Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haar, B. ter
Djakarta: Bhratara, 1972
347.026 HAA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haar, B. ter
Jakarta: Bhratara, 1972
347.02 HAA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlisa loebby
"ABSTRAK
Dengan telah diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah ditetapkan pula bahwa kita menganut sistim Peradilan Pidana yang terpadu, sehingga di dalam pelaksanaan Peradilan Pidana merupakan suatu kesatuan pendapat maupun proses dalam mencari keadilan. Maka diperlukannya suatu keterpaduan dalam pelaksanaan Peradilan Pidana terutama untuk tercapainya efektifitas dari pencegahan, pemberantasan kejahatan maupun pembinaan narapidana, karena dalam sistim peradilan Pidana terdapat beberapa unsur yang saling ber hubungan satu dengan yang lain didalam memaksanakan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Peradilan Pidana. Unsur-unsur tersebut adalah Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Permasyarakatan yang belum mempunyai Undang-Undang tersendiri maka Kepolisian mempunyai Undang-Undang Pokok Kepolisian, kejaksaan mempunyai Undang-Undang Pokok Kejaksaan dan Kehakiman mempunyai Undang-Undang Pokok Kehakiman. Di samping Undang-Undang Pokok masing-masing lembaga tersebut, masih ada suatu undang-undang yang mengatur pula perihal peradi lan pidana yakni Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga haruslah dicari bagaimana hubungan antara undang-undang pokok masing-masing lembaga tersebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut disamping itu juga menjadi permasalahan sejauh mana Fungsi dan wewenang masing-masing lembaga didalam melaksanakan Peradilan Pidana. Ternyata bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah diintrodusir lembaga Pra Peradilan dan Lembaga Hakim Pengawas dan Pengamat, sehingga dengan demikian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah memberikan fungsi dan wewenang yang lebih kepada Hakim di banding dengan masa Reglemen Indonesia yang diperbaharui, sehingga amat menarik perhatian kami untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana wewenang serta fungsi Kehakiman yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sulaikin
Jakarta: Kencana, 2006
347.01 LUB h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Maruarar
Jakarta: Konstitusi Press, 2005
342.06 SIA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahad
"UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur permasalahan hukum persaingan usaha, juga mengatur permasalahan hukum acara dari penegakan hukum persaingan usaha. Masalah muncul dalam konteks hukum acara persaingan usaha dikarenakan adanya upaya gugatan intervensi dalam perkara keberatan di Pengadilan Negeri atas putusan KPPU. Selama ini gugatan intervensi hanya dikenal dalam hukum acara perdata sebagai salah satu bentuk pengikutsertaan pihak ketiga dalam perkara perdata. Tetapi, upaya tersebut dilakukan oleh empat pemohon intervensi dalam perkara keberatan Temasek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dasar bahwa adanya kepentingan hukum yang nyata dari pihak pemohon intervensi atas materi putusan KPPU dan Pasal 8 Perma No. 3 Tahun 2005.
Besides arranging the problem of competition law, UU No. 5 Tahun 1999 also arrange the problem of formal procedural law from the competiton law straightening. In the context of the competition formal procedural law, the problem arised when there is the intervention file suit in the objection case at district court for the verdict of Commision For Supervision Of The Bussiness Competition (KPPU). During the time, The intervention file suit is known in private formal procedural law only, as one of the form of the joining third party in the case. But, in the reality, the intervention file suit had been done by four intervention plaintiff in the Temasek objection case at Central Jakarta district court with the argument that there is a real law interest from the material of the verdict of the Commision For Supervision Of The Business Competotion (KPPU), and the section 8 Perma No. 3 Tahun 2005."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Petra Natasha
"

ABSTRAK

 

Nama                     : Jessica Petra Natasha

NPM                       : 1506725716

Program Studi         : Ilmu Hukum

Judul                     : Perbandingan Pengaturan Asset Tracing Tindak Pidana Money Laundering di Indonesia terhadap Pengaturan Asset Tracing Tindak Pidana Money Laundering di Yunani dalam Hal Korupsi sebagai Tindak Pidana Asal

 

Perkembangan teknologi dan globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia. Salah satu dampak akibat perkembangan teknologi dan globalisasi adalah semakin banyaknya metode-metode yang digunakan para pelaku kejahatan yang melibatkan alat teknologi yang lebih canggih, sehingga membutuhkan suatu strategi penanganan, yang lebih baru dan sesuai dengan metode-metode tersebut. Hal ini terjadi pada praktik tindak pidana pencucian uang, dimana seiring berkembangnya teknologi, tindak pidana pencucian uang menjadi tindak pidana yang membutuhkan penanganan yang lebih kompleks dalam mencegah, bahkan memberantas hal tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan pendekatan yang sedang berkembang  dalam penyelidikan dan penyidikan financial crime, yaitu pendekatan ‘follow the money’. Pendekatan follow the money adalah metode penyidikan pencucian uang dengan menggunakan pendekatan yang berfokus pada pencarian aset/uang atau harta kekayaan hasil perolehan kejahatan. Oleh karena itu, dibutuhkan pelaksanaan penelusuran aset yang baik untuk pengaplikasikan pendekatan tersebut agar terlaksana secara optimal. Asset tracing, baik di Indonesia, maupun di seluruh dunia, merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang melihat fakta bahwa semakin banyak metode yang dilakukan pelaku tindak pidana pencucian yang dalam menyembunyikan setiap aset-aset yang diperoleh dari perbuatan yang melanggar hukum. Indonesia sudah mengatur pelaksanaan asset tracing untuk tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Pengaturan asset tracing di Indonesia sudah cukup baik jika dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan di Yunani. Namun, masih ada kelemahan yang seyogianya Pemerintah perhatikan, seperti disparitas regulasi, sehingga dapat menyempurnakan pengaturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur pelaksanaan asset tracing.

 

Kata Kunci: Hukum Acara, Tindak Pidana Pencucian Uang, Pelacakan Aset.

 


ABSTRACT

 

Name                           : Jessica Petra Natasha

Student Number           : 1506725716

Program                       : Law

Title                             : Comparative of Indonesian Money Laundering Asset Tracing Regulation to Greek Money Laundering Asset Tracing Regulation In Terms of Corruption as The Predicate Crime

 

 

Technological developments and globalization have influenced various aspects of life throughout the world. One of the impacts of technological developments and globalization is the increasing number of methods used by suspects involving more sophisticated technological devices, so that it requires a handling strategy, which is more advance and in accordance with these methods. This happens in the practice of money laundering, where as technology develops, the crime of money laundering becomes a criminal act that requires more complex handling in preventing, even eradicating it. This is closely related with developing approach in financial crime investigations and investigations, namely 'follow the money' approach. Follow the money approach is a method of money laundering investigation using an approach that focuses on the search for assets / money or assets obtained from the acquisition of crime. Therefore, it is necessary to conduct a good asset tracking to apply the approach so that it can be implemented optimally. Asset tracing, both in Indonesia and throughout the world, is a very important process in the prevention and eradication of criminal acts of money laundering in view of the fact that more and more methods are carried out by the suspects of money laundering who hide all assets obtained from actions that breaking the law. Indonesia has regulated the implementation of asset tracing for money laundering crimes in Law Number 8 of 2010. The regulation of asset tracing in Indonesia has been quite good when compared to legislation in Greece. However, there are still weaknesses that the Government should pay attention to, such as the disparity of regulations, so that it can improve the legislation in Indonesia which regulates the implementation of asset tracing.

 

Keywords: Procedural Law, Money Laundering, Asset Tracing.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Saropie
"Mekanisme lembaga Praperadilan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam pelaksanaannya karena dianggap banyak merugikan masyarakat pencari keadilan, sehingga banyak bermunculan pendapat dan pandangan yang menginginkan agar lembaga Praperadilan digantikan oleh Hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008. Konsep lembaga hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008 merupakan suatu lembaga baru di Indonesia, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada Hakim Komisaris sangat luas dan lengkap dibandingkan dengan lembaga Praperadilan dalam KUHAP. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan timbul permasalahan baru dengan adanya lembaga Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP 2008. Penulisan inimerupakan analisis mengenai konsep lembaga Hakim Komisaris yang menggantikan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Mechanism of Praperadilan institutions are no longer considered not running properly in its implementation because many people seeking justice harmed, so there are many opinions and views to make the institution Praperadilan replaced by the Magistrate proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008. The Magistrate concepts proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008 as a new institution in Indonesia, but not a new issue in Indonesia. The authority given to the Magistrate is more complete than Praperadilan in the Indonesian Code of Criminal Procedure (UU No. 8 Tahun 1981). However, the possibility is new problems arise with the Magistrate institution in Indonesian Code of Criminal Procedure revision 2008. This research is an analysis of the concept of a Magistrate institution replace Praperadilan institutions as institutions supervision at the stage of preliminary examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22579
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiwie Wulandari
"Hakim memiliki kewenangan untuk memberikan rehabilitasi kepada Pecandu Narkotika terutama diterapkan pada putusan akhir baik apabila terdakwa tidak terbukti ataupun terbukti melakukan tindak pidana narkotika. Kewenangan yang demikian besar yang dimiliki oleh Hakim membuat Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 04 Tahun 2010 dimana didalamnya terdapat batasan tentang klasifikasi terdakwa yang dapat diberikan rehabilitasi.
Skripsi ini akan membahas bagaimana implementasi dari kewenangan Hakim untuk dapat memutus rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika serta melihat adakah batasan atau klasifikasi tertentu yang digunakan oleh Hakim dalam memutus seorang Pecandu untuk direhabilitasi. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.

The judge has the authority to provide rehabilitation to the narcotic addict, most importantly can be implemented in the final decision where the judge may produce rehabilitation verdict whether the defendant is not proven or is proven guilty of committing a crime of narcotics. That great authority owned by the Judge makes the Supreme Court issued SEMA No. 04 Year 2010 in which there are standard about the classification of the defendant which can be given rehabilitation.
This paper will discuss how the implementation of the authority of judges to be able to decide rehabilitation for Narcotic Addict and to see whether there is any standard or certain classifications used by the judge in deciding an addict to be rehabilitated. The research method in this study is normative juridical research using secondary data.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1518
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Sidik Alatas
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan ada tidaknya suatu pelanggaran terhadap perkara persaingan usaha juga menjatuhkan sanksi terhadap pihak yang divonis bersalah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU itu sendiri. Terhadap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPPU, melalui Perma No. 3 Tahun 2005 diatur mengenai pengajuan upaya keberatan atas putusan KPPU yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengadilan negeri masih dalam tahap judex factie. Namun berdasarkan pengaturan pasal 5 ayat (4) Perma No. 3 Tahun 2005, pemeriksaan dalam tahap upaya keberatan hanya didasarkan pada berkas pemeriksaan pada tahap pertama di KPPU yang diserahkan oleh KPPU ke pengadilan negeri. Atas perintah hakim pengadilan negeri melalui putusan selanya, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan jika hakim pengadilan menganggap hal tesebut diperlukan. Pemeriksaan tambahan dilakukan oleh KPPU. Berdasarkan hal tesebut penulis akan membahas bagaimana kedudukan bukti baru yang diajukan dalam upaya keberatan untuk mendukung argumen dari pihak yang mengajukan permohonan keberatan.

KPPU pursuant to Act 5 of 1999 is an institution that has the authority to decide whether or not there is a breach of competition cases also impose sanctions against parties who were convicted based on an examination conducted by the Commission itself. Against those who feel aggrieved by the decision of the Commission, through the Perma No. 3 of 2005 regarding the filing of an effort organized against the decision of the Commission's objections filed to the District Court. Examination conducted by the district court is still in the stage judex factie. However, based on the setting of article 5 section (4) Perma No. 3 of 2005, the examination in an effort stage objections are based solely on the examination‟s files in the first stage in the Commission which was presented by the Commission to the district court. On the orders of district court judges through the temporary decisions (putusan sela), additional examination can be done if the judge considers it necessary proficiency level. Additional examination conducted by the Commission. Under the terms of proficiency level position of the author will discuss how new evidence is presented in an effort to support the objection that the argument of the parties filed an objection."
2012
S43144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>