Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pack carburizing adalah proses pengerasan permukaan dengan cara mendisfusikan atom karbon ke bagian permukaan logam, sehingga diperoleh perubahan mekanik diantaranya kekerasan, struktur mikro dan ketahanan aus. Penelitian proses pack carburizing dilakukan pada suhu pemanasan 900c dan waktu penahanan 120 menit dengan proses quenching meliputi single dan double quenching."
620 JTEK 9 (1-2) 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marsanda Rimadhani
"Paduan ingat bentuk merupakan kelompok paduan yang memiliki karakteristik unik untuk mengingat dan kembali ke bentuk semula setelah diberikan tegangan dan terdeformasi dengan cara di panaskan pada temperatur tertentu. Salah satu jenisnya ialah, paduan berbasis Cu yang memiliki sifat ingat bentuk yang baik dan bisa digunakan sebagai alternatif karena biayanya yang murah dibandingkan jenis paduan lainnya. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh metode pencelupan terhadap sifat ingat bentuk paduan Cu-24,12Al-3,13Mn (%Atomik) yang dibuat berdasarkan metode pengecoran gravitasi yang selanjutnya dihomogenisasi pada temperatur 900 °C selama 2 jam dan didinginkan pada temperatur ruang. Setelah paduan mencapai temperatur ruang, dilakukan perlakuan panas betatizing pada temperatur 900 °C selama 30 menit dan dilanjutkan dengan tiga metode pencelupan yang berbeda, yaitu Pencelupan Langsung (Direct Quench/DQ), Pencelupan Bertahap (Step Quench/SQ), dan Pencelupan Naik (Up Quench/UQ). Tahapan selanjutnya ialah melakukan karakterisasi paduan yang dilakukan mengunakan Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscopy and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS), X-ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Bending Test, dan Microvickers. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa, paduan As-Cast dan As-Homogenizedterdiri atas fasa b [BCC] yang memiliki morfologi acicular (b acicular) atau b [B2] Acicular dan fasa g yang terbentuk seperti nodular-nodular hitam di sekitar matriks. Pencelupan DQ menghasilkan fasa b' [M18R] dan fasa g untuk pencelupan UQ dan SQ menghasilkan fasa b' [M18R] dan fasa b [B2] Acicular dengan nilai SME berturut-turut adalah 32,43% (DQ), 10,75% (UQ), dan 9,10% (SQ). Sementara, nilai kekerasan berturut-turut adalah 233,49 HVN (SQ), 222,20 HVN (UQ), dan 20,72 (DQ). Hal ini menunjukkan bahwa indikasi dari adanya sifat Shape Memory Effect dikontribusi oleh keberadaan fasa martensit b' [M18R].

Shape Memory Alloys are a group of alloys that have the unique characteristics to remember their original shape after deformation followed by heating at a certain temperature. Cu-based alloys have good shape memory effect properties and can be used as an alternative because of the low cost compared to the other types of SMA alloy. This research studied the effect of the quenching methods on the martensite phase transformation and shape memory properties of the Cu-24,12Al-3,13Mn alloy (% atomic). The alloy was by gravity casting and was homogenized at 900 °C for 2 hours and cooled to room temperature. The betatizing treatment was carried out at a temperature 900 °C for 30 minutes and subsequently quenched with three methods, Direct Quench (DQ), Step Quench (SQ), and Up Quench (UQ). Characterization was conducted by Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscopy and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy(SEM-EDS), X-ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Bending Test, and Microvickers. The results showed that, the as-cast and as-homogenized alloy consisted of b [BCC] phase with acicular morphology (bacicular) or b [B2] Acicular and g phase, which formed as small black-nodular. The DQ microstructures showed b'[M18R] phase and g phase, with the UQ and SQ microstructures consisted of b' [M18R] phase dan b [B2] Acicular, The Shape Memory Effect values of DQ, UQ, and SQ samples were 32,43%, 10,75%, and 9,10% while the hardness were 207,72 HVN, 222,20 HVN, 233,49 HVN. This indicates that the shape memory properties contributed by the formed of phase martensite b' [M18R] in this alloy. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Finsya Indra Permana
"Paduan ingat bentuk merupakan salah satu material cerdas yang memiliki karakteristik unik dimana paduan ini dapat mengingat bentuk saat diberi panas. Paduan ingat bentuk yang berbasis Cu merupakan alternatif yang paling baik dikarenakan harganya yang murah dan memiliki sifat ingat bentuk yang baik. Penelitian ini mempelajari pengaruh metode pencelupan terhadap transformasi fasa dan kekerasan paduan Cu-26.5Al-3.7Mn (%Atomik) yang difabrikasi menggunakan metode pengecoran gravitasi. Paduan dihomogenisasi pada temperatur 900 ? selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan perlakuan panas betatizing pada temperatur 900 ? selama 30 menit dan dilanjutkan dengan tiga metode pencelupan yang berbeda, yaitu Pencelupan Langsung (DQ), Pencelupan Naik (UQ), dan Pencelupan Bertahap (SQ). Karakterisasi menggunakan Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX), Optical Emission Spectroscopy (OES), X-Ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Microvickers, dan uji pemulihan regangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur mikro paduan pada kondisi As-Cast dan As-Homogenized terdiri dari dua fasa yaitu ? [D03] dan ? dengan morfologi rosette-like. Pencelupan DQ dan UQ menghasilkan martensit ?' dan ? [D03] sisa, sementara pencelupan SQ selain menghasilkan fasa tersebut juga terdapat ?. Selanjutnya, nilai kekerasan adalah 288,71 HVN (As-cast), 300,21 HVN (As-Homogenized), 232,2 HVN (DQ), 240,1 HVN (UQ), dan 289 HVN (SQ). Persentase pemulihan regangan tidak dapat diukur dikarenakan sampel patah saat ditekuk.

The shape memory alloy is a smart material with unique characteristics where it can remember its shape when subjected to heat. Cu-based shape memory alloys are considered the most favorable alternative due to their low cost and good shape memory properties. In this study, the influence of quenching methods on phase transformation and hardness of Cu-26.5Al-3.7Mn (at. %) alloy fabricated using gravity casting method was investigated. The alloy was homogenized at 900 ? for 2 hours, and then betatized at 900 ? for 30 minutes, followed by three different quenching methods: Direct Quenching (DQ), Up Quenching (UQ), and Step Quenching (SQ). The alloy was then characterized using Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscopy and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDX), Optical Emission Spectroscopy (OES), X-Ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Microvickers, and Strain Recovery test. The results of this study showed that the microstructure of the as-cast and as-homogenized alloy consisted of two phases, ? [D03] and ?, with a rosette-like morphology. DQ and UQ quenching methods resulted in the formation of ? [D03] and ?' phases, meanwhile, the SQ quenching method not only resulted in the mentioned phase but also the ? phase. Furthermore, the hardness values were 288.71 VHN (As-Cast), 300.21 VHN (As-Homogenized), 232.2 VHN (DQ), 240.1 VHN (UQ), and 289 VHN (SQ), respectively. The percentage of strain recovery could not be measured as the samples experienced failure when bent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasendriya Zaneto Atmomintarso
"Paduan ingat bentuk merupakan salah satu material cerdas dengan kemampuan kembali ke bentuk semula setelah diberi perlakuan panas. Paduan berbasis Cu merupakan salah satu material yang bisa digunakan sebagai alternaltif dari paduan Ni-Ti yang telah umum digunakan, memiliki sifat ingat bentuk yang baik dan biayanya yang terjangkau. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh metode pencelupan terhadap struktur mikro dan kekerasan paduan Cu-25,9Al-3,6Mn (at. %). Sampel dibuat dengan metode pengecoran gravitasi, kemudian dihomogenisasi pada temperatur 900 °C selama 2 jam dan didinginkan pada temperatur ruang. Selanjutnya dilakukan perlakuan panas betatizing pada temperatur 900 °C selama 30 menit dan dilanjutkan dengan tiga metode pencelupan, yaitu Pencelupan Langsung (Direct Quench/DQ), Pencelupan Naik (Step Quench/SQ) dan Pencelupan Bertahap (Step Quench/SQ). Tahapan karakterisasi dilakukan menggunakan Optical Microscope (OM), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Xray Spectroscopy (SEM-EDS), X-ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), strain recovery test, dan Microvickers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur mikro paduan as-cast dan as- homogenized terdiri atas matriks fasa β dan fasa kedua γ dengan morfologi rosette-like di dalam matriks dan batas butir. Hasil pencelupan DQ dan UQ menghasilkan fasa martensit β′ berupa garis tipis dan fasa β, sedangkan pencelupan SQ memiliki fasa martensit β′ berupa garis tipis, fasa β , dan fasa γ sisa akibat laju pendinginan yang lambat. Untuk nilai kekerasan paduan adalah 293,2 HV (as-cast), 311,3 HV (as-homogenized), 286,7 HV (DQ), 287,1 HV (UQ) dan 283,5 HV (SQ). Strain recovery tidak dapat diukur karena sampel mengalami perpatahan saat ditekuk.

Shape memory alloy is one of the smart materials that have capability to remember their original shape after deformation followed by heating at certain temperature. Cu-based alloys can be used as an alterlative to the commonly used Ni-Ti alloys, has good shape memory properties and is affordable. In the research, the effect of quenching method on microstructure and hardness of Cu-25.9Al-3.6Mn (at. %) alloy was studied. The alloy was prepared by gravity casting and homogenized at 900 °C for 2 hours followed by cooling at room temperature. Furthermore, betatizing was carried out at 900 °C for 30 minutes and followed by three quenching methods, Direct Quench (DQ), Up Quench (UQ) and Step Quench (SQ). The Characterization was conducted by Optical Microscope (OM) Scanning Electron Microscopy -Energy Dispersive Xray Spectroscopy (SEM-EDS), X-Ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), strain recovery test, and microvickers. The results of observations of the as-cast and as-homogenized microstructure alloys consist of a β phase matrix and a γ phase precipitate with rosette-like morphology in the matrix and grain boundaries. DQ and UQ quenching results have β′ martensite phase in the form of thin lines and retained β phase, while SQ quenching has β′ martensite phase in the form of thin lines, retain β phase, and retain γ phase appears due to slow cooling rate. The alloy hardness values are 293.2 HV (as-cast), 311.3 HV (as-homogenized), 286.7 HV (DQ), 287.1 HV (UQ) and 283.5 HV (SQ) respectively. Strain recovery could not be measured from the samples because the samples fracture when bent."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Ruth Fransisca
"Paduan Aluminium Lithium ditargetkan menjadi advanced materials untuk industri dirgantara, karena memiliki densitas yang rendah, tahan korosi dan bersifat ringan. Paduan Aluminium lithium 2091 yang digunakan memiliki komposisi 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li dan 1.85 wt% Cu. Paduan ini digunakan sebagai material uji dan diberi heat treatment dan quenching dengan variasi waktu delay. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara delay quenching dengan sifat korosi aluminium lithium 2091. Aluminium lithium 2091 di solutionized pada temperatur 525°C selama 6 jam, lalu dilakukan proses quenching dengan media air pada temperatur ruang dengan variasi waktu delay mulai dari 0 detik, 30 detik, 60 detik dan 90 detik. Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction bertujuan untuk mempelajari fasa pada masing-masing sampel. Sedangkan pengujian korosi dilakukan dengan alat potensiostat dengan metode Linear Sweep Voltammetry (LSV) dan Cyclic Voltammetry (CV). Pengujian korosi menggunakan larutan bioethanol dengan variasi temperatur. Hasilnya sampel tanpa delay quenching memiliki laju korosi paling kecil, yaitu sebesar 0.0465 mm/year. Sedangkan hasil pengujian Cyclic Voltammetry ialah dapat diketahui reaksi yang terjadi adalah reaksi irreversible, dibuktikan dengan selisih potensial yang menunjukkan nilai ≠ 0.0183 V (T = 5℃), ≠ 0.0197 V (T = 25℃) dan ≠ 0.0209 V (T = 43℃).

Aluminum Lithium is targeted to be advanced materials for the aerospace industry, because it has a low density, good corrosion resistance and lightweight. Aluminum lithium 2091 has a composition of 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li and 1.85 wt% Cu. This alloy has been subjected to heat treatment and quenching with variations delay time. This study aims to find the relationship between delay quenching with the corrosion properties of aluminum lithium 2091. Aluminum lithium 2091 had solutionized at 525 °C for 6 hours and then have been quenched in water at room temperature with variations of delay time starting from 0 seconds, 30 seconds, 60 seconds and 90 seconds. Characterization using X-Ray Diffraction aims to study the phase in each sample. Meanwhile, corrosion testing was carried out using a potentiostat using the Linear Sweep Voltammetry (LSV) and Cyclic Voltammetry (CV) methods. Corrosion testing using bioethanol solution with temperature variations. The result show aluminium lithium 2091 without delay quenching has the lowest corrosion rate, which is 0.0465 mm/year. While the results of the Cyclic Voltammetry test are that it can be seen that the reaction that occurs is an irreversible reaction, as evidenced by the potential difference which shows the values of ΔE ≠ 0.0183 V (T = 5 ℃), ΔE ≠ 0.0197 V (T = 25 ℃) and ΔE ≠ 0.0209 V (T = 43 ℃).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddie Susanto
"Peningkatan kekerasan pada material baja karbon dapat dilakukan dengan perlakuan panas quenching, pada baja karbon menengah hanya sedikit waktu yang diizinkan untuk mencapai fasa martensit sehingga medium quench dengan konduktivitas termal tinggi dibutuhkan. Multi wall carbon nanotube (MWCNT) memiliki konduktivitas termal yang sangat tinggi dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDAX), lalu disintesis menjadi nanofluida dengan penambahan surfaktan Polyethylene Glycol (PEG) dan dilarutkan dalam air distilasi. Nanofluida di ultrasonikasi selama 15 menit untuk mencegah aglomerasi dan dilakukan pengujian konduktivitas termal serta zeta potensial yang bertujuan untuk mengukur kestabilan nanofluida. Variasi konsentrasi nanopartikel sebesar 0.1%, 0.3%, dan 0.5% dan untuk surfaktan sebesar 0%, 3%, 5%, dan 7%. Setelahnya, nanofluida digunakan sebagai medium quench dengan waktu pencelupan 4 menit dan sampel pada baja S45C dilakukan pengujian mikrostruktur dan kekerasan. Pada hasil didapatkan data bahwa penambahan nanopartikel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konduktivitas termal dan surfaktan PEG cenderung menurunkan nilai konduktivitas termal. Pada semua sampel yang telah dilakukan perlakuan panas diikuti dengan quench terbentuk martensite, tetapi nilai konduktivitas termal juga tidak berbanding lurus dengan kemampuan medium quench untuk meningkatkan kekerasan. Konsentrasi MWCNT 0,3% dengan surfaktan 0% menunjukan nilai konduktivitas tertinggi, sedangkan untuk hasil kekerasan tertinggi dicapai oleh media quench air.

Hardening on carbon steel material can be achieved with heat treatment quenching, for medium carbon steel only a little time is allowed to attain martensite phase therefore high thermal conductivity quench medium is needed. Multi wall carbon nanotube (MWCNT) has very high thermal conductivity was characterized with Scanning Electron Microscope (SEM) and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDAX), then it synthesized as nanofluids by adding some polyethylene glycol (PEG) surfactant and dissolved in distilled water. Nanofluids were ultrasonicated for 15 minutes to prevent agglomeration and tested for thermal conductivity also for zeta potential to measure nanofluids stability. Nanoparticle concentration varies from 0.1%, 0.3%, and 0.5% and for surfactants varies from 0.0%, 3%, 5%, and 7%. Afterward, nanofluids were used as a quench medium with immersion time of 4 minutes and for S45C steel samples were tested for its microstructure and hardness. The results show nanoparticle addition not significantly affecting the thermal conductivity and PEG as surfactant tends to decrease thermal conductivity. On all heat-treated samples followed by quench martensite phase are obtained, however thermal conductivity values are also not directly proportional to quench medium ability to increase the hardness. 0,3% MWCNT along with 0% PEG concentration give the highest thermal conductivity result, while for hardness achieved by using water quench medium."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrimaida
"ABSTRAK
Paduan 7075 dan 7050 adalah paduan alumunium seri 7xxx yang banyak digunakan untuk komponen-kompunen pesawat terbang yang membutuhkan rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi. Proses peningkatan kekerasan dilakukan pada material ini adalah proses pengerasan presitasi, karena paduan seri 7xxx ini merupakan jenis paduan alurmmium yang paling besar memberikan respon terhadap proses peningkatan kekuatan tersebut. Sifat-sifat mekanik yang dihasilkan setelah proses pengerasan presipitasi dipengaruhi oleh beberapa parameter proses pengerasan presipilasi, seperti media quench, temperatur media quench, dan proses aging yang digunakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperature media quench dan proses aging pada proses penbrerasan presipitasi paduan 7075 dan 7050 tarhadap sifat kekerasannya, dengan demikian dapat diketahui kondisi temperatur media quench dan proses aging yung akan digunakan untuk meudapatkan nilai kekerasan yang diinginkau. Pada penelitian ini. Media quench yang digunakan adalah air, dengan temperatur -10, -20, 0, 20, dan 40℃. Sedangkan proses aging yang digunakan adalah T6 dan T7. Selanjutnya pada material hasil perlakuan panas tersebut, dilakukan pengujian kekersan dan foto struktur mikro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 7050-T6 terjadi peningkatan kekerasan dengan nai!rnya temperatur media quench, yaitu 105, 99, 141, 154 dan 167 gr/μm2. Untuk 7050-T7 nilai kekerasannya cenderung konstcn, yaitu 126, 110, 129, 112, 116 gr/μm2, begitu juga pada 7075-T6 yaitu 130, 157, 137, 120, dan 140 gr/μm2. sedangkan untu 7075-T7 terjadi penurunan nilai kekerasan dengan naiknya temperature media quench, tetapi hanya untuk range -10 sampai 0℃, setelah itu nilai kekersannya meningkat, yaitu 165, 126, 112, 119 dan 129 gr/μm2. Jadi pada penelitian ini terlihat bahwa tidak ada kecenderungan yang signifikan dari pengaruh perbedaan temperature media quench terhadap sifat kekerasan, baik pada paduan 7075 maupun 7050. Pengaruh yang terlihat lebih jelas adallah pengaruh perbedaan proses aging, dimana material yang mengalami proses aging T6 menunjukkan nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan material dengan aging T7.
"
2000
S41577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kennedi
"Geopolimer sebagai semen generasi baru, yang diharapkan dapat mengurangi produksi semen portland sehingga dapat menekan polusi CO2 dari produksi semen portland. Geopolimer dapat dibuat dari beberapa prekursor seperti dari metakaolin, abu terbang dan blast furnace slag. Studi terhadap beberapa prekursor, terutama dari komposisi kimia dibutuhkan untuk mengetahui variabel yang mempengaruhi sifat dari geopolimer. Dalam penelitian ini, untuk melihat pengaruh pengotor CaO dan MgO dalam prekursor abu terbang, dibuat prekursor sintetik dengan komposisi yang sesuai dengan abu terbang. Sintesis dilakukan dengan membuat prekursor tanpa pengotor SiO2 dan Al2O3 sebagai pembanding dan prekursor yang diberi tambahan pengotor CaO dan MgO. Campuran tersebut dilakukan melt-quench untuk mendapatkan struktur gelas pada daerah liquid immiscibilty metastable. Kemudian dilakukan pembandingan hasil pengujian XRD dan disimpulkan pengotor CaO dan MgO menghasilkan prekursor dengan struktur gelas yang lebih baik.. Prekursor kemudian dibuat geopolimer dengan mereaksikannya dalam medium alkali dan menghasilkan spesies dengan komposisi yang sama dengan zeolit dengan struktur amorf. Selain itu juga memperlihatkan geopolimer dengan penambahan pengotor CaO dan MgO dapat meningkatkan nilai kuat tekan dari geopolimer.

Geopolymer is a new generation of the cement materials, and it can be reduce ordinary Portland cement production and reduce CO2 pollution because Portland cements production. Geopolymer made from some precursor like metakaolin, fly ash and blast furnace slag. Study of the precursor, especially from chemical composition, is necessary to know the variable that affecting the geopolymer properties. In this research, to know the effect of contamination of CaO and MgO in fly ash precursor made synthetic precursor with fly ash composition. The synthesis of fly ash without contamination is made to compare the precursor with CaO and MgO contamination. Those mixtures are melt-quenched liquid immiscibilty metastable to get glassy structure. And comparing the result from XRD characterization that precursor with CaO and MgO contaminant more glassy structure of precursor. Precursor then made the geopolymer by reacted with alkali medium and result the product is same composition of zeolite material but amorphous structure. Beside that geopolymer with CaO dan MgO contaminant increase the compressive strength of geopolymer."
2011
S72
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library