Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusiu, Liem
Jakarta: Djambatan, 2000
305.895 1 YUS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Sulit dipungkiri bahwa prasangka gender terhadap perempuan sudah sering terdengar dimana-mana. Prasangka gender ini dapat mengarah pada kecenderungan sikap yang negatif terhadap objek sikap yang lebih khusus. Dalam pekerjaan, prasangka gender yang dimiliki oleh pegawai pria dan perempuan dapat berdampak pada sikap mereka terhadap manajer perempuannya.
Sikap antarpegawai dalam pekerjaan merupakan suatu hal yang penting mengingat hubungan interpersonal yang ada dapat mempengaruhi kinerja pegawai tesebut. Kemungkinan hubungan interpersonal antara manajer perempuan dengan bawahannya dapat terganggu oleh sikap bawahan yang dipengaruhi oleh prsangka gender.
Sejumlah tulisan memang sudah mencoba menjelaskan mengenai prasangka gender. Yang membedakannya, tulisan ini mencoba mengupasnya dengan fokus seberapa besar sumbangan prasangka gender kepada sikap bawahan terhadap manajer perempuan."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 169-180, 2006
JPS-12-3-2006-169
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarlito Wirawan Sarwono
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
177.5 SAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Kusuma
"Penelitian ini bertujuan melihat gambaran prasangka diantara siswa yang terlibat tawuran, pada dua sekolah yang dikelola oleh organisasi keagamaan yang berbeda. Menurut Baron & Byrne (1994), prasangka merupakan sikap negatif yang ditujukan pada anggota-anggota suatu kelompok tertentu, dikarenakan keanggotaannya pada kelompok tersebut. Hogg dan Abrams (1988) menyatakan bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk membagi dunia sosialnya menjadi dua kategori Us ^n Them, dan memandang orang-orang di sekitamya sebagai bagian dari kelompoknya {in-group) atau kelompok lain {out-group) dan inilah yang menjadi awal timbulnya sikap prasangka terhadap kelompok out-group. Selanjutnya menurut Myers (1988) prasangka memiliki tiga komponen yaitu kognitif, terdiri dari keyakinan stereotip tentang kelompok outgroup-^ afektif, dimana perasaan emosional negatif mengikuti reaksi kognitif; dan behaviour tendency, yaitu adanya kecenderungan untuk bertingkah laku negatif terhadap target prasangkanya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif untuk memahami prasangka-prasangka yang ada secara lebih mendalam serta lebih terperinci sebagaimana subyek mengalaminya di dalam konteks mereka. Subyek penelitian ini adalah 17 orang siswa dari dua sekolah yang dikelola organisasi keagamaan yang berbeda, berlokasi berdekatan dan yang saling bermusuhan serta sering terlibat tawuran. Metode pengambilan data yang utama menggunakan wawancara mendalam, serta observasi sebagai metode penunjang.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam permusuhan ini para siswa dari masing-masing sekolah memiliki prasangka terhadap kelompok siswa dari sekolah musuhnya yang berkembang melalui proses kategoii sosial berdasarkan agama yaitu kelompok siswa dan sekolah-sekolah beragama Islam dan beragama Kristen/Katolik, serta accentuation effect dan in-groupfavouritism seperti misainya pembedaan antara kelompoknya yang berkeinginan imtuk damai sedan^an kelompok musuh tidak ingin berdamai dan kelompoknya tidak pemah membawa senjata tajam sedangkan pihak musuh selalu membawa senjata tajam.
Prasangka-prasangka siswa SMU X adalah bahwa: siswa musuh membenci dan melakukan penghinaan terhadap agama Islam, siswa musuh mayoritas bersuku Ambon, sekolah musuh memaksakan agamanya terhadap siswa non-Kristen, siswa musuh menggunakan julukan Israel karena menyamakan keberadaannya dengan negara Israel, membawa senjata tajam dalam tawuran, menggunakan susuk agar kebal jika dilukai, berperilaku sadis terhadap lawan tawurannya, dibantu pihak lain dalam tawuran (alumni, siswa beberapa sekolah musuh, anak asrama di depan SMK Y.'orang kampung' beberapa daerah, siswa SMP Y), didukung pihak polisi dan media koran, serta siswa musuh tidak berkeinginan berdamai.
Prasangka-prasangka siswa SMK Y adalah bahwa: siswa musuh membenci agama Kristen/Katolik dan suku Ambon, melakukan penghinaan terhadap agama Kristen/Katolik, menggunakan julukan Doski berkaitan dengan agamanya, mempunyai reputasi buruk di perusahaan tempatnya praktek kerja lapangan atau bekeija, melakukan tekanan terhadap siswa baru yang berasal dari SMP Y, menuduh SMK Y membakar A1 Quran, sengaja mencari musuh untuk lawan tawurannya, hanya berani memulai tawuran jika bequmlah banyak, membawa senjata tajam dalam tawuran, berperilaku sadis (sampai membunuh) terhapda lawan tawurannya, guru di sekolah musuh menjadi provokator dalam tawuran, siswa musuh dibantu pihak lain dalam tawuran ('orang kampung' beberapa daerah, siswa SMP musuh, siswa beberapa sekolah musuh), didukung pihak polisi, serta siswa musuh tidak berkeinginan untuk berdamai."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S2840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Nuclea Ivana
"Tawuran pelajar merupakan fenomena yang telah berlangsung lama dan belum juga terselesaikan. Berbagai macam cara dan pendekatan telah dilakukan guna menangani masalah ini. Menurut Mansoer (1998) tawuran sebagai tingkah laku konflik dapat dijelaskan oleh Social Identity Theory (SIT).
Menurut SIT keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok tertentu akan berpengaruh terhadap identitas sosialnya, yang kemudian akan mempengaruhi sikap dan prilakunya kepada sesama anggota kelompok (ingroup) ataupun kepada anggota kelompok lain (outgroup) (Abram & Hogg, 1988). Identitas sosial yang positif dapat dipertahankan melalui perbandingan positif dengan kelompok lain, dimana kepada ingroup akan dilekatkan atribut yang positif, sementara pada outgroup akan dilekatkan atribut-atribut yang kurang menyenangkan dan negatif. (Brewer, 1979; Rosenbaum & Holtz, 1985). Pada saat pandangan negatif terhadap suatu kelompok tertentu menjadi sangat kuat, maka hal itu dapat mengarah pada prasangka terhadap kelompok tersebut. (Abram & Hogg, 1988).
Penelitian tentang hubungan identitas sosial dan prasangka antar kelompok memberikan hasil yang berbeda-beda. Secara implisit, SIT menyatakan adanya hubungan antara identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Brown, 1995; Tajfel & Tumer, 1979; Vivian & Berkowitz, 1993; Wilder & Saphiro, 1991). Sementara beberapa penelitian lain menemukan bahwa identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup tidak selalu berhubungan dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Hinkle & Brown, 1990; Kosterman & Feshbach, 1989; Tajfel, Billig, Bundy & Flament, 1971).
Pada kasus tawuran antar sekolah, terdapat pandangan bahwa lokasi sekolah yang berdekatan menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk munculnya konflik. (Mansoer, 1988). Maka, berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan penelitian untuk melihat hubungan identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh dan bukan sekolah musuh pada sekolah tawuran dalam konteks sekolah yang berdekatan. Penelitian ini dilakukan dengan sampel penelitian siswa dari sekolah yang terlibat tawuran. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner identitas sosial, prasangka terhadap sekolah musuh dan prasangka terhadap bukan sekolah musuh. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh, dan tidak adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap bukan sekolah musuh.
Adapun saran berkaitan dengan masalah tawuran adalah untuk menurunkan ancaman antar sekolah yang bermusuhan, intervensi pada Basis, menurunkan prasangka antar sekolah dengan melakukan pertemuan damai yang berkesinambungan, serta melakukan penelitian sehubungan dengan intergroup threat guna mengetahui secara empiris pengaruh ancaman tersebut dalam hubungan antar kelompok.
Untuk penelitian mengenai identitas sosial dan prasangka selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel yang lebih besar, dan lebih bervariasi, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih baik. Hendaknya penyusunan alat ukur dilakukan dengan lebih hati-hati, dan hendaknya penelitian juga dilakukan secara kualitatif guna mendapatkan data yang lebih kaya dan lebih mendalam."
2001
S3039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pariwisata di Bali sejauh ini berkembang cepat dan telah
membawa dampak yang positif maupun negatif. Salah satu dampak
negatifnya adalah persaingan kerja antara masyarakar Bali dengan
pendatang dalam mencari pekerjaan Menurur Realistic Conflict Theory
(Nelson, 2002; Baron, 2000; dan Hogg, 1988), hal ini dapat
menimbulkan konflik antarkelompok sosial untuk memperebutkan
sumber yang terbatas. Pada gilirannya, hal itu akan menimbulkan
prasangka dan stereotip tertentu pada masyarakat Bali terhadap
pendatang. Khususnya hal ini tertuju pada pendatang asal Jawa, karena
mereka merupakan pendatang yang paling banyak jumlahnya serta
memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
Peneliti mengambil subjek Pegawai Negeri Sipil dan pekerja
pariwisata dengan asumsi bidang pekerjaan mereka berbeda, sehingga
etos kerja mereka pun berbeda. Ingin diketahui apakah terdapat
prasangka pada subjek penelitian, dan apakah mereka mempunyai
etos kerja yang dapat menunjang pekerjaan mereka. Selanjutnya, ingin
juga diketahui adanya hubungan yang signifikan antara prasangka
terhadap orang Jawa dengan etos kerja pada masing-masing kelompok
subjek maupun pada keseluruhan subjek.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan dua alat ukur yang disusun sendiri oleh peneliti yaitu
alat ukur prasangka terhadap orang Jawa dan etos kerja Bali. Subjek
penelitian berjumlah 154 orang yang dilakukan di Denpasar dengan
jumlah subjek PNS sebanyak 78 orang dan pekerja pariwisata sebanyak
76 orang. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara prasangka dan etos kerja pada keseluruhan
subyek (r= -0,204) dan pada subjek PNS (r= -0,240). Pada subjek
pekerja pariwisata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel ini."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 181-192, 2006
JPS-12-3-2006-181
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Etnis Jawa, Batak, dan Minang memiliki perbedaan sistem
kekerabatan. Hal ini menjadi kendala dalam interaksi antar ketiga
etnis tersebut. Salah satu interaksi yang dapat terjadi adalah
perkawinan antaretnis. Setiap individu dapat memiliki persepsi
mengenai perkawinan antaretnis, yang terbentuk dan stereotip,
yang kemudian akan membentuk prasangka. Penelitian ini ingin
mengetahui hubungan antara prasangka dengan persepsi
mengenai perkawinan antaretnis.
Responden penelitian berjumlah 159 orang Jawa dewasa
muda. Alat pengumpul data berupa kuesioner untuk mengukur
prasangka dan persepsi mengenai perkawinan antaretnis.
Hasil penelitian manunjukkan, gambaran prasangka etnis
Jawa terhadap etnis Batak dan Minang adalah sama. Sabagian
basar subjek memiliki derajat prasangka sedang. Subjek yang
memiliki derajat prasangka rendah lebih banyak dan pada subjek
yang memiliki derajat prasangka tinggi. Gambaran persepsi etnis
Jawa mengenai perkawinan terhadap kedua etnis juga sama.
Sebagian besar subjek memiliki persepsi sedang, dan subjek yang
memiliki persepsi positif lebih banyak daripada subjek yang
memiliki persepsi negatif.
Hasil penelitian juga menunjukkan hubungan yang
signifikan antara prasangka etnis Jawa dengan persepsi
perkawinan antaretnis dengan arah positif, baik terhadap etnis
Batak (r=0,377) maupun etnis Minang (r=0,-431). Hal lain yang
ditemukan, dan sisi penguasaan bahasa Jawa, kelompok subjek
yang aktif barbahasa Jawa lebih berpersepsi negatif mengenai
perkawinan terhadap etnis Batak daripada kalompok subjek yang
pasif berbahasa Jawa."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 193-202, 2006
JPS-12-3-2006-193
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat penyebab dan gambaran
prasangka yang dimiliki anggota suku Amungme terhadap karyawan
pendatang dan PT Freeport Indonesia (PTFI) ditinjau dari cognitive
balance theory menurut Heider (1958). Suku Amungme memiliki nilai-
nilai kepercayaan tertentu mengenai hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan roh nenek rnoyang, dan manusia
dengan alam. Nilai kepercayaan tersebut merupakan elemen kognitif
yang penting bagi suku Amungme. Dengan masuknya PTFI ke
Tembagapura, Papua, pada bulan April 1967, diasumsikan bahwa
kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PTFI tersebut dapat
mengganggu nilai-nilai kepercayaan tersebut dan pada gilirannya
dapat timbul prasangka pada orang Amungme terhadap PTFI dan
karyawannya yang hampir semuanya pendatang.
Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan wawancara
mendalam dan observasi terhadap subjek. Analisis yang digunakan
adalah analisis intra dan antarkasus.
Dari hasil penelitian diketahui, sebagian besar subjek tidak
berprasangka terhadap karyawan pendatang maupun PTFI. Walau
demikian, ada satu subjek yang berprasangka terhadap karyawan
pendatang dan tiga subjek berprasangka terhadap PTFI. Ditinjau dari
teori cognitive balance, semua prasangka tersebut timbul dari ketidak
seimbangan kognitif karena adanya gangguan terhadap kepercayaan
suku Amungme dalam hal hubungan-hubungan antar manusia,
manusia dengan alam dan manusia dengan roh nenek moyangnya.
Pada gilirannya, prasangka itu menimbulkan stereotip yang makin
memperkuat prasangka lagi.
Sumber gangguan ada beberapa jenis, mulai dari masalah pribadi
(tidak diterima kerja), sampai masalah kepercayaan (PTFI merusak alam).
Namun, pengaruh agama Kingmy (guna menghormati perjanjian antara
suku Amungme dengan PTFI) bisa juga menjadi elemen kognitff baru yang
justru menghilangkan ketidak seimbangan kognitif, pada salah satu subyek,
sehingga tidak menimbulkan prasangka pada dirinya."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 217-230, 2006
JPS-12-3-2006-217
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kevy Dondy Arighy
"Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Bentuk stereotip pun bermacam-macam, ada yang positif dan juga negatif. Dalam artikel jurnal ini akan ditunjukkan stereotip beberapa negara besar seperti Perancis, Spanyol, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat yang ditampilkan pada film L 'Auberge Espagnole' karya C dric Klapisch. Penelitian ini menggunakan teori Stereotip Craig Mcgarty dan teori pengkajian film Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa stereotip yang muncul, baik positif ataupun negatif, memberikan dampak yang signifikan terhadap kelangsungan hidup manusia, karena disukai atau tidak, stereotip merupakan salah satu alat bagi manusia untuk saling mengenal satu sama lain.

Abstract Stereotyping is an assessment of a person based only on perceptions of a group where people can be categorized. There are variety of stereotypes, the positive one and the negative one. This journal article shows stereotype of some big countries such as France, Spain, Germany, Italy, and the United States that are shown in the movie L 39 Auberge Espagnole by C dric Klapisch. This study use the stereotype theory of Craig Mcgarty and film analysis theory of Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie. The results obtained in this study shows that the stereotypes that arise, either positive or negative, have a significant impact on the survival of human beings, because like it or not, the stereotype is one of the tools for people to get to know each other.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ferena Debineva
"Kontak imajiner Tingginya kekerasan dan kebencian berdasarkan identitas (minoritas) tertentu semakin meningkat di Indonesia, terutama kepada kelompok transpuan. Karenanya perlu dilakukan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap kelompok identitas gender minoritas. Intervensi untuk menginisiasi toleransi dapat dimulai dari kelompok orang muda di Indonesia agar dapat hidup berdampingan satu sama lain melalui pendekatan teori imagined contact hypothesis.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan prasangka negatif terhadap transpuan secara signifikan sig (24) = 2.78, p < .01 (one-tailed) dimana sikap terhadap transpuan lebih positif pada kelompok setelah diberikan intervensi imagined contact (M = 55.32, SD = 17.18, n = 25) dibandingkan sebelum intervensi (M = 62.68, SD = 14.99, n = 25).

The high level of violence and hatred based on certain (minority) identities is increasing in Indonesia, especially to transwomen. Therefore, it is necessary to conduct interventions aimed at increasing tolerance for minority gender identity groups. Interventions to initiate tolerance can be started from groups of young people in Indonesia so that they can coexist with each other through the approach of the imagined contact hypothesis theory.
The results showed a significant decrease in prejudice towards transwomen (24) = 2.78, p <.01 (one- tailed) where the attitude was more positive in the group after imagined contact intervention (M = 55.32, SD = 17.18, n = 25) rather than before the intervention (M = 62.68, SD = 14.99, n = 25).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>