Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Indriati
"[ABSTRAK
Kata "janga" atau "tidak boleh" seringkali kita dengar dan dipergunakan untuk melarang atau mencegah anak-anak
melakukan sesuatu. Tanpa disadari kata ?jangan? tersebut memiliki dampak tersendiri terhadap perkembangan dan cara
bersikap anak di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini akan dipaparkan gaya bahasa dan strategi kesantunan apa
saja yang dapat digunakan untuk melarang anak. Korpus data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah buku anak
Jip en Janneke 4 dan Jip en Janneke 5 karya Annie M. G. Schmidt. Pemaparan mengenai kalimat-kalimat larangan pada
anak dalam penelitian ini berdasarkan teori gaya bahasa dan teori kesantunan oleh Brown dan Levinson (1987). Di
akhir penelitian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa opsomming atau enumeratie, retorische vraag, serta strategi
kesantunan tanpa basa-basi dan strategi kesantunan tidak langsung dapat digunakan untuk melarang anak dan paling
sering dijumpai dalam kedua buku. ABSTRACT We often hear and use the word 'no' or 'do not' to forbid or prevent children from doing something. Parents often fail to
notice that the word 'do not' has its own impact in affecting children's development and the way they behave in the
future. This research shows politeness strategies and figure of speeches that could be used to prevent children from
doing something. This research explores and examines the negative sentences used towards children based on figure of
speeches theories and politeness strategy theories by Brown and Levinson (1987). The objects (data) used in this
research are two books written by Annie M. G. Schmidt namely Jip en Janneke 4 and Jip en Janneke 5. The findings
show that enumeration, rhetorical question, bald-on record strategy, and off record (indirect) strategy could be used to
prevent children doing something and frequently used in both books, We often hear and use the word 'no' or 'do not' to forbid or prevent children from doing something. Parents often fail to
notice that the word 'do not' has its own impact in affecting children's development and the way they behave in the
future. This research shows politeness strategies and figure of speeches that could be used to prevent children from
doing something. This research explores and examines the negative sentences used towards children based on figure of
speeches theories and politeness strategy theories by Brown and Levinson (1987). The objects (data) used in this
research are two books written by Annie M. G. Schmidt namely Jip en Janneke 4 and Jip en Janneke 5. The findings
show that enumeration, rhetorical question, bald-on record strategy, and off record (indirect) strategy could be used to
prevent children doing something and frequently used in both books]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Andaryadi
"Penelitian ini berfokus pada persoalan pencegahan dan penangkalan Keimigrasian yang terjadi di Indonesia, sejak diberlakukannya Undang-undang No 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian sampai dengan sekarang. Banyaknya permasalahan yang timbul mengenai pencegahan dan penangkalan yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya fenomena sosial tersendiri yang menjadi perhatian publik.
Persoalan yang terjadi pada umumnya adalah masalah kepastian hukum, terkait masa berlaku keputusan pencegahan dan penangkalan serta batasan kewenangan yang tidak pasti dari masing-masing instansi yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penangkalan. Hal ini disebabkan karena tidak jelasnya status dari keputusan pencegahan dan penangkalan itu sendiri, apakah suatu keputusan hukum ataukah keputusan administrasi.
Pencegahan dan penangkalan merupakan salah satu bentuk dari kewenangan negara dalam mengatur lalu lintas orang yang keluar masuk wilayah negara. Negara mempunyai kewenangan mencegah dan menangkal seseorang karena dasar asas kedaulatan yang dimiliki oleh sebuah negara yang berdaulat.
Dari hasil pengolahan data dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa keputusan pencegahan dan penangkalan merupakan suatu keputusan administrasi negara, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atas dasar wewenang yang sah dan dilandasi oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang dimiliki oleh instansi-instansi merupakan kewenangan atribusi dari pemerintah. Dalam pelaksanaan pencegahan dan penangkalan masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain kepastian hukum dan batasan kewenangan dari status pencegahan dan penangkalan yang dimiliki oleh beberapa instansi. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dilakukan revisi dasar hukum yang mengatur mengenai pencegahan dan penangkalan serta dibentuknya peraturan pelaksana pencegahan dan penangkalan yang lebih pasti mengatur mengenai batasan kewenangan instansi.

This research focuses on the issue of entry and exit prohibition on immigration matters in Indonesia since the establishment of the Law number 9 in the year of 1992 on immigration matters until current situation. In line with this, there have been many issues rising given certain serious conditions caused by the government policy on entry and exit prohibition which attract the public attention.
The common related issue is about the application on the rule of law, concerning the duration of the prohibition and also the absence of the clear limitation on the scope of authority. This predicament is caused on the confusion whether the decision on exit and entry prohibition is a decision based on the legal decision or the administrative decision.
On this point, the entry and exit prohibition is one of the state?s authorities in managing the flow of people within their territory. The state has the absolute authority to prohibit a person either to enter or exit the country based on the law of sovereignty principle.
From the data derived within interviews and library research, it is concluded that the decision on the entry and exit prohibition is an administrative decision which issued by credential immigration authority based on law and regulations. On the other hand, such authority possessed by other governmental institutions is merely a complementary attribution given by the state. Interestingly however, at the practical level the problem on the legal status of the decision and the limitation on the scope of authority to make such decision. The research therefore suggests the government to revise the legal aspect on this issue, especially concerning the entry and exit prohibition and also the complementary regulations that can manage the scope of the probation authority."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25040
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Affandy Tanjung
"Penelitian ini membahas mengenai pelarangan judi di Jakarta pada masa pemerintahan Gubernur Tjokropranolo tahun 1977 hingga 1982 mulai dari proses pelarangan judi hingga dampak yang ditimbulkan oleh pelarangan judi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini berupa artikel surat kabar, artikel majalah, buku, dan jurnal.
Perjudian pernah dilegalkan di Jakarta pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin untuk menambah penghasilan pemda dari pajak yang dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan kota. Pengganti Ali Sadikin, yaitu Gubernur Tjokropranolo melarang perjudian karena dianggap tidak sesuai dengan cita-citanya, yaitu mewujudkan masyarakat Jakarta yang religius sosialistis. Pelarangan judi di Jakarta dimulai dengan penutupan Toto Greyhound pada tahun 1978 hingga pelarangan judi di seluruh Indonesia pada tahun 1981 dengan dikeluarkannya PP nomor 9 tahun 1981.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pelarangan judi menimbulkan berbagai dampak seperti hilangnya pemasukan pemda DKI Jakarta dari pajak judi yang mencapai 10 milyar rupiah setiap tahunnya dan banyak karyawan rumah-rumah judi yang kehilangan pekerjaan akibat pelarangan judi. Hal ini membuat pemda harus mencari sumber pemasukan baru untuk mengganti pajak judi yang dihapuskan serta menghadapi permasalahan yang timbul akibat perselisihan antara bekas karyawan judi dengan pengusaha judi mengenai pesangon. 

This study discusses the prohibition of gambling in Jakarta during the reign of Governor Tjokropranolo from 1977 to 1982, starting from the process of prohibiting gambling to the impact caused by the prohibition of gambling. The method used in this study is the historical method which consists of four stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The sources used in this study were newspaper articles, magazine articles, books and journals.
Gambling was legalized in Jakarta during the reign of Governor Ali Sadikin to increase local government income from taxes which were used to finance city development. Ali Sadikin's successor, Governor Tjokropranolo, banned gambling because it was deemed not in accordance with his ideals, namely to create a socialistically religious Jakarta society. The prohibition of gambling in Jakarta began with the closing of Toto Greyhound in 1978 until the banning of gambling throughout Indonesia in 1981 with the issuance of PP number 9 of 1981.
This research shows that the prohibition of gambling has had various impacts, such as the loss of revenue for the DKI Jakarta regional government from the gambling tax which reaches 10 billion rupiah each year and many employees of gambling houses who have lost their jobs due to the gambling ban. This forced the regional government to find new sources of income to replace the abolished gambling tax and to face problems arising from disputes between former gambling employees and gambling entrepreneurs regarding severance pay.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fela Medisa
"Tesis ini membahas mengenai praktik Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia dan membahas mengenai larangan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil yang kemudian ditinjau dari aturan WTO. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Kegiatan dagang berupa pembatasan Ekspor tersebut diatur dalam perjanjian WTO, Article XI GATT 1994 membahas khusus tentang pembatasan kuantitatif dengan Pasal yang berjudul "General Elimination Of Quantitative Restrictions". Pembatasan ekspor kuantitatif yang diatur di dalam WTO merupakan suatu hal yang dilarang kecuali apabila tindakan tersebut diatur dalam Article XI:2 GATT. Penjelasan mengenai pasal-pasal pengecualian dapat diketahui melalui temuan Panel dalam historis penyelesaian sengketa WTO dan GATT. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal pengecualian dalam GATT, tetapi peraturan tersebut tidak mengatur tentang pengawasan pelaksanaan sehingga walaupun dapat dinyatakan konsisten dengan perjanjian WTO, penerapan dari perjanjian tersebut rawan untuk mengakibatkan adanya pelanggaran yang berakibat adanya posibilitas inkonsistensi tindakan Indonesia dengan Perjanjian WTO yang dapat berujung kepada gugatan dari negara lain. Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan pemerintah akan lebih mempertimbangkan urusan campur tangan dalam pembuatan kebijakan ekspor di masa depan. Hal ini akan menjadi faktor utama dalam proses pengeluaran regulasi yang berpotensi mempengaruhi pasar, dan juga membutuhkan pembentukan lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan.

This thesis discusses the practice of Exporting Crude Palm Oil (CPO) in Indonesia and discusses the prohibition on the Export of Crude Palm Oil (CPO) through Minister of Trade Regulation Number 22 of 2022 concerning Temporary Prohibition of Exports of Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined , Bleached and Deodorized Palm Olein, and Used Cooking Oil which are then reviewed from WTO rules. The research method used in this research is normative juridical. The research results show that the Indonesian government issued Minister of Trade Regulation Number 22 of 2022 concerning Temporary Prohibition of Exports of Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, and Used Cooking Oil. Trade activities in the form of export arrests are regulated in the WTO agreement, Article XI GATT 1994 specifically discusses quantitative explanations with an article entitled "General Elimination of Quantitative Restrictions". Quantitative export restrictions regulated in the WTO are prohibited unless such actions are regulated in Article XI:2 GATT. Explanations regarding these articles can be found through the Panel's findings in the history of the WTO and GATT settlements. Regulation of the Minister of Trade Number 22 of 2022 has fulfilled the elements in the Articles referred to in the GATT, but this regulation does not regulate implementation supervision so that even though it can be declared consistent with the WTO agreement, the implementation of the agreement is prone to resulting in violations which result in the possibility of inconsistent actions. Indonesia with the WTO Agreement which could end in lawsuits from other countries. By conducting this research, it is hoped that the government will take more consideration into matters of intervention in policy making in the future. This will be a major factor in the production regulation process which has the potential to influence the market, and will also form the establishment of a special institution responsible for carrying out supervision."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Freddy
"Pasar merupakan faktor kunci dalam hukum persaingan. Struktur pasar dari pasar persaingan tidak sempurna dapat dijadikan kriteria untuk mengukur tingkat persaingan yang terjadi di pasar. Ketika terjadi persaingan di pasar, hal yang harus dipertimbangkan adalah penguasaan pasar. Penguasaan pasar diatur dalam Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999. Ada empat penyalahgunaan yang dilakukan pelaku usaha dari Pasal 19 huruf a-d. Pelaku usaha yang dapat melakukan persaingan tidak sehat atas penguasaan pasar adalah pelaku usaha yang memiliki posisi dominan. Jadi, penguasaan pasar selalu sinonim dengan posisi dominan. Tanpa adanya posisi dominan, tidak mungkin pelaku usaha dapat melakukan penguasaan pasar. Kriteria posisi dominan dapat dilihat Dalam Pasal 25 UU No. 5 Tahun 1999. Perhitungan kuantitatif ini berkaitan dengan pasar bersangkutan, yang terdiri dari pasar geografis dan pasar produk. Tetapi penyalahgunaan atas penguasaan pasar tidak secara kaku memperhatikan batas pangsa yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan mempunyai posisi dominan. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 4. Ada batasan posisi dominan secara umum, yaitu kemampuan untuk menghambat masuk pasar, jaringan dengan perusahaan lain. Ada dua pokok permasalahan dalam penelitian ini, yang pertama adalah bagaimana KPPU menerapkan Pasal 19 dan apa parameter Pasal 19. Dari empat kasus yang menjadi obyek penelitian dapat dilihat bahwa setiap kasus mempunyai situasi dan kondisi yang berbeda-beda sehingga posisi dominan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh pelaku usaha juga tidak sama satu sama lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Arviani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas UU No. 2004-228 15 Maret 2004 tentang pelarangan penggunaan atribut kegamaan di sekolah negeri di Prancis sebagai langkah yang diambil pemerintah Prancis untuk menyelesaikan kontroversi mengenai hal tersebut yang telah terjadi sejak 1989. Penelitian ini melihat peran pemerintah dalam penyelesaian kontroversi yang ada dengan menghubungkan butir0butir penting dalam UU menyangkut pelarangan atribut keagamaan, pendidikan dan kuasa pemerintah, dengan teori fungsi kultural pemerintah dan model multikulturalisme. Hasil penelitian menyatakan pemerintah Prancis sebagai pihak yang berkuasa mengharuskan rakyatnya untuk mengikuti ketetapan mereka, dalam hal in, pelarangan penggunaan atribut keagamaan, karena Prancis menganut model multikulturalisme yang mengedepankan nasionalisme.

Abstract
The thesis focuses on the Law No. 2004-228 of 15 March 2004 prohibiting the use of religious signs in public schools in France as government_s best solution to cease the controversy over this. This study examines the role of French government in solving the problem by connecting the law contents regarding religious signs prohibition, education and government authority, with the government cultural function and multiculturalism model theory. The result declares that the authorized French government compels their citizens to obey their regulations including the religious sign use prohibition because France practices the multiculturalism model that prioritizes its people_s nationalism."
2010
S14404
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Ulfah Anisariza
"Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998 dan untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut, Pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan kepada IMF (International Monetery Fund). IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan sebanyak US$ 43 Miliar dengan syarat, Indonesia melaksanakan reformasi sistem ekonomi dan hukum ekonomi melalui Undang-Undang Anti Monopoli. Maka pada tanggal 5 Maret 1999 Presiden mengesahkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; (3) Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; (4) Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Masalah yang dikaji adalah: (1) Bagaimanakah pendekatan per se illegal dan rule of reason dalam penerapan Undang-Undang Anti Monopoli; (2) Kegiatan-kegiatan apa Baja yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan UU No.5 Tahun 1999; (3) Bagaimanakah keputusan KPPU dalam kasus Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Dari hasil penelitian disimpulkan: (1) Pendekatan per se illegal adalah suatu tindakan dinyatakan melanggar'hukum tanpa perlu pembuktian apakah tindakan tersebut mempunyai dampak negatif terhadap persaingan atau tidak sedangkan pendekatan rule of reason adalah suatu tindakan, baru dapat dinyatakan melanggar hukum apabila tindakan tersebut dapat dibuktikan,-mempunyai dampak negatif terhadap persaingan; (2) Kegiatan-kegiatan yang dilarang adalah penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position), kartel (cartel) dan hambatan masuk (barrier to entry); (3) Keputusan KKPU adalah Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf b UU No.5 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Herwibowo
"ABSTRAK
Diundangkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uangtelah memberikan suatu dasar bagi penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Pembuatan undang-undang ini merupakan amanat dari Pasal 23B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni “macam dan harga Mata Uang ditetapkan dengan undang-undang”. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang.
Pengaturan Pasal 21 jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang tersebut telah menimbulkan respon yang beragam dari stakeholders khususnya terkait penerapan pasal tersebut dihubungkan dengan praktek kegiatan usaha perbankan maupun perekonomian antara lain pemberian kredit dalam valas, pasar uang antar bank dalam valas, SKBDN dalam valas, ekspor impor. Adanya potensi permasalahan dilapangan menimbulkan suatu pertanyaan dari stakeholders apa maksud daripada Pasal 21 dan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan sejauhmana batasannya, kemudian bagaimana terkait kegiatan-kegiatan usaha yang selama ini telahdilakukan dapat tetap dilaksanakan dengan tidak melanggar ketentuan Undang- UndangNomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Menghadapi permasalahan tersebut, Kementerian Keuangan (Pemerintah) kemudian melakukan penafsiran terhadap penggunaan uang Rupiah di Undang- Undang Mata Uang hanya terbatas pada transaksi secara fisik (dengan menggunakan uang kartal). Dengan penafsiran ini maka ketentuan Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menjadi dapat dilaksanakan dan tidak menghambat perekonomian. Namun demikian penafsiran ini menimbulkan konsekuensi bahwa transaksi pembayaran di Wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak menggunakan uang kartal (non tunai) dapat dilakukan dengan valuta asing. Dalam kaitan hal ini akan disadari adanya kekosongan hukum terkait kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam
transaksi keuangan non tunai.

ABSTRACT
The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price.
The setting of Article 21 jo. Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the Currency had caused varied responses from stakeholders particularly regarding the application of that article linked to the practice of banking operations and the economy, including the provision of credit in foreign currency, money market in the interbank in foreign currency, SKBDN in the foreign currency, and import export. There was a potential problem in the field that raised a question of stakeholders about what was the purpose of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the currency and the extent of the limit, then how about the related business activities that had been done so that could still be implemented without violating the provisions of Act 7 of 2011 about the currency.
In facing these problems, the Ministry of Finance (Government) then making interpretation in the use of the Rupiah money in Currency Act that was limited to the physical transaction (using the currency). With this interpretation, the provisions of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on Currency could be implemented and did not obstruct the economy. However, this interpretation raised the consequence that payment transactions in the Territory of the Republic of Indonesia, which did not use currency (non-cash), could use foreign exchange. Related to this matter, it would be realized that there was a law emptiness related to the liability of Rupiah currency use in non-cash financial transactions.The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Rasad Sumapraja
"Pengenalan The Third Version of The Draft Code memperkenalkan tiga metode yang diusulkan untuk mengatur double hatting dalam arbitrase investasi internasional. Pilihannya adalah "full prohibition", "modified prohibition", dan "disclosure with option to challenge". Diskusi telah muncul mengenai opsi mana yang paling sesuai dengan praktik dalam arbitrase investasi internasional yang telah membahas masalah double hatting dalam beberapa kasus. Skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif yang meliputi kajian doktrinal, yaitu kajian dan analisis terhadap doktrin-doktrin yang dianut oleh para sarjana hukum, serta dokumen-dokumen hukum yang relevan seperti yurisprudensi, perjanjian internasional. Setelah berkonsultasi dengan undang-undang kasus yang berhubungan dengan masalah pemalsuan topi, pedoman internasional, serta pendapat para sarjana pembenci ganda sebagai praktik tidak dilarang, melainkan keadaan khusus seputar pemalsuan topi adalah penyebab kekhawatiran terbesar. Selama seorang arbiter yang menjalankan peran ganda tidak menghalangi independensi atau ketidakberpihakan mereka, praktik itu sendiri diperbolehkan. Oleh karena itu, opsi "modified prohibition" akan paling cocok karena memberikan larangan yang ditargetkan terhadap keadaan yang telah terbukti menciptakan penampilan atau menunjukkan kurangnya independensi atau ketidakberpihakan.

The introduction of The Third Version of The Draft Code introduces three proposed methods of regulating double hatting within international investment arbitration. The options are “full prohibition”, “modified prohibition”, and “disclosure with option to challenge”. Discussions have arisen concerning which option best fits with practice in international investment arbitration that has already addressed the issue of double hatting in several cases. This thesis shall utilize normative legal research which includes doctrinal study, meaning the study and analysis of doctrines adopted by legal scholars, as well as relevant legal documents such as jurisprudence, international agreements. After consulting case laws dealing with the issue of double hatting, international guidelines, as well as the opinions of scholars double hatting as a practice is not prohibited, but rather the specific circumstances surrounding double hatting are the biggest cause of concern. So long as an arbitrator practicing multiple roles does not impede on their independence or impartiality the practice itself is permissible. Therefore, a “modified prohibition” option would be best suited as it provides targeted prohibitions toward circumstances that have been proven to create an appearance or manifest lack of independence or impartiality."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>