13/MEM/2020 concerning the assignment for the provision of supply and development of Liquefied Natural Gas (LNG) infrastructure, and the conversion of oil fuel use to LNG in electricity supply. This commitment is supported by the 2015 government program regarding the construction of 35,000 MW of power plants in Indonesia. Given the geographical conditions, transporting LNG from its source to power plants presents its own challenges due to the limited gas pipeline network in Indonesia. These challenges can be addressed with the use of Small Scale LNG Carriers (SSLNG). The method used in this study is the Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) combined with Linear Programming, with the objective function to minimize the remaining load distribution from several options of ship usage and speed variations. An economic analysis was also conducted based on financial feasibility. The results of this study obtained each LNG distribution model for each cluster as follows: Cluster 1, Nusa Tenggara, using model 1 with a 15,600 CBM capacity ship at a speed of 13 knots; Cluster 2, Maluku, using model 1 with a 15,600 CBM capacity ship at the same speed of 13 knots; Cluster 3, Papua, using model 2 with two ships of 15,600 CBM at 14 knots and 10,000 CBM at 11 knots. Based on the scenario of creating an LNG distribution model with the minimum remaining load route, Cluster 1 obtained a total remaining load of 4.23 CBM, Cluster 2 obtained a total remaining load of 19.03 CBM, and Cluster 3 obtained a total remaining load of 121.52 CBM. From the economic analysis, the total CAPEX was found to be 421,700,883 USD. For the LNG selling price margin, each cluster required at least 1.5 USD/MMBTU for Cluster 1 with a payback period of 8 years, 1 USD/MMBTU for Cluster 2 with a payback period of 6 years, and 2 USD/MMBTU for Cluster 3 with a payback period of 8 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachrian Hafizh
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah mengeluarkan Keputusan No:13K/13/MEM/2020 sebagai landasan penggunaan LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik di 52 lokasi di Indonesia. Di sisi lain, KESDM juga mengeluarkan Peraturan No:10/2020 yang menetapkan harga plant gate untuk pembangkit listrik sebesar $6/MMBTU. Namun, biaya logistik untuk mendistribusikan LNG dari liquefaction plant ke lokasi pembangkit juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mulai dari biaya pengapalan hingga biaya regasifikasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain logistik yang optimal untuk distribusi LNG dengan melakukan optimasi biaya pengapalan dan biaya regasifikasi. Penelitian ini diawali dengan mencari data terkait spesifikasi dan harga beberapa jenis dan ukuran kapal dan unit regasifikasi LNG, serta data terkait kebutuhan LNG di lokasi kilang. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 lokasi pembangkit dengan rentang ukuran 10 hingga 150 MW yang terletak di cluster Papua Utara dengan sumber LNG berasal dari 2 skenario. Pada skenario pertama, LNG dikirimkan dari Badak Liquefaction Plant, dan skenario kedua berasal dari Tangguh Liquedaction Plant, dengan 2 variasi asumsi Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) untuk setiap skenario, asumsi ICP tahun 2021, $45/ bbl, dan asumsi ICP pada tahun 2023, $95/bbl. Optimasi menggunakan metode MILP pada software AIMMS dengan solver CPLEX. Hasil yang diperoleh adalah, harga plant gate untuk LNG yang berasal dari Badak adalah $10.04/MMBTU ($2.26/MMBTU untuk biaya pengapalan dan $2.61/MMBTU untuk biaya regasifikasi) untuk asumsi ICP tahun 2021, atau yang disebut skenario B45 dan $15.83/ MMBTU ($2,30/MMBTU untuk biaya pengapalan dan $2,61/MMBTU untuk biaya regasifikasi) untuk asumsi ICP tahun 2023, atau yang disebut skenario B95. Sedangkan harga plant gate untuk LNG yang berasal dari Tangguh adalah $9.37/MMBTU ($1.72/MMBTU untuk biaya pengapalan dan $2.48/MMBTU untuk biaya regasifikasi) untuk asumsi ICP tahun 2021, atau yang disebut skenario T45 dan $15.15/MMBTU ($1.75/ MMBTU untuk biaya pengapalan dan $2,48/MMBTU untuk biaya regasifikasi) untuk asumsi ICP tahun 2023, atau yang disebut skenario T95. Oleh karena itu, berdasarkan optimalisasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa harga yang ditetapkan oleh Pemerintah akan sangat sulit diimplementasikan bahkan untuk skenario termurah yang didapatkan.

The Ministry of Energy and Mineral Resources (MEMR) has issued Decree No:13K/13/MEM/2020 as the basis for using LNG as fuel for power plants at 52 locations in Indonesia. On the other hand, MEMR also issued Regulation No:10/2020 which sets the plant gate price for power plants at $6/MMBTU. However, the logistics costs for distributing LNG from the source to power plant also incur significant costs, ranging from shipping costs to the cost of regasification. Therefore, this study aims to obtain optimal logistics design for LNG distribution by optimizing shipping costs and regasification costs. This research starts by looking for data related to specifications and prices for several types and sizes of ships and LNG regasification unit, as well as data related to LNG demand at the plant site. The case studies used in this research are 6 power plants with a size range from 10 to 150 MW located in North Papua cluster with sources coming from 2 scenario. First scenario is using Badak Liquefaction Plant as the source of LNG, and the second scenario is using Tangguh Liquefaction Plant as the source of LNG, with 2 variations of Indonesia Crude Price (ICP) assumption for each scenario, ICP assumption in 2021, $45/bbl, and ICP assumption in 2023, $95/bbl. Optimization uses MILP method on AIMMS software with CPLEX solver. The results obtained are, the Plant Gate LNG price for LNG originating from Badak is $10.04/MMBTU ($2.26/MMBTU for shipping cost and $2.61/MMBTU for regasification cost) for assumption of ICP in 2021, or what is called scenario B45 and $15.83/MMBTU ($2.30/MMBTU for shipping cost and $2.61/MMBTU for regasification cost) for assumption of ICP in 2023, or what is called scenario B95. Whereas the Plant Gate LNG price for LNG originating from Tangguh is $9.37/MMBTU ($1.72/MMBTU for shipping cost and $2.48/MMBTU for regasification cost) for assumption of ICP in 2021, or what is called scenario T45 and $15.15/MMBTU ($1.75/MMBTU for shipping cost and $2.48/MMBTU for regasification cost) for assumption of ICP in 2023, or what is called scenario T95. Therefore, based on the optimization have been carried out, it can be concluded that the price set by the Government will be very difficult to implement even for the cheapest scenario obtained."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library